A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap
3. Tahap Persidangan
Pada dasarnya, Hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak nakal diperadilan tingkat pertama/pengadilan negeri disebut Hakim Anak.66 Hakim Anak ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi.67 Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal. Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Hakim Anak adalah :68
a. Telah berpengalaman sebagai Hakim di pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum; dan
66
Pasal 1 butir 7 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
67
Pasal 9 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
68
b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
b. Penyidangan Perkara Pidana Anak
Tujuan penanganan perkara pidana pada umumnya adalah mencari, mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hukum acara oleh Hakim/Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana tersebut.69
Pada hakekatnya terhadap prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri mengacu kepada ketentuan Pasal 55- Pasal 59 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya maka pada asasnya prinsip-prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut70
a. Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orangtua, Wali/Orangtua Asuh dan Saksi wajib hadir dalam sidang anak (Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997)
:
b. Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan (Pasal 56 ayat [1] Undang-Undang No.3 Tahun 1997).
Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan
69
Lilik Mulyadi,S.H., M.H., Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2005, hlm.76
70
mengenai anak yang bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis. Dan kelak bila diperlukan pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan kesaksian di depan Pengadilan Anak. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka, adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, melainkan beberapa saat sebelumnya.
Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas hal- hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Penjelasan ini diberikan di muka sidang pengadilan anak. Laporan kemasyarakatan berisi:
1) Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan 2) Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak. c. Pembukaan sidang anak
Selanjutnya hakim membuka sidang dan menyatakan sidang tertutup untuk umum71, kemudian terdakwa dipanggil masuk ke ruangan sidang bersama orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan72
71
Pasal 8 Undang-Undang No.3 Tahun 1997
72
Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997
. Menurut kebiasaan hakim lalu memeriksa identitas terdakwa, dan setelah itu hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Sesudahnya kalau ada kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.
d. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal (Pasal 11 Undang-Undang No.3 Tahun 1997)
Pemeriksaan anak di tingkat pertama dengan hakim tunggal, dan dalam hal tertentu di pandang perlu yaitu apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis73
e. Pemeriksaan perkara harus dengan kehadiran terdakwa anak
. Dengan “hakim tunggal” diharapkan baik langsung ataupun tak langsung dapat lebih mempercepat proses penanganan perkara sehingga peradilan dapat dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
f. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan keterangan saksi Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa ke luar sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang. Maksud dari tindakan ini, adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaannya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya memberatkan. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.
g. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat Hukum serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas
73
Prinsip dasar ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Adapun maksud mereka tidak memakai toga atau pakaian dinas adalah untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak tersebut sehingga dapat memberikan keterangan dengan jelas dan tidak berbelit-belit, dan agar tercipta suasana kekeluargaan pada sidang anak sehingga pendekatan pada waktu memeriksa terdakwa anak dapat dilakukan secara efektif, afektif, dan simpatik. Pada hakekatnya apabila dijabarkan mereka yang tidak memakai toga atau pakaian dinas/PDH berlaku bagi Hakim dan Penuntut Umum, sedangkan bagi penyidik tidak memakai pakaian dinas dan bagi Penasihat Hukum tidak memakai toga.
h. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak
Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan putusannya, hakim member kesempatan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak, dengan alasan bahwa selama ini kurang memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan. Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkan kepada mereka, dengan janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitoir (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan pula pledoi (pembelaan) atas terdakwa anak tersebut.
i. Putusan
Dalam mengambil keputusan, Hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan74, dan putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum75
c. Dasar Pertimbangan Keputusan Hakim
. Putusan yang tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, adalah batal demi hukum. Namun dalam Undang- Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan.
Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison). Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan.76
74
Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No.3 Tahun 1997
75
Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No.3 Tahun 1997
76
Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal tersebut, patut dikemukakan sifat kejahatan yang dilakukan; perkembangan jiwa anak; tempat menjalankan hukuman. Berdasarkan penelitian normatif, diketahui bahwa yang menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain : a. Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana
Hakim harus mengetahui latar belakang dan faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana. Misalnya, anak melakukan tindak pidana tersebut karena ingin membela diri, anak dalam keadaan emosi, karena faktor lingkungan atau pergaulan dan faktor-faktor yang demikian menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman pada anak.
b. Keadaan psikologis anak setelah dipidana
Hakim harus memikirkan dampak atau akibat yang ditimbulkan terhadap anak setelah dipidana. Pemidanaan anak bukan hanya bertujuan untuk memidana, melainkan untuk menyadarkan anak, agar tidak melakukan tindak pidana yang sama atau tindak pidana yang lainnya setelah menjalani pidana. Perkembangan jiwa anak setelah menjalani pidana, menjadi perhatian Hakim dalam menjatuhkan pidana, bila tidak demikian halnya maka dikhawatirkan perkembangan jiwa anak bukan menjadi semakin baik namun sebaliknya, anak akan menjadi lebih buruk.
c. Keadaan psikologis Hakim dalam menjatuhkan pidana
Hakim harus mempertimbangkan berat ringannya kenakalan yang dilakukan anak. Jika kenakalan dilakukan anak menurut pertimbangan Hakim sudah keterlaluan atau dapat membahayakan masyarakat, maka hakim dapat
menjatuhkan pidana. Atas pertimbangan kepentingan anak, hakim dapat memutuskan agar anak diserahkan ke Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan untuk dididik dan dilatih serta dibina. Apabila Hakim merasa perbuatan anak tidak terlalu berat atau tidak membahayakan, maka Hakim dapat mengembalikannya kepada orangtua, wali atau orangtua asuhnya untuk lebih diperhatikan atau diawasai dan dibina kembali.77
1) Perbuatan terlalu berlebihan dan bahkan menyamai kejahatan yang dilakukan orang dewasa;
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan pidana terhadap anak, adalah latar belakang kehidupan anak yang meliputi keadaan anak baik fisik, psikis, sosial maupun ekonominya, keadaan rumah tangga orangtua atau walinya, keterangan mengenai anak sekolah atau tidak, hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungannya, yang dapat diperoleh Hakim dari Petugas Pemasyarakatan.
Pertimbangan dijatuhkannya pidana, adalah dengan harapan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, anak yang bersangkutan mendapat bimbingan dan pendidikan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal, Hakim memperhatikan hal-hal yang dapat memberatkan dan hal-hal yang dapat meringankan.
Hal-hal yang memberatkan seperti :
2) Anak pernah dihukum;
3) Usianya sudah mendekati dewasa;
77
4) Anak cukup berbahaya. Hal-hal yang meringankan yaitu :
1) Si terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; 2) Terdakwa menyesali perbuatannya;
3) Terdakwa belum pernah dihukum;
4) Terdakwa masih muda dan masih banyak baginya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya;
5) Bila tindakannya dilatarbelakangi pengaruh yang kuat dari keadaan lingkungannya, keluarga berantakan, anak ditelantarkan atau kurang dipehatikan orangtuanya.78
a. Sanksi Terhadap Anak Nakal
Putusan hakim dalam sidang pengadilan anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa (Pasal 23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997):
1) Pidana penjara; 2) Pidana kurungan; 3) Pidana denda; atau 4) Pidana pengawasan.
Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa: 1) Perampasan barang-barang tertentu; dan/atau
2) Pembayaran ganti kerugian.
