• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT HUKUM ADAT TORAJA TERHADAP PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH TONGKONAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT HUKUM ADAT TORAJA TERHADAP PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH TONGKONAN"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT HUKUM ADAT TORAJA TERHADAP PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH TONGKONAN

Oleh:

HENGKI PRIMA HODDING 4620101042

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2022

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Analisis Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Hukum Adat Toraja Terhadap Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Tongkonan

2. Nama Mahasiswa : Hengki Prima Hodding

3. Nim : 4620101042

4. Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Baso Madiong, S.H.,M.H Dr. Andi Tira,S.H.,M.H NIDN. 0909096702 NIDN. 0920086701

Mengetahui:

Direktur Ketua Program Studi

Program Pascarjana Magister Ilmu Hukum Prof. Dr. Ir. Muhibuddin, MS. Dr. Baso Madiong, S.H.,M.H NIDN. 1963 0805 199403 1 001 NIDN. 0909096702

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kepadaTuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan Karunianya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Analisis Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Hukum Adat Toraja Terhadap Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Tongkonan.

Tesis ditulis dalam rangka memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister (S2) di Program Pascasarjana Universitas Bosowa.

Penulis menyadari bahwa tesis dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dalam menyelesaikan Tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Batara Surya, S. T., M. Si, selaku rektor universitas Bosowa beserta dengan jajarannya yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi di program Pascasarjana SII ilmu hukum

2. Prof. Dr. Ir. Muhibuddin, MS. Selaku direktur Pascasarjana universitas Bosowa yang telah memberikan kesempatan untuk penulis menempuh pendidikan Pascasarjana ilmu hukum di universitas Bosowa.

3. Dr. Yulia A Hasan, SH., MH. Selaku dekan fakultas hukum beserta dengan jajarannya, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan di program studi ilmu hukum universitas Bosowa.

4. Dr. Baso Madiong SH., MH. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Hukum

(6)

merangkap sebagai pembimbing 1 penulis.

5. Dr. Andi Tira, SH., MH. Selaku pembimbing 2 yang selalu bersedia serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis.

6. Dr. Zulkifli Makkawaru, SH., MH. dan Dr. Kamsilania Kamma, SH., MH.

Selaku penguji yang juga telah memberikan arahan maupun masukan demi terselesaikanya penulisan tesis ini.

7. Kepada kedua orang tua ku terkasih yaitu mama dan Bapak yang sudah memberikan dukungan moril ataupun materil kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S2 di fakultas hukum universitas Bosowa Makassar, karena tanpa adanya restu dan doa dari kedua orang tua ku, penulis tidak akan bisa berada di titik ini.

8. Adikku tersayang Nier Agata dan Salina yang sudah mendukung penulis serta memberikan semangat kepada penulis.

9. Saudaraku tersayang Mario Prima yang sudah rela menghabiskan waktu dengan penulis, mulai dari pendaftaran masuk S2 di universitas Bosowa, penelitian maupun sangat berkontribusi besar dalam penyelesaian tesis ini.

10. Kakak Nirma tersayang yang juga selalu membantu penulis baik itu moril maupun materil, dan tak pernah bosan Untuk menanyakan kapa wisudanya.

11. Nenek dan Kakek yang ada Toraja yang mendukung serta menyemangati penulis untuk bisa menyelesaikan pendidikan S2 ini.

12. Ibu Elfianti Dwimas SH., M.Hum. selaku dosen pembimbing penulis pada saat SI di fakultas hukum universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, yang sering

(7)

penulis hubungi untuk berkonsultasi.

13. Staf maupun dosen di program studi S2 ilmu hukum di universitas Bosowa, yang telah memberikan pelayanan serta pengajaran yang sangat luar biasa kepada penulis.

14. Rekan-rekan angkatan 21 S2 ilmu hukum, terima kasih atas kerja samanya selama ini dan kebersamaannya.

15. Seluruh pihak - pihak yang penulis tidak dapat sebutkan Satu persatu, di mana telah banyak memberikan kontribusi kepada penulis sehingga penulis bisa berada di titik ini, tak henti-hentinya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kiranya Tuhan yang akan menyertai dan memberkati kita semua.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Ilmu Hukum serta bermanfaat bagi para pembaca. Amin

Makassar, 06 Oktober 2022 Penulis

Hengki Prima Hodding

(8)

Abstrak

Hengki Prima Hodding: Analisis Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Hukum Adat Toraja Terhadap Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Tongkonan (dibimbing oleh Baso Madiong dan Andi Tira).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis hakikat perlindungan hukum kepemilikan tanah Tongkonan di Toraja serta akibat hukum dari adanya penerbitan sertifikat hak milik oleh masyarakat hukum adat Toraja di atas tanah Tongkonan. Tipe penelitian yang digunakan ialah yuridis empiris, yang bersumber dari data primer maupun data sekunder.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum kepemilikan tanah Tongkonan di Toraja belum begitu komprehensif, dikarenakan perlu adanya pendekatan yang berbasis nilai kearifan lokal sehingga para masyarakat hukum adat Toraja dapat melaksanakan seluruh aktivitas ekonomi, sosial dan budaya di atas tanah Tongkonan dan juga terdapat hubungan hukum yang baru antar masyarakat hukum adat dengan tanah Tongkonan serta hilangnya hubungan hukum antar dua sisi, yang disebabkan oleh hilangnya nilai komunal dari tanah tongkonan tersebut.

Kata kunci : perlindungan hukum, sertifikat hak milik, tanah tongkonan.

(9)

Abstract

Hengki Prima Hodding: Analysis of Legal Protection for the Toraja Indigenous Law Community Against the Issuance of Title Certificates to Tongkonan Land (guided by Baso Madiong and Andi Tira).

This study aims to examine and analyze the nature of the legal protection of Tongkonan land ownership in Toraja and the legal consequences of the issuance of property rights certificates by the Toraja customary law community on

Tongkonan land. The type of research used is empirical juridical, which is sourced from primary data as well as secondary data.

The results of this study show that the legal protection of Tongkonan land ownership in Toraja is not so comprehensive, because there is a need for an approach based on the value of local wisdom so that the Toraja customary law community can carry out all economic, social and cultural activities on

Tongkonan land and there is also a new legal relationship between indigenous peoples and Tongkonan land and the loss of legal relations between the two sides, caused by the loss of communal value of the land.

Keywords : legal protection, title certificate, tongkonan land.

