• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Pengembangan kedelai hitam di tanah mineral lahan pasang surut memiliki kendala tingginya kadar Al dan Fe. Perbaikan lingkungan tumbuh dan penggunaan varietas merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi cekaman Al tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh informasi pertumbuhan dan hasil kedelai hitam pada kedalaman muka air yang berbeda (2) memperoleh informasi pertumbuhan dan hasil kedelai hitam pada jenis amelioran yang berbeda (3) memperoleh informasi pertumbuhan dan hasil kedelai hitam dengan varietas yang berbeda dan 4) memperoleh informasi interaksi antara kedalaman muka air, amelioran dan varietas kedelai hitam yang tepat pada teknologi budidaya jenuh air tanah mineral lahan pasang surut. Penelitian ini dilaksanakan di tanah mineral tipe luapan B lahan pasang surut Banyuasin, Sumatera Selatan pada bulan Mei sampai Agustus 2014. Metode yang digunakan menggunakan rancangan Split-split Plot 3 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah ketinggian muka air yakni: ketinggian muka air 10 dan 20 cm. Faktor ke-dua adalah varietas yakni: Tanggamus sebagai pembanding, Cikuray, Ceneng. Faktor ke-tiga adalah jenis amelioran yakni: air sungai, air gambut dan air pasang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman muka air 10 cm tidak berbeda dengan kedalaman 20 cm terhadap bobot biji per tanaman, dan bobot biji petak panen. Air gambut mampu meningkatkan bobot biji per tanaman, dan bobot biji petak panen secara nyata Ceneng menghasilkan bobot biji per per petak yang nyata lebih tinggi daripada Tanggamus tetapi tidak berbeda nyata dengan Cikuray Kata kunci: amelioran, budidaya jenuh air, cekaman aluminium, kedelai hitam

Abstract

Black soybean development in mineral soils of tidal land is hindered by aluminum and iron toxicity. Modification of growing environment and the use of tolerant variety are feasible alternatives which can be used to solve the condition. An Experiment was conducted with several objectives (1) to identify growth and yield of black soybean at several depths of water table, (2) to identify growth and yield of black soybean as effected by application of several ameliorants, (3) to identify growth and yield of several black soybean varieties, (4) to identify interaction between depth of water table, type of ameliorant, and black soybean variety for growing black soybean under peat-containing mineral soils in tidal land. The experiment was held under mineral soils with watershed B type of tidal land in Banyuasin, South Sumatera on May to August 2014. Factors investigated were depth of water table (10 and 20 cm), variety (Tanggamus – as control, Cikuray, Ceneng) and ameliorant type (river water, peat water, and high-tide water). These factors were arranged in a Split-plot Design with three replications. The results demonstrated that, 10 cm depth of the water table was no different

from a depth of 20 cm against the grain weight per plant, grain weight and harvest plots. Peat water is able to increase the weight of seeds per plant and seed weight significantly crop plots Ceneng produce seed weight per plot were significantly higher than Tanggamus but not significantly different with Cikuray

Key words: Aluminum stress, ameliorant, black soybean, saturated soil culture

Pendahuluan

Program ekstensifikasi pertanian di Indonesia dapat dilakukan di lahan sub optimal, salah satunya adalah lahan pasang surut. Lahan pasang surut merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi semakin menyusutnya lahan-lahan subur di pulau Jawa akibat konversi lahan. Luas lahan pasang surut di Indonesia diperkirakan sekitar 20.1 juta ha dan sekitar 9.53 juta ha berpotensi untuk dijadikan sebagai lahan pertanian (Alihamsyah 2004).

Pengembangan budidaya tanaman di lahan mineral pasang surut memiliki kendala tingginya kandungan Al dan Fe. Oksidasi pirit menyebabkan peningkatan ion H+. Nilai pH yang rendah menyebabkan penghancuran kisi-kisi mineral liat sehingga silikat dan Al3+ terlepas dari sulfat masam. Konsentrasi ion logam yang berlebihan dalam larutan akan menyebabkan keracunan tanaman. Pencegahan oksidasi pirit dapat dilakukan dengan pengelolaan air dan pemberian amelioran.

