• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Tanah Tongkonan & Sekilas Tentang Toraja

Tanah Tongkonan merupakan suatu pranata sosial yang sangat urgensi terhadap kehidupan masyarakat hukum adat Toraja terhadap kehidupan masyarakat, dikarenakan sifat dari tanah Tongkonan merupakan suatu harta kekayaan masyarakat hukum adat Toraja yang dimiliki secara bersama-sama, yang mana tanah tersebut tidak dapat dikuasai secara pribadi, melainkan tanah Tongkonan pada hakekatnya harus dikelola secara bersama-sama oleh masyarakat hukum adat yang memiliki keterikatan genealogis teritorial.45

Tanah Tongkonan yang di atasnya terdapat rumah adat Tongkonan maupun lumbung padi yang menjadi tempat berkumpulnya para masyarakat hukum adat dalam hal menjalankan tradisi-tradisi kebudayaan maupun menyelesaikan permasalahan sengketa di tengah-tengah masyarakat hukum adat baik itu yang bersifat privat maupun publik dengan adanya musyawarah mufakat bersama-sama atau yang dikenal dengan Mak Kombong sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalahan ataupun sengketa yang lebih cepat dibandingkan penyelesaian sengketa secara litigasi yang menjadi tempat berkumpulnya

44 I Ketut Oka Setiawan “Hukum Agraria”, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2020), hal.162-170.

45 A.T. Marampa, “Mengenal Toraja dan Budaya Toraja”, (Rantepao: Yayasan Maraya, 1997), hal.57-58.

para masyarakat hukum adat dalam hal menjalankan tradisi-tradisi kebudayaan maupun menyelesaikan permasalahan sengketa di tengah-tengah masyarakat.46

Selain itu rumah Tongkonan juga berperan sebagai pemersatu seluruh anggota keluarga besar karena segala aspek sosial budaya masyarakat hukum adat toraja akan selalu diselenggarakan di pusat Tongkonan keluarga yang bersangkutan, seperti upacara pemakaman, perkawinan koma syukuran keluarga dan acara-acara adat lainnya. 47

Tanah Tongkonan yang di atasnya terdapat kekayaan masyarakat hukum adat Toraja berupa rumah Tongkonan dan lumbung padi, yang mana kekayaan pusaka tersebut mengandung nilai-nilai sosial yang sangat dalam terhadap keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat hukum adat toraja, Sehingga apabila terjadi penyimpangan di antara masyarakat akan diselesaikan keseluruhan masalah tersebut di dalam rumah Tongkonan, agar penyimpangan dan atau masalah yang ada dapat diselesaikan berdasarkan nilai-nilai filosofi masyarakat hukum adat Toraja.48

2. Sekilas Tentang Toraja

Toraja merupakan kelompok suku yang berada di provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat dua kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan yang mana masyarakatnya merupakan asli suku Toraja yakni kabupaten Tana Toraja

46 Shaifuddin Bahrum dkk.,”Bangunan Sosial Tongkonan (Sebuah Kajian Terhadap Organisasi Sosial Tradisional di Tana Toraja” Edisi 1, (Jakarta: Direktorat Jenderal Nili Budaya, Seni dan Film, 2009), hal.53.

47 Piter Pata Sumbung, “Toraja Tallu Lembanna, Keluarga Besar Tallu Lembanna”,(Jabodetabek Jakarta, 2010), hal.51.

48 M. Nadsir Sitonda, “Toraja Warisan Dunia”, (Makassar: Pustaka Refleksi, 2007), hal.30.

dan kabupaten Toraja Utara. Kabupaten Tana Toraja yang beribukotakan di Makale merupakan salah satu wilayah tujuan wisatawan baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara, Secara administratif kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Toraja Utara di sebelah Utara, kabupaten Mamasa provinsi Sulawesi barat di sebelah barat, kabupaten Enrekang dan kabupaten Pinrang di sebelah selatan, dan kabupaten Luwu di sebelah timur. Luas wilayah kabupaten tana Toraja tercatat 250.790 hektar dengan meliputi 19 kecamatan, 112 desa yang biasa disebut dengan Lembang serta 47 kelurahan. Kabupaten ini secara umum berdasarkan topografi meliputi wilayah pegunungan serta perbukitan, hanya beberapa wilayah saja yang memiliki permukaan yang datar Dengan jumlah penduduk sekitar 280.794 jiwa yang mana mayoritas masyarakatnya memeluk agama Kristen.

Sementara itu kabupaten Toraja Utara juga merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan yang beribukotakan kota Rantepao, kabupaten ini terbentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2008 tentang pemekaran dari kabupaten Tanah Toraja. Kabupaten ini berbatasan dengan beberapa kabupaten seperti di wilayah Utara kabupaten Toraja Utara langsung berbatasan dengan Mamuju provinsi Sulawesi barat dan Luwu Utara , di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Luwuk, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan kabupaten tana Toraja, dengan luas wilayah 1.151,47 km2 yang meliputi hutan lindung hutan rakyat, wilayah pertanian, dan pemukiman dan berada

di ketinggian 704 sampai 1646 m di atas permukaan laut, Wilayah yang kental dengan kebudayaan ini memiliki jumlah penduduk sekitar 261.086 jiwa, yang mayoritas penduduknya menganut agama kristen.

3. Adat dan kebudayaan Toraja

Masyarakat Toraja saat ini, sekitar 66% beragama Kristen, 12%

Roma Katolik, sekitar 7% Muslim, hanya 16% masih me meluk agama adat disebut Aluk Todolo. Namun demikian, secara bersamaan masih banyak anggota masyarakatnya melaksanakan adat-kepercayaan Aluk Tomatua upacara ritual bagian dari Aluk Todolo. Dalam kehidupan sehari-hari adat tersebut antara lain ter ungkap dalam berbagai upacara seperti misalnya Rambu Tuka’ berarti suka cita atau dalam hal ini perkawinan, upacara memasuki rumah baru. Menurut adat Toraja yang paling penting adalah upacara Rambu Solo’ yaitu upacara pemakaman.

