• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Metode Penelitian

3.4.3 Tahap Pengolahan Data

Tahap pengolahan data meliputi pemetaan titik-titik longsor, analisis penyebab longsor, pemetaan bahaya longsor, dan pemetaan resiko

a. Pemetaan titik-titik longsor

Pemetaan titik-titik longsor ini dilakukan dengan software ArcGis v 9.3 dengan metode tumpang tindih (overlay), yaitu antara data titik-titik longsor hasil pengecekan lapang dengan peta administrasi wilayah Kabupaten Garut, atau dengan data DEM wilayah Kabupaten Garut. Dari hasil analisis ini diperoleh sebaran titik-titik longsor di daerah penelitian, baik dilihat dari kondisi topografinya (DEM) maupun dari wilayah administrasi (kecamatan), sehingga selanjutnya dapat dipelajari pola persebaran yang terbentuk di seluruh daerah penelitian terkait dengan topografi maupun wilayah administrasinya serta kaitannya dengan parameter-parameter yang lain.

b. Analisis penyebab longsor

Untuk melakukan analisis penyebab longsor, dalam penelitian ini digunakan beberapa parameter biogeofisik, yaitu Kemiringan Lereng, Elevasi, Formasi Geologi, Jenis Tanah, Curah Hujan, dan Penggunaan Lahan. Parameter-parameter ini merupakan beberapa Parameter-parameter penting yang dianggap banyak berpengaruh terhadap kejadian longsor jika mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, seperti dari Alhasanah (2006) dan PUSLITANAK (2004). Dalam Alhasanah (2006) parameter longsor yang digunakan meliputi : morfologi permukaan bumi, litologi, geologi, penggunaan lahan, curah hujan, dan kegempaan, sedangkan menurut PUSLITANAK (2004) parameter longsor meliputi : kemiringan lereng, jenis tanah, tekstur tanah, kedalaman tanah, permeabilitas, formasi geologi, curah hujan, dan penggunaan lahan.

Untuk mengetahui penyebab longsor yang dominan di daerah penelitian, dalam penelitian ini dilakukan analisis tumpang tindih (overlay) dengan software ArcGis v. 9.3 antara persebaran titik-titik longsor dan frekuensi kejadian longsor terhadap masing-masing parameter tersebut di atas. Frekuensi ini dihitung berdasarkan jumlah kejadian pada titik kejadian yang (relatif) sama selama sekitar 10 tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai dengan 2012. Selanjutnya untuk mengetahui penyebab longsor ini dilakukan juga analisis terhadap kerapatan titik

longsor dan kerapatan frekuensi longsor yang dihitung berdasarkan jumlah titik longsor dan frekuensi kejadian terhadap luasan masing-masing kelas pada parameter biogeofisik seperti tersebut di atas. Satuan luasan yang digunakan untuk menghitung nilai kerapatan adalah 100 km². Hal ini dilakukan untuk menghindari banyaknya digit angka di bawah nol.

c. Penetapan kelas bahaya longsor

Bahaya longsor adalah suatu kondisi dimana proses longsor dapat terjadi dalam waktu dekat, bisa dalam hitungan harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, sehingga mengindikasikan bahwa proses longsor dapat terjadi sewaktu-waktu dikarenakan oleh sifat biogeofisik yang dimiliki yang dapat mengancam jiwa manusia atau menimbulkan kerugian yang lain.

Penilaian bahaya longsor dalam penelitian ini bersifat parametrik, dimana pada setiap parameter dikelaskan menjadi beberapa kelas yang menggambarkan besarnya kontribusi terhadap proses longsor. Adapun setiap kelas yang telah dibuat, dari kelas sangat rendah hingga kelas sangat tinggi, masing-masing diberi skor dari 1 hingga 5. Dalam penelitian ini bahaya longsor direpresentasikan sebagai penjumlahan skor dari masing-masing parameter pada suatu wilayah tertentu. Dengan demikian formulasi bahaya longsor dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan : KBL = Kelas Bahaya Longsor L = Lereng E = Elevasi G = Geologi T = Tanah L = Lahan CH = Curah Hujan