78
Sedangkan tindakan yang dijatuhkan kepada anak nakal, dapat berupa (Pasal 24 Undang-Undang No.3 Tahun 1997):
a. Mengembalikan anak kepada: 1) Orangtua;
2) Wali; atau 3) Orangtua asuh
b. Menyerahkan anak kepada Negara (anak Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja;) atau
c. Menyerahkan anak nakal kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan, Penuntutan dan Persidangan di Kabanjahe
1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan di Polres Kabanjahe
Seorang yang melakukan perbuatan menyimpang dari peraturan dan tergolong sebagai tindak pidana misalnya memukul sampai luka, membawa senjata api atau melakukan perbuatan tidak senonoh dapat menjadi perkara pidana yang penyelesaiannya melalui sidang pengadilan meskipun pelakunya adalah seorang anak. Padahal seorang anak memiliki kekhususan dalam penangannannya. Dalam penanganan hukum terhadap anak, saat ini berpedoman pada UU Nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak.
Menurut Kanit PPA Polres Karo, Penanganan tindak pidana anak di Polres Karo yang dilakukan orang dewasa dan anak telah dibedakan. Hal ini diketahui dengan dibentuknya unit khusus yaitu Unit Pelayanan Anak pada tahun 2009. Unit ini dibentuk pentingnya penanganan anak pelaku tindak pidana karena akan berkaitan dengan masa depan anak itu sendiri dan semakin meningkatnya anak pelaku tindak pidana.79
a. Peraturan Kapolri No. Pol : 10 tahun 2007 tanggal 6 Juli 2007 tentang organisasi dan tata kerja unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar pembentukan Unit Pelayanan Anak adalah :
b. Surat Kapolri No. Pol. B/2070/VIII/2007 tanggal 22 Agustus 2007 perihal pengawakan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak.
Selama kurun waktu 2006 hingga Mei 2011, terdapat 68 kasus anak yang dinyatakan anak pelaku tindak pidana di Polres Kabanjahe. Setiap tahunnya terjadi peningkatan anak pelaku tindak pidana. Hal ini dapat dicermati pada tabel dibawah ini :
Tabel 2 Data Tindak Pidana Anak
No Tahun Kasus 1 2006 5 2 2007 7 3 2008 13 4 2009 13 5 2010 18 6 Mei-11 12
Sumber : Polres Karo 2011
79
Peningkatan anak pelaku tindak pidana setiap tahunnya ini menunjukkan begitu rentannya anak pada usia transisi dari remaja- pemuda melakukan pelanggaran pidana yang membuat mereka terpaksa harus berhadapan dengan proses peradilan pidana.
Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik selama pemeriksaan pendahuluan untuk mencari bukti-bukti tentang tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Sesuai ketentuan pasal 41 UU Pengadilan Anak, yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan adalah penyidik khusus anak dari Kepolisian Negara R.I atau pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu. Namun di Polres Karo hingga tahun 2009 dimana unit PPA dibentuk, penyidik untuk anak pelaku tindak pidana masih penyidik umum di kepolisian. Seperti kasus yang dialami “KG” (14 tahun) yang terlibat dalam kasus pencabulan di Polres TigaPanah dimana “KG” masih diperiksa penyidik umum. Hal ini terjadi karena belum ada penyidik khusus anak di kepolisian.80
Perlakuan khusus dalam penanganan perkara anak, semestinya dimulai manakala anak bersinggungan dengan proses peradilan pidana anak yang pertama kali, yakni penangkapan. Namun dalam UU No. 3 tahun 1997 tidak diatur secara spesifik mengenai perlakuan terhadap anak pada saat penangkapan. Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan Anak mengatur bahwa penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Namun, apabilah membaca Bab V mengenai Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Badan, Pemasukan rumah, Penyitaan dan Pemeriksaan surat, khususnya Bagian kesatu Penangkapan dari pasal 16-19, tidak satupun ketentuan
80
tersebut mengatur mengenai penangkapan anak yang diduga melakukan tindak pidana. Akibatnya dalam proses penangkapan, anak sering diperlakukan sama dengan orang dewasa seperti, diborgol, ditarik, dan perlakuan kasar lainnya dari aparat kepolisian.
