• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang Tentang Perbuatan Perusahaan Yang Tidak Melakukan Penyesuaian Anggaran Dasarnya Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang Tentang Perbuatan Perusahaan Yang Tidak Melakukan Penyesuaian Anggaran Dasarnya Chapter III V"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

AKIBAT HUKUM BAGI PERUSAHAAN PENGEMBANG DENGAN TIDAK DILAKUKANNYA PENYESUAIAN ANGGARAN

DASAR PERSEROAN

A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum

Pada hakikatnya suatu perseroan terbatas (PT) memiliki dua sisi, yaitu pertama sebagai suatu badan hukum dan kedua pada sisi yang lain adalah wadah atau tempat diwujudkannya kerjasama antara para pemegang saham atau pemilik modal56.

Didalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tersebut diatas menunjukkan rumusan bahwa perseroan terbatas merupakan suatu “artificial person”, yaitu suatu badan hukum yang dengan sengaja diciptakan. Dengan demikian, PT adalah suatu subjek hukum yang mandiri, yang mempunyai hak dan kewajiban, yang pada dasarnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban subjek hukum manusia57. Perbedaan antara manusia dan badan hukum adalah bahwa manusia dapat melakukan apa saja yang tidak dilarang oleh hukum, sedangkan badan hukum hanya dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implisit diizinkan oleh hukum dan atau anggaran dasarnya. Dengan demikian maksud dan tujuan perseroan terbatas mempunyai dua segi, di satu pihak merupakan sumber kewenangan bertindak bagi perseroan, dan di lain pihak menjadi pembatasan dari ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan terbatas yang bersangkutan.58

56

Chatamarrasjid Ais,Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti, 2000), hal 23.

(2)

Pendirian perseroan terbatas harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu syarat formil dan syarat materil. Syarat formil adalah bahwa perseroan terbatas harus didirikan dengan akte pendirian secara autentik dihadapan notaris, dan sebagai syarat materil harus ada modal, sedikitnya sepuluh persen dari modal persekutuan harus disetorkannya.59

Dalam pengertian perseroan terbatas dalam pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor: 40 Tahun 2007 dikatakan bahwa suatu perseroan terbatas harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Berbentuk badan hukum.

2. Didirikan berdasarkan perjanjian. 3. Melakukan kegiatan usaha. 4. Modal Dasar.

5. Memenuhi persyaratan undang undang.

Sebagai badan hukum, suatu perusahaan harus memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang perseroan terbatas, yakni :

a. Memiliki pengurus dan organisasi teratur.

b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rech handeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechts betrekking).

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri. d. Mempunyai hak dan kewajiban. e. Memiliki tujuan sendiri.60

59

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, dan Wakaf,(Bandung : Alumni, 1986), hal 102.

(3)

Didalam Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1995 yang tidak berbeda jauh dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007 yang secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat 1,2,3 dan Pasal 32,33 serta Pasal 92 ayat 2 maupun Pasal 108 ayat 3 yang mengatur persyaratan formil dari perseroan terbatas sebagai berikut :

1) Pendiri minimal 2 orang, kecuali untuk :

- Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.

- Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, serta lembaga lain sebagaimana yang diatur dalam Pasar Modal, syarat pendirian oleh 2 orang disini dapat diartikan sebagai perseorangan atau badan hukum.

2) Akte notaris yang berbahasa Indonesia.

3) Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (Pasal 7 ayat 2 dan 3).

4) Akte pendirian harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia dan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 7 ayat 4).

5) Modal dasar minimal sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan modal disetor minimal 25 % dari modal dasar (Pasal 32 dan 33).

(4)

perseroan terbatas terbuka minimal harus 2 (dua) orang direktur dan 2 (dua) orang komisaris.

7) Pemegang saham harus Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali Badan Hukum yang mengandung unsur asing, contohnya PMA.61

Sedangkan kelengkapan dokumen yang harus dilengkapi sebagai persyaratan materil adalah :

a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pendiri (untuk yang bukan suami istri), apabila pendiri hanya suami istri (dan tidak ada membuat perjanjian pemisahan harta bersama), maka harus ada seorang pendiri lain atau sebagai pemegang saham).

b) Modal Dasar dan modal disetor.

c) Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri (persentasenya). d) Susunan Direksi dan Komisaris

e) Surat Keterangan Domisili kantor. f) Stempel perusahaan.62

Pendirian Perseroan Terbatas harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu syarat formil dan syarat materil. Syarat formil adalah bahwa Perseroan Terbatas harus didirikan dengan akte pendirian secara autentik dihadapan Notaris, dan sebagai syarat materil harus ada modal, sedikitnya sepuluh persen dari modal persekutuan harus disetorkannya.63

61Irma Devita Purnamasari,Op.cit, hal.54-55. 62

Ibid, hal. 56-57

63

(5)

Dalam pelaksanaannya, setelah akte pendirian ditandatangani, para pendiri harus segera melakukan pengurusan surat Keterangan Domisili perusahaan di kelurahan setempat, surat keterangan ini akan dipergunakan untuk pengurusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atas nama perusahaan dan pemegang saham, yang kemudian akan dipergunakan sebagai syarat dalam membuka rekening atas nama perusahaan. Dalam hal ini para pendiri harus memperhitungkan waktu pengurusan dokumen pendukung karena dokumen-dokumen pendukung tersebut diatas harus diserahkan kepada Notaris pembuat akta pendirian, selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penandatangan akte pendirian perusahaan. Kelalaian pemenuhan jangka waktu dimaksud akan menyebabkan tidak dapat didaftarkannya perusahaan tersebut pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila pendirian perseroan terbatas dimaksud telah mengikuti persyaratan formil dan materil sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka baru dapat dikatakan perseroan terbatas dimaksud sebagai Badan Hukum. Atau dengan kata lain kelalaian dalam memenuhi salah satu syarat yang telah ditentukan diatas, maka konsekuensinya tindakan yang telah dilakukan oleh para pendiri menjadi tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab terbatas sebesar saham yang disetorkan kepada perseroan dimaksud.

B. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

(6)

Saham. Dalam panggilan Rapat Umum Pemegang Saham kepada para pemegang saham, Acara mengenai Perubahan Anggaran Dasar tersebut wajib dicantumkan jelas. Pada dasarnya perubahan anggaran dasar merupakan perubahan bentuk badan hukum perseroan, sehingga seperti juga pendirian perseroan terbatas, perubahan anggaran dasar juga harus mendapat persetujuan dari menteri.

Perubahan anggaran dasar harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia 64. Jika perubahan anggaran dasar tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris, perubahan anggaran dasar tersebut harus dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 65 Dengan demikian untuk setiap perubahan anggaran dasar harus dibuat akta perubahan anggaran dasar oleh Notaris, akta ini merupakan akta baru yang memuat perubahan dari anggaran dasar terdahulu.

Pada tanggal 26 Maret 2014 terbit Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan, yang mengatur tata cara terbaru untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat proses pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data perseroan terbatas melalui media elektronik.

64Pasal 21 ayat 4 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

65

(7)

Peraturan tersebut mengatur tata cara yang cenderung lebih efektif bila dibandingkan dengan tata cara sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan.

Pada dasarnya, Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 mengatur bahwa persetujuan maupun penolakan oleh Menkumham disampaikan secara elektronik kepada pemohon. Untuk itu, notaris dapat mencetak sendiri keputusan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia tersebut. Dalam hal ini pemohon berkewajiban untuk menyampaikan dokumen pendukung secara elektronik yang menyatakan bahwa dokumen pendukung telah lengkap. Namun demikian, dokumen-dokumen pendukung tersebut dalam bentuk fisik akan disimpan oleh notaris. Hal ini berbeda dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 01 Tahun 2011, yang mewajibkan pemohon untuk menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dengan dokumen pendukung.