Al merupakan salah satu faktor pembatas dalam produktivitas tanah mineral lahan pasang surut. Keracunan Al pada tanaman merupakan faktor pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman di lahan masam (Basu et al. 1994; Jones dan Kochian 1995). Respon tanaman terhadap keracunan Al adalah penghambatan pertumbuhan akar, kuhususnya di bagian ujung akar dengan menghambat pembelahan dan pembelahan sel, dan selanjutnya menghambat penyerapan hara dan air dari tanah sehingga menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman secara keseluruhan (Foy et al. 1978; Kochian et al. 2004; dan Zhang et al. 2007).

Keracunan Fe menyebabkan terhambatnya pembentukan klorofil. Terhambatnya pembentukan klorofil karena dua atau tiga macam enzim yang mengkatalisis reaksi tertentu dalam sintesis klorofil tampaknya memerlukan Fe2+ (Salisbury dan Ross 1995). Sopandie (2014) menyatakan bahwa toksisitas Fe menyebabkan penghambatan pertumbuhan, reduksi luas daun, daun berwarna hijau tua, daun tua menguning (dari ujung tepi daun), serta berwarna ungu kemerahan, tajuk layu, nekrosis daun, ujung daun dan bagian bawah batang berwarna agak gelap, akar adventif terhambat, percabangan akar terhambat, akar rapuh, dan berwarna gelap.

Produktivitas tanaman kedelai yang rendah pada tanah masam berkadar Al tinggi menyebabkan kemampuan tanaman untuk menyerap hara menjadi rendah yang disebabkan oleh ketersediaan hara yang sangat terbatas. Tanah masam dapat ditingkatkan pHnya dengan pengapuran. Namun, pengapuran membutuhkan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan alternatif untuk meningkatkan pH tanah, misalnya dengan penggunaan amelioran.

Amelioran adalah bahan yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat- sifat tanah sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan produktivitas dari lahan yang diusahakan. Sumber amelioran dapat berasal dari air gambut. Air gambut

53 mengandung asam humat yang dapat digunakan dan mampu berinteraksi dengan ion logam sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah. Hasil penelitian Ernawati (2009) menunjukkan bahwa penyiraman air gambut 2.4 L kg-1 tanah dapat menurunkan Al-dd dan meningkatkan pH tanah masam. Selanjutnya pemberian senyawa humat dapat menurunkan Al-dd dari 5.99 me/100 g menjadi 5.33 me/100 g (Manfarizah 1999).

Tujuan penelitian ini adalah (1) memperoleh informasi pertumbuhan dan hasil kedelai hitam pada kedalaman muka air yang berbeda (2) memperoleh informasi pertumbuhan dan hasil kedelai hitam pada jenis amelioran yang berbeda (3) memperoleh informasi pertumbuhan dan hasil kedelai hitam dengan varietas yang berbeda

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di tanah mineral tipe luapan B lahan pasang surut Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2014. Lahan yang digunakan pada penelitian in belum pernah ditanami kedelai sebelumnya.

Metode yang digunakan menggunakan rancangan Split-split Plot 3 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah ketinggian muka air yakni: ketinggian muka air 10 cm dan ketinggian muka air 20 cm. Faktor ke-dua adalah varietas yakni: Tanggamus (sebagai pembanding), Cikuray, Ceneng. Faktor ke-tiga adalah jenis amelioran yakni: air sungai, air gambut dan air pasang.

Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: tanah lapisan atas diolah ringan. Amelioran diberikan seminggu sekali dengan dosis 2.4 L kg-1 tanah yang diiramkan di permukaan tanah. Amelioran air sungai berasal dari sungai di saluran primer lahan pasang surut, amelioran air gambut berasal dari air gambut lahan pasang surut tipe luapan B. Amelioran air pasang berasal dari sungai saluran tersier pada saat air pasang. Pupuk dasar diberikan 1 minggu sebelum tanam. Pupuk dasar terdiri atas: 100 kg ha-1 KCl dan 200 kg ha-1 SP36. Pupuk urea diberikan melalui daun dengan dosis 10 g L-1 air diberikan pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam. Benih yang telah diberi inokulan Rhizobium sp. (5 g kg-1 benih) dan Marshal (insektisida berbahan aktif karbosulfon 25.53%) ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 12.5 cm. Ukuran petak percobaan 2 x 4 m.

Selama penelitian ketinggian muka air dalam saluran dipertahankan 10 dan 20 cm sesuai perlakuan dengan memasukkan air dari saluran tersier ke dalam saluran. Bambu berskala dipasang pada setiap saluran air untuk membantu mengontrol kedalaman muka air. Sumber air untuk mempertahankan BJA berasal dari saluran tersier lahan pasang surut.

