• Tidak ada hasil yang ditemukan

Para raja tidak hanya membangun istana sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan. Mereka juga membangun taman-taman di istana atau di luar istana untuk berbagai keperluan, mulai dari rekreasi, religi, hingga pertahanan. Seperti istana, pengetahuan tentang taman berasal dari sumber setempat, sumber asing, serta data arkeologis. Salah satu sumber setempat yang penting adalah Bustanus Salatin karya Nuruddin Ar-Raniri yang menceritakan tentang Taman Ghairah di Aceh. Para pengunjung dari Barat juga menceritakan sedikit tentang taman yang dibangun para penguasa, meski tidak serinci catatan mereka tentang keraton. Sementara itu, bukti paling nyata tentang keberadaan dan kondisi taman pada masa Islam adalah data material seperti artefak dan fitur yang dapat dianalisis secara arkeologis.

Kondisi taman-taman kerajaan Islam yang masih dapat ditemukan cukup beragam, umumnya tidak dalam keadaan utuh dan sebagian telah direstorasi hingga beberapa kali. Berikut adalah gambaran taman-taman tersebut, yang disuguhkan berdasarkan sebaran gografis.

Banda Aceh

Di tengah kota Banda Aceh sekarang terdapat kompleks bekas keraton Aceh kediaman para sultan dan keluarganya. Berbagai fitur bangunan keraton telah lenyap, namun taman tetap lestari pada bagian-bagian tertentu. Taman ini

dibangun฀oleh฀Sultan฀Iskandar฀Muda฀(memerintah฀tahun฀1607-1636)฀sebagai฀

hadiah bagi putri boyongan dari negeri taklukan Pahang di Semenanjung Malaka. Oleh karena itu, kompleks taman ini juga disebut Putroe Phang sesuai nama julukan untuk putri tersebut.

Kitab Bustanus Salatin menyebutkan adanya taman buatan Sultan Iskandar Thani, yaitu penerus Sultan Iskandar Muda, yang disebut Tamah Ghairah. Taman ini dilintasi Sungai Daru’l-‘Ishki. Terdapat beberapa balai di taman ini, antara lain Balai Gading dan Balai Keemasan. Terdapat juga kolam yang disebut Jentera Hati yang di dalamnya ada bunga beraneka ratam. Taman tersebut juga memiliki peterana batu dan batu berukir.

Dari sisa-sisa bangunan yang ada, Taman Sari Ghunongan terletak di samping istana, dipisahkan oleh Sungai Krueng Daroy. Bangunan terbesar di kawasan ini adalah Ghunongan, yang merupakan struktur berundah terbuat dari tembok.

Berbagai itur bangunan keraton telah lenyap, namun

taman tetap lestari pada bagian-bagian

tertentu. Taman ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda

(memerintah tahun 1607-1636) sebagai hadiah bagi putri boyongan dari negeri

taklukan Pahang di Semenanjung Malaka.

Ghunongan berasal dari kata Melayu gunung dengan akhiran -an yang menyiratkan arti ‘bangunan seperti gunung’. Denah bangunan tak-beratap ini adalah segi delapan dengan bentuk berundak tiga konsentrik setinggi 9,5 meter. Satu pintu di sisi selatan dapat digunakan untuk mencapai selasar undakan tersebut.

Selain Ghunongan, di taman ini juga terdapat pintu gerbang tipe paduraksa yang disebut dengan Pinto Khop. Gerbang ini menghubungkan kawasan istana dan taman. Kekunoan lain yang terlihat adalah peterana batu berukir dan Kandang Baginda, yaitu pagar tembok tinggi yang berisi makam. Ekskavasi pada tahun 1970-an menemukan bahwa bangunan struktur ini berisi makam yang kemungkinan adalah makam sultan karena pada peti dihias dengan raya. Naskah Bustanus Salatin juga memberitakan bahwa dahulu terdapat berbagai fitur dalam taman ini, seperti balai dan kolam.

