• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Potensi dan Masalah

Dalam dokumen STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR (Halaman 75-87)

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

D. Definisi Operasional

1. Tahap Potensi dan Masalah

Tahap ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan masalah yang berkaitan dalam penelitian ini. Analisis potensi dan masalah dapat diuraikan sebagai berikut. a. Analisis Potensi

Potensi yang terkait dengan penelitian ini adalah tumbuhan sebagai sumber daya alam hayati dan kemampuan siswa menjadi seorangfasilitator. Potensi pertama yakni tumbuh-tumbuhan merupakan sumber daya alam hayati yang dapat dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran biologi. Pada pembelajaran biologi tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran asli untuk penunjang pembelajaran. Media pembelajaran asli yang dapat dibuat dari tumbuhan adalah media preparat mitosis tanaman. Bahan utama untuk membuat preparat mitosis mudah didapat adalah bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum). Bahan lain yang digunakan adalah kulit buah Syzygium cumini untuk pewarna alami sehingga dapat menekan biaya pembuatan preparat. Potensi kedua yakni kemampuan siswa menjadi seorang fasilitator. Siswa dapat memfasilitasi, memimpin, dan memandu dalam berkerja kelompok.

b. Analisis Masalah

Materi pembelahan mitosis sel mengacu pada Kompetensi Inti (KI) 3 yaitu “Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan

humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah”. Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan dari KI tersebut salah satunya menjelaskan mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat. Sub materi pelajaran biologi yang dibahas dalam KD tersebut adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman.

Berdasarkan hasil wawancara, masalah yang muncul adalah preparat mitosis yang didapat dari bantuan pemerintah memiliki kelemahan yaitu fase-fase mitosis tidak nampak sehingga guru tidak bisa menjelaskan secara konkret fase pembelahan dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Kelemahan preparat tersebut membuat guru lebih memilih menunjukkan secara langsung fase-fase mitosis sel pada buku paket yang digunakan dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran seperti ini tidak melatihkan keterampilan proses siswa untuk memahami konsep-konsep pembelahan mitosis.

2. Tahap Pengumpulan Informasi

Tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan untuk persiapan perancangan desain produk. Informasi yang diperlukan sebagai berikut.

a. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis

Indeks mitosis yaitu perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel (Moreiras, 2001). Nilai indeks mitosis menunjukkan kecepatan proliferasi sel. Proliferasi sel dalam suatu jaringan yang normal bersifat dinamis dan seimbang antara pembelahan sel atau mitosis dan kematian sel yang terdiri dari apoptosis dan nekrosis (Unsal, 2005). Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus:

IM = x 100%

Keterangan:

IM = Indeks Mitosis

Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel

Durasi mitosis yaitu waktu yang dibutuhkan sel untuk bermitosis. Setiap sel pada setiap spesies memiliki kandungan DNA yang berbeda, semakin besar kandungan DNA maka semakin lama durasi mitosis. Keploidian tidak memengaruhi durasi waktu tersebut. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama (Singh, 2003).

Setiap spesies tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis sel. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur

Nm N

dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda sehingga untuk menemukan indeks mitosis tertinggi diperlukan pengamatan yang berulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999).

b. Preparat Squash Mitosis

Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, spesimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (Dorland, 2010). Preparat terdiri atas berbagai contoh hewan dan tanaman, potongan struktur anatomis maupun histologis hewan, tanaman dan lain-lain. Dari segi ukuran ada preparat yang berukuran sangat besar tetapi ada juga preparat yang berukuran sangat kecil (mikroskopis) yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Salah satu contoh preparat mikroskopis adalah preparatsquashmitosis.

Preparat squash mitosis dibuat dengan metode squash yaitu jaringan yang telah dimaserasi dengan jalan hidrolisis dan dipulas, kemudian di remas dengan hati-hati hingga terbentuk lapisan tipis dan sel-sel merata. Jones dan Rickards (1991) menjelaskan, secara umum tahapan dalam pembuatan preparat mitosis dengan metodesquashyaitu:

1) Bahan Utama Pembuatan Preparat Mitosis

a) Jaringan yang banyak ditemui sel bermitosis bisa ditemui pada daerah meristem ujung akar dan pada bagian pucuk-pucuk seperti ujung batang, primordia daun, petala muda, ovulum muda, sel tersuspensi dan kalus

(Fukui, 1996; Jones dan Rickards, 1991). Ujung akar paling umum digunakan karena selain mudah tumbuh dan seragam, akar tidak berklorofil serta mudah dilakukan pulasan. b) Segi penting yang diamati pada pembelahan

mitosis adalah pola dasar dari kelakuan kromosom di dalam nukleus maka agar pengamatan lebih mudah dilakukan, bahan utama yang digunakan harus memerhatikan ukuran kromosom dan juga ukuran sel (Wilson dan Loomis, 1962). Fukui (1996) menyatakan berdasarkan ukuran rata-rata panjang kromosom, kromosom dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu kromosom tipe besar (large type atau L-type) dengan rata-rata panjang kromosom antara 8-10 µm dan tipe kecil (small type atau S-type) dengan rata-rata panjang kromosom antara 2-3 µm atau lebih kecil lagi.