1. Pengesahan perubahan Anggaran Dasar Melalui Media Elektronik

(8)

(SABH). SABH adalah pelayanan jasa teknologi perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Sedangkan, yang dimaksud sebagai pemohon adalah pendiri secara bersama-sama atau direksi perseroan dalam hal perseroan telah memperoleh status badan hukum, atau likuidator perseroan apabila perseroan telah bubar (Pemohon).

2. Pengesahan perubahan anggaran Dasar Secara Non-Elektronik

Dalam hal permohonan pengesahan badan hukum, permohonan perubahan anggaran dasar, atau permohonan perubahan data perseroan tidak dapat diajukan secara elektronik dengan alasan (i) tempat kedudukan notaris belum tersedia jaringan internet; atau (ii) SABH tidak berfungsi sebagaimana mestinya berdasarkan pengumuman resmi oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, maka pemohon dapat mengajukan permohonan secara manual. Permohonan secara manual tersebut dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis dengan melampirkan dokumen pendukung. Selain itu, permohonan secara manual juga perlu disertai surat keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi setempat yang menyatakan bahwa tempat kedudukan notaris tersebut belum terjangkau fasilitas internet. Dengan berlakunya Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 maka Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 01/2011 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

C. Akibat Hukum bagi Perseroan Terbatas yang tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya sesuai Undang–undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(9)

UUPT Tahun 1995, untuk melakukan penyesuaian anggaran dasarnya. Dalam pelaksanaannya untuk melakukan penyesuaian anggaran dasar membutuhkan waktu dan persyaratan-persyaratan yang mungkin tidak semua perseroan dapat dengan segera melaksanakannya sebagaimana yang diwajibkan oleh undang-undang. Oleh karena itu, undang-undang memberikan batasan waktu untuk melakukan penyesuaian serta konsekuensi hukum yang dapat diterima oleh perseroan yang tidak melakukan penyesuaian.

Penyesuaian anggaran dasar oleh perseroan harus dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 yakni tanggal 16 Agustus 2007,66 sehingga penyesuaian harus sudah dilakukan selambat-lambatnya sebelum tanggal 16 Agustus 2008.67 Penyesuaian anggaran dasar ini bersifat imperatif, memaksa kepada seluruh perseroan yang dibentuk berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang ataupun Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas untuk merubah seluruh anggaran dasarnya dan menyesuaikannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang memberikan tenggang waktu 1 (satu) tahun agar perseroan memiliki cukup waktu untuk mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham serta melakukan seluruh rangkaian proses penyesuaian anggaran dasar hingga mendapatkan persetujuan Menteri. Namun pada kenyataannya

66UUPT Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 161. 67

(10)

tidak semua perseroan melakukan penyesuaian anggaran dasarnya sesuai ketentuan, ada perseroan yang tidak melakukan penyesuaian dan ada juga perseroan yang terlambat melakukan penyesuaian dengan berbagai alasan.

Perseroan yang tidak melakukan penyesuaian terhadap anggaran dasarnya sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, berakibat pada suatu kemungkinan pembubaran perseroan oleh keputusan pengadilan. Pembubaran perseroan dengan keputusan Pengadilan Negeri dapat dilakukan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.68 Hal ini bersifat ancaman kepada perseroan dan disatu sisi ada kepentingan negara terhadap badan hukum karena pergerakan perseroan dapat berkaitan dengan berbagai bidang lain dalam pemerintahan seperti penerimaan pajak kepada negara.

Akibat lain bagi perusahaan yang tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar adalah dalam hubungannya dengan dunia perbankan. Didalam pelaksanaan dengan dunia perbankan, identitas perusahaan haruslah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dengan demikian Bank sudah pasti akan mensyaratkan penyesuaian anggaran dasar bagi perseroan yang akan mempergunakan fasilitas Bank, misalnya dalam pengajuan kredit. Jika perusahaan belum melakukan hal ini, maka proses pengajuan kredit tidak dapat dilaksanakan atau ditunda. Dengan tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya, sudah dapat dipastikan perusahaan akan rugi.

Akibat lainnya dalam jangka panjang, apabila perusahaan tidak menyesuaikan anggaran dasarnya, sewaktu-waktu nama PT tersebut dapat dipergunakan oleh pihak

(11)

lain, karena nama PT dimaksud sudah tidak terdaftar dalam daftar perusahaan di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Permasalahan menjadi lebih rumit pada saat perusahaan hendak melakukan perubahan atas Anggaran Dasar perusahaannya, ataupun melakukan pembubaran hukum lain, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan secara sah karena perbuatan hukum tersebut tidak dapat disetujui, ataupun diberitahukan kepada Departemen Hukum Hak Asasi Manusia Republik Indonesia karena nama PT sudah tidak terdaftar dan tidak bisa didaftar.

Dalam kondisi yang paling sulit apabila nama perusahaan dimaksud sudah dipakai oleh pihak lain. Alangkah sulitnya apabila nama perusahaan yang sudah dikenal luas ternyata tidak dapat dipergunakan lagi oleh karena telah dipakai pihak lain.

(12)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB DIREKTUR PERUSAHAAN PENGEMBANG SELAKU PENJUAL PERUMAHAN TENTANG TINDAKAN PERUSAHAAN YANG TIDAK MELAKUKAN PENYESUAIAN

ANGGARAN DASAR PERSEROAN

A. Pengertian tentang Tanggung Jawab Direktur

Direktur sebagai organ dari perseroan, merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban, dimana apabila dalam suatu perseroan terdapat beberapa direktur dinamakan direksi perseroan. Sebagaimana diketahui direksi merupakan organ yang berupa orang atau Natuurlijke Persoon. Direksi dapat merupakan pemilik perusahaan atau orang profesional yang ditunjuk pemilik perusahaan untuk menjalankan dan memimpin perseroan terbatas, bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan ( Pasal 82 UUPT Nomor 40 tahun 2007).

Pengertian dari “tanggung jawab” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia69 adalah “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya”. Sehingga bertanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “berkewajiban memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung segala akibatnya”. Sedangkan pengertian “tanggung jawab” menurut Ensiklopedia Umum adalah “kewajiban dalam melakukan tugas tertentu”. Tanggung jawab timbul karena telah diterima

(13)

wewenang, seperti wewenang tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu dengan pemberi wewenang dan penerima wewenang, sehingga tanggung jawab seimbang dengan wewenang. Sedangkan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, “tanggung jawab” adalah “kewajiban terhadap segala sesuatunya; fungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikap tindak sendiri atau pihak lain”.70

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tanggung jawab disini adalah merupakan kesadaran akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, yang juga sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban, dan menanggung segala akibat dari pelaksanaan kewajiban tersebut.

Pengaturan tentang direksi dalam UUPT dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut 71 : Diatur dalam bagian-bagian yang khusus mengatur tentang direksi, yaitu dari Pasal 92 sampai dengan 107 UUPT, dan Diatur dalam bagian-bagian lain dari UUPT secara terpisah-pisah, yakni dalam bagian-bagian yang tidak khusus mengatur tentang direksi.

Direksi sebagai organ perseroan terbatas, diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham, yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan, dan melaksanakan pengurusan dengan itikad baik, untuk kepentingan usaha dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

(14)

Direksi mewakili perseroan sebagai pengurus perseroan, yang dapat bertindak untuk dan atas mana perseroan. Dalam hal direksi berbentuk dewan direktur (Board of Directors) yang dapat merupakan satu orang direktur atau terdiri dari beberapa anggota direksi, maka satu orang sebagai presiden direktur atau direktur utama dan satu atau beberapa wakil presiden direktur serta satu atau beberapa direktur.72

Di dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT, “Direksi wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dan setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya73. Pertanggungjawaban ini berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi apabila ada 2 (dua) orang anggota direksi atau lebih.