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit. Kedelai hitam dipanen jika sudah menunjukkan masak fisiologis yang ditandai dengan menguningnya daun dan polong berwarna coklat kehitaman

Parameter yang diamati meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot biji per tanaman, bobot petak panen. Selain itu dilakukan analisis tanah sebelum penelitian dan pengukuran kadar Al pada akar tanaman 8 MST. Data penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam pada taraf 5% dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan DMRT menggunakan program SAS.

Hasil dan pembahasan Hasil

Kondisi tanah mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Cekaman Al dan Fe merupakan faktor pembatas pada tanah mineral tipe luapan B. Hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil analisis tanah awal lahan mineral tipe luapan B Kriteria

Mineral (tipe luapan B)

1. pH H2O 4.3 (sangat masam)

2. pH KCl 3.5 (sangat masam)

3. C Organik (%) 5.4 (mineral) 4. N total (%) 0.34 (sedang) 5. P tersedia (ppm) 27.5 (sangat tinggi) 6. Ca (me 100g-1) 4.29 (sedang) 7. Mg (me 100g-1) 2.3 (tinggi) 8. K (me 100g-1) 0.67 (tinggi) 9. Na (me 100g-1) 0.41 (sedang) 10. KTK (me 100g-1) 27.89 (tinggi) 11. Al (me 100g-1) 8.09 (tinggi) 12. Mn (ppm) 2.87 (sedang) 13. Fe (ppm) 69.85 (sangat tinggi) 14. KB (%) 27.5 (rendah)

Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB (2014) Kriteria: Badan penelitian dan pengembangan pertanian 2012

Ameliorasi lahan merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan pada tanah bercekaman Al dan Fe. Kandungan amelioran menentukan tingkat keberhasilan dalam mengurangi cekaman Al dan Fe. Kandungan amelioran disajikan pada Tabel 16.

55 Tabel 16 Analisis kandungan amelioran

No Kriteria Air gambut Air sungai Air pasang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. pH C-organik (mg C/liter) N-total (mg N/liter) P-total (ppm) K-total (ppm) Ca-total (ppm) Mg-total (ppm) Fe-total (ppm) Cu-total (ppm) Zn-total (ppm) Mn-total (ppm) Asam humik (ppm) Asam fulfik (ppm) 4.30 175.6 27.86 0.38 1.63 1.43 0.44 0.76 ttd 0.04 ttd 3.46 0.87 6.10 51.7 27.86 0.62 7.38 3.09 1.71 0.07 0.02 0.33 1.97 4.30 58.75 12.82 34.98 4.25 1.30 4.38 2.27 0.33 0.08 0.32

Keterangan : ttd = tidak terdeteksi

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara kedalaman muka air dan amelioran, kedalaman muka air dengan genotipe, amelioran dengan genotipe dan kedalaman muka air dengan amelioran dan genotipe. Kedalaman muka air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 dan 8 MST, jumlah daun 6 MST dan jumlah cabang 10 MST. Amelioran berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, jumlah daun 6 dan 10 MST, bobot biji per tanaman dan bobot biji petak panen. Genotipe berpengaruh nyata terhadap semua peubah pengamatan kecuali jumlah cabang 4 MST. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman muka air 20 cm nyata lebih baik dibandingkan 10 cm, dapat ditunjukkan pada tinggi tanaman 6 dan 8 MST masing-masing sebesar 34.05 dan 44.34 cm, serta jumlah daun 4 dan 6 MST masing-masing sebesar 4.09 dan 8.89 (Tabel 17). Tidak dilakukan pengamatan jumlah daun pada 12 MST sudah banyak daun yang gugur.

Tabel 17 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang pada berbagai perlakuan kedalaman muka air

Kedalaman muka air Umur tanaman

4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Tinggi tanaman (cm) 10 cm 15.96 30.35 b 38.54 b 40.87 41.28 20 cm 15.93 34.05 a 44.34 a 47.60 47.84 Jumlah daun 10 cm 3.77 b 8.02 b 10.74 11.68 20 cm 4.09 a 8.98 a 11.14 12.29 Jumlah cabang 10 cm 0.00 0.77 1.35 2.43 a 1.43 20 cm 0.00 1.10 1.43 1.93 b 1.38

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Kedalaman muka air 10 dan 20 cm menghasilkan bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak yang tidak berbeda nyata (Tabel 18).