c) Pembuatan preparat pada tanaman yang memiliki kromosom tipe kecil dilakukan dengan metode maserasi secara enzimatik dengan didahului pra perlakuan induksi kolkisin (Singh, 2003). Metode squash lebih baik dilakukan pada tanaman yang memiliki kromosom tipe besar.

d) Beberapa tanaman monokotil merupakan karena bahan ideal yang paling banyak digunakan karena memiliki kromosom bertipe besar, dengan jumlah autosom sedikit dan mudah untuk diproses sesuai pembuatan preparat mitosis (Jones dan Rickards, 1991).

e) Waktu pemotongan akar merupakan faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan preparat yang dihasilkan. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). 2) Fiksasi

Suntoro (1983) menjelaskan fiksasi yaitu suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Media fiksasi yang umum digunakan dalam botani adalah FAA yang memiliki komposisi terdiri dari etil alkohol 70%, asam asetat glasial, formaldehid (37-40%) dan air (Sass, 1958). Fiksasi dengan formalin dan alkohol dapat mengerutkan jaringan dan penetrasi ke dalam jaringan berlangsung lambat, dengan menambahkan asam cuka glacial memungkingkan penetrasi dalam jaringan meresap dengan cepat dan menggembungkan sel atau jaringan (Baker 1958; Suntoro, 1983; Kardi dan Budipramana, 1992)

Lama waktu fiksasi selama 12-24 jam atau bergantung pada ukuran jaringan yang difiksasi. Perlakuan fiksasi yang terlalu pendek dapat menyebabkan tidak terfiksasinya sel-sel atau jaringan bagian dalam, sedangkan terlalu lama fiksasi akan menyebabkan jaringan mengeras bahkan rusak. Jaringan yang telah difiksasi dipindahkan dalam larutan alkohol 70% untuk penyimpanan yang lama (Berlyn dan Miksche, 1976; Jones dan Rickards, 1991)

3) Hidrolisis

Dasar pemikiran metode squash adalah melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis yang belum kuat perlekatannya sehingga sel dapat dipisah-pisahkan hingga ketebalannya tinggal selapis saja. Hidrolisis dapat menggunakan asam atau enzim hidrolase. Salah satu asam yang biasa digunakan adalah asam klorida. Hidrolisis yang terlalu lama dapat mengurangi afinitas pewarna terhadap kromosom dan menyebabkan kromosom terurai karena denaturasi protein dan asam nukleat. Asam klorida memiliki kemampuan sangat tinggi untuk melarutkan lamela tengah. Asam klorida dengan konsentrasi rendah daya kerjanya kurang, sehingga harus direndam lebih lama. Sedang pada konsentrasi lebih tinggi dapat menguraikan nukleus beserta kromosom di dalamnya, sehingga bentuk inti memanjang dan kromosom tidak dapat diamati dengan sempurna. Kecepatan reaksi asam klorida meningkat sejalan dengan naiknya suhu. (Setyawan dan Sutikno, 2000).

4) Pulasan (Pewarnaan)

Pulasan (pewarnaan) adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati serta dikenali dengan bantuan mikroskop. Zat warna yang umum digunakan untuk pulasan dalam pemeriksaan histologi bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik (garam) dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Ikatan antar molekul ini menimbulkan warna pada jaringan. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik sedangkan yang menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik. Sinar dengan panjang gelombang tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu mikroskop yang dipaparkan pada jaringan yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap). Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna.

Pada pengamatan mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam nukleus. Subtansi penyusun kromosom yang begitu mudah terpulas adalah asam nukleat. Suntoro (1983) menjelaskan, asam nukleat terdiri dari equimolekuler: pentose, phosphoric acid dan basa nitrogen. Bila gugusan OH dan pentose diganti dengan H, maka asam nukleat yang mengandung

gula disebut Deoxyribo Nucleic Acid (DNA). Kromatin merupakan benang-benang yang tersusun atas Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dan protein yang membentuk nukleoprotein yang secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleoprotein akan memberikan reaksi yang kuat terhadap zat warna basa. Zat warna yang paling banyak dipakai pada pengamatan inti sel adalah hematoksilin, carmin dan beberapa zat aniline sintesis. Hematoksilin adalah zat warna alam hasil ekstraksi dari pohon Haematoxylum campechianumyang merupakan contoh pewarnaan alami (Baker, 1958).