Banten

Banten merupakan salah satu kerajaan Islam penting yang meninggalkan kepurbakalaan berupa taman. Naskah Sadjarah Banten menceritakan bahwa sultan menyuruh pembuatan taman di sekitarnya, seraya menyuruh menempatkan menjangan-menjangan di tempat tersebut. Beberapa taman

Ghunungan di Taman Ghairah, Aceh. Ghunongan berasal dari kata Melayu gunung dengan akhiran -an yang menyiratkan arti ‘bangunan seperti gunung’.

yang dapat dijumpai sisa-sisanya adalah Taman Roro Denok yang berada di dalam kompleks keraton serta Taman Tasikardi.

Dari data sejarah dan arkeologi terlihat bahwa di dalam benteng keraton Surosowan terdapat kompleks yang disebut dengan Roro Denok. Kompleks ini terdiri atas kolam dan bale kambang, yaitu bangunan yang berada di atas air. Selain itu, terdapat kolam Pancuran Mas yang terletak di sebelah kediaman sultan.

Taman Tasikardi terletak sekitar 1,5 kilometer di sebelah barat daya keraton Surosowan, di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Taman ini dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf yang berkuasa dari tahun1570 hingga tahun 1580. Nama Tasikardi dapat berarti ‘laut dan gunung’. Oleh karena itu, fitur utama dari taman ini adalah kolam berbentuk segi empat dengan pulau di tengahnya. Pada pulau tersebut terdapat bangunan bata.

Kolam besar ini juga mencatu air bagi keraton; dari kolam ini dialirkan air bersih ke keraton melalui pipa gerabah dan melalui dua tempat penjernihan yang disebut pangindelan.

Cirebon

Pada abad ke-18, salah satu sultan Cirebon membangun sebuah taman yang terletak beberapa kilometer di luar keraton. Pengaruh lokasi pesisir cukup kuat pada taman ini, sehingga banyak bagian yang dibuat dengan menumpukkan batu karang atau meniru bentuknya. Bentuk-bentuk gunung, gua-gua labirin dan saluran air yang berliku pada taman ini digenapi dengan kolam besar. Gubernur Jenderal van Imhoff yang mengunjungi Sunyaragi tahun 1746 melaporkan bahwa selain gunung buatan dengan gua-gua terdapat juga kolam buatan dengan pulau-pulau di tengahnya, air terjun, serta bangunan-bangunan. Melihat bentuknya, taman ini tidak sekedar tempat untuk bersenang-senang. Terdapat cerita bahwa taman ini digunakan untuk tempat bersemadi. Hal ini sesuai dengan namanya, sunya yang berarti ‘sepi’ dan ragi yang berarti ‘raga’ atau ‘badan’. Selain gua-gua dan perangkat keairan, pada kompleks ini juga terdapat beberapa bangsal. Selain difungsikan untuk memenuhi kebutuhan spiritual, taman ini juga digunakan untuk sarana pertahanan. Beredar pula cerita-cerita tentang penggunaan taman ini sebagai tempat pembuatan senjata dan pelatihan keprajuritan.

Selain Taman Sunyaragi, umumnya masing-masing keraton memiliki taman di lingkungan masing-masing. Di bagian belakang keraton Kasepuhan terdapat

Pengaruh lokasi pesisir cukup kuat pada taman

ini, sehingga banyak bagian yang dibuat dengan menumpukkan

batu karang atau meniru bentuknya.

Gubernur Jenderal van Imhoff yang mengunjungi Sunyaragi tahun 1746 melaporkan bahwa selain gunung buatan dengan gua-gua

terdapat juga kolam buatan dengan pulau- pulau di tengahnya, air terjun, serta bangunan-

bukit kecil bernama Indrakila. Lokasi ini berada tepat di sebelah Dalem Arum, bangunan yang ditinggali oleh sultan Kasepuhan. Bersama dengan bukit ini terdapat kolam luas di sisi timur. Nama Indrakila menunjukkan hubungannya dengan cerita pewayangan, yaitu mengacu kepada gunung tempat bersemayam dewa Indra.

