• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

F. Tanah

Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon yang berkembang secara genetik. Proses pembentukan tanah atau perkembangan horison dapat dilihat sebagai penambahan, pengurangan, perubahan atau translokasi (Henry, 1988). Bahan-bahan mineral yang tidak padat terletak dipermukaan bumi akan tetap mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan topografi.

Bagi tanaman fungsi utama tanah adalah sebagai media tumbuh yaitu sebagai tempat akar berpenetrasi selama cadangan nutrisi (hara) masih tersedia di dalam benih, hanya air yang diserap oleh akar-akar muda, kemudian bersama dengan makin berkembangnya perakaran cadangan makanan ini akan menipis. Untuk melengkapi kebutuhannya maka akar-akar mulai menyerap nutrisi baik berupa ion-ion anorganik seperti nitrogen, pospor, kalium, magnesium, sulfur, serta zat-zat pemacu tumbuh seperti vitamin, hormon, dan asam-asam organik (Kemas, 2013). Unsur-unsur hara akan tersedia melalui pelapukan dan pembusukan, bahan organik atau melalui perombaakan. Tanah jarang sekali mempunyai kemampuan yang cukup untuk menyediakan semua

elemen esensial sepanjang waktu sesuai dengan kuantitas yang cukup bagi tanaman untuk dapat berproduksi dengan baik (Henry, 1988 ).

Secara vertikal tanah berdiferensiasi membentuk horizon-horizon (lapiasan-lapisan) yang berbeda baik dalam morfologi seperti ketebalan dan warnanya, maupun karakteristik kimiawi dan biologis sebagai bahan induk asal maupun bahan-bahan eksternal berupa bahan organik sisa-sisa biota yang hidup di atasnya dan mineral yang berasal dari letusan gunung api atau yang terbaawa oleh aliran air. Kemudahan tanah untuk dipenetrasi tergantung pada ruang pori-pori yang terbentuk diantara partikel-partikel tanah (tekstur dan struktur), sedangkan sabilitas ukuran ruang terganntung pada konsistensi tanah terhadap pengaruh tekanan. Kerapatan porositas tersebut menentukan kemudahan air untuk bersirkulasi dengan udara (drainase dan aerasi). Warnah tanah mencerminkan jenis mineral penyusun tanah, reaksi kimiawi, intensitas pelindian, dan akumulasi bahan-bahan organik. Suhu merupakan indikator energi matahari yang dapat diserap bahan-bahan penyusun tanah (Kemas, 2013)

Tekstur tanah menunjukan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) yang berdiameter 2–0,2 mm atau, debu (slit) berdiameter 0,2–0,002 mm, dan liat (clay) 0,002 mm. Tanah

yang didominasi pasir lebih banyak mempunyai pori-pori makro (besar) atau lebih disebut poreus, yang didominasi debu, banyak mempunyai pori-pori sedang atau agak poreus, dan yang didomonasi liat banyak mrmpunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus.

Semakin poreus tanah akan semakin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi baik : air dan udara banyak tersedia bagi tanaman) tetapi makin mudah air untuk hilang dari tanah. Semakin tidak poreus tanah, semakin sulit akar untuk berpenetrasi, serta air dan udara sulit bersirkulasi (darinase dan aerasi buruk : air dan udara sedikit tersedia) tetapi air tidak mudah hilang dari tanah. (Kemas, 2013). Pada umumnya unsur-unsur hara yang lebih besar berisi partikel-partikel debu, pelapukannya lebih cepat dari pada tanah berpasir. Hal ini menyebabkan tanah berdebu lebih subur dari pada tanah berpasir. Tanah dengan kandungan liat tinggi cenderung mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menahan baik air maupun unsur-unsur hara yang tersedia (Henry, 1988).

Faraksi pasir pada umumnya didominasi oleh mineral kuarsa (SiO2) yang sangat tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya berasal dari mineral fledspar dan mika yang cepat lapuk. Pada saat pelapukannya akan membebaskan sejumlah hara, sehingga tanah bertekstur debu umumnya lebih subur ketimbang tanah bertekstur pasir. Tanah yang partikel-partikelnya

belum bergabung terutama yang bertekstur pasir disebut tanpa struktur atau berstruktur lepas, sedangkan tanah bertekstur liat yang terlihat massif (padu tanpa ruang pori, lembek jika basah, dan keras jika kering) disebut juga tanah tanpa struktur. Oleh karena itu tanah yang berstruktur baik akan mempunyai drainase dan aerasi yang baik, sehingga lebih memudahkan system perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengabsorbsi (menyerap) hara dan air dengan baik (Kemas, 2013).

