• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap

1. Tahap Penyidikan

Pada hakikatnya ketentuan KUHAP tentang penyidikan didefenisikan sebagai berikut. Penyidikan adalah serangakaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.31 Tindakan itu dapat meliputi pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, penyitaan alat-alat bukti, pengeledahan, pemanggilan dan pemeriksaan tersangka, melakukan penangkapan, melakukan penahanan, dan lain sebagainya. Sementara penyidik sesuai Pasal 1 angka 1 KUHAP, adalah Pejabat Polisi Negara RI atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Penyidikan yang dilakukan oleh pejabat kepolisian negara RI bertujuan untuk mengumpulkan bukti guna menemukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa pidana, dengan penyidikan juga ditujukan untuk menemukan pelakunya. Setelah adanya penyidikan tahapan selanjutnya dilakukan penyelidikan. Penyelidikan kasus pidana dilakukan oleh kepolisian sesuai dengan KUHAP dan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Polisi dalam melakukan penyelidikan terhadap anak pelaku tindak pidana harus memperhatikan berbagai ketentuan mengenai upaya penangan anak mulai dari penangkapan sampai proses penempatan.32

31

Pasal 1 butir 2 KUHAP

32

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative justice, Bandung,Refika Aditama 2009, hlm.85 (selanjutnya disebut Marlina II)

Secara umum berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 3 tahun 1997 bahwa penyidikan terhadap pelaku tindak pidana anak hanya dapat dilakukan apabila pelaku tindak pidana telah berusia 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, tarhadap anak dibawah umur delapan tahun yang melakukan tindak pidana akan mendapat pembinaan dan dikembalikan pada orang tua/wali.

Penyidikan terhadap anak dalam hal anak nakal dilakukan oleh Penyidik Anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau Pejabat yang ditunjuk olehnya. Dengan demikian Penyidik Umum tidak dapat melakukan penyidikan atas Perkara Anak Nakal, kecuali dalam hal tertentu, seperti belum ada Penyidik Anak di tempat tersebut.

Penyidikan terhadap anak nakal berlangsung dalam suasana kekeluargaan, dan untuk itu penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan sesuai Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. Diperiksa dalam suasana kekeluargaan, berarti pada waktu memeriksa tersangka anak, penyidik tidak memakai pakaian seragam/dinas, dan melakukan pendekatan secara efektif, aktif, dan simpatik.

Suasana kekeluargaan itu juga berarti tidak ada pemaksaan, intimidasi atau sejenisnya selama dalam penyidikan. Salah satu jaminan terlaksananya suasana kekeluargaan ketika penyidikan dilakukan, adalah hadirnya Penasehat Hukum, disamping itu, karena yang disidik adalah anak, maka juga sebenarnya sangat penting kehadiran orang tua/wali/orang tua asuhnya, agar tidak timbul ketakutan atau trauma pada diri si anak.

Apabila dipandang perlu, penyidik juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya. Sementara untuk kepentingan si anak sendiri, maka proses penyidikan wajib dirahasiakan

Tindakan yang dapat dilakukan penyidik oleh seorang penyidik adalah penangkapan, penahanan, mengadakan pemeriksaan ditempat kejadian, melaksanakan penggeledahan, pemeriksaan tersangka dan interogasi, membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyitaan, penyimpanan perkara dan melimpahkan perkara.33

a. Penangkapan

Berikut penjelasan prosedur yang dilakukan untuk anak pelaku tindak pidana :

Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.34

Mengenai tindakan penangkapan tidak diatur secara rinci dalam Undang pengadilan anak, sehingga berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang ini mengatur wewenang polisi dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan yang selanjutnya diatur dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) kepolisian. Aturan tersebut menjadi pedoman bagi setiap anggota kepolisian RI dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

33

Paramita dan tamba BIT, perlindungan hak anak dalam proses peradilan pidana pada tahap penyidikan, Jurnal Hukum no 1 Januari 2003, hlm. 29

34

Upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, disamping juklak dan juknis yang dimiliki, ada beberapa cara penanganan terhadap anak, seperti :35

a. Tindakan penangkapan diatur dalam Pasal 16 sampai Pasal 19 KUHAP. Berdasarkan Pasal 16 KUHAP dapat diketahui bahwa tujuan penangkapan tersangka ialah untuk kepentingan penyelidikan dan untuk kepentingan penyidikan. Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup36. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara RI, dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat-surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka. Menyatakan alasan penangkapan, dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta mengemukakan tempat tersangka diperiksa37. Adapun waktu penangkapan paling lama satu hari.38

b. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, polisi memperhatikan hak-hak anak dengan melakukan tindakan perlindungan terhadap anak, seperti :

