• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang

1. Tanggung Jawab Direktur Terhadap Perusahaan

Perusahaan pengembang sebagai suatu badan hukum dalam kegiatan usahanya memasarkan perumahan miliknya selalu berhubungan dengan para pembeli, dan Direksi perusahaan harus dapat meyakinkan para pembeli akan kredibilitas perusahaan sebagai pengembang yang baik. Direksi perusahaan pengembang sebagai organ yang mengurus perseroan harus dapat menjaga perusahaan agar tetap bercitra baik di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kesangsian dari pihak-pihak yang berniat melakukan perbuatan hukum dengan perusahaan pengembang dimaksud.

Berkaitan dengan menjaga citra di masyarakat tersebut diatas maka sebagai suatu perusahaan pengembang harus selalu berupaya melengkapi dan memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan undang-undang selaku perusahaan pengembang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat sehingga pembuat undang-undang merasa perlu menyesuaikan keadaan-keadaan dimaksud dengan undang-undang yang mengaturnya.

Direksi perusahaan pengembang dalam mengurus perseroan sehari-hari, juga harus mempersiapkan perusahaan untuk apabila diperlukan siap mengadakan penyesuaian-penyesuain dalam memenuhi ketentuan undang-undang tentang perseroan terbatas dimaksud.

Sebagai badan hukum adalah subjek hukum mandiri yang oleh hukum dibekali dengan hak dan kewajiban tidak ubahnya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seorang manusia. Oleh karena itu perusahaan pengembang keberadaannya tidak

tergantung dari keberadaan pemegang sahamnya maupun anggota direksi dan dewan komisaris. Sekalipun mereka berganti atau diganti, pergantian tersebut tidak mempengaruhi keberadaan perseroan terbatas selakupersona standi in judicio.93

Layaknya sebuah badan hukum, maka perusahaan pengembang wajib memenuhi kewajiban-kewajiban yang disepakatinya berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah dibuatnya. Bila perusahaan pengembang cidera janji, maka dapat diminta pertanggungjawabannya secara kontraktual (contractuele aansprakelijkheid). Perusahaan pengembang apabila melakukan perbuatan melawan hukum maka ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam hal ini terdapat pertanggung-jawaban bukan kontraktual (buiten contractuele ansprakelijkheid).

Penjelasan tentang perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menjelaskan bahwa:

“tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Dimana unsur-unsur perbuatan melawan hukum terdiri dari:

1) Perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat (Putusan Lindenbaum-Cohen, HR 1919);

2) Perbuatan sebagai mana dimaksud di atas mengandung kesalahan 93Bismar Nasution,ibid.

3) Mengakibatkan kerugian, dan

4) Terdapat hubungan sebab akibat antara kesalahan dengan kerugian. Kata-kata “...mewajibkan orang yang karena salahnya...” tersebut harus diartikan secara luas sebagai “orang dalam artian subjek hukum”, karena dalam kenyataannya sebuah badan hukum adalah orang (subjek hukum) yang diciptakan oleh hukum, dan oleh karena itu merupakan suatu artificial person, maka dalam kenyataannya badan hukum hanya berfungsi dengan perantaraan manusia.

Perusahaan pengembang adalah badan hukum yang melahirkan keberadaannya sebagai subjek hukum mandiri, dengan keberadaan yang terpisah dari para pemegang sahamnya. Keadaan terpisah sebagai pemegang saham ini mengakibatkan perseroan mutlak memerlukan direksi sebagai wakilnya. Perseroan sebagai suatu artificial personberbeda dengan manusia, dia hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia sebagai wakilnya. Anggota direksi dari perusahaan pengembang ditugaskan untuk mewakili perseroan di dalam maupun diluar pengadilan.94 Jadi yang harus mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan harus manusia atau orang perseorangan.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas terlihat bahwa direksi perusahaan pengembang mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu: menjalankan pengurusan, dan sebagai perwakilan perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam tugas dan tanggung jawabnya, direksi dimaksud merupakan organ perseroan yang mewakili

kepentingan perusahaan selaku subjek hukum mandiri. Adapun tugas dan tanggung jawab itu bersumber pada :

a) Ketergantungan perusahaan kepada direksi sebagai organ yang oleh undang-undang dipercayakan dengan kepengurusan perusahaan;

b) Perseroan terbatas adalah sebab bagi keberadaan (raisond’etre)direksi, karena apabila tidak ada perseroan terbatas maka juga tidak perlu ada direksi. Oleh karena itu, tidak salah bila dikatakan bahwa antara perseroan terbatas dan direksi terdapat hubungan fidusia yang melahirkan fiduciary duties bagi direksi.