Masih di kompleks Kasepuhan, terdapat taman kecil di kompleks Dalem Agung Pakungwati. Kolam kecil dengan batu-batu karang yang disusun pada dinding menguatkan ciri khas Cirebon. Mirip dengan yang ada di Surosowan, taman

yang฀boleh฀jadi฀dibangun฀(direkonstruksi?)฀belakangan฀ini฀disebut฀Rara฀Denok.

Sementara itu, di bagian belakang Keraton Kanoman terdapat taman kecil dengan beberapa kolam air dan batu-batu karang yang ditanam di dinding tembok. Bagian belakang taman ini agak tinggi dengan bangunan tanpa dinding di bagian tas. Satu selasar tinggi terdapat di bagian depan, konon dahulu dapat digunakan untuk mengawasi pantai di seberang kraton.

Surakarta

Seperti diketahui, di Surakarta terdapat dua istana, yaitu keraton Kasunanan dan Puro Mangkunegaran. Keduanya memiliki taman di seputar kota dan pesanggrahan di luar kota yang digunakan keluarga kerajaan.

Taman Gua Sunyaragi, Cirebon. Terdapat cerita bahwa taman ini digunakan untuk tempat bersemadi. Hal ini sesuai dengan namanya, sunya yang berarti ‘sepi’ dan ragi yang berarti ‘raga’ atau ‘badan’.

Di dalam kompleks keraton kasunanan terdapat taman kecil berbentuk seperti bukit yang disebut Ngargapura. Nama ini berarti ‘negeri/istana gunung’. Di atas bukit kecil tersebut terdapat bangunan yang diberi nama Ngendrayana, yang berarti ‘tempat Dewa Indra’ . Berbagai patung dari masa Klasik Indonesia

(Hindu-Budha)฀ diletakkan฀ di฀ kompleks฀ kecil฀ ini.฀ ฀ Bentuk฀ serupa฀ taman฀ yang฀

lain di kompleks istana ini adalah Bandengan, yaitu tempat bertembok yang di dalamnya terdapat kolam persegi empat dengan bangunan masjid di tengahnya. Baik Ngendrayana maupun kompleks Bandengan digunakan untuk keperluan meditasi.

Taman Kasunanan Surakarta yang berada di luar tembok kraton adalah Sri Wedari yang diresmikan pada tahun 1899 pada masa Susuhunan Pakubuwono

X฀ (berkuasa฀ antara฀ tahun฀ 1893-1939).฀ Taman฀ yang฀ juga฀ disebut฀ dengan฀

Kebon Raja ini kemudian menjadi lebih bersifat publik dengan adanya sarana pertunjukan yang dibangun secara bertahap serta kebun binatang. Kompleks ini juga memiliki pulau di tengah kolam dengan panggung di atasnya yang disebut dengan Panti Pangaksi. Di bagian bawah terdapat ruang yang disebut dengan Gua Swara. Ruang ini digunakan untuk menyimpan gamelan milik keraton. Seperti halnya taman Ngendrayana, berbagai patung masa Hindu-Buddha diletakkan di sekelilling kolam ini.

Bentuk lain dari taman adalah pesanggrahan, yang memiliki bangunan tempat tinggal sementara. Keraton Surakarta memiliki beberapa pesanggrahan, antara lain adalah Pesanggrahan Pracimoharjo dan Pesanggrahan Langenharjo. Pesanggrahan Pracimoharjo terletak di lereng di Boyolali, Jawa Tengah yang

didirikan฀oleh฀Sunan฀Pakubuwono฀VI฀(bertahta฀antara฀tahun฀1823-1830)฀yang฀

kemudian dimodernisasi oleh Sunan Pakubuwono X. Tempat berudara dingin lereng Gunung Merbabu ini digunakan untuk beristirahat keluarga keraton, juga untuk bermeditasi. Situasi yang asri juga sering digunakan oleh pasangan pengantin baru dari keraton untuk berbulan madu.