Tabel 18 Rata-rata bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak pada berbagai perlakuan kedalaman muka air

Kedalaman muka air Bobot biji per tanaman

(g)

Bobot biji per petak (g) 10 cm 20 cm 1.36 1.33 36.06 39.68

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Pemberian amelioran air gambut mampu meningkatkan tinggi tanaman 6 MST sebesar 33.62 cm tetapi tidak berbeda nyata dengan amelioran air sungai. Jumlah daun 4 dan 6 MST pada perlakuan air gambut nyata lebih tinggi sebesar 4.07 dan 9.03 cm tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan air pasang maing- masing sebesar 3.96 dan 8.51 cm. Air gambut secara nyata meningkatkan bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak masing-masing sebesar 1.97 dan 53.43 g dibandingkan amelioran air sungai dan air pasang (Tabel 20).

Tinggi tanaman Ceneng nyata lebih tinggi dibandingkan Tanggamus dan Cikuray pada 4, 6 dan 8 MST masing-masing sebesar 17.19, 36.97, 47.77 cm, tetapi tinggi tanaman Ceneng pada 10 dan 12 MST tidak berbeda nyata dengan Tanggamus. Jumlah cabang pada 6 MST Ceneng nyata lebih tinggi sebesar 1.29 tetapi tidak berbeda nyata dengan Cikuray sebesar 1.13, pada 8 dan 12 MST jumlah cabang Ceneng nyata lebih tinggi sebesar 1.73 dan 1.80 dibandingkan Tanggamus dan Cikuray, pada 10 MST jumlah cabang Tanggamus nyata lebih tinggi sebesar 2.55 tetapi tidak berbeda dengan Ceneng sebesar 2.29.

Tabel 19 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang pada berbagai perlakuan amelioran

Amelioran Umur tanaman

4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Tinggi tanaman (cm) Air sungai 15.68 30.34 b 39.61 45.43 45.78 Air gambut 15.82 33.62 a 43.43 45.00 45.69 Air pasang 16.34 32.63 ab 41.28 42.28 42.21 Jumlah daun Air sungai 3.76 b 7.96 b 10.97 12.99 a Air gambut 4.07 a 9.03 a 11.37 12.46 a Air pasang 3.96 ab 8.51 ab 10.49 10.51 b Jumlah cabang Air sungai 0.01 0.77 1.49 2.35 1.40 Air gambut 0.00 1.07 1.42 2.16 1.68 Air pasang 0.00 0.95 1.26 2.03 1.13

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

57 Tabel 20 Rata-rata bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak pada berbagai

perlakuan amelioran

Amelioran Bobot biji per tanaman (g)

Bobot biji per petak (g) Air sungai Air gambut Air pasang 1.12 b 1.97 a 0.94 b 24.32 b 53.43 a 35.86 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Bobot biji per tanaman Ceneng nyata lebih baik dibandingkan Tanggamus sebesar 1.64 g tetapi tidak berbeda nyata dengan Cikuray sebesar 1.28 g. Bobot biji per petak Cikuray nyata lebih baik dibandingkan Tanggamus sebesar 44.56 g tetapi tidak berbeda nyata dengan Ceneng sebesar 40.98 (Tabel 22).

Tabel 21 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang pada berbagai perlakuan genotipe

Varietas Umur tanaman

4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Tinggi tanaman (cm) Tanggamus 14.94 c 29.83 b 40.34 b 48.12 a 48.01 a Cikuray 15.70 b 29.80 b 36.20 c 36.56 b 37.76 b Ceneng 17.19 a 36.97 a 47.77 a 48.03 a 47.91 a Jumlah daun Tanggamus 3.28 b 7.61 b 10.23 b 12.63 a Cikuray 4.17 a 8.68 a 10.40 b 10.34 b Ceneng 4.34 a 9.20 a 12.19 a 12.98 a Jumlah cabang Tanggamus 0.00 0.36 b 0.93 c 2.55 a 1.38 b Cikuray 0.01 1.13 a 1.52 b 1.69 b 1.04 b Ceneng 0.00 1.29 a 1.73 a 2.29 a 1.80 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 22 Rata-rata bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak pada berbagai

perlakuan genotipe

Varietas Bobot biji per tanaman (g)

Bobot biji per petak (g) Tanggamus Cikuray Ceneng 1.11 b 1.28 ab 1.64 a 28.08 b 44.56 a 40.98 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Tanah mineral tipe lupan B memiliki kadar Al yang tinggi (Tabel 15). Adaptasi tanaman terhadap cekaman Al berhubungan dengan kadar Al pada akar tanaman. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara kedalaman muka air, amelioran, dan genotipe terhadap kadar Al di akar. Kadar Al akar hanya berpengaruh nyata terhadap genotipe. Kadar Al Ceneng nyata lebih tinggi dibandingkan Tanggamus dan Cikuray sebesar 984.23 ppm (Gambar 23).