Dengan ketentuan mengenai tugas sebagaimana disebut diatas, maka direksi perusahaan pengembang harus memiliki wewenang yang cukup besar untuk dapat menjalankan pekerjaannya tersebut. Dalam mengurus perseroan, direksi harus berorientasi pada kepentingan perseroan. Direksi akan selalu berurusan dengan aset orang lain, sehingga harus memiliki kejujuran yang tinggi sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh moral hazard 95, jika tidak direksi akan mendapatkan konsekuensi kerugian finansial yang serius dalam menjalankan perseroan. Oleh karena itu direksi perusahaan pengembang dilarang melakukan kegiatan yang berada diluar kewenangannya. Untuk menghindari moral hazard tersebut muncul prinsip tanggung jawab direksi sebagai fiduciary duty.

Direksi perusahaan pengembang menjalankan pengurusan perusahaan untuk 95 Pengertian Moral Hazards adalahlah ketidakjujuran seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kerugian pada perusahaan, keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata.

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab, serta kehati-hatian (care). Kemandirian direksi dalam membuat keputusan yang menurutnya terbaik bagi kepentingan perseroan adalah mutlak dalam rangka menjalankan fiduciary duty nya. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang mengharuskan direksi perusahaan pengembang dalam mengurus perseroan, selalui berorientasi pada kepentingan perseroan, karena ada kemungkinan bahwa kepentingan perseroan dapat tidak sejalan dengan kepentingan dan keinginan pemegang saham dalam perusahaan dimaksud.96

Dalam kegiatan sehari-hari direksi harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan usaha dari perseroan, menjalankan dan menghadiri rapat-rapat yang diperlukan, mengetahui syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan-peraturan perundangan dan melaksanakannya, menjalankan metode yang sewajarnya untuk dapat mengetahui kondisi yang terjadi di masyarakat sehubungan dengan kegiatan usaha perseroan, dan kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul.

Dari hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi tidak hanya terbatas pada ketidakjujuran atau kesalahan manajemen semata, tetapi juga termasuk kelalaian, meskipun itu hanya berupa kesalahan yang kecil. Bahwa direksi harus melaksanakan tugasnya untuk mengelola perseroan dengan itikad baik dan hati-hati sebagaimana orang biasa melaksanakan pengelolaan terhadap kekayaannya. Pelaksanaan itikad baik dan tanggung jawab inilah yang juga dikenal

96Emmy Pangaribuan Simanjuntak dalam Agus Budiarto,Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal.62.

dengan prinsip duty of care. Sikap duty of care atau “kewajiban peduli” kepada perseroan, yang diwujudkan dalam mengelola perseroan selayaknya seseorang yang berhati-hati dalam mengerjakan kepentingan pribadinya, yang harus menjadi pedoman dalam menjalankan perseroan,

Salah satu tindakan duty of care Direksi dalam mengelola perusahaan pengembang adalah menindaklanjuti pemenuhan syarat-syarat yang berkaitan dengan kegiatan usaha dari perseroan dalam kaitannya peraturan-peraturan perundangan perseroan. Dalam menentukan kebijakannya Direksi haruslah melalui proses menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik RUPS tahunan dan RUPS Luar Biasa. RUPS Luar Biasa tidak wajib diadakan, namun dapat diadakan jika kepentingan perseroan menghendakinya. Dalam hal ini direksi harus melakukan pemanggilan RUPS, termasuk RUPS Luar Biasa. Direksi dapat menilai dan menaksir apakah ada dampak buruk bagi perusahaan pengembang sehubungan dengan perbuatan-perbuatan perseroan yang sekiranya akan diputuskan dalam RUPS Luar Biasa. Dengan demikian, terbuka kemungkinan bagi direksi untuk menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, jika direksi menilai bahwa penyelenggaraan RUPS Luar Biasa tersebut tidak bermanfaat atau berdampak buruk bagi kepentingan perseroan. RUPS tahunan wajib dilakukan dimana direksi menyampaikan laporan tahunan mengenai jalannya perseroan. Bila RUPS tahunan tidak dilaksanakan, direksi perusahaan dianggap telah melalaikan fiduciary duty-nya terhadap perseroan.

Direksi perusahaan pengembang bertanggung jawab dalam pengelolaan usaha perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya, dalam hal ini adalah pemasaran asset-asset perusahaan yang berbentuk tanah-tanah dan bangunan, yang menjadi objek pemasaran. Sebagai pihak yang akan memasarkan produksi, perusahaan pengembang tentu harus dapat menunjukkan dan memberikan keyakinan kepada pembeli produk akan kelebihannya selaku pemasar. Hal ini tidak terlepas dari nama dan citranya selaku perusahaan pengembang.