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………i

Kata Pengantar………..ii

Abstrak………v

Abstract………...vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. R u m u s a n Masalah ... 9

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Originalitas Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Landasan Teori ... 15

1. Teori Perlindungan Hukum ... 15

2. Teori Hak Milik ... 17

3. Teori Wewenang ... 20

4. Teori Keadilan ... 30

B. Pengakuan Hak atas Tanah Menurut Peraturan Perundang-undangan dan Para Ahli serta Hak Penguasaan atas Tanah ... 48

C. Konsep Kedudukan Masyarakat Hukum Adat ... 63

D. Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah ... 83

E. Pendaftaran Tanah ... 90

(11)

1. Pengertian Pendaftaran Tanah ... 90

2. Tujuan Pendaftaran Tanah ... 92

3. Jenis-jenis Pendaftaran Tanah ... 93

4. Obyek Pendaftaran Tanah ... 96

5. Penyelenggara Pendaftaran Tanah... 96

6. Pelaksana Pendaftaran Tanah ... 97

7. Panitia Ajudikasi ... 97

F. Tanah Tongkonan & Sekilas Tentang Toraja ... 99

G. Asas-Asas Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional ... 105

H. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik ... 108

I. Asas-asas pendaftaran Tanah... 113

J. Kerangka Pikir ... 116

K. Definisi Operasional ... 117

BAB III METODE PENELITIAN ... 118

A. Tipe Penelitian ... 118

B. Lokasi Penelitian... 118

C. Jenis & Teknik Pengumpulan Data ... 118

D. Teknik Analisis Data ... 119

BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN ………..……120

A. Hakikat Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Hukum Adat Toraja Melalui Kepemilikan Tanah Tongkonan………120

(12)

B. Akibat Hukum Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah

Tongkonan Di Toraja………136

1. Menciptakan Hubungan Baru………141

2. Menghapus Hubungan Hukum………..152

BAB V PENUTUP………..158

A. Kesimpulan……….158

B. Saran………159

Daftar Pustaka………161

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan tanah bagi kehidupan manusia merupakan suatu hal yang sangat esensial dan kompleks.1 Sejak lahir hingga meninggal kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah2. Hal tersebut disebabkan seluruh aspek kehidupan manusia akan selalu berkaitan dengan tanah, sehingga tidak hanya dalam segi ekonomi melainkan seluruh sendi kehidupan manusia selalu berkaitan dengan tanah.3

Keberadaan masyarakat hukum adat memiliki perbedaan dengan masyarakat urban, yang mana masyarakat urban tidak memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan tanah adat dikarenakan masyarakat urban hanya fokus terhadap keadaan tempat tinggal yang dimanfaatkan untuk menetap baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,4 berbeda halnya dengan masyarakat hukum adat khususnya masyarakat hukum adat yang berada di Kabupaten Toraja Utara dan Tana Toraja atau Provinsi Sulawesi Selatan yang terdapat tiga suku bangsa lainnya, yaitu suku Bugis, Makassar, dan Mandar.

1 Sukirno, 2018, Politik Hukum Pengakuan Hak Ulayat, Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 1

2 Ryan Alfi SyahrI, “Perlindungan Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 5, Volume 2, 2014, hal.2.

3 Adonia Ivone Laturette, “Penyelesaian Sengketa Hak Ulayat pada Kawasan Hutan”, Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Volume 27 Nomor 1, Januari - Maret 2021, hal.103.

4 Jawahir Thontowi, ”Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat dan Tantangannya dalam Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM , Vol.20 No.1, Januari 2013, hal.27

(14)

Pada saat sekarang ini suku Toraja mendiami Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Namun pandangan A.C. Kruyt menyatakan, bahwa masyarakat suku Toraja sebagai etnis sesungguhnya lebih luas daripada yang tinggal dan mendiami Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. A.C. Kruyt menyatakan bahwa gugusan golongan etnis Toraja dapat dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu Orang Toraja Timur, Orang Toraja Barat, dan Orang Toraja Selatan5

Masyarakat hukum adat Toraja sangatlah mengutamakan dan mementingkan hal-hal yang berkaitan dengan tanah Tongkonan dikarenakan masyarakat hukum adat Toraja masih dapat dan akan terus memelihara serta melestarikan kebudayaan, adat istiadat, tradisi-tradisi serta kebiasaan leluhur mereka yang hidup serta tetap eksis menjadi salah satu identitas dari masyarakat hukum adat Toraja khususnya hal-hal yang terkait dengan pengelolaan maupun penguasaan atas tanah yang biasa disebut dengan tanah Tongkonan.

Keberadaan tanah Tongkonan ditengah-tengah masyarakat hukum adat Toraja sangatlah urgen untuk mendukung pemenuhan kehidupan dalam bermasyarakat, dikarenakan keberadaan tanah Tongkonan yang di atasnya terdapat bangunan Tongkonan maupun Alang (lumbung padi) tidak hanya menjadi objek estetika saja melainkan keberadaanya. Hal tersebut selaras dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa bahwa desa dan desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

5 Ellyne Dwi Poespasari, 2019, Hukum Adat Suku Toraja, CV. Jakad Publishing, Surabaya, hlm. 1.

(15)

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.6

Tanah Tongkonan pada hakikatnya tidak dapat dikuasai serta dimiliki oleh satu pihak untuk kepentingan pribadinya karena bangunan Tongkonan yang berada di atas tanah Tongkonan merupakan salah satu lembaga adat atau desa yang dimiliki secara bersama-sama dan bersifat turun menurun.7

Seiring dengan berjalannya waktu kesadaran masyarakat hukum adat mengenai kepastian hukum yang diperoleh melalui pendaftaran hak atas tanah semakin masif dilakukan, terlebih adanya kemudahan yang diberikan oleh negara yang berkenaan dengan proses pendaftaran hak tanah sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/

Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017, beserta dengan Peraturan Pelaksana lainnya dalam mendukung Program PTSL.

6 Darmini Roza & Laurensius Arliman S.,”Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa”, Vol.4 No.3 (2017), 611.

7 Suparman Abdullah dkk., “Makna Kearifan Lokal To Parenge Dalam Penyelesaian Konflik Lahan Di Tana Toraja”, Dialektika Vol. 13 No.2, 2018, 127.

(16)

Tanah Tongkonan sebagaimana yang telah menjadi objek pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) tidaklah mudah dilakukan pendaftaran hak atas tanah secara pribadi karena hak atas tanah Tongkonan merupakan hak milik kolektif, hambatan ini dihadapi dalam pelaksanaan program PTSL di Kabupaten Toraja Utara yaitu masih kuatnya hukum adat dalam kepemilikan dan penguasaan Tanah Tongkonan yang bersifat komunal.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria disebut (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah belum mengakomodir dengan jelas, bentuk dan format pendaftaran dan penerbitan tanah ulayat yang sesuai, serta banyak dari anggota keluarga Tongkonan yang merantau mengakibatkan surat pernyataan yang harus ditandatangani semua anggota keluarga Tongkonan apabila tanah Tongkonan tersebut hendak didaftarkan. Pada sisi lainnya masyarakat hukum adat telah sadar akan tingginya nilai suatu objek tanah yang dimiliki secara pribadi mempengaruhi meningkatnya keinginan masyarakat hukum adat untuk mengajukan pendaftaran sertifikat hak milik.8

Tanah Tongkonan merupakan harta milik komunal, sehingga hanya dapat dinikmati, tapi tak dapat dimiliki secara pribadi, dijual atau digadaikan9. Penentuan subjek pemegang hak dalam pembuatan sertifikat tanah

8 Mira Novana Ardani, “Tantangan Pelaksanaan Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Mewujudkan Pemberian Kepastian Hukum” Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro Volume 6 Edisi III, November 2019, hal.285

9 Joshua Melvin Arung La’bi, “Analisis Hukum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Terhadap Tanah Tongkonan Di Kabupaten Toraja Utara”, Mulawarman Law review, Vol. 6 No.1, Juni 2021, hal 29.