Gambar 23 Kadar Al pada akar kedelai 8 MST

Pembahasan

Kedalaman muka air dan amelioran mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Kedalaman muka air 10 dan 20 cm menghasilkan bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak panen yang tidak berbeda nyata dengan bobot biji per tanaman masing-masing sebesar 1.36 dan 1.33 g dan bobot biji per petak masing- masing sebesar 36.06 dan 39.68 g (Tabel 18). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sagala et al. (2010) yang menunjukkan bahwa perlakuan pengaturan kedalaman muka air 20 cm menghasilkan 4.63 ton ha-1, sedangkan penelitian Sahuri (2010) menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman muka air 20 cm dengan lebar bedengan 2 m mencapai 4.15 ton ha-1. Selanjutnya Welly (2013) menunjukkan bahwa kedalaman muka air 20 cm menghasilkan 4.13 ton ha-1. Tidak berbedanya hasil pada kedalaman 10 dan 20 cm diduga karena cekaman Al dan Fe tinggi pada tanah mineral tipe luapan B sehingga pengaturan kedalaman muka air tidak berpengaruh. Hasil analisis tanah sebelum dilakukan penelitian menunjukkan bahwa pH di tanah mineral tipe luapan B sebesar 4.30 (rendah), Al 8.09 (tinggi) dan Fe 69.85 (sangat tinggi) (Tabel 15). Keracunan Al pada tanaman merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman di lahan masam, yaitu dengan menghambat pertumbuhan hanya bagian ujung (meristem) akar (Kochian 1995). Dobermann dan Fairhurst (2000) mengemukakan prinsip terjadinya keracunan Fe pada tanaman: 1) konsentrasi Fe2+ yang tinggi dalam larutan tanah yang disebabkan oleh kondisi reduktif yang kuat dalam tanah dan atau pH yang rendah, 2) status hara yang rendah dan tidak seimbang di dalam tanah, 3) kurangnya oksidasi akar dan rendahnya daya ekslusi Fe2+ oleh akar yang disebabkan defisiensi hara P, Ca, Mg atau K, 4) kurangnya daya oksidasi akar (eksklusi Fe2+) akibat terjadinya akumulasi bahan-bahan yang menghambat respirasi (H2S, FeS, asam organik), 5) aplikasi bahan organik dalam jumlah besar

59 yang belum terdekomposisi, 6) suplai Fe secara terus-menerus dari air bawah tanah atau rembesan lateral dari tempat yang lebih tinggi.

Air gambut secara nyata meningkatkan bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak masing-masing sebesar 1.97 dan 53.43 g dibandingkan amelioran air sungai dan air pasang (Tabel 20). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa air gambut mampu meningkatkan jumlah polong dan bobot biji per tanaman (Tabel 8). Pujiwati et al. (2015a) menunjukkan bahwa amelioran air gambut mampu meningkatkan hasil kedelai pada tanah mineral lahan pasang surut. Menurut Hue et al. 1986 bahwa air gambut mengandung asam-asam organik. Asam-asam organik dapat mengurangi daya racun Al yang terdiri dari: 1) asam-asam organik yang mempunyai pengaruh kuat dalam mengurangi daya racun Al seperti asam sitrat, oksalat dan tartrat 2) asam- asam organik yang mempunyai kemampuan sedang dalam mengurangi keracunan Al seperti malat, malonat, salisilat, dan 3) asam-asam organik yang mempunyai kemampuan lemah dalam mengurangi keracunan Al seperti asetat, format dan laktat. Dari struktur konfiguragi asam-asam ini, dalam hubungannya dengan detoksisitas Al berhubungan dengan rantai karbon dari group OH dan COOH. Asam-asam yang efektif dalam detoksisitas Al adalah yang memiliki dua pasang OH atau COOH pada dua karbon yang berdekatan atau dua pasang COOH yang berhubungan, pada asam-asam yang berkemampuan sedang mempunyai satu pasang basa OH atau COOH, sedangkan pada asam-asam yang mempunyai kemampuan asam lemah tidak mempunyai struktur konfigurasi tersebut. Hasil penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian Ernawati (2009) yang menunjukkan bahwa pemberian air gambut 2.4 L kg-1 tanah dapat menurunkan Al-dd dan meningkatkan jumlah dan lebar pelepah tanaman lidah buaya.