Berbeda dari Pracimoharjo yang berada di lereng gunung, Pesanggrahan Langenharjo berada di pinggir Bengawan Solo, beberapa kilometer dari keraton/

kota.฀Kompleks฀ini฀mulai฀dibangun฀oleh฀Sunan฀Pakubuwono฀IX฀(berkuasa฀antara฀ tahun฀1861-1893)฀dan฀฀diselesaikan฀oleh฀Sunan฀Pakubuwono฀X.฀Kompleks฀ini฀

cukup luas dan memiliki banyak unsur seperti bangunan tempat tinggal dan kolam, Masjid Ciptasidi dan Menara Sanggabuwana. Dengan unsur-unsur tersebut terlihat bahwa kompleks ini juga berfungsi spiritual selain untuk beristirahat.

Istana lain di Surakarta, Mangkunegaran, juga membangun taman di luar tembok istana selain menghias puri dengan aneka tetumbuhan bunga. Mangkunegoro

VII฀(berkuasa฀antara฀tahun฀1916-1944)฀membangun฀taman฀di฀Kota฀Surakarta฀

yang diberi nama Partinah Bosch dan Partini Tuin sebagai wujud rasa sayang kepada kedua putrinya, Partinah dan Partini. Taman ini terletak di tengah kota

Taman Kasunanan Surakarta yang berada

di luar tembok kraton adalah Sri Wedari yang diresmikan pada

tahun 1899 pada masa Susuhunan Pakubuwono X (berkuasa antara tahun

1893-1939). Taman yang juga disebut dengan Kebon Raja ini kemudian menjadi

lebih bersifat publik dengan adanya sarana pertunjukan yang dibangun secara bertahap serta kebun

Surakarta, tidak jauh dari Pura Mangkunegaran. Partinah Bosch adalah taman yang dipenuhi dengan pepohonan besar, sementara Partini Tuin memiliki kolam dengan bangunan untuk beristirahat. Dibangun pada tahun 1921, taman ini memadukan gaya Jawa dan gaya Belanda, sesuatu hal yang lumrah pada saat itu karena pengaruh Eropa sangat kuat pada arsitektur yang dikembangkan oleh Mangkunegaran. Nama taman-taman itu sendiri, bosch dan tuin, adalah kata-kata Belanda yang berarti ‘hutan’ dan ‘taman’.

Yogyakarta

Yogyakarta sebagai kota sekarang adalah ibukota Kesultanan Yogyakarta. Namun, wilayah ini cukup luas, sehingga sekarang meliputi provinsi yang disebut Daerah Istimewa Yogyakarta. Di kawasan ini terdapat beberapa bekas keraton yang mendahului Kesultanan Yogyakarta, yaitu Keraton Mataram. Ibukota keraton ini berpindah-pindah di arah tenggara kota Yogyakarta, yaitu Kotagede, Kerta, dan Plered, sebelum nantinya pindah ke Kartasura. Secara administratif Kotagede berada di Kota Yogyakarta, sementara dua keraton yang lain berada di wilayah Kabupaten Bantul.

Tidak terlihat dengan jelas peninggalan bangunan taman dari keraton-keraton Mataram tersebut. Penelitian arkeologis terus dilangsungkan di situs-situs yang diduga kuat menjadi pusat pemerintahan dan kediaman raja di masa lalu, namun belum menunjukkan adanya taman. Namun, sumber-sumber sejarah lokal seperti babad dan catatan orang-orang Belanda yang berkunjung menceritakan adanya taman di keraton Mataram. Selain bercerita tentang pembangunan taman, sumber sejarah juga mengabarkan bahwa di keraton Kotagede terdapat abdi dalem yang bernama Juru Taman, barangkali bekerja sebagai pengelola taman.