Aluk Todolo ke percayaan dianut oleh masyarakat Toraja artinya adalah agama/ Aturan dari leluhur (aluk=agama/aturan, todolo = nenek moyang). Aluk Todolo menurut penganutnya diturunkan oleh Puang Matua atau Sang Pencipta mulanya pada le-luhur pertama Datu La Ukku' yang kemudian menurunkan ajarannya kepada anak. Oleh karena itu menurut kepercayaan ini, manusia harus menyembah, memuja dan memuliakan Puang Matua atau Sang Pencipta di wujudkan dalam berbagai bentuk sikap hidup dan ungkapan ritual antara lain berupa sajian, persembahan maupun upacara-upacara.

49Setelah Puang Matua menurunkan Aluk kepada Datu La Ukku sebagai manusia pertama, ke-mudian memberikan kekuasaan kepada para Deata atau Dewa untuk menjaga dan memelihara manusia. Oleh karena itu, Deata disebut pula sebagai Pemelihara yang menurut Aluk Todolo tidak tunggal tetapi di golongan menjadi tiga yaitu: Deata Langi' (Sang Pemelihara Langit menguasai seluruh isi langit dan cakrawala), Deata Kapadanganna (Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang ada di bumi) dan Deata Tangngana Padang (Sang Pemelihara Tanah, menguasai isi bumi). Masing masing golongan terdiri dari beberapa Deata yang menguasai bagian-bagian tertentu misalnya gunung, sungai, hutan dan lain lain. Selain kepada Deata dengan kekuasaan masing-masing Puang Mattua atau Sang Penguasa juga memberikan kepercayaan kepada To Membali Puang atau Todolo (Leluhur) yang juga diwajibkan dipuja dan disembah karena merekalah yang memberi berkah kepada para keturunannya.

Pemujaan kepada ketiga unsur yang masing-masing berupa kelompok Deata tersebut, oleh masyarakat penganut Aluk Todolo diungkapkan dalam bentuk upacara-upacara ritual dengan berbagai sajian, persembahan atau korban. Persembahan ini bermacam macam bentuk, tempat dan arahnya disesuaikan dengan ketiga unsur tersebut di atas. Kepada Para Deata atau Pemelihara, di persembahkan babi atau ayam dengan mengambil tempat di sebelah timur rumah/

49 Stanislaus Sandaupa dkk.,”Kambunni’ Kebudayaan Tallu Lolona Toraja”, (Makassar: De La Macca, 2016). Hal.17.

Tongkonan dan untuk Tomembali Puang/Todolo atau Leluhur sebagai pengawas manusia dipersembahkan babi atau ayam di sebelah barat Tongkonan atau di tempat kuburan. Adanya keper cayaan terhadap para Dewa tersebut terkait dengan pandangan masyarakat Toraja terhadap tata-ruang jagad raya atau makrokosmos yang dipandang terdiri dari tiga unsur yaitu: langi’ (sorga), lino atau padang berarti bumi dan Deata to Kengkok atau Puang to Kebali bi' (Dewa Berekor) artinya bagian di bawah bumi.

Menurut Tangdilintin, skema kosmologi dari masyarakat Toraja digambarkan: Puang Matua (Sang Pencipta) di Utara/atas/ langit tiga kelompok Deata berada di Timur, Tomembali Puang/ Todolo di Barat dan bumi tempat kehidupan manusia di bawah. Jowa Imre Kis-Jovak peneliti dari Belanda, membuat intepretasi kosmologi dari Aluk Todolo. Ulluna Langi digolongkan ke dalam dunia atas, berada di titik Zenith atau puncak dari bola langit. Permukaan bumi di pandang sebagai Dunia Tengah atau dalam bahasa Toraja disebut Lino sering pula disebut Padang, terletak pada bidang potong tengah bola langi' yang berarti langit. Dalam hal ini langit diartikan udara atau Puya tempat tinggal jiwa. Di dunia tengah inilah terdapat kehidupan manusia termasuk di dalamnya Tongkonan. Menurut interpretasi Kis-Jovak dari hasil penelitian antropologisnya, dunia tengah dalam hal ini terletak di sebelah timur Gunung Bamba Puang dan pohon-pohon palem sebagai pintu keluar-masuk para Dewa di sebelah barat. 16

Dunia Bawah terdiri dari Pong Tulak Padang dan roh-roh dalam tanah mendukung dunia tengah rumah dan kediaman manusia di muka bumi.

Menurut Kis-Jovak, di luar sistem bola langit di sebelah barat terdapat Pongko', yang dalam mitos merupakan asal orang Toraja, dibatasi oleh tasik atau laut dengan ketiga bagian dunia tersebut di atas. Cakrawala adalah keseluruhan sebagai pembungkus dunia tengah dipandang sebagai palullungan yang artinya atap. Dunia bawah dipikul oleh Tulakpadang artinya la yang memikul bumi dengan kepala dan pohon-pohon palem di tangannya. Ia menjaga keseimbangan dan bermukim 12 tingkat di hawah bumi. Meskipun demikian, kadang-kadang terjadi ketidakseimbangan karena Indo' Ongan-ongan istrinya yang suka bertengkar, mengganggu hingga terjadi gempa bumi. Dunia bawah dapat dicapai melalui lobang-lobang belahan dan jurang-jurang.

"Rongga-rongga" dalam perut bumi ini merupakan suatu ciptaan yang luar biasa, mengagumkan dan ditakuti manusia.50

Dokumen terkait