Untuk skor dari masing-masing kelas setiap parameter disajikan pada Tabel 3, dimana skor 1 mencerminkan kontribusi yang sangat kecil terhadap proses longsor sebaliknya untuk skor 5 mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap proses terjadinya longsor. Untuk mengetahui kelas bahaya longsor berdasarkan formulasi di atas, maka diperlukan klasifikasi bahaya longsor yang didasarkan pada kelas interval Kelas interval dirumuskan sebagai berikut :

Dalam Penelitian ini kelas bahaya longsor selanjutnya dibagi menjadi lima, yaitu kelas bahaya sangat rendah, rendah, menengah, tinggi, dan sangat tinggi. Bedasarkan ketentuan-ketentuan ini dan nilai skor yang telah ditentukan dalam Tabel 3, maka besarnya kelas interval adalah :

Interval Kelas Bahaya Longsor = 30-6 = 4,8 atau setara 5 5

Berdasarkan nilai interval tersebut, selanjutnya dapat dibuat klasifikasi bahaya longsor yang didasarkan pada besarnya nilai yang diperoleh dan hasilnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 21. Parameter Longsor Berdasarkan Faktor Biogeofisik

No Variabel Kriteria Skor Keterangan

1 Kelas Lereng 0-8% 1 Sangat Rendah 8-15% 2 Rendah 15-25% 3 Menengah 25-45% 4 Tinggi >45% 5 Sangat Tinggi 2 Curah hujan mm/tahun 1500-2000 1 Sangat Rendah 2000-2500 2 Rendah 2500-3000 3 Menengah 3000-3500 4 Tinggi 3500-4000 5 Sangat Tinggi 3 Jenis Batuan

Batuan Aluvial 1 Sangat Rendah

Batuan Kapur 2 Rendah

Batuan sediment 3 Menengah

Batuan Vulkanik 4 Tinggi

Interval Kelas Bahaya Longsor = Nilai tertinggi – Nilai terendah Jumlah Kelas

Batuan sediment dan Batuan Vulkanik

5 Sangat Tinggi

4 Jenis Tanah

Aluvial 1 Sangat Rendah

Latosol dan Renzina 2 Rendah

Regosol dan Litosol 3 Menengah

Andosol dan Regosol 4 Tinggi Podsolik dan Regosol 5 Sangat Tinggi 5 Elevasi < 1000m 1 Sangat Rendah 1000-1500m 2 Rendah 1500-2000m 3 Menengah 2000-2500m 4 Tinggi > 2500m 5 Sangat Tinggi 6 Penggunaan Lahan Perairan,Perkebunan

dan Sawah 1 Sangat Rendah

Semak belukar dan

Lahan Terbuka 2 Rendah

Hutan dan

Pemukiman 3 Menengah

Ladang 4 Tinggi

Tabel 4. Klasifikasi Kelas Bahaya Longsor

Kelas Bahaya Interval Keterangan

1 6-10 Sangat rendah

2 11-15 Rendah

3 16-20 Menengah

4 21-25 Tinggi

5 26-30 Sangat Tinggi

e. Penetapan kelas resiko longsor

Resiko longsor adalah suatu konsekuensi yang dapat diterima oleh manusia atau obyek yang lain akibat adanya suatu proses longsor di suatu tempat. Pada umumnya proses longsor ini menghasilkan suatu kerugian baik berupa kerugian jiwa maupun harta benda/properti. Berdasarkan pemahaman ini, maka resiko longsor dapat dicerminkan dari besarnya nilai bahaya longsor dan besarnya nilai jiwa manusia dan properti. Namun demikian dalam penelitian ini untuk nilai jiwa manusia belum diperhitungkan karena keterbatasan data yang ada. Nilai properti selanjutnya dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Properti = Skor Penggunaan Lahan + Skor Infrastruktur

Dalam penelitian ini properti dibagi menjadi 2 variabel, yaitu variabel penggunaan lahan dan variabel infrastruktur. Selanjutnya masing-masing variabel dibagi menjadi 5 kelas, dimana masing-masing kelas diberi skor 1 hingga 5 (Tabel 5). Jumlah kelas properti ini disamakan dengan jumlah kelas bahaya longsor agar memudahkan dalam mengklasifikasi resiko longsor. Adapun formula untuk mencari kelas interval sama dengan rumusan untuk mencari kelas interval pada bahaya longsor.