Pembuatan taman di kerajaan Mataram Kotagede antara lain dilakukan oleh Susuhunan Seda ing Krapyak, yaitu nama anumerta untuk Mas Jolang, putera Panembahan Senapati. Mas Jolang berkuasa sekitar tahun 1601-1613. Pada tahun 1605 ia membuat taman. Sepeti disebut dalam Babad Momana, taman tesebut diberi nama Taman Danalaya. Toponim Danalaya dan Tamanan hingga sekarang masih tersisa di sebelah selatan kota. Sementara itu, Babad ing Sengkala menceritakan pembuatan sasagaran pada tahun yang sama. Enam tahun kemudian susuhunan memerintahkan pembangunan krapyak, yaitu hutan buruan, di Beringan. Puteranya, Sultan Agung yang berkuasa sekitar tahun 1613-1645, juga memerintahkan pembuatan kolam di halaman istana. Hal ini diceritakan oleh orang-orang Belanda yang menjadi tawanan sultan. Disebutkan bahwa kolam tersebut digunakan untuk tempat mandi bagi para putri keraton. Mereka dapat bersenang-senang dengan menaiki perahu kecil.

Sultan Agung yang berkuasa sekitar tahun 1613-1645, juga memerintahkan pembuatan kolam di halaman istana. Hal

ini diceritakan oleh orang-orang Belanda yang menjadi tawanan

sultan. Disebutkan bahwa kolam tersebut

digunakan untuk tempat mandi bagi para

putri keraton. Mereka dapat bersenang- senang dengan menaiki

Tempat rekreatif lain dibangun di kompleks keraton Plered. Pada tahun 1652 diselesaikan pekerjaan bendungan yang kelak disebut Segarayasa. Nama ini berarti ‘laut buatan’. Beberapa bagian dari bendungan ini masih dapat disaksikan hingga sekarang, juga dengan toponim Segarayasa. Daghregister 7 Juli 1659 memberitakan bahwa susuhunan, yaitu Amangkurat I yang berkuasa tahun 1645- 1667, dan permaisuri pergi dengan kereta ke kolam tersebut. Pembangunan terus berlanjut, tetapi setelah selesai susuhunan tidak terlihat banyak bergairah untuk menghibur diri di sana dengan berperahu, seperti biasa dilakukannya. Sebagaimana kraton sebelumnya, di Keraton Plered juga terdapat krapyak atau hutan buruan. Di samping itu, ditemukan pula toponim Bale Kambang yang terletak di dalam lingkungan tembok keliling keraton. Membandingkan dengan peninggalan-peninggalan di keraton yang lain, toponim ini membuat dugaan bahwa di kompleks Keraton Plered terdapat taman dengan kolam dan bangunan di atas pulau yang terletak di tengah kolam tersebut.

Pada masa yang lebih belakangan, yaitu masa Kesultanan Yogyakarta, terdapat

satu฀taman฀keraton฀yang฀cukup฀luas฀yang฀terletak฀di฀dalam฀benteng฀(Njeron฀ Beteng).฀Pendiri฀keraton,฀yaitu฀Sultan฀Hamengkubuwono฀I฀(memerintah฀antara฀ tahun฀ 1755-1792)฀ membangun฀ Tamansari฀ pada฀ paruh฀ kedua฀ abad฀ ke-18.฀

Pendirian ini ditandai dengan sengkalan memet฀ (kronogram)฀lajering sekar sinesep peksi pada gapura-gapura. Bentuk dari sengkalan ini adalah relief sulur pohon dengan bunga dan beberapa ekor burung. Tidak sampai seabad kemudian, taman ini telah tidak digunakan dan menyisakan reruntuhan.