(17)

Tongkonan dipilih atas kesepakatan seluruh anggota keluarga Tongkonan yang pada umumnya dipegang oleh Toma’kampai Tongkonan, namun nama pemegang sertifikat ini dapat juga atas nama keluarga Tongkonan lain yang dipercaya untuk mewakili berdasarkan kesepakatan bersama anggota keluarga Tongkonan. Berkaitan sistem komunalistik masyarakat hukum adat Toraja, tanah Tongkonan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal dan lembaga pengaturan masyarakat hukum adat yang sampai saat ini masih ada dan dinyatakan eksis. 10

Berhubungan dengan hal tersebut Indonesia juga telah mengakui keberadaan masyarakat hukum adat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 18B ayat (2) bahwa ”negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Perkembangan kemudian muncul dikarenakan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan penyesuaian-penyesuaian yang sangat dinamis, beberapa bentuk-bentuk perkembangan tersebut penulis dapat kualifikasikan menjadi dua indikator yaitu:

1) Indikator pertumbuhan: yang ditandai dengan pertumbuhan serta pertambahan jenis ataupun karakter subjek maupun objeknya

10 Wahyuni dkk., “Mekanisme Pendaftaran Tanah Sistemtis Lengkap (PTSL) Menggunakan Tiga Pilar Kekerabatan Di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara” Prosiding Seminar Nasional.

Hal 156

(18)

termaksud juga di dalamnya akan penerbitan sertifikat hak milik meskipun di atas tanah Tongkonan, hal tersebut merupakan salah satu indikasi sehingga tanah Tongkonan yang dikelola secara bersama-sama oleh masyarakat secara sepihak maupun pribadi yang mana hal tersebut tidak berkesesuaian dengan nilai kearifan lokal masyarakat hukum adat di Toraja sehingga upaya-upaya masyarakat dalam hal mendaftaran tanah untuk dikuasai pribadi tidak dapat dibenarkan dari segi aspek filosofis, sosiologis dan normatif.

2) Indikator perubahan: aspek perubahan tersebut penulis dapat melihat dari segi aspek latar belakang terjadi proses perubahan dari sistem kemasyarakatan yang bersifat komunal menjadi sistem kemasyarakatan individual, hal demikian dapat mengakibatkan konsekuensi berupa penurunan nilai-nilai kearifan lokal yang sudah dianut selama ini, selain itu ada juga perubahan dalam aspek orientasi kepentingan an khususnya terhadap pihak-pihak yang diuntungkan dimana yang awalnya berorientasi komunalistik religius dan berubah menjadi karakter individualistik.

Dengan adanya pergeseran nilai di tengah masyarakat yang berkembang, maka dari itu sangatlah diperlukan perlindungan hukum yang menjamin keadilan terhadap masyarakat hukum adat untuk mengelola atau memanfaatkan tanah Tongkonan yang mereka miliki secara turun-temurun agar masyarakat hukum adat dapat menjalankan aktivitas baik itu sosial,

(19)

ekonomi maupun budaya. Hadirnya tanah Tongkonan yang diberikan oleh Sang Pencipta di tengah-tengah masyarakat hukum adat Toraja juga dapat saling memberikan kemanfaatan secara ekonomi, dapat menjaga nilai kehormatan, menjaga ekosistem lingkungan hidup. Setiap masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengelola tanah Tongkonan secara bersama- sama dapat menanam tanaman baik itu tanaman konsumsi maupun tanaman kayu yang mana memiliki nilai jual, meskipun hal demikian tidak dapat dijadikan sebagai suatu mata pencaharian pokok namun dengan adanya tanah Tongkonan itu sudah dapat memberikan nilai kemanfaatan ekonomi.

Pada hakikatnya masyarakat hukum adat Tanah Toraja merupakan sekumpulan masyarakat yang terstruktur, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki sistem pemerintahan adat dan memiliki beragam kekayaan sendiri baik yang terlihat maupun tidak terlihat11. Untuk itulah tanah Tongkonan sebagai tanah adat di Tana Toraja perlu perlindungan hukum termasuk kapastian hukum berkaitan subjek dan objek tanah Tongkonan tersebut. 12

Masifnya pengajuan pendaftaran hak atas tanah berupa penerbitan sertifikat hak milik di atas tanah Tongkonan di Toraja dapat berimplikasi terhadap merosotnya kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat, meskipun negara telah menjamin kepastian hukum kepada pihak-pihak yang mendaftarkan bidang-bidang tanah sebagaimana yang telah tertulis di dalam

11 Yudha Febry Fernando, “Pengakuan Lembang Sebagai Desa Adat Di Tana Toraja Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja” ,2018, 3.

12 Tjahjo Arianto dkk., “Pengakuan Dan Perlakuan Tanah Adat Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Di Provinsi Bengkulu” Prosiding Seminar Nasional, hal.115

(20)

Pasal 19 UUPA yang mengatakan bahwa “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Penerbitan sertifikat hak milik di atas tanah Tongkonan disinyalir dapat menimbulkan masalah apabila diterbitkan oleh Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN untuk hak milik pribadi, dikarenakan tanah Tongkonan merupakan hak ulayat masyarakat hukum adat yang juga telah dilindungi dan dijamin keberadaannya oleh negara sebagaimana yang tertulis di dalam UUPA hak ulayat adalah salah satu hak menguasai atas tanah yang ada hierarki hak-hak atas tanah. Tanah Tongkonan telah mendapat pengakuan melalui peraturan daerah Kabupaten Toraja Utara No. 1 Tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.

Berkaitan dengan hal tersebut Pasal 3 UUPA memberikan serangkaian pengakuan eksistensi akan hak ulayat serta hak-hak yang serupa, artinya bahwa hak-hak atas tanah Tongkonan merupakan bagian-bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan hak-hak yang serupa sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 3 UUPA.

Tanah Tongkonan bukanlah suatu objek pendaftaran tanah dikarenakan tanah Tongkonan termasuk dalam kategori tanah ulayat masyarakat hukum adat Tana Toraja atau tanah milik bersama sehingga tidak dapat dimiliki

(21)

secara pribadi.13 Namun berbeda yang menjadi realita ditengah-tengah masyarakat hukum adat Toraja dikhawatirkan terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya yang diakibatkan oleh pensertifikatan tanah Tongkonan menjadi tanah hak milik pribadi, karena melalui sertifikat hak milik pribadi dapat menghilangkan unsur komunal yang terdapat dalam hak ulayat masyarakat hukum adat Toraja. objek pendaftaran tanah khususnya pendaftaran tanah sistematis lengkap sehingga beberapa bidang tanah Tongkonan telah disertifikatkan secara pribadi.

Berdasarkan uraian diatas penulis memiliki ketertarikan untuk mengadakan penelitian yang berjudul Analisis Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Hukum Adat Toraja Terhadap Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Tongkonan.

B. R u m u s a n Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan, maka penulis dapat kualifikasikan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hakikat perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat Toraja melalui kepemilikan tanah Tongkonan?

2. Bagaimanakah akibat hukum penerbitan sertifikat hak milik atas tanah Tongkonan di Toraja Utara?

13 RR. Krisanti Pascaningtyas, Tesis: “Pemberian Hak Guna Usaha Di Atas Tanah Hak Komunal Menurut Hukum Pertanahan Di Indonesia” (Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2017), hal 5&6.

(22)

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yang dikorelasikan dengan rumusan masalah:

1. Mengkaji serta menganalisis hakikat perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat Toraja melalui kepemilikan tanah Tongkonan.