Komisaris dan direksi adalah pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Direksi dan komisaris memiliki posisi fiducia dalam pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus secara fair, dalam sistemcommon lawhubungan itu dapat didasarkan pada teori

fiduciary duty. 74Atau sistem common law dikenal dengan adanya prinsip fiduciary duties.

DalamBlack’s Law Dictionary, fiduciary dutydiartikan sebagai :

a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the best interests of the other person (such as the duty that one

partner owes to another)”.

72 Hardjian Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal 121.

73Pasal 97 ayat 3 dan ayat 4 UUPT Nomor 40 Tahun 2007. 74

(15)

Fiduciary dalam bahasa Latin dikenal sebagai fiduciaries yang bermakna kepercayaan. Secara teknis istilah fiduciary dimaknai sebagai seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain. Seseorang memiliki tugas fiduciary (fiduciary duty ) ketika ia memiliki kapasitas fiduciary

(fiduciary capacity). Seseorang dikatakan memiliki kapasitas fiduciary jika bisnis yang ditransaksikannya, harta benda atau kekayaan yang dikuasainya bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Fiduciary Duties

terjadi ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri, sehingga bertindak untuk kepentingan orang lain.75

Sementara pendapat lain mengatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang Direksi harus melakukan tugas :76

1. Dilakukan dengan itikad baik 2. Dilakukan denganproper purposes

3. Dilakukan dengan kebebasan yang bertanggungjawab (unfettered discretion) dan

4. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).

Referensi mengenaifiduciary dutyjuga dapat ditemui dalam buku yang ditulis oleh M.Yahya Harahap, dimana Fiduciary duty sebagai “wajib dipercaya”, yang berarti bahwa setiap anggota Direksi selamanya “dapat dipercaya” (must always bonafide) serta selamanya harus “jujur” (must always be honest) dalam menjalankan

75

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia,(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002), hal.33.

(16)

tugasnya.77 Hubungan fiduciary timbul ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri. Didalam Fiduciary Duties Direksi ini harus mengandung prinsip - prinsip sebagai berikut:78

a. Direksi dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga tanpa persetujuan dan atau sepengetahuan perseroan;

b. Direksi tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga kecuali atas persetujuan perseroan;

c. Direksi tidak boleh menggunakan atau menyalahgunakan aset perseroan untuk kepentingan pribadi.

Dari uraian singkat diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa direksi dari suatu perseroan terbatas yang mengemban fiduciary duties memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam UUPT berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai yang dinyatakan oleh hukum, jujur, dengan itikad baik, dan demi kepentingan PT sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan (fiduciary) secara natural memiliki potensi untuk

77M. Yahya Harahap, op,cit, hal. 374 .

(17)

menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.79

Pada prinsipnya direksi dibebani prinsip fiduciary duties terhadap perseroan bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan prinsipfiduciary duties. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direksi, secara umum ia juga harus memperhatikan kepentingan pemegang saham. Meskipun menyandang prinsip fiduciary duties

sebagai direksi, ia tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya. Direksi juga memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan naluri bisnis yang dimilikinya selama keputusan itu tidak merugikan perseroan.80

Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan kewajibannya direksi harus bertindak berdasarkan atas kepentingan perusahaan (duty of loyalty) dan tindakan tersebut dilakukan dengan kehati-hatian (duty of care). Tindakan yang dijalankan dengan penuh kehati-hatian, dengan itikad baik untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dan direksi tidak boleh mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung81.

Berdasarkan prinsip tata kelola perseroan yang baik atau Good Corporate Governance,82 direksi bertugas untuk mengelola perseroan. Bila dilihat pasal 4 Undang-undang Perseroan Terbatas nomor 40 Tahun 2007 menetapkan bahwa

79

Bismar Nasution, Bahan Kuliah Hukum Perusahaan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 80

Munir Fuady,op.cit.,hal. 61.

81Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

82Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate

(18)

“terhadap setiap perseroan terbatas selain berlaku UUPT juga berlaku anggaran dasar perseroan dan ketentuan peraturan perundangan lainnya.” Dalam penjelasan atas pasal 4 undang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa “berlakunya Undang-undang ini, anggaran dasar perseroan dan ketentuan peraturan perUndang-undang-Undang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola perseroan yang baik (Good Corporate Governance), dalam menjalankan perseroan. Setiap anggota direksi haruslah orang yang berwatak baik dan berpengalaman untuk jabatan yang didudukinya. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan perseroan, dan harus memastikan agar perseroan melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk membantu pelaksanaan tugas-tugas sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, direksi dapat menggunakan jasa profesional yang mandiri sebagai penasehat.

Undang-undang perseroan terbatas memberikan syarat-syarat yuridis terhadap direksi dari suatu perseroan terbatas83, yakni sebagai berikut :

1) Direksi harus orang perorangan.

Ditegaskan dalam Pasal 93 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, bahwa direksi haruslah orang perorangan. Dengan demikian, suatu badan hukum atau perkumpulan tidak dapat menjadi direksi dari suatu perseroan terbatas.

2) Lebih dari satu orang untuk perusahaan tertentu.

83

(19)

Pada prinsipnya suatu perseroan terbatas dapat hanya mempunyai satu orang direktur (direktur tunggal) atau lebih dari satu. Akan tetapi menurut Pasal 92 ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, dalam hal-hal tertentu, sebuah perseroan terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, atau b. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang, atau

c. Perseroan terbuka.

3) Cakap berbuat menurut hukum, karena selaku direktur, maka yang bersangkutan akan banyak melakukan perbuatan hukum dalam rangka mewakili perusahaannya atau dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya.

4) Tidak pernah dinyatakan pailit selama masa tertentu. UUPT mensyaratkan bahwa seseorang baru dapat diangkat menjadi direktur, manakala orang tersebut (secara pribadi) sebelumnya tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang untuk itu, kecuali putusan pernyataan pailit tersebut sudah melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun.

(20)

keputusan pengadilan yang menyatakan bersalahnya itu sudah melebihi masa 5 (lima) tahun.

6) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara selama masa tertentu, kecuali dia telah 5 (lima) tahun atau lebih selesai menjalani hukuman tersebut.

7) Diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk menjadi direktur. Seseorang harus diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham menurut tata cara dan syarat-syarat yang diatur oleh anggaran dasar perseroan tersebut dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilannya ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, namun dalam pelaksanaan tugasnya, direksi bertanggung jawab terhadap perseroan (pemegang saham secara keseluruhan) bukan kepada pemegang saham perorangan.

Tugas kepengurusan direksi tidak hanya terbatas pada kegiatan rutin, tetapi juga berwenang dan wajib mengambil inisiatif membuat rencana kerja dan perkiraan mengenai perkembangan perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan. Hal ini berarti bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, artinya secara fiduciary harus dilaksanakan

(21)

sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.84 Oleh sebab itu, direksi melakukan tugas dan kewajiban berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and care). Dan kewenangan yang oleh undang-undang berikan kepada direksi haruslah dilakukan dengan itikad baik serta senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan(duty of loyalty).