1. Perlakukan anak dengan asas praduga tak bersalah.

2. Perlakukan anak dengan arif, santun dan bijaksana, dan tidak seperti terhadap pelaku tindak pidana dewasa.

35

Marlina II, Op.cit, hlm.86

36 Pasal 17 KUHAP 37 Pasal 18 KUHAP 38 Pasal 19 KUHAP

3. Saat melakukan penangkapan segera memberitahukan orang tua dan walinya.

4. Anak tertangkap tangan segera memberitahukan orang tua atau walinya.

5. Wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, polisi atau masyarakat berdasar pada asas kewajiban.

6. Penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka bukan karena tertangkap tangan, merupakan kontak atau tahap pertama pertemuan antara anak dengan polisi. Tahap ini penting bagi seorang polisi menghindarkan anak dari pengalaman-pengalaman traumatic yang akan dibawanya seumur hidup. Untuk itu polisi memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Menunjukkan surat perintah penangkapan legal kepada anakyang diduga sebagai tersangka dengan ramah dan bertanggung jawab. Cara yang ramah memberi rasa nyaman terhadap anak daripada rasa takut.

2) Menggunakan pakaian yang sederhana dan hindari penggunaan kendaraan yang bertanda/berciri khas polisi untuk menghindari tekanan mental anak akibat simbol-simbol polisiyang terkesan membahayakan dan mengancam diri anak.

3) Petugas yang melakukan penangkapan tidak boleh menggunakan kata-kata kasar dan bernada tinggi yang akan

menarik perhatian orang-orang yang berada di sekeliling anak. Penggunaan kata-kata yang bersahabat akan mempermudah anak menjalani setiap prosesnya dengan tenang dan tanpa rasa takut dan tertekan.

4) Membawa anak dengan menggandeng tangannya untuk menciptakan rasa bersahabat, hindari perlakuan kasar dan menyakitkan seperti memegang kerah baju atau bahkan menyeret dengan kasar.

5) Petugas tidak memerintahkan anak melakukan hal-hal yang mempermalukannya dan merendahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia, seperti menyuruh membuka pakaian. Akan tetapi memberikan perlindungan perlindungan mental dan jiwa anak saat ditangkap.

6) Jika keadaan tidak memaksa dan membahayakan, polisi tidak perlu melakukan penangkapan dengan menggunakan borgol terhadap anak, karena perlakuan ini menyakitkan dan membuat trauma serta rasa malu dilihat masyarakat atau tetangganya.

7) Media massa tidak boleh melakukan peliputan proses penangkapan tersangka anak demi menjaga jati diri dan identitas anak.

8) Pemberian pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan fisik dan psikis anak sesegera setelah penangkapan.

Berkas pemeriksaan medis dan pengobatan anak menjadi bagian catatan kasus anak yang berhadapan dengan hukum. 9) Penangkapan yang dilakukan diinformasikan kepada orang

tua/walinya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam dan kesediaan orang tua/wali mendampingi anak dalam pemeriksaan di kantor polisi.

10) Pemberitahuan penangkapan anak tersangka kepada petugas Bapas di wilayah setempat atau pekerja sosial oleh polisi. Pemberitahuan dilakukan dalam waktu secepatnya tidak lebih dari 24 jam.

11) Polisi melakukan wawancara atau pemeriksaan di ruangan yang layak dan khusus untuk anak guna membrikan rasa nyaman kepada anak.

b. Wawancara dan Penyidikan

Tahap wawancara dan penyidikan polisi penting untuk kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Wawancara terhadap anak tersangka pelaku tindak pidana dilakukan secara berkesinambungan antara orang tua, saksi, dan orang-orang lain yang diperlukan atau berkaitan dengan kasus tersebut.