5) Pembuatan Preparat dengan Meremas(Squash) Pembuatan preparat dengan meremas sediaan yang telah diproses bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Sel yang telah dimaserasi dengan jalan hidrolisis dan telah dipulas kemudian diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi denganmountant kemudian ditutup dengan gelas penutup. Memegang salah satu sudut gelas penutup agar tidak bergeser dan secara cepat memejet gelas penutup dengan ibu jari atau benda tumpul lainnya, sehingga ujung akar teremas (squash) hancur dan sel-sel tersebar. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh menggerakkan cover glass karena akan merusak sel. Hasil preparat mitosis dibersihkan dari mountant setelah mountant mengering. Kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop (Suntoro, 1983).

Preparat yang telah selesai dibuat lalu diberi label di sebelah kiri objek preparat, dituliskan: nama spesies, nama organ/jaringan, potongan melintang/ membujur, pewarnaan yang digunakan, tanggal pembuatan. Lebih baik lagi jika dituliskan metode dan fiksasi yang digunakan (Suntoro, 1983).

c. Pewarna Alami Kromosom dari Hematoksilin dan Syzygium cumini

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan maupun hewan (Suntoro, 1983). Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan histologi merupakan golongan senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik; yang mempunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik. Komponen inti sel berupa nukleoprotein secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleoprotein akan memberikan afinitas yang kuat terhadap zat warna basa. Contoh pewarna basa yang dapat berafinitas dengan nukleoprotein dalam nukleus adalah hematoksilin dan sianidin.

Senyawaan hematoksilin (C16H14O6) yang dipakai dalam pewarnaan merupakan bentuk oksidasinya yaitu hematein (C16H12O6). Proses oksidasi senyawaan hematoksilin dikenal sebagai ripening yang membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Proses ripening dapat dipercepat dengan menambahkan senyawaan yang bertindak

sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat (Baker, 1958). Hematein harus ditambahkan mordan sebagai pengikat pewarna dengan jaringan agar pulasan menjadi lebih efektif (Kiernan, 2010). Mordan yang umumnya digunakan adalah alumunium (Al), besi (Fe), krom (Cr), tembaga (Cu).

Hematein yang dilarutkan dalam larutan asam dengan menambahkan Iron alum/ besi sulfat [Fe(NH4)(SO4)2·12H2O] akan membentuk kompleks membentuk hematein iron ((HmFe)2+ ataupun (HmFe2)2+). Kiernan (2010) menjelaskan suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat (berbentuk ionik pada pH asam) lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan ikatan pada jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (HmFe)2+ akan terikat pada fosfat anion DNA. Satu elektron pada ion Fe3+ pada pewarna ((HmFe)+ ataupun (HmFe2)+) akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron seperti pada. Ikatan yang terjadi seperti ini disebutkelat(Baker, 1958).

Syzygium cuminidapat dijadikan sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen antosainin. Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid. Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna

merah hingga biru pada beberapa bunga, buah dan daun. Antosianin berfungsi sebagai agen fitoproteksi yang melindungi tanaman, menarik perhatian serangga atau hewan untuk penyerbukan, antimikroba, antivirus, dan antiinsektisida (Kristanti, dkk., 2008). Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopirilium (flavium) tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Pada setiap inti flavilium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti menghasilkan aglikon antosianidin. Aglikon antosianidin yang banyak dijumpai di alam antara lain pelargonidin, peonidin, delfinidin, petunidin, malvidin dan sianidin. Sebagai kelompok antosianin maka stabilitas sianidin juga dipengaruhi oleh pH, temperatur, cahaya, oksigen serta faktor lainnya seperti ion. Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah magnesium dan aluminium (Manitto, 1981).

Sianidin dapat diperoleh dari kulit buahSyzygium cumini yang telah matang dan berwarna merah tua keunguan (Sah dan Verma, 2011). Untuk mengisolasi pigmen flavonoid dapat dilakukan dengan cara mengekstrak bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai kepolarannya dengan zat yang akan diekstrak. Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi

flavonoid (Robinson, 1995 dan Harborn, 1973). Beberapa pelarut yang bersifat polar yang digunakan dalam mengekstraksi flavonoid diantaranya etanol, air, dan etil asetat.

Pada proses pemulasan, sianidin dilarutkan dengan menambahkan mordan iron alum sehingga terbentuk iron sianidin ((CyFe)2+). Dalam proses pemulasan kromosom, kompleks (CyFe)2+. Suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat pada kromosom lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (CyFe)2+ akan terikat pada fosfat anion DNA (Kiernan, 2010). Satu elektron pada ion Fe3+ pada pewarna (CyFe)2+akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat (Baker, 1958).

Dalam dokumen STUDI INDEKS MITOSIS MERISTEM UJUNG AKAR (Halaman 75-87)