Pelanggaran terhadap prinsipduty of caredanduty of loyaltydalam hubungan dengan fiduciary duty dapat menyebabkan direksi untuk dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya, baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.85

Pada hakekatnya teori fiduciary duty ini dalam praktek berkembang secara unik terhadap direksi dalam hubungan amanah (hubungan fiduciary) dengan perseroan, bahkan sampai batas-batas tertentu dalam hubungan dari direksi perseroan dengan pemegang saham serta para pekerja dalam perusahaan. Disamping itu ternyata aplikasi teori fiduciary duty itu terhadap direksi perseroan juga akan berdampingan dengan berbagai teori atau hubungan hukum yang lain yang berkenaan dengan tugas kepedulian (duty of care) yang juga dituntut dari seorang direksi.86

Dalam pelaksanaan tugasnya direksi tidak hanya terikat pada apa yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, tetapi dia juga dapat mengambil prakarsa guna mewujudkan kepentingan perseroan dengan

84

Ibid.

85Bismar Nasution,op.cit.hal.342.

(22)

melakukan perbuatan-perbuatan yang menunjang dan memperlancar tugas-tugasnya. Namun perbuatan itu haruslah masih berada dalam batas-batas yang diperkenankan atau masih dalam ruang lingkup tugas kewajiban (intra vires) sehingga ia masih dapat bertindak asalkan sesuai dengan kebiasaan kewajiban dan kepatuhan.

Dalam hal-hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan, yakni apabila :

(1) Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan.

(2) Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan.87

Tanggung jawab direksi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 UUPT, menetapkan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan, pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.

Dalam pengelolaan perusahaan, sangatlah penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar, termasuk menentukan standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur. Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap

(23)

direktur perseroan atau pengurus perseroan, maka harus dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kekuasaan, kewajiban dan kewenangan yang dimilikinya. Direksi perseroan dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith

yang dipercayakan padanya dalam menjalankan perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsipfiduciary duty.

Bahwa tugas dan wewenang direksi dapat dibagi atas : (a) Pengurusan

Pengaturan mengenai tugas dan wewenang direksi dalam pengurusan perseroan diatur dalam Pasal 92 UUPT. Dalam pengurusan, direksi menjalankan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Pengurusan suatu perseroan juga tidak terlepas dari tanggung jawab kolegial. Artinya, tiap-tiap anggota direksi berwenang mengurus perseroan secara tanggung renteng (Pasal 97 ayat [4] dan Pasal 104 ayat [2] UUPT).

Dalam penjelasan Pasal 92 ayat 1 dan ayat 2 UUPT menyatakan bahwa ketentuan dalam ayat 1 dan ayat 2 menugaskan direksi untuk mengurus perseroan, yang antara lain pengurusan sehari-hari dari perseroan. Dari rumusan pasal tersebut dapat dikatakan, apa yang menjadi makna arti kata “kepengurusan” tersebut diartikan bahwa direksi ditugaskan dan karenanya berwenang88:

a. Mengurus kegiatan sehari-hari perseroan, dalam arti mengatur dan pengelola kegiatan usaha perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.

(24)

b. Mengurus kekayaan perseroan,

c. Untuk kepentingan dan tujuan perseroan, mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Tugas dan tanggung jawab direksi dalam melakukan pengurusan perseroan sehari-hari adalah untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan tersebut.

Pembagian tugas dan wewenang yang ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, karenanya dapat disimpulkan bahwa direksi memiliki 2 (dua) fungsi utama, yaitu: (1) fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perseroan, dan (2) fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perseroan di dalam dan luar pengadilan. Apabila anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi kecuali ditentukan lain dalam undang-undang dan atau anggaran dasar. Dengan demikian anggaran dasar dapat menentukan pembatasan wewenang dari anggota direksi.89

Bahwa kedudukan direksi itu mandiri, tidak tunduk pada RUPS dan komisaris (Pasal 92 ayat [2] UUPT) atau yang disebut sebagaiBusiness Judgement Rule90, namun ada pembatasan oleh:

1) Peraturan perundang-undangan;

2) Maksud dan tujuan dalam anggaran dasar;

89Pasal 83 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

90

(25)

3) Pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar. 2. Perwakilan

Mengenai pengaturan tugas dan wewenang direksi dalam hal perwakilan terdapat dalam Pasal 98 dan Pasal 99 UUPT yang pada intinya mengatakan:

a. Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan;

b. Kewenangan direksi untuk mewakili perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau keputusan RUPS;

c. Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:

1) Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan;

2) Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Dalam perwakilan, apabila anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.91

Tanggung jawab Direksi itulah yang kemudian menimbulkan konsekuensi (hal-hal yang dipikul oleh direksi) yang disebut dengan risiko. Mengenai tanggung jawab direksi dalam hal perseroan tersandung masalah hukum, secara umum kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 97 ayat (3) UUPT yang berbunyi:

91

(26)

“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

Dari pasal-pasal tersebut diatas, terlihat memang direksi-lah yang bertanggung jawab untuk memikul kerugian perseroan, inilah yang disebut dengan risiko direksi. Namun apabila ia dapat membuktikan hal-hal seperti yang disebut dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT tersebut diatas, Direksi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita perseroan.

Tugas direktur dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha perseroan dan mengurus kegiatan PT diatas tidak dapat dipisahkan dari perseroan terbatas itu sendiri. Karena pengurusan kekayaan perseroan terbatas harus menunjang terlaksananya kegiatan usaha perseroan. Sehubungan dengan hal ini direktur hanya mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, sebagai pengelola dan perwakilan dari perseroan terbatas. Dalam pelaksanannya tugas direktur adalah tugas dari semua anggota direksi tanpa kecuali (Collegiale besturrsverant woordelijkheid), sehingga tugas dan wewenang untuk mengelola perseroan terbatas adalah tugas dan wewenang setiap anggota direksi perusahaan.

(27)

Tugas direksi sendiri berdasarkan Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 97 ayat (2) UUPT adalah menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Sedangkan, dalam hal hanya ada satu orang anggota direksi, apabila direksi tersebut berhalangan, maka berdasarkan anggaran dasar perseroan atau keputusan RUPS, dewan komisaris yang akan melaksanakan tugas pengurusan perseroan (Pasal 118 UUPT beserta penjelasannya) atau orang lain sebagaimana diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar perseroan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 107 UUPT yang mengatakan bahwa dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:

a. Tata cara pengunduran diri anggota direksi.

b. Tata cara pengisian jabatan anggota direksi yang lowong, dan

c. Pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan dalam hal seluruh anggota direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.

Untuk mengatasi kevakuman atau kekosongan jabatan jika direksi berhalangan secara temporer/sementara atau permanen, perseroan harus mengantisipasinya dalam anggaran dasar perseroan 92 dengan jalan mengatur ketentuan, siapa atau pihak mana ataupun organ mana yang berwenang bertindak menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan yang ditentukan Pasal 92 ayat (1) UUPT serta siapa yang berwenang mewakili perseroan ke dalam dan keluar sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) UUPT.

B. Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang

Tanggung jawab dari direktur perusahaan pengembang dapat dilihat dari 2 segi, yaitu:

92

(28)

1. Tanggung Jawab Direktur Terhadap Perusahaan.

Perusahaan pengembang sebagai suatu badan hukum dalam kegiatan usahanya memasarkan perumahan miliknya selalu berhubungan dengan para pembeli, dan Direksi perusahaan harus dapat meyakinkan para pembeli akan kredibilitas perusahaan sebagai pengembang yang baik. Direksi perusahaan pengembang sebagai organ yang mengurus perseroan harus dapat menjaga perusahaan agar tetap bercitra baik di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kesangsian dari pihak-pihak yang berniat melakukan perbuatan hukum dengan perusahaan pengembang dimaksud.

Berkaitan dengan menjaga citra di masyarakat tersebut diatas maka sebagai suatu perusahaan pengembang harus selalu berupaya melengkapi dan memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan undang-undang selaku perusahaan pengembang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat sehingga pembuat undang-undang merasa perlu menyesuaikan keadaan-keadaan dimaksud dengan undang-undang yang mengaturnya.