2. Mengkaji serta menganalisis akibat hukum penerbitan sertifikat hak milik atas tanah Tongkonan di Toraja.

Adapun kegunaan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hukum masyarakat hukum adat Toraja terhadap penerbitan sertifikat hak milik atas tanah Tongkonan.

2. Secara praktis:

a) Bagi para perangkat pemerintah daerah Kabupaten Toraja Utara sebagai masukan dalam hal pembuatan produk hukum daerah maupun pengaplikasiannya ditengah-tengah masyarakat hukum adat Toraja yang menyangkut pemenuhan perlindungan hukum masyarakat hukum adat Toraja terhadap penerbitan sertifikat hak milik diatas tanah Tongkonan sehingga dalam pengambilan kebijakan tidak terjadinya degradasi kepercayaan

(23)

dari masyarakat terhadap para perangkat pemerintah daerah serta pejabat yang berwenang.

b) Bagi masyarakat hukum adat Toraja untuk memberikan pemahaman yang terperinci mengenai hak-hak serta kewajiban masyarakat hukum adat dalam hal pengelolaan dan pelestarian atas tanah yang berkaitan dengan perlindungan hukum masyarakat hukum adat perihal hak ulayat mereka yang harus dijamin oleh pemerintah sehingga eksistensi dari keberadaan tanah Tongkonan akan selalu terpelihara sebagaimana mestinya.

D. Originalitas Penelitian

Originalitas penelitian menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian yang diteliti antara peneliti dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal yang sama. Dengan demikian akan diketahui sisi-sisi apa saja yang membedakan dan akan diketahui pula letak persamaan antara penelitian peneliti dengan penelitian-penelitian terdahulu. Oleh karena itu, peneliti memaparkannya seperti dibawah ini:

1. Tesis. Analisis Hukum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Terhadap Tanah Tongkonan Di Kabupaten Toraja Utara. Penelitian dilakukan oleh Joshua Melvin Arung La’bi, program pasca sarjana kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar pada

(24)

tahun 2021. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana bentuk kepemilikan tanah Tongkonan sebagai hak komunal apabila didaftarkan ke dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)?

2) Bagaimana pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terhadap tanah Tongkonan?

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa:

1) Bentuk kepemilikan tanah Tongkonan sebagai hak komunal turun temunurun berdasarkan unsur genealogis sebagai objek PTSL dalam pelaksanaan masih mendapati beberapa hambatan, antara lain diperlukan, musyawarah besar menentukan subjek hukum kepemilikan tanah Tongkonan, pembayaran pajak atas wilayah tanah Tongkonan yang terdiri dari hutan Tongkonan, tanah basah/sawah, tanah dimana rumah Tongkonan berdiri adat Tongkonan.

2) Pelaksanaan PTSL terhadap tanah Tongkonan adalah melalui sosialisasi.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Yosua yakni, terletak pada fokus objek kajian yang mana fokus kajian penelitian yang dilakukan oleh Yosua terdapat pada bentuk kepemilikan tanah Tongkonan apabila telah dilakukan pendaftaran tanah melalui pendaftaran tanah sistematis lengkap.

(25)

Sementara itu fokus kajian yang penulis lakukan terletak pada, perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat Toraja terhadap penerbitan sertifikat hak milik atas tanah Tongkonan. Namun memiliki persamaan pada lokasi penelitian yang mana penelitian keduanya dilakukan di kabupaten Toraja Utara provinsi Sulawesi Selatan.

2. Tesis. Pemberian Hak Guna Usaha di Atas Tanah Hak Komunal Menurut Hukum Pertanahan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan oleh RR.

Krisanti Pascaningtyas S.H., program pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 2017. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah pemberian sertipikat hak komunal tidak bertentangan dengan hukum pertanahan di Indonesia?

2) Apakah Hak Guna Usaha dapat diberikan di atas tanah hak komunal menurut hukum pertanahan di Indonesia?

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Pemberian sertipikat hak komunal bertentangan dengan hukum pertanahan di Indonesia karena hak komunal bukan merupakan obyek pendaftaran tanah. Selain itu, hak komunal tidak bisa dialihkan sehingga pendaftaran hak komunal menjadi hal yang dipaksakan. Sedangkan hak guna usaha tidak dapat diberikan diatas tanah hak komunal. Hak guna usaha hanya dapat diberikan diatas tanah negara, dan menurut pengertiannya hak komunal tidak dapat diklasifikasikan sebagai tanah negara.

(26)

Yang menjadi perbedaan penelitian penulis dengan penelitian tersebut adalah terletak pada fokus kajian penelitian nya, yang mana penulis memiliki fokus kajian penelitian pada aspek perlindungan hukum bagi masyarakat hukum adat di kabupaten Toraja Utara terhadap penerbitan sertifikat hak milik atas tanah Tongkonan. Sedangkan penelitian tersebut fokus kajiannya terdapat pada aspek pemberian hak guna usaha di atas tanah hak komunal sesuai dengan hukum pertanahan di Indonesia.

Originalitas penelitian di atas menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian yang diteliti antara peneliti dengan peneliti-peneliti sebelumnya, Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal yang sama.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bagian ini dipaparkan teori-teori konsep-konsep, asas hukum dan doktrin atau pandangan sarjana berpengaruh yang dipergunakan untuk melakukan klarifikasi-klarifikasi ilmiah dan memberikan justifikasi (pembenaran) teoritis konseptual dalam pengkajian dan penelitian ini. Oleh sebab itu pemaparan teori dan asas-asas hukum serta pandangan sarjana yang berpengaruh dalam bab ini secara hakiki relevansinya, untuk menjawab isu-isu hukum dalam rumusan masalah.

A. Landasan Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum14.

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati- hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa,

14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal.54.

(28)

termasuk penanganannya di lembaga peradilan. Teori perlindungan hukum merupakan salah satu teori yang sangat penting untuk dikaji, karena fokus kajian teori ini pada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, baik secara ekonomis maupun lemah dari aspek yuridis.15

Dalam teori perlindungan hukum, menurut Hadjon ada dua hal dalam perlindungan hukum, yaitu: perlindungan hukum preventif dan perlindungan represif.

1) Perlindungan hukum yang preventif merupakan perlindungan hukum ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu kebijakan para pemerintah dapat diimplementasikan terhadap masyarakat serta kebijakan tersebut mendapatkan bentuk kepastian.

2) Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir yang berupa sanksi yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran yang mana pelanggaran tersebut dapat merugikan kepentingan para masyarakat.16

15 Annisa Justisia Tirtakoesoemah & Muhammad Rusli Arafat, “Penerapan Teori Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta atas Penyiaran”. Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 18, No.1, 2019, hal. 4-5.

16Iwan Permadi. ”Perlindungan Hukum Terhadap pembeli Tanah Bersertifikat Ganda dengan Cara Itikad Baik Demi Kepastian Hukum”, Yustisia. Vol. 5 No. 2 Mei – Agustus, Hlm. 7.

(29)

2. Teori Hak Milik

a. Pengertian Hak Milik

Membahas hak milik, selalu dihadapkan pada dua sisi kepemilikan, yaitu hak milik bersama dan hak milik pribadi. Menurut Stoics, tidak ada hak milik alami, karena tentu saja hanya ada hak milik bersama.