Langkah-langkah yang dapat membantu Polisi dalam melaksanakan wawancara secara efektif adalah sebagai berikut :39

1. Anak yang sedang diperiksa saat wawancara dilakukan harus didampingi orang tua/wali, orang terdekat dengan anak, dan atau orang yang paling

39

dipercaya oleh anak seperti orang tua angkat, saudara, pengasuh, pekerja sosial, dan sebagainya. Saat wawancara dengan anak seorang pendamping dihadirkan bertujuan untuk membantu kelancaran wawancara dan memberikan perlindungan terhadap anak;

2. Bahasa yang dipergunakan polisi dalam wawancara dengan anak mudah dimengerti, baik oleh anak yang bersangkutan maupun pendampingnya, jika anak dan pendampingnya kesulitan dalam menggunakan bahasa resmi yaitu bahasa Indonesia, maka Polisi harus menghadirkan penerjemah bahasa. Hal ini bertujuan agar pesan yang disampaikan polisi dapat benar-benar dipahami oleh anak dan pendampingnya;

3. Wawancara terhadap anak dilakukan pada kesempatan pertama, di antara wawancara dengan pihak lain seperti pendamping atau orang yang hadir saat itu;

4. Untuk menjaga perasaan anak, polisi menghindari penekanan kebohongan,intimidasi atau perlakuan keras atau kasar terhadap anak selama wawancara berlangsung. Tempat wawancara dilakukan dalam suasana ruangan yang nyaman dan terpisah dengan orang dewasa lainnya, sehingga anak tidak merasa ketakutan.

Adapun teknik dasar melakukan wawancara terhadap anak yang harus dilakukan oleh Penyidik atau Polisi adalah :40

1. Menginformasikan kepada orang tua atau wali anak sesegera sebelum wawancara dimulai;

40

2. Menginformasikan bahwa anak berhak mendapat bantuan hukum dari pihak pengacara atau advokat. Polisi juga menyampaikan kepada anak dan orang tua atau walinya mengenai pentingnya anak didampingi oleh penasihat hukum dan pekerja sosial yang kompeten, dan bagaimana cara mengakses bantuan tersebut;

3. Memperlakukan anak dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan ataupun verbal dibandingkan dengan orang dewasa bahkan dibandingkan dengan diri Polisi itu sendiri. Tindakan yang salah terhadap anak membuat rasa trauma pada diri anak di masa depan;

4. Mengupayakan terciptanya suasana yang akrab di antara Penyidik yang sedang mewawancarai dan anak yang sedang diperiksa;

5. Tidak melakukan hal-hal yang membentuk tingkah laku anti sosial pada anak sehingga anak-anak putus asa menghadapi masalahnya yang menyebabkan rasa kehilangan masa depan;

6. Memberikan motivasi guna membangun rasa percaya anak dengan sikap peka pada kebutuhan anak, maka akan mempermudah mendapatkan informasi dari anak tersebut;

7. Memperkenalkan diri dengan benar. Hal ini akan membantu dalam memfasilitasi wawancara;

8. Melakukan wawancara sesegera mungkin setelah anak ditangkap atau ditahan. Hal ini akan menunjukkan keseriusan dan menjaga anak dalam membangun alibinya;

9. Mengatakan kepada anak bahwa ingin membantunya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar anak tahu bahwa penyidik ingin bekerjasama dan peduli terhadap hari depannya;

10. Berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak yang bersangkutan, jika mungkin gunakan istilah-istilah yang populer diantara anak-anak;

11. Mengajak anak untuk mau berbicara. Pada umumnya anak akan tertarik pada diskusi tentang hal-hal yang menarik atau digemarinya. Hal ini akan membantunya merasa tenang dan nyaman;

12. Menjadi pendengar yang baik Konsentrasi dalam wawancara, sehingga anak akan merasa diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hindarkan mengalihkan perhatian kepada orang lain selama wawancara berlangsung;

13. Bersikap sabar dan perlahan. Dalam menyelesaikan setiap kasus jangan menargetkan waktu tertentu antisipasi sejumlah hambatan dan hindari tekanan untuk mengungkapkan fakta-fakta;

14. Menghormati kepribadian anak. Perlakukan anak sebagai orang yang berharga, bermartabat, sebagai seseorang yang memerlukan bantuan dan pengertian;

15. Mengizinkan anak menulis ceritanya. Meninggalkan anak sendirian untuk melakukan ini apabila diperkirakan akan aman.

Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Polisi dalam melakukan penyidikan terhadap anak, yaitu:41

41

a. Penyidik melakukan kekerasan dan tindakan tidak wajar terhadap anak. Hal ini dapat menimbulkan trauma pada anak.