Direksi perusahaan pengembang haruslah mewaspadai kaitan citra perusahaan dengan penggunaan nama perseroan terbatas yang belum melakukan penyesuaian anggaran dasarnya. Apabila nama perusahaan dimaksud telah digunakan oleh perusahaan lain, dan jika perusahaan pengembang tersebut melakukan perbuatan hukum dengan menggunakan nama perusahaan yang sama dengan nama yang telah digunakan oleh perseroan terbatas yang telah disahkan tersebut, maka perusahaan yang anggaran dasarnya belum disesuaikan tersebut dapat dikategorikan telah menggunakan nama perseroan terbatas secara melawan hukum dan dapat dimintakan pertanggungjawaban hukumnya berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

Ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai apakah direksi tidak melaksanakan tanggung jawabnya97, yaitu:

1) Apakah tindakan direksi tersebut telah dilakukan dengan itikad baik;

2) Apakah dalam kondisi yang sama, setiap orang dengan keahlian tertentu yang sama, yang memiliki posisi sebagai direksi, juga akan melakukan tindakan tersebut, untuk kepentingan perseroan atau untuk kepentingan pribadinya.

97

3) Apakah tindakan tersebut diambil dengan keyakinan bahwa hal tersebut semata-mata untuk kepentingan yang terbaik bagi perseroan.

Dalam kaitan dengan konsekuensi hukum yang dihadapi perusahaan pengembang jika tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya dalam jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang, adalah adanya penegasan perusahaan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau Pihak Yang Berkepentingan. Selama pihak-pihak tersebut tidak menggunakan haknya itu, maka perusahaan pengembang tersebut tetap eksis sebagai badan hukum dan tetap dapat menjalankan aktifitasnya sebagai badan hukum sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan undang-undang perseroan terbatas.

Penyesuaian anggaran dasar dari perusahaan pengembang dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tetap dapat dilakukan direksi, walaupun telah melampaui jangka waktu yang ditentukan. Menurut undang-undang perseroan terbatas tersebut dan anggaran dasar perseroan, bahwa perubahan anggaran dasar dalam rangka penyesuaian anggaran dasar perseroan dengan undang-undang perseroan terbatas dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, dan pihak Direksi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyesuaian anggaran dasar dimaksud.

Apabila Direksi tidak menyelenggarakan rapat dalam rangka melaksanakan penyesuaian anggaran dasar, maka permintaan untuk menyelenggarakan RUPS Luar

Biasa dapat dilakukan oleh pihak-pihak lain yang terkait, sebagaimana disebutkan, yaitu98:

(a)Direksi atas permintaan secara tertulis dari dewan komisaris atau pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari seluruh saham yang telah dikeluarkan dengan hak suara atau dikenal dengan pemegang saham yang memiliki Hak Derivatif.

(b)Dewan komisaris secara langsung jika direksi tidak menyelenggarakan RUPS dalam jangka waktu 15 hari setelah permintaan tertulis dewan komisaris diterima oleh direksi.

(c)Dewan komisaris atas permintaan pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham yang telah dikeluarkan dengan hak suara.

(d)Pemegang saham dengan hak derivatif dapat mengajukan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sendiri jika direksi dan dewan komisaris tidak menyelenggarakan RUPS dalam jangka waktu 15 hari.

Dari hal-hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa permintaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa ini dapat muncul dari Dewan Komisaris ataupun juga atas permintaan pemegang saham yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Perusahaan pengembang sebagai subjek hukum, dan dalam kegiatan usahanya memasarkan perumahan, melakukan segala perbuatan-perbuatan hukum selaku pemilik perumahan, harus selalu memenuhi persyaratan-persyaratan hukum yang berlaku. Dengan demikian harus selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan segala perubahan peraturan yang menyangkut peraturan tentang perseroan terbatas. Hal ini diperlukan agar perseroan tersebut tetap diakui keberadaannya (eksistensinya), walaupun Perseroan tersebut telah berhenti beraktifitas.

Direksi Perusahaan Pengembang sebagai pihak pengelola asset perusahaan, bertanggung jawab dalam mengelola aset perusahaan, hal ini sebagai lanjutan pelaksanaan dari tugas dan wewenang yang dipercayakan padanya. Sebagai direksi, ia akan menjalankan tugas dan kewajibannya dalam batas-batas kewenangan yang dibebankan perusahaan sebagaimana yang telah tertuang dalam akte pendirian perusahaaan tersebut.

Dalam menjalankan tugasnya direksi tidak hanya terikat pada apa yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, tetapi Direksi juga harus dapat mengambil prakarsa guna mewujudkan kepentingan perseroan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menunjang dan memperlancar tugas-tugasnya. Akan tetapi perbuatan-perbuatan tersebut harus masih dalam batas-batas yang dipekenankan atau masih dalam ruang lingkup kebiasaan kewajiban dan kepatuhan.