Menurut Cicero properti hanya bisa menjadi milik pribadi "baik karena sudah lama dikendalikan atau karena sudah melalui proses hukum". Sedangkan para filsuf Stoa lainnya berpendapat bahwa alam menetapkan bahwa segala sesuatu adalah milik bersama. Hal ini sejalan dengan pemahaman mereka bahwa semua manusia adalah warga kosmopolitan yang memiliki ikatan batin/rasa persaudaraan. Di antara manusia semua hal bersatu, segala sesuatu yang dihasilkan oleh alam akan menjadi milik bersama.

Pandangan Cicero adalah bahwa terkait dengan kegiatan mendaftarkan hak atas tanah bahwa sebelum sesuatu di tanah itu terdaftar atas nama seseorang, maka alam (tanah) yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah milik bersama sebagai warga kosmopolis. Semua orang berhak bersama-sama untuk menggunakan/menikmati hasil kosmos (alam) sesuai dengan hukum alam menuntut agar tidak ada yang dapat menggunakan alam dengan merusak alam dan/atau merugikan kepentingan orang lain. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia semakin berbeda dengan dukungan

(30)

kemampuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berbeda.

Karena kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka tidak sama, warga negara kosmopolitan mulai meninggalkan properti bersama dan memikirkan pentingnya hak milik pribadi. Untuk memenuhi kebutuhan mereka, orang-orang mulai bekerja sampai mereka memiliki hubungan dengan tanah sebagai milik pribadi. Agar hak milik pribadi mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah, pemilik tanah mulai berpikir untuk mendaftarkan hak atas tanah mereka.17

Dalam UUPA Pengertian hak Milik di Rumuskan dalam Pasal 20 UUPA yaitu: (1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. (2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.18 Perlu diketahui bahwa hak milik merupakan salah satu hak primer yang terkuat serta paling sempurna dibandingkan hak- hak lain yang termaksud dalam hak primer.19

b. Tata Cara Mengajukan Permohonan

Permohonan diajukan kepada pejabat yang berwenang. Dalam mengajukan permohonan harus menggunakan blanko yang tersedia di

17 Tira, A., Salle, A., Pide, A. S., & Ilyas, A. The Essence of RightsProtectiontoHolders of Land Ownership Certificate. Volume 25, Issue 2, Series. 1 (February. 2020)

18 Ardiles Eric Pange, “Penyelesaian Hak Atas Tanah Yang Memiliki Sertifikat Hak Milik Ganda”

, Lex Administratum, Vol.1 No.3 (Juli, 2013), 43.

19 Supriadi, “Hukum Agraria”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 65.

(31)

kantor pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Permohonan tersebut memuat antara lain, bagi pemohon jika ia perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan. Jika badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, tanggal dan nomor keputusan Kepala BPN tentang penunjukan sebagai badan hukum yang dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik.

Mengenai tanah yang dimohon, harus jelas menyebutkan letak, luas dan batas-batas, tanggal dan nomor surat ukur/gambar situasi, statusnya (bekas hak milik adat atau tanah Negara). Selain itu, harus juga menyebutkan apakah tanah sawah atau tanah kering. Penguasaannya (sudah atau belum dikuasai, atas dasar apa yang memperoleh penguasaan itu). Peruntukannya, dipergunakan untuk pertanian atau untuk mendirikan bangunan atau rumah tempat tinggal. Sebut juga tanah-tanah yang telah dipunyai oleh pemohon, termasuk yang dipunyai oleh suami/isteri, serta anak-anak yang masih menjadi tanggungan bagi pemohon.

Selain syarat tersebut di atas, permohonan harus juga dilampiri, mengenai diri pemohon: KTP/Surat Keterangan Kewarganegaraan Indonesia, mengenai badan hukum: akta pendirian, surat salinan penunjukan sebagai badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik;

mengenai tanahnya: surat ukur/gambar situasi, SKPT, petuk/girik/ pipil.20

20 I Ketut Oka Setiawan “Hukum Agraria”, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2020), hal.190.

(32)

3. Teori Wewenang

Wewenang merupakan suatu istilah dalam sistem berjalannya suatu pemerintahan untuk menjalankan kekuasaannya yang bertujuan untuk kepentingan rakyat. Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dan bagian awal dari hukum administrasi, karena pemerintahan (administrasi) baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya, artinya keabsahan tindak peme rintahan atas dasar wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (legalitiet beginselen). Istilah wewenang sebenarnya tidak dapat disejajarkan dan disamakan dengan istilah bevoegdheid dalam kepustakaan hukum Belanda, karena ke-dua istilah tersebut memiliki perbedaan yang mendasar, terutama berkaitan dengan karakter hukumnya. Berdasarkan karakternya bevoegdheid digunakan dalam konsep hukum publik dan konsep hukum privat, sedangkan wewenang hanya berlaku dalam konsep hukum publik saja.

Menurut S.F. Marbun,"wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh Undang-Undang yang berlaku untuk melakukan hubungan hubungan hukum. Dengan demikian wewenang pemerintahan memiliki sifat-sifat, antara lain:

1) Express implied;

2) Jelas maksud dan tujuannya;

3) Terikat pada waktu tertentu;

(33)

4) Tunduk pada batasan-batasan hukum tertulis dan tidak tertulis; dan 5) Isi wewenang dapat bersifat umum (abstrak) dan konkrit.

Wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi, sebab di dalam wewenang tersebut mengandung hak dan kewajiban, bahkan di dalam hukum tata negara wewenang dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtskracht), artinya hanya tindakan yang sah (berdasarkan wewenang) yang mendapat kekuasaan hukum (rechtskracht).

Berkaitan dengan kekuasaan hukum, ada dua hal yang perlu dideskripsikan, yakni berkaitan dengan keabsahan (sahnya) tindak pemerintahan dan kekuasaan hukum (rechtskracht), ke dua hal tersebut saling keterkaitan. "Sah", adalah pendapat atau pernyataan tentang sesuatu tindak pemerintahan, sedangkan "kekuasaan hukum", adalah sesuatu yang mengenai kerjanya (lingkungan dan pengaruhnya).

Suatu tindak pemerintahan sah, bilamana dapat diterima sebagai suatu bagian dari ketertiban hukum, dan suatu tindak pemerintahan mempunyai kekuasaan hukum bilamana dapat mempengaruhi pergaulan hukum.

Kesimpulannya, bahwa wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap pergaulan hukum setelah dinyatakan dengan tegas wewenang tersebut sah, baru kemudian tindak pemerintahan tesebut mendapat kekuasaan hukum.

Di dalam hukum publik wewenang berkaitan erat dengan kekuasaan, namun tidak dapat diinterpretasikan sama.

(34)

Menurut Bagir Manan, di dalam bahasa hukum wewenang tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.21

Dalam membicarakan bagaimana kedudukan wewenang pemerintahahan terhadap jalannya pemerintahan tidak bisa dilepaskan dengan keterkaitannya penerapan asas legalitas dalam sebuah konsepsi negara hukum yang bukan berdasarkan atas kekuasaan dimana negara Indonesia seperti yang telah penulis bahwa negara Indonesia adalah demokratis atau negara yang berdasar atas hukum.

Menurut P. Nicolai, wewenang pemerintahan adalah ke mampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu yakni tindakan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum (het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechshandelingen is handelingen die op rechtsgevolg gericht zijn en dus ertoe strekken dar bepaalde rechtsgevolgen onstaan of teniet gaan).