Untuk kasus “KG” di Polsek Tigapanah, KG dijemput (ditangkap) oleh pihak penyidik dari Polsek Tiga Panah ke rumah orang tuanya.
Untuk tata cara dan prosedur penanganan tersangka anak pada proses penyidikan, telah diatur dalam UU No. 3 tahun 1997 pasal 41-46, yang mengatur setidaknya ada tujuh syarat minimal dalam penyidikan anak nakal. 1. Ditangani Penyidik Khusus
Yang dimaksud penyidik khusus adalah penyidik khusus anak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara R.I atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kapolri, dengan kriteria ; 1) telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan orang dewasa; 2) mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Polres Karo, sebelum dibentuk unit PPA, tidak ada satupun penyidik yang dilatih dan diangkat secara khusus menangani penyidikan anak, karena itu penyidikan anak dilakukan oleh penyidik umum dan dapat dilakukan oleh semua tenaga penyidik yang ada di lingkup Polres Kabupaten Karo. Sesudah Unit PPA dibentuk, baru ada penyidik khusus yang menangani kasus anak. Di Polres Karo semenjak dibentuk unit PPA, disediakan juga ruang pemeriksaan untuk anak pelaku tindak pidana untuk
membuat anak yang diperiksa nyaman. Kanit PPA Polres Karo menyampaikan sebagai berikut :81
81
Hasil wawancara 6 Juni 2011
“Semenjak unit PPA dibentuk di Polres Karo, yang melakukan pemeriksaan adalah Polwan dan tidak memakai pakaian dinas”.
Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh penyidik yang ditugaskan adalah penyidik Polwan yang telah memenuhi syarat perundang- undangan. Alasan ini sangat sederhana, bahwa untuk memahami persoalan anak dalam kehidupan sosial dan psikologis sudah menjadi budaya, yaitu akan lebih dinamis anak-anak diurus oleh seorang ibu atau wanita.
2. Pemeriksaan dalam Suasana Kekeluargaan
Pemeriksaan dimaksudkan untuk dapat menentukan perlu tidaknya diadakan penahanan, mengingat jangka waktu Penangkapan yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana hanya 1 x 24 jam. Pada tahap penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka, namun bukan karena tertangkap tangan, penting bagi seorang Polisi untuk menghindarkan anak dari pengalaman-pengalaman traumatik yang akan dibawa oleh anak seumur hidupnya. Dalam penjelasan pasal 42 ayat (1) UU No. 3 tahun 1997, juga dijelaskan bahwa,
“yang dimaksud dengan ‘dalam suasana kekeluargaan’ antara lain pada waktu memeriksa tersangka, penyidik tidak memakai pakaian dinas dan melakukan pendekatan secara efektif, afektif dan simpatik”
Khusus dalam menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum, petugas harus mewawancarai anak yang terlibat (baik sebagai pelaku, korban, maupun saksi), orang tua, saksi dan orang-orang lain yang diperlukan atau berkaitan dengan kasus tersebut secara berkesinambungan dalam suasana kekeluargaan.
Kanit unit PPA Polres Karo menyatakan bahwa82
Hasil penelitian di lapangan dan studi pustaka diketahui bahwa penyidikan anak yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan sudah sesuai dengan Undang- undang Pengadilan Anak menegaskan bahwa proses pemeriksaan dilakukan
:
” Pemeriksaan yang dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukan secara santai, tidak menggunakan kekerasan agar anak merasa nyaman dann tidak takut. Yang melakukan pemeriksaan adalah Polwan dan tidak memakai pakaian dinas. Biasanya juga anak diperiksa di ruang PPA yang dibuat sedemikian rupa agar anak merasa nyaman. Dalam pemeriksaan penyidik juga meberi hak pada anak untui didampingi orang tua, didampingi penasihat hukum dan didampingi oleh petugas pemasyarakatan. Dalam pemeriksaan juga dilakukan secara santai, tidak menggunakan kekerasan agar anak merasa nyaman dan tidak takut”.