Produktivitas kedelai dengan menggunakan amelioran air gambut pada penelitian ini hanya mencapai 0.58 ton ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah mineral tipe luapan B dengan cekaman Al dan Fe yang sangat tinggi, ameliorasi air gambut saja tidak cukup sehingga diperlukan perbaikan kondisi lingkungan tumbuh tanaman. Lahan yang digunakan pada penelitian ini belum pernah ditanami kedelai sebelumnya. Pujiwati et al. (2015b) menunjukkan bahwa air gambut dengan kombinasi 25% kapur pada tanah mineral tipe lupan B dapat menghasilkan produktivitass sebesar 2 ton ha-1.

Ceneng menghasilkan bobot biji per tanaman dan bobot biji petak panen yang nyata lebih dibandingkan Tanggamus sebesar 1.64 dan 40.98 g tetapi tidak berbeda nyata dengan Cikuray sebesar 1.28 dan 44.56 g. (Tabel 22). Hasil tanaman pada Cikuray tidak berbeda nyata dengan Ceneng menunjukkan bahwa Ceneng mampu meningkatkan daya adaptasi terhadap cekaman Al dan Fe karena berdasarkan indeks sensitivitas Gambar 8 dan Tabel 1 menunjukkan bahwa Ceneng merupakan genotipe moderat terhadap cekaman 0.1 mM Fe dan merupakan genotipe peka terhadap cekaman Al dan Al + Fe. Analisis kadar Al di akar pada 8 MST menunjukkan bahwa Ceneng memiliki kandungan Al yang nyata sebesar 984.23 ppm (Gambar 23). Sopandie (1995) menyatakan bahwa tanaman toleran dan peka Al sama-sama mengakumulasi Al pada tanah masam dengan kandungan Al tinggi tetapi akumulasi Al pada genotipe toleran lebih rendah.

Kadar Al tertinggi terdapat pada varietas Ceneng (varietas peka) dan Cikuray (varietas toleran) memiliki kadar Al yang lebih rendah. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian Noya (2014) yang menunjukkan bahwa genotipe toleran memiliki kadar Al pada akar yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe peka. Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al meliputi mekanisme internal (toleran) dan eksternal (penghindaran). Mekanisme internal merupakan suatu mekanisme yang menyebabkan tanaman memiliki daya toleransi mengakumulasi Al dalam sel meliputi detoksifikasi logam melalui pengikatan dalam sitosol atau dikompartementasikan ke vakuola (Siedkecka et al. 2001). Keracunan Al pada tanaman merupakan faktor pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman di lahan asam (Basu et al. 1994; Jones dan Kochian 1995). Gejala keracunan Al yang umum ditemui pada tanaman adalah penghambatan pertumbuhan akar (Foy et al. 1978). Menurut Ryan et al. (1993) dan Sasaki et al. (1995), Al menghambat pertumbuhan hanya pada bagian ujung (meristem) akar. Pengaruh Al terhadap penyerapan hara terjadi karena gangguan sistem perakaran, dan gangguan penyerapan hara juga terjadi karena pengaruh langsung interaksi Al dengan fosfof (P) sehingga P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Kekahatan P sangat menghambat proses pembelahan sel bdan fotosintesis (Marschner 2012) sehingga menjadi kendala dalam produksi tanaman di tanam masam (Kochian et al. 2004; Zheng 2010).

Simpulan

Tidak terdapat interaksi antara kedalaman muka air, amelioran, dan genotipe. Kedalaman muka air 10 cm tidak berbeda dengan kedalaman 20 cm terhadap bobot biji per tanaman, dan bobot biji petak panen. Tingginya cekaman Al dan Fe pada tanah mineral tipe luapan B menyebabkan pengaruh pengaturan kedalaman muka air 10 dan 20 cm tidak berbeda.

Air gambut mampu meningkatkan bobot biji per tanaman, dan bobot biji