Konsistensi tanah merupakan ketahanan tanah terhadap tekanan gaya-gaya dari luar yang bekerja pada tanah selaras dengan tingkat kejenuhan airnya. Penurunan kadar air akan menyebabkan tanah kehilangan sifat kelekatan (stickness) dan kelanturan (plasticity), menjadi gembur (friable) dan lunak (soft), serta menjadi keras dan kaku (coherent) pada saat kering. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah meliputi tekstur, sifat dan jumlah koloid organik maupun anorganik, sruktur, dan kadar air tanah. Tanah berliat-silikat akan berplastisitas kuat ketimbang tanah berpasir (Kemas, 2013).

Tanah yang didominasi oleh fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro (5.700 partikel per g tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro) sehingga daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah keluar masuk, hanya sedikit air yang tertahan. Pori makro

disebut juga pori aerasi dan drainase. Meskipun ketersediaan air dan udara baik namun ketersediaan nutrisinya rendah.

Dominasi fraksi liat menyebabkan banyak terbentuknya pori mikro (90.250,853 juta partikel per g tanah terbentuk sekitar 22.500 juta pori mikro), sehingga daya pegang terhadap air sangat kuat. Kondisi ini menyebabkan air yang masuk ke pori-pori segera terperangkap dan udara sulit masuk. Meskipun ketersediaan air dan nutrisi baik, ketersediaan udara menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman dan mikroba tanah.

Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang (5,776 juta partikel per g tanah terbentuk sekitar 1.250 pori meso), sehingga daya pegang terhadap air cukup kuat. Hal ini menyebabkan air dan udara cukup mudah keluar masuk tanah, dan sebagian air tertahan. Sebagian besar pori terisi oleh udara dan air dalam jumlah yang seimbang (Kemas, 2013).

Aerasi tanah berkaitan denagan kondisi tata udara (keluar masuknya udara) dalam tanah. Brave (1951) mengemukakan akan terjadinya penghambatan terhadap pertumbuhan dan produksi tanah akibat tertekannya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, respirasi akar, absorpsi (penyerapan) air dan unsur hara. Menurut Lawtoncit Kohnke (1980), serapan hara yang paling terganggu adalah kalium, kalsium, magnesium, nitrogen dan

fosfor. Hal ini terkait dengan proses respirasi akar tanaman yang menyerap O2 dari udara tanah dan melepaskan CO2, sehingga jika aerasi buruk akan terjadi akumulasi CO2 dan defisit O2. Respirasi akar dan aktivitas mikrobia aerobik (mutlak butuh oksigen) yang terlibat dalam penyediaan hara akan terganggu, maka penyerapan hara melalui mekanisme aktif yang membutuhkan energi kimiawi (ATP) hasil proses respirasi akan terhambat, sehingga menghambat perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman.

Khonke (1980) mengemukakan bahwa kadar CO2 pada udara tanah bervariasi antara 0,1%-5,0% dan jika aerasi buruk dapat mencapai hampir 20%. Pada kondisi tergenang (reduksi) udara tanah juga mengandung banyak gas methan, hidrogen sufilda, dan amoniak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar CO2 dan O2 akan mneghambat aktivitas akar dan mikrobia, serta diffusi yang menyebabkan naiknya kadar CO2 dan turunnya kadar O2. Henry D. Foth (1984) mengatakan, volume atmosfer berisi sekitar 79% nitrogen (N), 21% oksigen (O2), dan 0,03% karbondioksia (CO2). Respirasi akar dan organisme lain membutuhkan oksigen (O2) dan menghasilkan karbondioksida (CO2). Hal ini menyebabkan konsentrasi karbondioksia (CO2) dalam tanah 10–100 kali lebih besar daripada oksigen. Perbedaan tekanan kedua gas tersebut menyebabkan oksigen (O2) mengalir secara difusi dari atmosfer kedalam tanah dan karbondioksida

(CO2) mengalir secara difusi dari tanah ke atmosfer. Difusi ini untuk mencegah defisiensi oksigen (O2) maupun kelebihan karbondioksida (CO2) sampai titik yang dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman.

Tabel. 2.3. Fator-faktor yang mempengaruhi kadar CO2 dan O2 tanah Faktor-faktor Kadar CO2 Penyebab Lebih tinggi Lebih rendah Musim Musim panas Musim dingin Terhambatnya aktifitas akar dan mikrobia Perlakuan Pupuk kandang, kapur, pupuk dan ditanami Tanpa Terhambatnya

aktifitas akar dan mikrobia

Kadar air Tanah basah

Tanah kering Terbatasnya diffusi Tekstur

tanah

Tekstur halus

Tekstur kasar Terhambatnya laju diffusi, akibat lebih tinggi kelembaban Struktur tanah Agregasi lemah atau massif

Gembur Terhambatnya laju diffusi, akibat lebih tinggi kelembaban Kedalaman

tanah

Subsoil Topsoil Terhambatnya laju diffusi, akibat lebih tinggi kelembaban, akibat adanya topsoil.