b. Memberikan label buruk pada anak dengan menggunakan kata-kata yang sifatnya memberikan label buruk pada anak, seperti ‘pencuri’, ‘maling’, ‘pembohong’, dan lain-lain

c. Penyidik kehilangan kesabaran sehingga menjadi emosi dalam melakukan wawancara terhadap anak

d. Penyidik tidak boleh menggunakan kekuatan badan atau fisik atau perlakuan kasar lainnya yang dapat menimbulkan rasa permusuhan pada anak

e. Membuat catatan atau mengetik setiap perkataan yang dikemukakan oleh anak pada saat Penyidik melakukan wawancara dengan anak. Seharusnya petugas mencatat poin-poin penting dari hasil wawancara, setelah selesai baru dibuat catatan yang lengkap hasil wawancara tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya Penyidik menggunakan alat-alat perekam yang tersembunyi untuk membantu mengingatnya.

Dalam kasus yang tidak memerlukan tindak lanjut atau kasus ringan yang cukup mendapatkan peringatan (cautioning) saja, laporan harus dibuat dengan benar dan secepatnya, dan terpisah dengan laporan bagi kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut.

Sebelum melakukan penyelidikan tentu harus diketahui terlebih dahulu apakah telah terjadi suatu tindak pidana. Jalur untuk mengetahuinya adalah melalui pengaduan,42 laporan,43 atau tertangkap tangan.44

42

Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Pasal 1 butir 25 KUHAP

Menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Dengan melakukan penyelidikan maka dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan.

Penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukan oleh penyidik anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau Pejabat yang ditunjuk olehnya. Dengan demikian penyidik umum tidak dapat melakukan penyidikan atas perkara anak pelaku tindak pidana, kecuali dalam hal tertentu seperti belum ada penyidik anak di tempat tersebut.45

a Telah berpengalaman sebagai penyidik;

Adapun syarat-syarat untuk menjadi penyidik anak sesuai Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang No.3 Tahun 1997 adalah :

b Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.

Dalam melakukan penyidikan anak, diusahakan dilaksanakan oleh polisi wanita (Polwan), dan dalam beberapa hal, jika perlu dengan bantuan polisi pria. Penyidik anak, juga harus mempunyai pengetahuan seperti psikologi, psikiatri,

43

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Pasal 1 butir 24 KUHAP

44

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. Pasal 1 butir 19 KUHAP

45

Darwan Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hlm.38

sosiologi, pedagogi, antropologi, dan juga menyintai anak dan berdedikasi, dapat menyelami jiwa anak dan mengerti kemauan anak.46

Dalam melakukan penyidikan anak pelaku tindak pidana, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya (Pasal 42 ayat [2] Undang-Undang No.3 Tahun 1997). Laporan penelitian kemasyarakatan, dipergunakan oleh Penyidik Anak sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan penyidikan, mengingat bahwa anak pelaku tindak pidana perlu mendapat perlakuan sebaik mungkin dan penelitian terhadap anak dilakukan secara seksama oleh peneliti kemasyarakatan (Bapas), agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar. Sebelum anak pelaku tindak pidana dihadapkan ke persidangan, harus melalui beberapa proses pemeriksaan dari instansi yang terkait dalam proses tata peradilan, dengan harapan untuk memperoleh hasil yang baik. Penelitian kemasyarakatan terhadap anak perlu dilakukan , sehingga keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak yang positif, baik bagi anak nakal maupun terhadap pihak yang dirugikan, serta untuk menegakkan hukum dan keadilan. Penelitian kemasyarakatan terhadap anak pelaku tindak pidana, bertujuan agar hasil pemeriksaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan laporan Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, karena penyidik anak belum ada, maka tugas penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik biasa bagi tindak pidana yang dilakukan orang dewasa, atau penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.

46

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2008, hlm.101

penelitian kemasyarakatan, Penyidik anak dapat mempertimbangkan berkas perkara/Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diteruskan kepada pihak kejaksaan atau tidak. Dalam penelitian kemasyarakatan, dilakukan penelitian tentang latar belakang kehidupan dan lingkungan sosial, ekonomi serta hal-hal lain yang ada kaitannya dengan tersangka. Penelitian ini paling tidak harus dapat mengungkapkan seseorang melakukan perbuatan itu karena terpaksa atau akibat dipaksa orang lain, atau situasi/kondisi lingkungan yang memungkinkan dilakukan kejahatan, dan faktor victim (korban) juga dapat mendorong orang melakukan pelanggaran hukum, dan faktor lain yang dapat dijadikan pertimbangan bagi proses perkaranya.47

Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, menentukan bahwa dalam melakukan penyidikan anak nakal, Penyidik dibantu Pembimbing kemasyarakatan. Pasal 34 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.3 Tahun 1997, menentukan bahwa pembimbing kemasyarakatan bertugas membantu memperlancar penyidikan dengan membuat laporan penelitian kemasyarakatan. Pembimbing Kemasyarakatan harus siap memberikan pertimbangan atau saran yang diperlukan oleh Penyidik. Hal ini mencerminkan perlindungan hukum terhadap anak. Bila penyidikan dilakukan tanpa melibatkan Pembimbing Kemasyarakatan, penyidikan batal demi hukum. 48

Proses penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan (Pasal 42 ayat [3] Undang-Undang No.3 Tahun 1997). Tindakan Penyidik berupa penangkapan, penahanan, dan tindakan lain yang dilakukan secara rahasia. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap Penyidik, apabila

47

Ibid, hlm.102

48

kewajiban ini dilanggar, dan tidak mengatur akibat hukum terhadap hasil penyidikan. Hal ini memengaruhi kualitas kerja pihak Penyidik dan sangat berpengaruh terhadap perlindungan anak. Anak dapat menjadi korban ketidaktegasan Undang-Undang No.3 Tahun 1997. hal ini dapat menimbulkan kerugian fisik, mental, sosial anak, karena dapat mengahambat perkembangan fisik, mental dan sosial anak dalam pergaulan hidupnya. Pelanggaran kerahasiaan proses penyidikan anak nakal, tidak dapat digugat melalui sidang pra-peradilan, karena pelanggaran tersebut bukan tergolong alasan untuk diajukan pra-peradilan. Dalam menanggulangi pelanggaran tersebut, ketika perkara anak diperiksa di persidangan, terdakwa atau penasihat hukum dapat menyampaikan keberatan (Pasal 156 ayat [1] KUHAP) terhadap surat dakwaan. Alasan keberatan adalah, bahwa surat dakwaan tidak memiliki landasan hukum yang benar, karena dibuat berdasarkan hasil penyidikan yang tidak sah, yang pada waktu proses penyidikan tidak dirahasiakan oleh Penyidik. Keberatan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang dapat meyakinkan Hakim dalam mengambil keputusan selanya, apabila Hakim sependapat dengan terdakwa/penasihat hukumnya.49

Perkara anak nakal dapat diajukan ke sidang pengadilan, adalah perkara anak nakal yang berumur minimal 8 (delapan) tahun dan maksimum belum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan yang belum pernah kawin. Namun Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, masih memungkinkan dilakukan penyidikan anak yang berumur di bawah 8 (delapan) tahun, padahal berkas perkaranya tidak akan dilimpahkan ke Kejaksaan, untuk dilakukan penuntutan di persidangan. Tujuan dilakukan penyidikan terhadap anak yang belum berumur 8

49

tahun yang diduga melakukan kenakalan, adalah untuk mengetahui bahwa anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana seorang diri, atau ada orang lain yang terlibat atau anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang lain, yang dalam hal ini yang berumur 8 tahun keatas dan atau orang dewasa. Apabila anak yang berumur 8 tahun melakukan tindak pidana dengan yang belum berumur 8 tahun, maka penyidikannya dilakukan lebih lanjut. Apabila anak yang bersangkutan melakukan tindak pidana dengan orang dewasa, maka penyidikannya terpisah dengan anak, dan berkasnya pun dipisah. Demikian juga penuntutan dan persidangannya dengan anak nakal dipisahkan. Penyidikan anak yang belum berumur 8 (delapan) tahun, tetap menjunjung tinggu asas praduga tak bersalah. Menjadi masalah apabila hal ini dikaitkan dengan tindakan penahanan. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak mengatur dengan tegas, anak yang belum berumur 8 (delapan) tahun yang diduga melakukan tindak pidana dapat ditahan atau tidak. Dalam kedudukannya sebagai tersangka, bila merujuk pada Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, Penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang diduga keras melakukan kenakalan berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Syarat penahanannya sama dengan anak nakal yang berumur 8 (delapan) tahun atau lebih, yaitu sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat (Pasal 45 ayat [1] Undang-Undang No.3 Tahun 1997). Jadi secara yuridis, anak yang belum berumur 8 tahun dapat dilakukan penahanan.50

Bila ditinjau dari aspek perlindungan anak, ketentuan Undang-Undang No.3

Dokumen terkait