• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAKTIK DAN JEBAKAN DESAIN

Dalam dokumen Resume buku terjemahan dari jalasutra de (Halaman 51-58)

BAGIAN 3: CARA PERFIKIR DALAM DESAIN 7 TIPE DAN CARA BERFIKIR

11. TAKTIK DAN JEBAKAN DESAIN

Bagi Seorang desainer, mulai mengerjakan suatu masalah baru agak mirip seorang penjelajah yang baru bangun dan mendapati dirinya ditengah hutan yang asing. Pertama-tama, ia tidak tahu pasti dimana ia berada. Berapa luas hutan ini dan seperti apa bentuknya? Dimana ia harus mulai mencari dan bagaimana? Pada dasarnya, apa yang diinginkan desainer ialah peta yang menunjukkan bagaimana bagian hutan tempat ia berada terhubung dengan semua bagian hutan lain. Keuntungan besar dari sebuah peta ialah bahwa peta memungkinkan kita “melihat” keseluruhan hutan sekaligus. Sayangnya, dari dalam hutan sendiri tidak semudah itu untuk memperoleh sebuah gambaran yang andal. Apa yang anda lihat tergantung dari factor-faktor seperti dimana anda berdiri, kea rah mana anda melihat dan kedalaman focus anda. Seorang penjelajah hutan awalnya mungkin tidak dapat melihat banyak dari tempatnya berdiri; dan ia juga tidak tahu harus berjalan kemana. Terkadang kita bisa terbantu dengan memanjat pohon agar bisa melihat dengan lebih baik, tetapi tidak selalu mudah untuk memanjat cukup tinggi hingga bisa melihat melampaui pucuk pepohonan terdekat. kita bisa memperoleh pemandangan yang bagus di tempat terbuka atau di

atas bukit, dan penjelajah yang cerdas pertama-tama akan mencari tempat-tempat yang menguntungkan semacam itu. Pilihan lain adalah jalanan atau jalan setapak, sungai atau kali, yang bukan hanya memberikan pemandangan, tetapi mungkin menyiratkan ke arah mana si penjelajah dapat mencari arah. Maka dengan menggunakan beberapa tempat dengan pemandangan menguntungkan yang dipilih dengan hati- hati penjelajah dapat membuat sketsa peta kasar hutan, yang dapat digunakannya untuk berkeliling sementara ia menambahkan lebih banyak detail.

Agar dapat menemukan tempat yang pemandangannya bagus, penjelajah menggunakan beberapa model yang sangat umum mengenai tata letak hutan. Maka penjelajah yang pintar tidak hanya berputar-putar tanpa tujuan, tetapi lebih menggunakan hutan secara umum untuk memandu pencariannya akan ciri-ciri hutan. Demikian pula halnya dengan desain. Desainer pun mempunyai gagasan yang sangat umum mengenai bagaimana masalah desain terbentuk. Desainer yang berpengalaman dapat memakai model ini untuk membantunya dalam memutuskan di mana ia harus mulai mencari.

Desainer bagai menghadapi buah simalakama, dalam arti ia tidak bisa berharap akan memperoleh sintesis integral dari semua kebutuhan sebuah masalah, hingga ia memahami batasan-batasannya secara komperehensif. Di pihak lain, ia tidak mungkin bisa menilai sebagian besar batasan sampai ia mulai mengajukan solusi. Desainer selalu mencari cara-cara menyederhanakan atau membagi-bagi persoalan agar tugasnya lebih mudah ditangani. Tetapi banyak lubang dan jebakan menanti mereka yang tidak waspada.

a. Jebakan Kategori

Jebakan yang paling nyata dan menarik bagi desainer yang tidak waspada adalah kecenderungan untuk mengategorikan problem berdasarkan solusi sebelum masalah itu benar-benar dipelajari. Solusi yang baik bagi masalah desain merupakan hasil dari sintesis terpadu, dan karenanya memuaskan secara intelektual maupun visual. Solusi itu menarik, mudah di ingat dan mudah dicatat dalam bentuk gambar, model atau foto. Kita melihat solusi desain di sekitar kita setiap harinya, tapi kita jarang bertanya pada diri sendiri tepatnya masalah apa yang dipecahkan solusi tersebut. Kita mengagumi set panggung yang tersikap melalui momen yang paling teatrikal, yakni terbukanya tirai, dan kita mungkin bertepuk tangan untuk desainernya. Namun, kita akan jauh lebih terkesan apabila kita tahu masalah-masalah apa yang berhasil disembunyikan sang desainer.