Selanjutnya dikemukakan bahwa wewenang pemerintahan itu tersimpul adanya hak maupun kewajiban yang bersumber dari pemerintah

21 Sadjijono,”Bab-bak Pokok Hukum Administrasi”, Yogyakarta, LaksBang PRESSindo,2020, hal.61-63

(35)

dalam mengimplementasikan Tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut.

Menurut Bagir Manan antara tugas dan wewenang di satu pihak dengan hak dan kewajiban di pihak lain mempunyai hubungan yang bersifat fungsional satu sama lain. Sehingga penentuan tugas dan wewenang pemerintahan akan menjadi pengukur apakah hak dan kewajiban dijalankan sebagaimana mestinya atau telah terjadi tindakan atau per buatan pemerintahan yang melampaui batas kewenangan yang diberikan kepadanya (misbruik van recht), ataukah telah terjadi tindakan atau perbuatan pemerintahan berupa penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir).

Sebaliknya, hak dan kewajiban memungkinkan para pejabat pemerintahan melakukan tindakan atau perbuatan baik berupa tindakan hukum maupun tindakan atau perbuatan konkret tertentu (rechts en feitelijkehandelingen). Tanpa adanya hak dan kewajiban yang dilekatkan pada tugas wewenang pejabat pemerintahan tersebut, maka tentunya segala tugas dan wewenang tidak dapat diwujudkan secara konkret dalam bentuk tindakan atau perbuatan pemerintahan.

Selanjutnya, dapat dikemukakan bahwa jabatan itu bersifat tetap, sementara pemegang atau pemangku jabatan atau pejabat pemerintahan itu (ambtsdrager) silih berganti. Dalam konsep hukum tata negara, hal itu menjadi kelaziman oleh karena memungkinkan fungsi-fungsi yang melekat atau dilekatkan pada jabatan itu dapat terlaksana. Apalagi dianut

(36)

prinsip, bahwa tidak ada jabatan seumur hidup atau terdapat pembatasan masa jabatan sehingga harus terjadi pergantian pemangku jabatan agar tidak terjadi kekosongan jabatan guna menjalankan fungsi-fungsi yang melekat pada jabatan pemerintahan tersebut.

Oleh karena itu, harus ada sebuah pranata yang dapat digunakan untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut dengan melakukan sebuah proses pengisian jabatan.

Sehingga dengan adanya wewenang para pemerintah namun wewenang tersebut juga memiliki sifat-sifat yang berdasarkan Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa pada dasarnya wewenang pemerintahan itu dapat dijabarkan ke dalam dua pengertian, yakni sebagai hak untuk menjalan kan suatu urusan pemerintahan (dalam arti sempit) dan sebagai hak un tuk dapat secara nyata memengaruhi keputusan yang akan diambil oleh instansi pemerintah lainnya (dalam arti luas).

Peter Leyland dan Terry Woods dengan tegas menya takan, bahwa kewenangan publik mempunyai dua ciri utama yakni:

1) setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintahan mempu nyai kekuatan mengikat kepada seluruh anggota masyarakat, dalam arti harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat, dan

2) Setiap ke putusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai fungsi publik atau melakukan pelayanan publik.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa wewenang khusus nya wewenang pemerintahan adalah kekuasaan yang ada pada peme rintah

(37)

untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berdasar peraturan perundang- undangan. Dengan kata lain, wewenang merupakan kekuasaan yang mempunyai landasan untuk mengambil tindakan atau perbuatan hukum tidak timbul akibat hukum, yakni terwujudnya kesewenang agar wenangan (onwetmatig).

Wewenang adalah kekuasaan hukum untuk menjalankan atau melakukan suatu tindakan atau perbuatan berdasar hukum publik. Dalam konsep hukum perdata hal tersebut dikenal dengan istilah hak, yakni kemampuan seseorang untuk melakukan suatu tindak an atau perbuatan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam praktiknya, keseluruhan pelaksanaan dari wewenang peme rintahan itu dilakukan atau dilaksanakan oleh pemerintah. Tanpa adanya wewenang pemerintahan, maka tentunya pemerintah tidak akan dapat melakukan suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.

Dengan kata lain, pemerintah tidak akan mungkin melakukan suatu tindakan atau perbuatan berupa pengambilan suatu keputusan atau kebijakan tanpa di landasi atau disertai dengan wewenang pemerintahan.

Jika hal tersebut dilakukan, maka tindakan atau perbuatan pemerintahan yang dimaksud dapat dikategorikan sebagai sebuah tindakan atau perbuatan yang tanpa dasar alias perbuatan yang sewenang-wenang (cacat hukum).

Oleh karena itu, sifat dari wewenang pemerintahan perlu ditetapkan dan dite gaskan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang

(38)

pemerintahan dan/ atau tindakan atau perbuatan yang sewenang- wewenang.

Safri Nugraha dkk. mengemukakan, bahwa sifat wewe nang pemerintahan itu meliputi tiga aspek, yakni selalu terikat pada suatu masa tertentu, selalu tunduk pada batas yang ditentukan, dan pelaksanaan wewenang pemerintahan terikat pada hukum tertulis dan tidak tertulis (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Lebih lanjut dikemukakan bahwa sifat wewenang yang selalu terikat pada suatu masa tertentu ditentukan secara jelas dan tegas melalui suatu peraturan perundang- undangan. Lama berlakunya wewenang tersebut juga disebutkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya. Sehingga bilamana wewenang pemerintahan itu digunakan dan tidak sesuai dengan sifat wewenang pemerintahan tersebut, maka tindakan atau perbuatan pemerintahan itu bisa dikatakan tidak sah atau batal demi hukum.

Selain itu, sifat wewenang yang berkaitan dengan batas wilayah we wenang pemerintahan itu atau wewenang itu selalu tunduk pada batas yang telah ditentukan berkaitan erat dengan batas wilayah kewenangan dan batas cakupan dari materi kewenangannya. Batas wilayah kewenangan berkait erat dengan ruang lingkup kompetensi absolut dari wewenang pemerintahan tersebut.

Wewenang dari seorang menteri dalam negeri jelas akan berbeda batas wilayah kewenangannya dengan wewenang menteri kehutanan. Adapun, batas cakupan materi kewenangan nya pada dasarnya sesuai dengan yang

(39)

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemberian kewenangan tersebut. Misalnya, seorang menteri dalam negeri telah diberikan wewenang pemerintahan untuk melaksanakan fungsi dan tugas pemerintahan dalam negeri sehingga menteri dalam negeri tidak dapat mencampuri urusan lain di luar dari bidang yang telah ditentukan tersebut, seperti membuat kebijakan (policy) di bidang kehutanan.

Selanjutnya, dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat pem bagian mengenai sifat wewenang pemerintahan, yakni terdapat wewe nang pemerintahan yang bersifat terikat, fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan untuk membuat dan menerbitkan keputusan yang bersifat mengatur (besluiten) dan keputusan yang bersifat menetapkan (beschikkingen) oleh organ pemerintahan.

Oleh Indroharto dikemukakan, bahwa wewenang pemerintahan yang bersifat terikat terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan, atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terperinci, maka wewenang pemerintahan semacam ini merupakan wewenang yang bersifat terikat.