Dalam taman ini terdapat berbagai perangkat keairan, seperti kolam segaran dan beberapa kolam pemandian untuk keluarga keraton seperti Pasiraman Umbul Binangun, Pasiraman Umbulsari, dan Pasiraman Garjitawati. Beberapa bangunan tinggi dibangun di kompleks ini, termasuk bangunan di dalam kolam Segaran

Tamansari di akhir abad ke-19: runtuhan kolam Segaran dengan Pulo Kenanga di tengahnya.

yang disebut Sumur Gemuling dan Pulo Kenanga. Sumur Gemuling adalah bangunan dua lantai berdenah lingkaran dengan relung di sisi barat sehingga diduga berfungsi religi. Sementara itu, Pulo Kenanga adalah gedung memanjang berlantai dua yang terletak di atas pulau. Kedua kompleks bangunan ini dapat dimasuki melalui beberapa akses seperti lorong bawah air dan menggunakan perahu yang menghubungkannya dengan tepi kolam Segaran.

Keberadaan Pulo Kenanga mirip dengan bale kambang di beberapa kepurbakalaan. Beberapa gapura utama berbentuk paduraksa memperlihatkan relief sayap di kiri-kanan dan bentuk berundak di atasnya dengan relief tanaman dan burung. Gambaran ini mirip dengan gunungan pada wayang kulit di Jawa. Oleh karena itu, aspek spiritual terlihat kuat pada taman ini.

Selain kolam dan bangunan, pada halaman-halaman luas di Tamansari terdapat kebun-kebun buah-buahan dan bunga. Hal ini dapat dilihat dari peta buatan Groneman tahun 1885. Setiap blok halaman terlihat mengandung tanaman yang berbeda, terutama berjenis buah-buahan, rempah-rempah, serta sayur. Tanaman-tanaman ini diperkirakan digunakan untuk mensuplai kebutuhan keraton.

Sementara itu, di dalam keraton sendiri tidak terdapat bukti jelas adanya taman.

Namun,฀di฀antara฀halaman฀Sri฀Manganti฀dan฀Kraton฀Kilen฀(tempat฀tinggal฀sultan)฀

terdapat halaman yang disebut Tamanan. Boleh jadi di masa lalu terdapat taman di sekitar bangsal tua yang diletakkan di tengah halaman ini. Sisa kolam dengan pancuran naga atau garuda masih terlihat di sisi belakang kompleks meski dalam kondisi tertimbun tanah.

Gapura Panggung, gerbang timur kompleks Tamansari setelah pemugaran. Dalam taman ini terdapat berbagai perangkat keairan, seperti kolam segaran dan beberapa kolam pemandian untuk keluarga keraton seperti Pasiraman Umbul Binangun, Pasiraman Umbulsari, dan Pasiraman Garjitawati.

Unsur tempat rekreatif lain bagi keraton Yogyakarta, juga Surakarta, adalah pesanggrahan, yaitu semacam rumah peristirahatan. Terdapat belasan pesanggrahan yang tercatat pernah didirikan oleh para sultan Yogyakarta,

terutama฀ oleh฀ Sultan฀ Hamengkubuwono฀ II฀ (berkuasa฀ 1792-1828฀ dalam฀ tiga฀ periode฀ berseling).฀ Menurut฀ Serat Rerenggan Kraton, ia mendirikan Pemandian Toya Tumumpang, Pesanggrahan Wanacatur, Pesanggrahan Purwareja, Pesanggrahan Cendhanasari, Pesanggrahan Pengawatreja, dan Pemandian Tanjungsari. Dari sisa yang masih dapat ditemui, kompleks-kompleks pesanggrahan para sultan didirikan di sekeliling kota, seperti Pesanggrahan Gua Siluman dan Pesanggrahan Warung Bata di sisi timur kota, serta Pesanggrahan Ambarbinangun di sisi barat.

Meskipun banyak yang telah runtuh, dari nama pesanggrahan dan sisa-sisa bangunan yang ada dapat diketahui bahwa pada pesanggrahan terdapat bangunan seperti rumah atau dalem dan perangkat keairan seperti kolam. Di Pesanggrahan Gua Siluman juga terdapat bentukan serupa bukit selain kolam- kolam dan saluran air.