Keterangan : Kadar CO2 tinggi = O2 rendah atau sebaliknya

(Kemas, 2013).

Temperatur tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman sebagaimana halnya air, udara dan unsur hara. Laju reaksi kimiawi meningkat dua kali lipat untuk setiap 100 kenikan

temperatur. Laju optimum aktifitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada temperatur 180–300C, seperti bakteri pengikat N (nitrogen) pada tanah berdrainase baik. Nitrifikasi berlangsung optimum pada temperatur sekitar 300C. Pada temperatur di atas 300C, lebih banyak nusur K- tertukar dibebaskan ketimbang pada temperatur yang lebih rendah, sehingga penyerapanya oleh akar juga meningkat. Pada temperatur di atas 400C, mikrobia umumnya menjadi inaktif. Curah hujan yang tinggi akan menurunnkan temperatur tanah (Kemas, 2011).

Keseimbangan panas tanah terdiri dari perolehan dan hilangnya energy panas. Radiasi matahari yang diterima di permukaan tanah, sebagian kembali ke atmosfer dan sebagian lagi diabsorbsi oleh permukaan tanah. Dari total radiasi matahari yang sampai ke bumi kira-kira 34%, 19% diabsorbsi oleh atmosfer, dan 47% diabsorbsi oleh bumi. Panas yang diabsorbsi hilang dari tanah karena (1) evaporasi air, (2) radiasi kembali kedalam atmosfer sebagai radiasi gelombang panjang, (3) pemnasan udara di atas tanah, dan (4) pemanasan tanah. Pada siang hari atau musim panas, perolehan panas melebihi hilangnya panas dan temperatur tanah meningkat (Henry, 1984).

Nilai pH (asam-basa) merupakan inidikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara

dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah memiliki empat pola yaitu :

1. pola rendah (R)–tinggi (T)–rendah (R) meliputi unsur N, Ca, Mg, Mn, Cu, dan Zn tetapi dengan kisaran nilai pH pada (T) yang bervariasi. Ketersediaan N maksimum pada pH 6,0–8,0, Ca dan Mg pada pH 7,0–8,5, serta Mn, Cu, Zn pada pH 5,0–6,5.

2. Pola rendah (R)-tinggi (T) terdiri dari unsur K, S, dan Mo, dengan kisaran maksimum untuk K dan S pada pH 6,0 ke atas dan Mo pada pH 7,0 ke atas.

3. Pola tinggi (T)–rendah (R) terdapat unsur Fe dengan ketersediaan maksimum pada pH 6,0 ke bawah.

4. Pola rendah (R)–tinggi (T)–rendah (R)–tinggi (T) meliputi unsur P dan B, dengan ketersediaan maksimum untuk keduanya pada pH 8,7 ke atas, tetapi ketersediaan maksimum bawah untuk P pada pH 6,5–7,5, sedangkan untuk B adalah 5,0–6,8 (Kemas, 2013)

Tabel. 2.4. Hubungan pH dan ketersediaan hara dalam

tanah

Keterangan : simbol kotak (unsur mikro) dan kerucut (unsur makro)

Pengaruh terbesar dari pH terhadap pertumbuhan tanaman yaitu ketersediaan unsur hara. pH tanah dihubungkan dengan

Keasaman Kebasaan Tinggi se-dang ren-dah sgt -rend sgt -rend ren-dah se-dang Tinggi pH:4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 Nitrogen (N) Kalium (K) Sulfur (S) Magnesium (Mg) Kalsium (Ca) Besi (Fe) Mangan (Mn) Boron (B) Molibdenum (Mo) Cu dan Zn Fosfor

persentase kejenuhan basa. Jika kejenuhan basa kurang dari 100%, peningkatan pH disertai dengan peningkatan jumlah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) di dalam larutan tanah. Unsur hara lain yang ketersediaanya meningkat disertai dengan peningkatan pH adalah molibdenum (Mo). Peningkatan molibdenum (Mo) menyebabkan tanaman keracunan. Ketersediaan kalium (K) biasanya baik pada tanah netral maupun tanah basa (alkali).

Ketersediaan atau kelarutan sejumlah nutrien tanaman menurun dengan meningkatnya pH. besi (Fe) dan mangan (Mn) umumnya kuarang banyak pada tanah berkapur. fosor (P) dan boron (B) juga cendrung tidak tersedia dalam tanah yang sangat masam. tembaga (Cu) dan seng (Zn) ketersediaannya baik pada tanah basa (alkali) maupun tanah yang sangat masam. Secara keseluruhan unsur hara tanaman, ketersediaannya dalam keadaan baik ditemukan pada pH 6,5 pada tanah berstatus basa tinggi. pH tanah basa rendah umumnya tidak melebihi 6,0 (Henry, 1984).

Dokumen terkait