Adapun, wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan/ atau pejabat pemerintah yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat

(40)

dilakukan dalam hal-hal atau keadaan tertentu saja sebagai mana ditentukan dalam peraturan dasarnya. Wewenang pemerintahan yang bersifat bebas, terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan/atau pejabat pemerintah untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat pemerintah untuk mengambil suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.

Philipus M. Hadjon dengan mengutip pendapat dari N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, membagi kewenangan bebas pemerintah an dalam dua kategori, yakni kebebasan dalam kebijaksanaan (beleidsu rijheid) dan kebebasan dalam penilaian (beoordelingsvrijheid).

Adapun yang dimaksud dengan kebebasan dalam kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam arti sempit) bila peraturan perundang-undangan memberi kan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan, sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat- syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi. Adapun kebebasan dalam melakukan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguh nya), menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah dipenuhi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Philipus M. Hadjon menetapkan adanya dua jenis kekuasaan bebas atau diskresi, yakni: pertama, kewenangan untuk memutus secara mandiri; dan yang kedua, kewenangan

(41)

interpretasi terhadap norma-norma tersamar dalam pera turan perundang- undangan (vagenormen). Dengan kata lain, kewenangan untuk memutus atau menetapkan secara mandiri terhadap tindakan atau perbuatan seperti apa yang akan dilakukan atau diambil dan kewenangan untuk melakukan penafsiran atau interpretasi terhadap norma hukum yang samar-samar (vagenormen), seperti izin usaha dapat dibe rikan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. Pertanyaannya ialah seperti apakah syarat-syarat tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga pemerintahlah yang berwenang untuk menafsirkan syarat-syarat tersebut dalam pemberian izin usaha yang dimaksud.22.

Setelah dielaborasikan oleh para ahli diatas mengenai wewenang sehingga penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa suatu wewenang merupakan segala aspek kekuasaan oleh pemerintah terhadap pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan serta aktualisasinya terhadap masyarakat, namun wewenang juga tidak memberikan kekuasaan secara mutlak melainkan wewenang harus dijalankan haruslah berdasarkan system peraturan perundang-undangan yang berlaku agar setiap wewenang para pemerintah tidak dapat disalahgunakan oleh pemerintah itu sendiri, peran pemerintah sangatlah esensial dalam hal kemaslahatan melalui kinerja yang berprinsip dari hati nurani.

22 Aminuddin Ilmar, ”Hukum Tata Pemerintahan” , Jakarta, Prenadamedia Group, 2018, hal. 78- 84.

(42)

4. Teori Keadilan

Keadilan merupakan hal fundamental yang harus dirasakan oleh setiap masyarakat untuk menjamin adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama.

Menurut John Borden Rawls keadilan bahwa keadilan dapat dijunjung serta ditegakkan apabila suatu negara dapat mengimplementasikan keadilan itu yang berdampingan dengan asas keadilan berupa pemenuhan hak yang sama terhadap masyarakat untuk memperoleh kebebasan dasar (basic liberties); dan perbedaan ekonomi, social maupun budaya seyogyanya harus diatur sebgaimana mestinya untuk memperoleh manfaat yang besar bagi siapapun yang berkeluh kesa mengenai kedudukan mereka yang kurang beruntung yang memiliki korelasi dengan jabatan serta kedudukan yang tertuju bagi semua orang tanpa terkecuali berdasarkan persamaan oportunitas yang layak23.

Dengan adanya keadilan setiap masyarakat dalam hal pemenuhan hak- hak mereka sehingga masyarakat dapat menjalankan apa yang menjadi kebiasaan-kebiasaan mereka baik itu dari segi aktivitas ekonomi, social dan budaya.

Menurut Hans Kalsen keadilan adalah keadilan yang diimplementansikan apabila ditilik lebih luas sehingga dapat terlihat

23 Inge Dwisvimiar,” Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, Jurnal Dinamiika Hukum Universitas Jenderal Soedirman Vol 11 No. 3, 2011, hal.7

(43)

bahwa pemburu keadilan dalam aspek tatanan telah dihentikan 24. Berbeda halnya dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa keadilan merupakan keutamaan moralitas dapat disebut dengan keadilan sehingga apabila manusia telah mengaktualisasikan prioritas lain yang disebabkan oleh segala yang bersumber dari tuntutan negara, baginya keadilan yang ditegakkan memiliki kesetaraan apabila disejajarkan dengan hukum25. Tidak hanya itu pandangan tentang keadilan juga dikemukakan oleh Thomas dimana Ia mengelompokkan keadilan menjadi 3, yaitu:

1) Keadilan distributive (iustita distributive) yang berkaitan dengan hal-hal general seperti jabatan, pajak dan sebagainya berkaitan dengan hal ini harus dibagi sesuai dengan keamanan geometris.

2) Keadilan tukar menukar (iustita commutative) adalah keadilan yang berkaitan dengan perbutan tukar menukar barang pribadi termasuk jual beli dan sebagainya dengan sifat ukuran aritmatis.

3) Keadilan legal (iustitia legalis) yang berkaitan dengan keseluruhan hukum serta aturan sehingga dapat dikatakan bahwa kedua keadilan tersebut terkandung dalam keadilan legal ini.

Menurut pandangannya negara adalah keseluruhan serta kesatuan masyarakat yang sempurna dalam kepentingannya masyarakat dapat memiliki kesempurnaan sebagai makhluk yang bermasyarakat. Setiap orang yang tidak mempunyai rasa untuk kepentingan umum berarti orang

24 Ibid, hal. 8

25 H.M Agus Suntoso ”Hukum, Moral & Keadilan”, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012, hal. 26.

(44)

tersebut tidak dapat diberlakukan sebagai makhluk social dan tidak sampai kepada tujuan kesempurnaan hidupnya26. Sehingga John Stuart Mill yang mengetengahkan bahwa keadilan bersumber pada sikap batin manusia untuk mengelakkan dan membalas adanya distorsi yang diderita baik itu diri sendiri maupun orang lain siapa saja yang memperoleh empati dari kita.

Perasaan keadilan akan memberontak terhadap distorsi, kesengsaraan yang tidak hanya atas dasar kepentingan pribadi, tetapi lebih luas dari itu sampai kepada pihak lain yang dapat kita persamakan dengan diri kita sendiri secara pribadi, hakikat keadilan dengan demikian mencakup segala persyaratan moralitas yang sangat fundamental terhadap kesejahteraan serta kemakmuran seluruh umat manusia. 27

a. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial.

26 Ibid, hal.32

27 Ibid, hhansal.59

(45)

Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai. mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi secara irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia.

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum nasional yang bersumber pada Pancasila.

Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat- pendapat tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang pengertian adil.

i. "Adil" ialah: meletakan sesuatu pada tempatnya.

ii. "Adil" ialah: menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang latanpa kurang

(46)

iii. "Adil ialah: memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran

Untuk lebih lanjut tentang keadilan dalam perspektif hukum nasional, terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui "hak hidup, maks sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu".

Dengan pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya diwajibkan memberikan kesempatan kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak hidupnya. Konsepsi demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu

(47)

yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang adil dan beradab.

Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan api, bila apinya besar maka cahayanya pun terang: jadi bila peradabannya tinggi, maka keadilanpun mantap" Lebih lanjut apabila dihubungkan dengan sosial, maka keadilan itu harus dikaitkan dengan hubungan hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial dapat diartikan sebagai

1) Mengembalikan hak-hak yang hilang kepada yang berhak.