Kita memang cenderung mengklasifikasi desain lebih berdasarkan jenis solusi, yang dengan mudah dikenali dan dikategorikan, daripada berdasarkan masalah yang menghasilkan solusi tersebut. Malah, kategori-kategori itu tampaknya mengacu pada tujuan desain yang paling murni, atau, menurut model masalah desain milik kita, batasan-batasan radikal.

Kebanyakan dari apa yang dinamakan teknik kreativitas adalah metode yang dibuat secara umum untuk mendorong pikiran agar memandang sebuah masalah dari sudut pandang baru. Mungkin peran utama pengajar pada sekolah desain ialah untuk menyuntikkan ide-ide baru yang cukup ke dalam benak mahasiswa demi mempercepat perubahan perspektif tersebut. Namun selam mahasiswa berkonsentrasi

pada desainnya, ia bisa saja luput menangkap pelajaran yang penting, yaitu bahwa ia harus belajar bukan untuk tergantung pada pengajar, tetapi agar dirinya mampu meneliti masalah.

b. Jebakan teka-teki

Desainer juga bergantung pada pengabdian obsesif terhadap masalah ini demi mendapatkan dorongan mental untuk mencapai tujuannya. Namun bisa berbahaya jika kita memperlakukan teka-teki palsu, yang dapat ditemukan dalam masalah desain, sebagai tak lebih dari sekedar pengasah otak. Dalam desain, teka-teki palsu dapat mudah tercipta dengan menetapkan batasan dalam jumlah yang sedikit, lalu mencari konsekuensinya seperti memecahkan teka-teki. Tidak diragukan bahwa teknik seperti itu adalah cara yang sangat bagus untuk memahami masalah, selama desainer ingat bahwa asumsi awal, yang membentuk teka-teki tersebut, merupakan bikinannya sendiri dan karena itu dapat dipertanyakan nantinya. Satu contoh sederhana mengenai terperangkapnya desainer dalam jebakan ini bisa dilihat pada sekelompok mahasiswa arsitektur yang mengerjakan skema perumahan sektor publik. Maka dari itu salah satu cara yang palin bermanfaat dalam menghindari jebakan teka-teki ialah dengan menganalisis dan mengevaluasi aturan atau batasan implisit anda sendiri.

c. Jebakan Angka

Dari semua cara pemecahan masalah yang tersedia, matematika tak pelak lagi adalah yang paling hebat, dan karenanya paling berbahaya jika salah diterapkan. Mudah untuk mengenali bila satu angka lebih besar dari angka lain, dan akinbatnya apakah satu solusi lebih baik dari solusi lain jika kinerja solusi itu dapat digambarkan secara numerik.

Desainer dan pihak berwenang bisa sama-sama bersalah dalam arti terjatuh dalam jebakan angka. Kapan pun angka dapat dimanfaatkan dengan bermakna, matematika, betapapun sederhana atau canggihnya, akan mungkin memberikan cara pengambilan keputusan yang paling andal.

d. Jebakan Ikon

Gambar dan model bersifat ikonis, dalam arti mirip secara visual dengan objek nyata yang mereka lukiskan. Tidak seperti kata “cat”, yang lebih merupakan representasi simbolis daripada ikonis, gambar seekor kucing memang sebagian terlihat seperti kucing sungguhan, dan Kita tidak perlu mempelajari sebuah bahasa untuk menilai maknanya karena gambar dan model bersifat sangat langsung dan tampak mudah untuk dibaca, Kita gampang lupa bahwa kemampuan keduanya untuk merepresentasikan dunia nyata sangat terbatas.