Direksi perusahaan pengembang dalam mengurus perseroan sehari-hari, juga harus mempersiapkan perusahaan untuk apabila diperlukan siap mengadakan penyesuaian-penyesuain dalam memenuhi ketentuan undang-undang tentang perseroan terbatas dimaksud.

(29)

tergantung dari keberadaan pemegang sahamnya maupun anggota direksi dan dewan komisaris. Sekalipun mereka berganti atau diganti, pergantian tersebut tidak mempengaruhi keberadaan perseroan terbatas selakupersona standi in judicio.93

Layaknya sebuah badan hukum, maka perusahaan pengembang wajib memenuhi kewajiban-kewajiban yang disepakatinya berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah dibuatnya. Bila perusahaan pengembang cidera janji, maka dapat diminta pertanggungjawabannya secara kontraktual (contractuele aansprakelijkheid). Perusahaan pengembang apabila melakukan perbuatan melawan hukum maka ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam hal ini terdapat pertanggung-jawaban bukan kontraktual (buiten contractuele ansprakelijkheid).

Penjelasan tentang perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menjelaskan bahwa:

“tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Dimana unsur-unsur perbuatan melawan hukum terdiri dari:

1) Perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat (Putusan Lindenbaum-Cohen, HR 1919);

(30)

3) Mengakibatkan kerugian, dan

4) Terdapat hubungan sebab akibat antara kesalahan dengan kerugian. Kata-kata “...mewajibkan orang yang karena salahnya...” tersebut harus diartikan secara luas sebagai “orang dalam artian subjek hukum”, karena dalam kenyataannya sebuah badan hukum adalah orang (subjek hukum) yang diciptakan oleh hukum, dan oleh karena itu merupakan suatu artificial person, maka dalam kenyataannya badan hukum hanya berfungsi dengan perantaraan manusia.

Perusahaan pengembang adalah badan hukum yang melahirkan keberadaannya sebagai subjek hukum mandiri, dengan keberadaan yang terpisah dari para pemegang sahamnya. Keadaan terpisah sebagai pemegang saham ini mengakibatkan perseroan mutlak memerlukan direksi sebagai wakilnya. Perseroan sebagai suatu artificial personberbeda dengan manusia, dia hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia sebagai wakilnya. Anggota direksi dari perusahaan pengembang ditugaskan untuk mewakili perseroan di dalam maupun diluar pengadilan.94 Jadi yang harus mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan harus manusia atau orang perseorangan.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas terlihat bahwa direksi perusahaan pengembang mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu: menjalankan pengurusan, dan sebagai perwakilan perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam tugas dan tanggung jawabnya, direksi dimaksud merupakan organ perseroan yang mewakili

(31)

kepentingan perusahaan selaku subjek hukum mandiri. Adapun tugas dan tanggung jawab itu bersumber pada :

a) Ketergantungan perusahaan kepada direksi sebagai organ yang oleh undang-undang dipercayakan dengan kepengurusan perusahaan;

b) Perseroan terbatas adalah sebab bagi keberadaan (raisond’etre)direksi, karena apabila tidak ada perseroan terbatas maka juga tidak perlu ada direksi. Oleh karena itu, tidak salah bila dikatakan bahwa antara perseroan terbatas dan direksi terdapat hubungan fidusia yang melahirkan fiduciary duties bagi direksi.

Dengan ketentuan mengenai tugas sebagaimana disebut diatas, maka direksi perusahaan pengembang harus memiliki wewenang yang cukup besar untuk dapat menjalankan pekerjaannya tersebut. Dalam mengurus perseroan, direksi harus berorientasi pada kepentingan perseroan. Direksi akan selalu berurusan dengan aset orang lain, sehingga harus memiliki kejujuran yang tinggi sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh moral hazard 95, jika tidak direksi akan mendapatkan konsekuensi kerugian finansial yang serius dalam menjalankan perseroan. Oleh karena itu direksi perusahaan pengembang dilarang melakukan kegiatan yang berada diluar kewenangannya. Untuk menghindari moral hazard tersebut muncul prinsip tanggung jawab direksi sebagai fiduciary duty.

Direksi perusahaan pengembang menjalankan pengurusan perusahaan untuk

(32)

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab, serta kehati-hatian (care). Kemandirian direksi dalam membuat keputusan yang menurutnya terbaik bagi kepentingan perseroan adalah mutlak dalam rangka menjalankan fiduciary duty nya. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang mengharuskan direksi perusahaan pengembang dalam mengurus perseroan, selalui berorientasi pada kepentingan perseroan, karena ada kemungkinan bahwa kepentingan perseroan dapat tidak sejalan dengan kepentingan dan keinginan pemegang saham dalam perusahaan dimaksud.96

Dalam kegiatan sehari-hari direksi harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan usaha dari perseroan, menjalankan dan menghadiri rapat-rapat yang diperlukan, mengetahui syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan-peraturan perundangan dan melaksanakannya, menjalankan metode yang sewajarnya untuk dapat mengetahui kondisi yang terjadi di masyarakat sehubungan dengan kegiatan usaha perseroan, dan kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul.

Dari hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi tidak hanya terbatas pada ketidakjujuran atau kesalahan manajemen semata, tetapi juga termasuk kelalaian, meskipun itu hanya berupa kesalahan yang kecil. Bahwa direksi harus melaksanakan tugasnya untuk mengelola perseroan dengan itikad baik dan hati-hati sebagaimana orang biasa melaksanakan pengelolaan terhadap kekayaannya. Pelaksanaan itikad baik dan tanggung jawab inilah yang juga dikenal

96Emmy Pangaribuan Simanjuntak dalam Agus Budiarto,Kedudukan Hukum dan Tanggung

(33)

dengan prinsip duty of care. Sikap duty of care atau “kewajiban peduli” kepada perseroan, yang diwujudkan dalam mengelola perseroan selayaknya seseorang yang berhati-hati dalam mengerjakan kepentingan pribadinya, yang harus menjadi pedoman dalam menjalankan perseroan,

(34)

Direksi perusahaan pengembang bertanggung jawab dalam pengelolaan usaha perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya, dalam hal ini adalah pemasaran asset-asset perusahaan yang berbentuk tanah-tanah dan bangunan, yang menjadi objek pemasaran. Sebagai pihak yang akan memasarkan produksi, perusahaan pengembang tentu harus dapat menunjukkan dan memberikan keyakinan kepada pembeli produk akan kelebihannya selaku pemasar. Hal ini tidak terlepas dari nama dan citranya selaku perusahaan pengembang.

Direksi perusahaan pengembang haruslah mewaspadai kaitan citra perusahaan dengan penggunaan nama perseroan terbatas yang belum melakukan penyesuaian anggaran dasarnya. Apabila nama perusahaan dimaksud telah digunakan oleh perusahaan lain, dan jika perusahaan pengembang tersebut melakukan perbuatan hukum dengan menggunakan nama perusahaan yang sama dengan nama yang telah digunakan oleh perseroan terbatas yang telah disahkan tersebut, maka perusahaan yang anggaran dasarnya belum disesuaikan tersebut dapat dikategorikan telah menggunakan nama perseroan terbatas secara melawan hukum dan dapat dimintakan pertanggungjawaban hukumnya berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

Ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai apakah direksi tidak melaksanakan tanggung jawabnya97, yaitu:

1) Apakah tindakan direksi tersebut telah dilakukan dengan itikad baik;

2) Apakah dalam kondisi yang sama, setiap orang dengan keahlian tertentu yang sama, yang memiliki posisi sebagai direksi, juga akan melakukan tindakan tersebut, untuk kepentingan perseroan atau untuk kepentingan pribadinya.

97

(35)

3) Apakah tindakan tersebut diambil dengan keyakinan bahwa hal tersebut semata-mata untuk kepentingan yang terbaik bagi perseroan.