2) Menumpas Keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha pengusaha.

3) Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu. pengusaha-pengusaha dan orang-orang mewah yang didapatnya dengan tidak wajar".

Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari hari sering dijumpal orang yang "main hakim sendiri", sebenarnya perbuatan itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu.

Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya.

(48)

Hukum nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu. Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat hukum.

Keadilan adalah memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Socrates mengatakan bahwa keadilan tercapai apabila pemerintah mempraktekkan ketentuan hukum atau melaksanakan tugasnya dan rakyat merasakannya.

Plato menilai tercapainya keadilan apabila setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang dianggap cocok bagi orang tersebut.

sedangkan tindakan manusia dipandang layak apabila pihak yang sama mendapatkan bagian sama (Aristoteles) Hak merupakan wewenang untuk memiliki, meninggalkan, atau menuntut sesuatu. Materi hak menyangka individu, namun hak bukan milik perseorangan. Hak seseorang terkait dengan hak orang lain.

Disamping hak, seorang individu juga memiliki berbagai kewajiban yakni kewajiban terhadap Allah, masyarakat dan diri sendiri. Kewajibas terhadap Allah diwujudkan dalam bentuk memuja dan mengabdi,

(49)

kewajiban terhadap masyarakat dengan menolong orang lain, sedangkan kewajiban terhadap diri sendiri diwujudkan dengan melakukan perbuatan yang baik

Ada berbagai macam bentuk keadilan, diantaranya adalah keadilan moral, keadilan distributif, keadilan komutatif dan keadilan sosial Penjelasannya kurang lebih sebagai berikut:

1. Keadilan moral terwujud bila setiap orang melakukan fungsi menurut kemampuannya. Keadilan tercipta apabila seorang tentara menjalankan fungsinya sebagai petugas pertahanan, bukan sebagai pebisnis.

2. Keadilan distributif terlaksana apabila hal-hal sama diperlakukan secara sama. Keadilan distributif dapat digambarkanketika memberikan hadiah kepada karyawan. Karyawan yang bekerja 10 tahun akan diberikan hadiah sebesar Rp4.000.000, sedangkan bagi yang bekerja 5 tahun hanya sebesar Rp2.000.000,

3. Keadilan komutatif merupakan keadilan yang bertujuan memelihara ketertiban atau kesejahteraan. Seorang pekerja yang bekerja giat dan berprestasi sudah sepantasnya diberi penghargaan, sebaliknya pekerja yang banyak melakukan pelanggaran diberikan hukuman yang setimpal.

4. Keadilan sosial tercipta apabila setiap orang mendapat perlakuan yang adil di bidang hukum, politik, ekonomi dan budaya serta kemakmuran dapat dinikmati secara merata.

(50)

Setiap manusia berhak diperlakukan adil dan berlaku adil dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Orang yang menuntut hak, tapi lupa kewajiban, tindakannya pasti akan mengarah pada pemerasan, sebaliknya orang yang menjalankan kewajiban, tetapi lupa menuntut hak akan mudah diperbudak oleh orang lain.

Keadilan merupakan budaya bangsa Indonesia. Sejak dahulu, manusia meminta keadilan kepada Allah dengan cara berdoa. Pada jaman kerajaan jawa tempo dulu ada budaya "pepe" yang dilakukan oleh rakyat yang meminta keadilan.

Keadilan dickspresikan dengan berbagai cara, misalnya membuat pepatah yang menunjukan adanya tuntutan terhadap perlakuan adil, misalnya pepatah "Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah Ada yang membuat karya seni yang menyuarakan keadilan, seperti seni musik, prosa dan puisi. Ada yang pula yang menuntut keadilan dengan cara berpuasa sampai mati atau sampai tuntutan keadilannya terpenuhi, menjahit mulut, membakar diri dan sebagainya.

b. Hubungan Hukum dan Keadilan

Ketika manusia sepakat atas eksistensi keadilan, maka mau tidak mau keadilan harus mewarnai perilaku dan kehidupan manusia dalam hubungan dengan Tabannya, dengan sesama individu, dengan masyarakat, dengan pemerintah, dengan alam, dan dengan makhluk

(51)

ciptaan Tuhan lainnya. Keadilan harus terwujud di semua lini kehidupan, dan setiap produk manusia haruslah mengandung nilai-nilai keadilan, karena sejatinya perilaku dan produk yang tidak adil akan melahirkan ketidakseimbangan, ketidakserasian yang berakibat kerusakan, baik pada diri manusia sendiri maupun alam semesta.

Walaupun keadilan merupakan hal yang esensial bagi kehidupan manusia, namun kadang kala keadilan hanya menjadi bahan perdebatan tiada akhir: apa itu keadilan, bagaimana wujud keadilan, di mana itu keadilan dan kapan seseorang memperoleh keadilan, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang rumit mengenai keadilan, sehingga keadilan muncul hanya sebagai wacana perdebatan, diskusi- diskusi kaum intelektual. Keadilan harus diwujudkan, agar mampu memaknai supremasi hukum. menghilangkan imparsialitas hukum dan tetap pada entitas keadilan. Hukum mungkin telah mati jika roh hukum, yaitu keadilan hanya telah menjadi sebuah angan- angan, dan dalam keadaan seperti itu hukum tidak lagi kondusif bagi pencari keadilan (justitiabelen). Masyarakat sebagai konsumen hukum tidak lagi dapat menikmati cita rasa keadilan sehingga masyarakat hanya mendapatkan ketidakadilan.

Hukum bukan lagi tempat yang kondusif untuk menciptakan keharmonisan dan keserasian sosial, bahkan hukum telah menjelma menjadi teo-imperium (penjajah baru) di mana keadilan telah tereliminasi dan hukum menjadi sesuatu yang anarki. Oleh karena

Referensi

Dokumen terkait

terintegrasi tersebut telah berhasil dirancang dan dibuat (Hermawan, et al., 2009; Hermawan, et al., 2010), namun masih perlu ditingkatkan kinerjanya melalui modifikasi agar

Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang sangat berperan dalam pelayanan di rumah sakit, karena perawat merupakan petugas kesehatan yang memiliki kontak paling lama

berdekatan. Semua guide pandai berbahasa asing. Fido bukanlah seorang guide. o Biasanya banyak yang terjebak untuk menarik kesimpulan bahwa Fido tidak pandai berbahasa asing. Ini

Ancak, kesin olarak bildiğimiz bir şey var ise, o da şudur; ebter tohumlardan elde edilen mahsulleri (ürünleri) tükettiğimiz takdirde, hastalıklara karşı önleyici ve

Oleh karena itu, dalam penelitian ini disimpulkan bahwa, perjalanan haji ke Puncak Bawa Karaeng adalah bentuk artikulasi dari jemaat Haji Bawa Karaeng, yang

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa untuk masing-masing ternak besar, yaitu sapi, kerbau dan kuda, Kecamatan Siborongborong memiliki indeks gravitasi tertinggi dengan

Nilai anomali magnetik (gambar 5) daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok anomali, yaitu: anomali magnetik rendah pada skala warna hijau tua sampai biru dengan

Menimbang : bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, perlu menetapkan Peraturan