Namun, Kita akan lebih gampang lagi bersikap ceroboh saat tergoda oleh daya yang dimiliki gambar. Sebentar saja mahasiswa desain sudah bisa mengembangkan kemampuan membayangkan bentuk dan ruang tiga dimensi berdasarkan gambar dua dimensi, seperti denah dan penampang. Namun, kepercayaan diri mereka atas kemampuan mereka sering salah kaprah dan pengajar menemukan mahasiswa yang hanya mulai menggambar beberapa kunci seperti denah. Dengan rasa percaya diri yang polos, mahasiswa akan mengatakan bahwa mereka sudah mengetahui tampilan bagian depan dan penampang. Jika menangkap kegagalan potensial dalam gambar saja sulit, maka lebih tidak mungkin lagi untuk berhasil mendeteksi kegagalan tersebut dalam

gambar imajiner, dan para mahasiswa desain yang terlalu percaya diri ini akan terperangkap dengan kuat didalam jebakan ikon.

Karena itu jelas bahwa desainer tidak saja menggunakan gambar untuk berkomunikasi dengan klien, tukang bangunan atau pengundang-undang. Gambar adalah bagian yang sangat penting dalam proses desain itu sendiri. Masalah yang menyangkut dimensi vertikal, menurut temuan Eastman, jauh lebih mungkin ditinjau oleh mereka yang menggambar penampang. Desainer harus mau bersusah payah untuk “melihat” bagaimana dua gambar bagian depan berdampingan akan membentuk sudut, sebelum ia dapat yakin bahwa ia tahu bagaimana tampilan sebuah sudut.

Gambar dan model dapat menetapkan tata bahasanya sendiri pada proses pemikiran desainer, dan desainer yang peka secara visual sering dapat terbawa kedalam masalah komposisi dua atau tiga dimensi yang hanya ada didalam gambar. Desainer yang menguasai ruang bisa mendapati bahwa gambar abstrak memiliki makna dari segi uang, padahal hal tersebut sebenarnya merugikan baginya. Dalam salah satu sesi kritik, terungkap bahwa salah satu pengajar sudah pernah melihat model ini sebagai pelambang sebuah bangunan yang dikontruksi dengan penataan melingkar dan berlubang ditengah serta mengelilingi sebuah likewell internal.

Karena itu kita harus sangat berhati-hati agar terhindar dari jebakan ikon. Pesan disini sederhana saja, yaitu makin banyak ikon yang digunakan, baik berupa gambar atau model, makin kecil kemungkinannya akan ada yang mendominasi. Gambar dan model seharusnya dilihat dari sebanyak mungkin sudut yang berbeda.

e. Jebakan Citra

Desainer selalu mengerjakan semacam citra mental dari realitas desainnya. Sampai bangunan atau objek selesai dibangun, tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana rasanya tinggal disana, melihat atau memegangnya. Desainer mencoba menciptakan dan memanipulasi realitasnya sendiri dan menggunakan gambar dan model untuk membantu proses ini. Sementara desainer yang mengerjakan bentuk- bentuk baru mungkin seharusnya diizinkan untuk menuruti penciptaan citra yang spekulatif, teknik ini sering dapat dipakai untuk menyamarkan hal-hal yang biasa dan familiar. Karenanya teknik menyesatkan kita hingga percaya desain ini entah bagaimana akan bebas dari kerugian yang biasanya dikaitkan dengan solusi-solusi terdahulu yang mirip. Namun sering pula tidak mustahil untuk lepas dari jebakan citra ini dengan lebih berkonsentrasi pada kata per kata yang dipakai untuk menggambarkan sebuah desain, dari pada makna keseluruhan yang tampak jelas.

Terkadang pembangunan citra begitu jelasnya dan sudah begitu diduga sehingga kita belajar menafsirkan dan menerjemahkan kata-kata untuk memberi kesan yang lebih realistis. Citra positif atau menarik dapat diciptakan semata-mata melalui penggunaan yang penuh perhitungan atau ceroboh dari “kata bernilai plus”, seperti “lapangan dihalaman belakang kota”, jalan atau pompa desa. Teknik ini bergantung pada kemampuan kita memunculkan sebuah citra umum dalam pandangan benak kita.

Dalam dokumen Resume buku terjemahan dari jalasutra de (Halaman 51-58)

Dokumen terkait