Dalam kaitan dengan konsekuensi hukum yang dihadapi perusahaan pengembang jika tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya dalam jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang, adalah adanya penegasan perusahaan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau Pihak Yang Berkepentingan. Selama pihak-pihak tersebut tidak menggunakan haknya itu, maka perusahaan pengembang tersebut tetap eksis sebagai badan hukum dan tetap dapat menjalankan aktifitasnya sebagai badan hukum sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan undang-undang perseroan terbatas.

Penyesuaian anggaran dasar dari perusahaan pengembang dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tetap dapat dilakukan direksi, walaupun telah melampaui jangka waktu yang ditentukan. Menurut undang-undang perseroan terbatas tersebut dan anggaran dasar perseroan, bahwa perubahan anggaran dasar dalam rangka penyesuaian anggaran dasar perseroan dengan undang-undang perseroan terbatas dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, dan pihak Direksi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyesuaian anggaran dasar dimaksud.

(36)

Biasa dapat dilakukan oleh pihak-pihak lain yang terkait, sebagaimana disebutkan, yaitu98:

(a)Direksi atas permintaan secara tertulis dari dewan komisaris atau pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari seluruh saham yang telah dikeluarkan dengan hak suara atau dikenal dengan pemegang saham yang memiliki Hak Derivatif.

(b)Dewan komisaris secara langsung jika direksi tidak menyelenggarakan RUPS dalam jangka waktu 15 hari setelah permintaan tertulis dewan komisaris diterima oleh direksi.

(c)Dewan komisaris atas permintaan pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham yang telah dikeluarkan dengan hak suara.

(d)Pemegang saham dengan hak derivatif dapat mengajukan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sendiri jika direksi dan dewan komisaris tidak menyelenggarakan RUPS dalam jangka waktu 15 hari.

Dari hal-hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa permintaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa ini dapat muncul dari Dewan Komisaris ataupun juga atas permintaan pemegang saham yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(37)

Perusahaan pengembang sebagai subjek hukum, dan dalam kegiatan usahanya memasarkan perumahan, melakukan segala perbuatan-perbuatan hukum selaku pemilik perumahan, harus selalu memenuhi persyaratan-persyaratan hukum yang berlaku. Dengan demikian harus selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan segala perubahan peraturan yang menyangkut peraturan tentang perseroan terbatas. Hal ini diperlukan agar perseroan tersebut tetap diakui keberadaannya (eksistensinya), walaupun Perseroan tersebut telah berhenti beraktifitas.

Direksi Perusahaan Pengembang sebagai pihak pengelola asset perusahaan, bertanggung jawab dalam mengelola aset perusahaan, hal ini sebagai lanjutan pelaksanaan dari tugas dan wewenang yang dipercayakan padanya. Sebagai direksi, ia akan menjalankan tugas dan kewajibannya dalam batas-batas kewenangan yang dibebankan perusahaan sebagaimana yang telah tertuang dalam akte pendirian perusahaaan tersebut.

Dalam menjalankan tugasnya direksi tidak hanya terikat pada apa yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, tetapi Direksi juga harus dapat mengambil prakarsa guna mewujudkan kepentingan perseroan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menunjang dan memperlancar tugas-tugasnya. Akan tetapi perbuatan-perbuatan tersebut harus masih dalam batas-batas yang dipekenankan atau masih dalam ruang lingkup kebiasaan kewajiban dan kepatuhan.

(38)

untuk melakukan penyesuaian atas anggaran dasar perusahaannya, maka sejak saat itu direksi perusahaan pengembang wajib mempersiapkan agenda rapat agar organ organ perseroan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham yang salah satu agenda rapatnya adalah melakukan perubahan atas anggaran dasar perusahaan. Dalam Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) tersebut seluruh pemegang saham berkewajiban untuk memberi persetujuan dalam rapat untuk dapat dilakukannya perubahan anggaran dasar dimaksud. Direktur dalam hal ini sangat berkepentingan untuk mengupayakan agar para pemegang saham dapat hadir dalam rapat dan memberikan persetujuannya.

Didalam pelaksanaannya dalam suatu perusahaan, adakalanya direktur tidak dapat menghadirkan para pemegang saham, untuk dapat hadir dalam Rapat, sehingga tujuan untuk dapat dilakukan proses penyesuaian anggaran dasar perusahaan tidak tercapai. Pemegang saham tidak seluruhnya bersedia memenuhi undangan rapat. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya perbedaaan kepentingan diantara para pemegang saham, ataupun ada kebijakan perusahaan yang tidak disepakati, sehingga menimbulkan ketidaksepakatan dalam melakukan perubahan anggaran dasar. Dalam keadaan ini sangatlah penting peran direksi untuk dapat mengajak para pemegang saham, agar lebih memikirkan kepentingan perusahaan.

(39)
(40)

Dalam contoh diatas terdapat kondisi dimana direksi perusahaan tidak berhasil mencapai kata sepakat dalam menyelesaikan permasalahan, masing-masing direktur mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda berkaitan dengan rencana kelanjutan pengurusan perseroan selaku perusahaan pengembang. Timbul konflik kepentingan (conflict of interest) diantara para pengurus perseroan, sehingga tidak dapat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk menyelesaikan permasalahan diadalam perusahaan, terutama untuk melakukan penyesuaian anggaran dasar perusahaan pengembang dimaksud sesuai perintah Undang-Undang yang baru.

Direksi perseroan dinyatakan bertanggung jawab karena kelalaiannya melakukan penyesuaian anggaran dasar perseroan, karena tugas kepengurusan perseroan sehari-hari berada ditangan Direksi perseroan.Direksi menjadi bertanggung jawab penuh secara pribadi jikalau penyesuaian tidak dilakukan, karena hal ini merupakan akibat kelalaian Direksi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

2. Tanggung Jawab Direktur Perusahaan Pengembang Terhadap Pihak Pembeli Perumahan.

(41)

melaksanakan hal-hal tersebut perusahaan pengembang akan memenuhi tahapan-tahapan prosedur hingga pelaksanaan penandatanganan akta Jual Beli dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dalam pelaksanaannya sebelum dilakukannya penandatanganan akta jual beli dihadapan pejabat yang berwenang, antara perusahaan pengembang dan pihak pembeli terlebih dahulu menandatangani surat perjanjian penjualan dan pembelian tanah dan bangunan secara intern yang disediakan oleh perusahaan pengembang. Hal ini sebagai kelengkapan administrasi interen para pihak serta untuk menunjukkan bentuk keseriusan para pihak menunggu waktu pelaksanaan penandatanganan akta Jual Beli yang sebenarnya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pertimbangannya adalah karena sertipikat telah diserahkan kepada pembeli dan harga jual beli telah diterima seluruhnya oleh penjual, namun karena ada syarat-syarat tertentu maka untuk sementara belum dilanjutkan dengan penandatangan akte jual beli dihadapan PPAT, menunggu pemenuhan syarat-syarat dimaksud dipenuhi.

(42)

Pada waktu pihak pembli akan melanjutkan proses jual beli atas tanah dan bangunan yang sebelumnya tertunda tersebut, muncul masalah baru yakni syarat atas kelengkapan dokumen pendukung dari perusahaan pengembang. Karena dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yakni:

a. Data tanah, meliputi:

1) Asli Surat Tagihan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan beserta pembayarannya 5 (lima) tahun terakhir, berikut Surat Tanda Terima Setoran (bukti bayarnya);

2) Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama);

3) Asli Ijin Mendirikan Bangunan (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelah selesai proses penandatanganan Akta Jual Beli);

4) Jika masih dibebani Hak Tanggungan, harus ada Surat Pengantar Roya dari Bank yang bersangkutan.

b. Data Penjual dan Pembeli, masing-masing dengan kriteria sebagai berikut: Untuk Perorangan:

1) Copy Kartu Tanda Penduduk suami isteri. 2) Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah.

3) Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada), untuk Warga Negara Indonesia Keturunan.

Untuk Perusahaan:

(43)

3) Kehakiman dan HAM Republik Indonesia;

4) Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan Sebagian kecil asset.

c. Dalam hal suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya.

Sebelum dilaksanakan perbuatan jual beli, harus dilakukan:

1) Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah yang menjadi objek jual beli pada kantor pertanahan yang berwenang;

2) Para pihak harus melunasi pajak jual beli atas tanah dan bangunan objek jual beli dimaksud.

Berdasarkan pelaksanaannya, dalam melakukan transaksi jual beli tanah beserta bangunan yang menjadi objek jual beli pada dasarnya dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

i. Melalui Akte Jual Beli

(44)

PPh, untuk dilakukan proses balik nama dari pemegang hak yang lama ke pemegang hak yang baru.

ii. Melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Apabila objek tanah dan bangunan yang diperjualbelikan belum memiliki sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan yang sah, misalnya pembuatan sertipikat tanah masih berlangsung, maka transaksi dilakukan dengan cara melakukan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Alasan lain adalah pembayaran tanah dengan cara dicicil dan oleh karena pembayarannya belum lunas maka belum bisa dilakukan penandatanganan akte jual beli.

Dari hal hal diatas terlihat bahwa direksi perusahaan pengembang sebagai

fiduciary adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) dari perusahaan harus melaksanakan perannya dengan dasar kepercayaan dan itikad baik (good faith), bahwa perbuatan hukum yang bertujuan untuk pengalihan hak atas tanah-tanah milik perusahaan kepada para pembeli dapat terlaksana sesuai kehendak para pihak.

(45)

jual beli tanah bersertipikat Hak Milik ataupun Hak Guna Bangunan99, karena kewenangan membuat akta Jual Beli Tanah untuk tanah-tanah bersertipikat ada pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).100

Didalam ketentuan umum perjanjian yang terdapat dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang Perikatan Pasal 1313 KUH Perdata memberikan rumusan tentang Perjanjian, bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Subekti memberikan definisi perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu Hal.101

Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Dengan keadaan diatas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah tidak dapat membuat akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut. Untuk tetap

99

Muchlis Patahna,Problematika Notaris, (Jakarta: Rajawali, 2009) hal. 9.

100Pasal 2, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(46)

dapat melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah sertipikat selesai di urus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. Untuk menjaga agar kesepakatan itu tetap terlaksana dengan baik sementara persyaratan yang diminta bisa tetap dapat di urus, maka biasanya pihak yang akan melakukan jual beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli. Dalam prakteknya, perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris lazim disebut dengan akta pengikatan jual beli (PJB).102

Pengertian perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat dengan cara memisahkan kata dari perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian dan pengikatan jual beli. Menurut R Subekti pengertiannya adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk dapat dilakukan jual beli antara lain adalah sertipikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga. Sedang menurut Herlien Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.103

Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/utama biasanya adalah berupa janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat-syarat yang disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian pokoknya. Misalnya dalam perjanjian

102Setyawan,Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Jakarta: Bina Cipta, 1987) hal. 36.

(47)

pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam klausul perjanjiannya biasanya berisi janji-janji baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli tentang pemenuhan terhadap syarat-syarat agar perjanjian pokoknya yaitu perjanjian jual beli dan akta jual beli tersebut dapat ditanda tangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), seperti janji untuk melakukan pengurusan sertipikat tanah sebelum jual beli dilakukan sebagaimana diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai syarat dari penjual sebagai akta jual beli dapat ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).104

Selain janji-janji biasanya dalam perjanjian pengikatan jual beli juga dicantumkan tentang hak memberikan kuasa kepada pihak pembeli. Hal ini terjadi apabila pihak penjual berhalangan untuk hadir dalam melakukan penandatanganan akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasi yang jauh, atau karena ada halangan dan sebagainya.Dan pemberian kuasa tersebut biasanya baru berlaku setelah semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanah di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi.105

Namun seandainya para pihak tersebut tetap berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untuk mengantisipasi hal itu PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akan menyarankan kepada para pihak untuk membuat akta perjanjian jual beli. Tujuan dari dibuatnya akta perjanjian jual beli tersebut salah satunya adalah agar pihak penjual dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya dari

104

Jaya Gunawan, Perkembangan Hukum Perdata Bidang Perjanjian Innominaat (Tak Bernama, (Bandung: Citra Ilmu, 2010) hal.10.

105 Kamaluddin Patradi, Pemberian Kuasa Dalam Praktek Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(48)

harga jual beli tersebut dan pihak pembeli dapat memperoleh hak atas tanah tersebut walaupun secara riil belum terjadi.106

Faktor lain yang menyebabkan orang melakukan perjanjian pengikatan jual beli adalah karena jual beli itu belum lunas (secara cicilan) dan untuk menunda kewajiban membayar pajak, karena dengan melakukan transaksi perjanjian jual beli, pajak tidak akan timbul karena tidak ada pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang diwajibkan di dalam peraturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata lain dapat dikatakan hal itu untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran pajak.

Dari semua pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Akta Pengikatan Jual Beli adalah surat yang ditandatangani antara penjual dan pembeli dalam jual-beli hak atas tanah sebelum dilaksanakannya jual beli yang sebenarnya dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli yang berfungsi sebagai perikatan bersyarat yang bentuknya bebas.107

Menurut Sudikno Mertokusomo,108 yang disampaikan pada Konperda IPPAT (Konperensi Daerah Ikatan PPAT) di Jawa Tengah pada tanggal 15 Februari 2004, disamping hakim, yang menemukan hukum adalah Notaris. Notaris memang bukan hakim yang harus memeriksa dan mengadili perkara, namun Notaris mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penerapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh yang bersangkutan. Notaris menghadapi masalah hukum konkrit yang diajukan oleh klien

106 Heriyanto Jusran, Hukum Perjanjian Innominaat Dalam Praktek, (Jakarta: Citra Media Ilmu, 2009) hal.15.

107I b i d , hal.6

(49)

yang minta dibuatkan akta. Masalah hukum konkrit atau peristiwa yang diajukan oleh hakim merupakan peristiwa konkrit yang masih harus dipecahkan atau dirumuskan menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas notaris, disinilah notaris melakukan penemuan hukum.109

Dengan demikian penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris yaitu Perjanjian Pengikatan Jual Beli dimana penemuan tersebut adalah untuk memecahkan rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan jual-beli sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak atas tanah, dimana semua persyaratan tersebut tidak selamanya dapat dipenuhi dalam sekali waktu oleh para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, dan hal ini adalah tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian pengikatan jual beli pun harus diikuti dengan akta kuasa. Pengikatan dan kuasa tersebut juga merupakan pasangan yang tidak terpisahkan. Kuasa dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah tujuannya memberikan jaminan kepada penerima kuasa (pembeli), setelah syarat-syarat yang diharuskan dalam jual beli tanah dipenuhi, untuk dapat melaksanakan sendiri hak-hak yang timbul dalam pengikatan jual beli atau menandatangani sendiri akta jual beli tanpa perlu kehadiran pemberi kuasa (penjual) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah dan bangunan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan jual beli, karena masih ada syarat-syarat yang belum dapat dipenuhi

(50)

pada saat ditandatanganinya perjanjian jual beli tersebut110 dan setelah syarat-syarat terpenuhi baru dilakukan pengikatan jual beli oleh para pihak.