Nilai properti yang digunakan untuk menilai resiko longsor adalah kombinasi dari kedua variabel tersebut, yaitu dalam bentuk penjumlahan sehingga berdasarkan penjumlahan kombinasi tersebut diperoleh nilai properti terendah

sebesar 1 dan nilai tertinggi sebesar 12. Dengan demikian besarnya kelas interval properti dapat ditentukan sebagai berikut :

Kelas Interval Properti = 12 - 1 = 2,2 atau setara 2 5

Berdasarkan kelas interval tersebut, maka selanjutnya dapat dilakukan klasifikasi properti seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Properti Kabupaten Garut

No Variabel Kriteria Skor Tingkat

Resiko

1 Penggunaan Lahan

Lahan Terbuka, Perairan,

dan Semak Belukar 1

Sangat Rendah

Hutan 2 Rendah

Ladang ,Perkebunan, dan

Kebun Campuran 3 Menengah

Sawah 4 Tinggi

Pemukiman 5 Sangat Tinggi

2 Infrastruktur

Sungai 1 Sangat

Rendah

Jalur Kereta Api 2 Rendah

Jalan Kabupaten 3 Menengah

Jalan Provinsi 4 Tinggi

Jalan Negara 5 Sangat Tinggi

Tabel 6. Klasifikasi Kelas Properti

Kelas Properti Interval Keterangan

1 1-2 Sangat rendah

2 3-4 Rendah

3 5-6 Menengah

4 7-9 Tinggi

Berdasarkan klasifikasi bahaya longsor (Tabel 4) dan klasifikasi properti (Tabel 6), maka selanjutnya dapat dinilai besarnya resiko longsor berdasarkan rumusan sebagai berikut :

Resiko Longsor = Bahaya Longsor + Nilai Properti

Adapun klasifikasi resiko dibuat berdasarkan kelas interval yang diperoleh, yaitu sebesar 1.5 seperti perhitungan di bawah ini, dan hasilnya disajikan pada Tabel 7.

Interval Kelas Resiko Longsor = 10 - 2 =1,6 atau setara 1,5 5

Tabel 7. Klasifikasi Kelas Resiko Longsor

Kelas Resiko Interval Keterangan

1 2-3,5 Sangat rendah

2 3,6-5,1 Rendah

3 5,2-6,9 Menengah

4 7-8,5 Tinggi

Gambar 8. Diagram Alir Penelitian

MozaickingCitra landsat 2008

ASTER GDEM Peta Dasar Rupa

Bumi Indonesia Cek Lapang Titik Longsor 2000-2012 Interpretasi Citra TIN

Data Curah Hujan Repprot Jawa Barat Peta Lereng

Sementara Peta Elevasi Sementara

Peta Tanah Jawa Barat Digital Peta Administrasi Penggunaan Lahan 2012 Penggunaan Lahan Sementara 2008 Sebaran Titik Longsor Skoring Peta Geologi Lembar Garut dan Pemeungpeuk

Peta Properti

Peta Bahaya Longsor

Peta Lereng Peta Elevasi Daerah Longsor 2000-2011 Peta Titik Longsor Overlay Overlay Kerapatan Longsor dengan faktor Biofisik Skoring Overlay Overlay Overlay

Peta Resiko Longsor

Peta Admistrasi Garut

Peta Administrasi Peta Administrasi Titik Longsor Titik Longsor 2000-2012 Penggunaan Lahan 2012 Peta Elevasi Peta Lereng

Peta Tanah Peta Geologi

Peta Curah Hujan

Mendeskripsikan distribusi Spasial titik longsor

Menganalisis penyebab bahaya longsor Kabupaten Garut

Analisis Laboratorium

Peta Lereng Peta Elevasi Peta Curah Hujan Peta Geologi Peta Penggunaan Lahan

Peta Jenis Tanah

Titik Longsor

Peta Lereng Peta Elevasi Peta Curah Hujan Peta Geologi Peta Penggunaan Lahan

Peta Jenis Tanah

Peta Infrastruktur Penggunaan

Lahan 2012

Peta titik-titik longsor Kabupaten Garut

IV. KONDISI UMUM WILAYAH