Pada saat keluarnya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan pengembang

untuk melakukan penyesuaian atas anggaran dasar perusahaannya, maka sejak saat itu direksi perusahaan pengembang wajib mempersiapkan agenda rapat agar organ organ perseroan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham yang salah satu agenda rapatnya adalah melakukan perubahan atas anggaran dasar perusahaan. Dalam Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) tersebut seluruh pemegang saham berkewajiban untuk memberi persetujuan dalam rapat untuk dapat dilakukannya perubahan anggaran dasar dimaksud. Direktur dalam hal ini sangat berkepentingan untuk mengupayakan agar para pemegang saham dapat hadir dalam rapat dan memberikan persetujuannya.

Didalam pelaksanaannya dalam suatu perusahaan, adakalanya direktur tidak dapat menghadirkan para pemegang saham, untuk dapat hadir dalam Rapat, sehingga tujuan untuk dapat dilakukan proses penyesuaian anggaran dasar perusahaan tidak tercapai. Pemegang saham tidak seluruhnya bersedia memenuhi undangan rapat. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya perbedaaan kepentingan diantara para pemegang saham, ataupun ada kebijakan perusahaan yang tidak disepakati, sehingga menimbulkan ketidaksepakatan dalam melakukan perubahan anggaran dasar. Dalam keadaan ini sangatlah penting peran direksi untuk dapat mengajak para pemegang saham, agar lebih memikirkan kepentingan perusahaan.

Sebagai contoh suatu perusahaan pengembang berbentuk badan hukum berkedudukan di Medan yang didirikan pada tanggal 11 (sebelas) Sepetember 2001 (dua ribu satu) memiliki pemegang saham berjumlah 6 (enam) orang, dengan susunan pengurus terdiri dari seorang direktur utama dan 2 (dua) anggota direktur

beserta seorang komisaris utama dan 4 (empat) anggota komisaris. Seluruh para pengurus perseroan juga adalah para pemegang saham dari perseroan. Perusahaan pengembang membangun perumahan yang berlokasi di Kota Medan, perumahan mana dibangun dalam beberapa tahap pembangunan. Untuk memudahkan kegiatan dalam penjualan asset perusahaan dimaksud, para pemegang saham dalam perusahaan memberikan Kuasa kepada direktur utama perusahaan untuk mewakili perusahaan pengembang dalam melakukan penjualan asset perusahaan. Pada waktu berlakunya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, timbul kewajiban bagi perseroan terbatas untuk melakukan perubahan anggaran dasarnya. Perubahan anggaran dasar dalam rangka penyesuaian anggaran dasar perseroan dimaksud tidak berhasil dilaksanakan oleh pengurus perusahaan dan pada tahun 2012 (dua ribu dua belas) direktur utama meninggal dunia. Saat ini perusahaan sudah tidak beroperasi lagi, namun masih terdapat persil-persil tanah dan bangunan yang walaupun telah beralih kepemilikan, namun belum diikuti dengan perbuatan pengalihan hak ke atas nama masing-masing pemilik terakhir, sertipikat masih terdaftar atas nama perusahaan pengembang ataupun Kuasa perusahaan. Ada pemilik tanah yang tidak dapat melakukan proses pengalihan kepemilikan hak atas tanah yang telah dibelinya, karena perusahaan tidak dapat menunjukkan anggaran dasar perusahaan yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Para pemegang saham perseroan juga sudah tidak bersedia dijumpai.

Dalam contoh diatas terdapat kondisi dimana direksi perusahaan tidak berhasil mencapai kata sepakat dalam menyelesaikan permasalahan, masing-masing direktur mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda berkaitan dengan rencana kelanjutan pengurusan perseroan selaku perusahaan pengembang. Timbul konflik kepentingan (conflict of interest) diantara para pengurus perseroan, sehingga tidak dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk menyelesaikan permasalahan diadalam perusahaan, terutama untuk melakukan penyesuaian anggaran dasar perusahaan pengembang dimaksud sesuai perintah Undang-Undang yang baru.

Direksi perseroan dinyatakan bertanggung jawab karena kelalaiannya melakukan penyesuaian anggaran dasar perseroan, karena tugas kepengurusan perseroan sehari-hari berada ditangan Direksi perseroan.Direksi menjadi bertanggung jawab penuh secara pribadi jikalau penyesuaian tidak dilakukan, karena hal ini merupakan akibat kelalaian Direksi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

2. Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang Terhadap Pihak

Dokumen terkait