Alas hak dari tanah-tanah asset perusahaan pengembang pada umumnya berupa Sertipikat Hak Guna Bangunan, namun dalam pelaksanaannya ada juga asset perusahaan berupa tanah yang berbentuk Sertipikat Hak Milik, yang diatas namakan kepada pengurus perseroan ataupun pribadi tertentu. Dalam hal ini perusahaan pengembang memberi Kuasa untuk pengurusan kepada direktur utama perseroan, dalam hal ini Kuasa untuk menjual aset-aset dimaksud. Keadaan menjadi bermasalah dengan meninggalnya direktur utama perusahan pengembang, sehingga akta Kuasa menjadi tidak berlaku lagi, dan penguasaan kembali kepada perusahaan.

Pihak pembeli aset-aset perusahaan pengembang dimaksud dapat dibedakan dalam 2 kelompok :

2.1. Pembeli yang belum melakukan proses pengalihan hak atas tanah.

Dalam hal ini pembeli tanah, telah melunasi seluruh harga tanah dan bangunan, serta telah menandatangani akta Jual beli yang dibuat oleh perusahaan pengembang secara dibawahtangan dan telah menerima sertipikat atas tanah yang menjadi objek jual beli. Pada awalnya hanya menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan penandatangan akta pengalihan hak, namun akhirnya menjadi terkendala dalam pelaksanaannya.

Pada saat pemilik tanah bermaksud akan melanjutkan proses yang tertunda sebelumnya yakni melaksanakan penandatangan akta Jual Beli

(51)

dihadapan pejabat yang berwenang, diperlukan tambahan syarat-syarat baru dari Pihak-pihak terkait, antara lain adanya tambahan akta anggaran dasar perseroan yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007. Untuk memenuhi tambahan syarat tersebut adakalanya tidak mudah, karena para pemegang saham dan pengurus dari perusahaan belum tentu sepaham untuk melanjutkan tujuan perusahaan terkait. Direktur utama adakalanya tidak berhasil mengupayakan pelaksanaan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk dapat melakukan penyesuaian anggaran dasar perusahaan.

2.2 Pembeli tanah yang belum melakukan proses pendaftaran peralihan

hak atas tanah.

Dalam hal ini para pembeli tanah telah menantangani akta pengikatan Jual Beli atas tanah, namun belum menandatangani Akta Jual Beli dihadapan Pejabat yang berwenang (PPAT) dan pendaftaran atas peralihan hak atas tanah tersebut. Dalam melaksanakan proses pendaftaran peralihan hak atas pada Kantor Pertanahan, memerlukan kelengkapan data legalitas perusahaan pengembang selaku penjual, antara lain adalah :

1) Copy identitas dari direksi atau pihak yang mewakili perusahaan; 2) Copy anggaran dasar perseroan lengkap, berikut pengesahannya dari

(52)

Dalam hal perusahaan pengembang lalai dalam melakukan pengkinian bentuk akta anggaran dasar perseroan sesuai dengan UUPT yang baru, akan muncul kendala pada proses pengurusan pendaftaran peralihan hak atas tanah. Pihak Badan Pertanahan setempat akan mensyaratkan dokumen perseroan yang telah disesuaikan dengan Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru. Ketidakmampuan untuk menunjukkan dokumen dimaksud akan membuat tidak terpenuhinya syarat-syarat dalam proses pendaftaran hak pada Kantor Pertanahan yang terkait, dan pada akhirnya akan berdampak pada para pembeli asset perusahaan.

Direksi perusahaan pengembang apabila telah berusaha untuk melaksanakan tugasnya untuk menyenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna menjalankan tugasnya berada di luar batas-batas kewenangannya (melanggar ketentuan anggaran dasar), maka semua anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dalam hal ini perseroan terbatas tidak ikut bertanggung jawab, oleh karena direksi yang melanggar anggaran dasar tidak mengikat perseroan terbatas.111

Tanggung jawab direksi secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai direksi, tetapi untuk dibebankan tanggung jawab tersebut, direksi tersebut harus telah melakukan hal-hal terhadap tindakan perusahaan, yakni :

Pertama, direksi mengizinkan perbuatan tersebut. Kedua, direksi meratifikasi

111

(53)

perbuatan tersebut. Ketiga, direksi ikut berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut.

Penyesuaian anggaran dasar jika tidak dilakukan oleh perseroan memang tidak serta merta membuat perseroan tersebut bubar, namun demikian jika karena kelalaian ini menyebabkan perseroan menjadi bubar atas putusan pengadilan negeri maka dalam hal ini pengurus perseroan menjadi bertanggung jawab atas bubarnya perseroan. Direksi perseroan dinyatakan bertanggung jawab karena kelalaiannya melakukan penyesuaian anggaran dasar, membuat perseroan bubar atas dasar keputusan pengadilan, karena tugas kepengurusan perseroan sehari-hari berada di tangan direksi perseroan. Direksi menjadi bertanggung jawab penuh secara pribadi jikalau penyesuaian tidak dilakukan akibat kelalaian direksi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Akan tetapi direksi dapat lepas dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan bahwa kerugian perseroan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan menerapkan prinsip kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, direksi tidak mempunyai benturan kepentingan dan direksi telah mengambil tindakan pencegahan timbulnya atau berlanjutnya kerugian perseroan.112

Konsekuensi hukum yang diberikan oleh undang-undang juga sebagai suatu bentuk paksaan terhadap perseroan agar melakukan penyesuaian terhadap anggaran dasar perusahaannya.

112

(54)

C. Bentuk-bentuk Pertanggungjawaban dari Perusahaan pengembang.

Dalam perusahaan pengembang, direksi merupakan pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur perseroan, mengelola maupun untuk memajukannya. Setiap jabatan dalam perseroan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Peraturan tentang pembagian tugas dan tanggungjawab setiap anggota direksi pada perusahaan pengembang ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS yang dimuat dalam anggaran dasar perseroan.

Sehubungan dengan hal tersebut, direksi perusahaan pengembang dalam menjalankan tugas kepengurusan senantiasa harus:

1. Bertindak dengan itikad baik.

2. Memperhatikan kepentingan perseroan semata-mata dan bukan kepentingan dari pemegang saham.

3. Melakukan kepengurusan perseroan dengan baik, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri.

4. Tidak berada dalam suatu keadaan yang dapat mengakibatkan kepentingan dan atau kewajibannya terhadap perseroan berbenturan dengan kepentingan perseroan, kecuali dengan pengetahuan dan persetujuan perseroan.

Referensi

Dokumen terkait

kualitas produk dan loyalitas konsumen di Toko Locked Target dalam. perspektif

Hasil Observasi Peneliti Terhadap Aspek Meningkatkan Perilaku Anti Prokrastinasi Akademik Melalui Layanan Konseling Kelompok dengan Teknik Self Management Pada Siswa

! ".. penanda bahwa jakau tersebut adalah milik orang pertama. Oleh karena itu, masyarakat suku Punan menginterpretasikan pisang hutan yang tumbuh dalam jakau tersebut

Jawapan anda hendaklah disokong dengan penerangan dan huraian atau contoh

Setelah penulis melakukan penelitian dan melihat kenyataan kiranya penulis perlu memberikan rekomendasi-rekomendasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kualitas pelayanan jasa angkutan

(a) Terangkan dua nilai yang patut diamalkan oleh masyarakat untuk menjayakan Program Kitar Semula.. (2 markah) (c) Berikan dua langkah untuk menjayakan Program Kitar Semula

Adakah keuntungan yang anda dapat dengan ikut dalam kelompok peternak sapi karya mandiri. Pernyataan Jumlah

origami modular dan jobsheet ) lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP Negeri 1 Buayan. Kata kunci : Media, Alat