Lebih lanjut disampaikan Kanit PPA bahwa selain itu pemeriksaan pada anak dilakukan 1 x 24 jam, kemudian pada pemeriksaan pertama harus sudah ditentukan status si anak sebagai tersangka atau tidak.
82
dalam suasana kekeluargaan. Namun pemeriksaan yang dilakukan khusus oleh penyidik anak hanya terjadi sesudah unit PPA dibentuk.
3. Wajib Meminta Pertimbangan Pembimbing Kemasyarakatan (PK)
Berkaitan dengan kewajiban penyidik untuk meminta saran dan pertimbangan PK, menurut sebagian besar penyidik di Polres Karo telah melaksanakannya dengan cara melayangkan surat ke Bapas di Kabanjahe. Seperti yang disampaikan Kanit PPA bahwa anak pelaku tindak pidana ketika menjalani pemeriksaan akan selalu didampingi pembimbing kemasyarakatan. Hasil studi kepustakaan atas kasus pencabulan yang dilakukan “KG” diketahui bahwa ketika menjalani pemeriksaan “KG” didampingi pembimbing kemasyarakatan dan penasehat hukum.
4. Pemeriksaan Wajib Dirahasiakan
Penyidikan anak harus dilakukan dalam suasana tertutup untuk menjaga agar anak kelak tidak mengalami depresi, rasa malu, dan akhirnya sulit bermasyarakat atau diterima dilingkungannya apabilah selesai menjalani proses hukum. Pada prakteknya penyidikan anak oleh polisi di Kabupaten Karo dilakukan diruangan Polres yang tertutup untuk umum. Namun di Polres Karo ruangan khusus untuk pemeriksaan anak baru ada semenjak unit PPA dibentuk sedangkan di Polsek, ruangan pemeriksaan khusus untuk anak masih belum ada.83
Hal ini terbukti ketika wartawan yang biasa meliput di Polres Karo ditanyai apakah mereka mengetahui ada kasus anak pelaku tindak pidana di Polres Karo,
83
para wartawan menjawab tidak tahu karena menurut mereka kalau kasus anak biasanya dirahasiakan dan tertutup dari umum.84
Menurut Kanit PPA Polres Karo bahwa setelah menerima laporan, kepolisian membuat suarat panggilan. Jika dua kali surat panggilan tersebut diabaikan maka dilakukan penjemputan dengan membawa surat keterangan. Dalam melakukan penjemputan polisi tidak memakai pakaian dinas.
5. Penahanan Lebih Singkat
Semakin meningkatnya angka pertumbuhan anak pelaku tindak pidana di Kabupaten Karo, hal lain yang harus mendapat perhatian serius adalah tingginya angka penahanan oleh penegak hukum khususnya penyidik terhadap tersangka anak.
85
Namun berdasarkan studi pustakaan atas kasus “KG” diketahui bahwa berdasarkan laporan orang tua korban pada tanggal 16 Juni 2006, kemudian dibuat surat penahanan pada tanggal 17 Juni 2006. Berdasarkan surat penahanan tersebut “KG” kemudian dijemput kerumahnya dan langsung ditahan. Hal ini bertentangan dengan apa yang disampaikan Kanit PPA Polres Karo dimana pelaku akan menerima dua kali surat panggilan dan bila diabaikan baru dilakukan penjemputan.86
Lebih lanjut disampaikan Kanit PPA Polres Karo bahwa dalam hal penahanan, untuk anak yang masih sekolah tidak ditahan di rutan namun menjadi tahanan kota dengan jamina orang tua karena di Kabanjahe tahanan khusus untuk anak belum ada. Namun untuk anak yang tidak sekolah dilakukan penahanan atau
84
Hasil wawancara 6 Juni 2011 dengan wartawan SIB, Waspada dan Bersama
85
Hasil wawancara 6 Juni 2011
86