• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Notaris Terhadap Minuta Akta Yang Rusak Atau Hilang Akibat Bencana Alam

TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS HILANG ATAU RUSAKNYA MINUTA AKTA YANG DISIMPAN OLEH NOTARIS KARENA BENCANA

C. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Minuta Akta Yang Rusak Atau Hilang Akibat Bencana Alam

159

Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris, misalnya pelanggaran terhadap Pasal 50 dan Pasal 51 UUJN yang berakibat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut telah ditandatangani oleh penghadap dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya, ganti kerugian dan bunga kepada yang berkepentingan, yang dalam Pasal 85 UUJN mengatur pengenaan sanksi terhadap notaris dapat berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat.

Bencana alam tsunami yang diawali dengan terjadinya gempa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), khususnya Kota Banda Aceh yang terjadi pada

hari Minggu tanggal 26 Desember 2004, pukul 07.50 WIB telah menghancurkan sepertiga wilayah Kota Banda Aceh. Musibah gempa bumi yang berskala sangat kuat yaitu 8,9 Skala Richter telah terjadi di Samudera Hindia di lepas pantai barat luar Pulau Sumatera. Gempa yang kemudian menyebabkan gelombang tsunami ini telah memporak-porandakan sebagian besar wilayah Aceh dan Nias di wilayah Indonesia, sebagian wilayah Thailand, Sri Langka, Maladewa (Maldives), Bangladesh, Burma, bahkan sampai ke pantai Somalia di Afrika Timur.160

Menurut informasi Media Center Posko Utama Satkorlak PBB Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai dengan tanggal 9 Maret 2005, jumlah jenazah yang telah dievakuasi mencapai 125.825 jiwa, sedangkan jumlah orang yang hilang diperkirakan mencapai 94.246 orang.161

160

Buku Utama Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Propinsi Sumatera Utara, Hal. 1

Bencana tsunami tersebut merupakan kejadian bencana alam terbesar di Indonesia sepanjang dasawarsa terakhir dari segi korban jiwa dan kehancuran sarana dan prasarana umum. Bencana tersebut telah mengakibatkan hilangnya manusia, hancurnya rumah, bangunan, dan infrastruktur, hilangnya benda-benda, dokumen identitas dan dokumen transaksi hukum lainnya. Pasca bencana tsunami tersebut telah mengakibatkan terjadinya sebagian tindak kejahatan seperti penjarahan, dugaan terjadinya perdagangan anak (child trafficking), pemalsuan laporan (mark up) jumlah pengungsi serta tidak berfungsinya lembaga publik secara normal. Kondisi tersebut

161

Agus Budi Wibowo dan Rusdi Sufi, Kisah di Balik Peristiwa Gempa dan Tsunami 26

diatas menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan secara normal tidak dapat dijalankan, termasuk sistem pemerintahan dan sistem hukum yang ada. Ketidaknormalan sistem pemerintahan dan hukum yang terkena bencana alam di Provinsi Aceh khususnya Kota Banda Aceh terfokus pada 3 (tiga) kendala yaitu infrastruktur fisik, infrastruktur hukum dan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang menjalankan sistem pemerintahan banyak yang meninggal atau hilang, infrastruktur fisik untuk menjalankan sistem pemerintahan hancur, catatan atau dokumen yang diperlukan untuk menjalankan sistem pemerintahan dan hukum ikut musnah.

Pasal 1 butir ke 13 dalam UUJN menerangkan bahwa Notaris mempunyai kewajiban untuk menyimpan dan memelihara dokumen-dokumen yang berhubungan dengan notaris namun bencana alam tsunami merupakan suatu keadaan alam yang tidak terduga yang menyebabkan rusak atau hilangnya minuta akta notaris yang juga merupakan bagian dari protokol notaris, maka kejadian ini bukan kesengajaan dan di luar jangkauan nalar dari notaris yang bersangkutan sehingga notaris yang terkena bencana alam tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya terhadap minuta akta yang rusak atau hilang tersebut sebab bencana yang timbul akibat faktor alam seperti gempa bumi, tsunami dan bencana alam lainnya bukan karena kelalaian notaris. Rusak atau hilangnya minuta akta notaris tersebut terjadi di luar kekuasaan

notaris karena Tsunami adalah merupakan Force Majeure (Keadaan memaksa)162 jadi keadaannya berada di luar kekuasaan manusia.163

Ada perbedaan terhadap pertanggungjawaban yang dilakukan oleh notaris untuk minuta aktanya yang rusak atau hilang karena keadaan memaksa (force majeure) seperti bencana alam dan karena kelalaian notaris sendiri. Dalam keadaan force majeure, tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, karena kerusakan atau kehilangan yang terjadi di luar kemampuan Notaris yang bersangkutan. Sedangkan untuk minuta akta yang hilang atau rusak karena kesalahan atau kelalaian notaris sendiri, maka notaris yang bersangkutan akan diminta pertanggungjawaban.

Meskipun notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya terhadap minuta akta yang hilang atau rusak tersebut akibat bencana alam, tetapi notaris mempunyai tanggung jawab moral untuk segera melaporkan mengenai telah terjadinya bencana alam yang mengakibatkan rusaknya kantor notaris termasuk hilangnya dokumen-dokumen notaris kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (sekarang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia).

164

Apabila ada sertifikat yang dipegang oleh notaris, misalnya sebelum bencana alam terjadi datang klien ke kantor notaris untuk dibuatkan akta jual beli dimana serifikat asli yang menjadi objek perjanjian tersebut dipegang oleh notaris untuk

162

Force majeure adalah suatu keadaan memaksa yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang tidak dapat diduga dan dihindari oleh setiap orang karena bersifat alamiah tanpa unsur kesengajaan.

163

Hasil wawancara dengan Bapak T.Abdurrahman selaku Notaris dan PPAT di Kota Banda Aceh, pada tanggal 31 Mei 2011

164

Hasil wawancara dengan Cakmat Harahap, selaku Ketua Majelis Pengawas Daerah Banda Aceh, pada tanggal 10 Juni 2011

dilakukan cek bersih. Kemudian pada saat akan dilakukan cek bersih terjadi bencana alam yang mengakibatkan kantor notaris menjadi rusak dan sertifikat asli yang ada di tangan notaris ikut hilang. klien yang merupakan pemegang hak dari sertifikat tersebut datang kepada notaris untuk meminta sertifikat asli yang dipegang oleh notaris karena ia juga ikut menjadi korban bencana alam. Notaris tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya, tetapi ada tanggung jawab moral yang seharusnya dilakukan oleh notaris. Tanggung jawab notaris hanya sebatas melaporkan sertifikat tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dilandasi surat keterangan dari kepolisan yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut telah hilang akibat bencana alam disertai surat pengantar dari notaris untuk dimintakan sertifikat pengganti. Mengenai biaya penggantian sertifikat dibebankan kepada klien yang merupakan pemegang hak tersebut. Sedangkan bila sertifikat tersebut hilang ditangan notaris karena kelalaian notaris sendiri maka notaris yang bersangkutan harus bertanggung jawab secara penuh terhadap sertifikat yang hilang tersebut yaitu semua biaya pengurusan dan penggantian sertifikat ditanggung oleh notaris yang bersangkutan.165

Pelaksanaan notaris sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon notaris disumpah atau mengucapkan janji (berdasarkan agama masing-masing) sebagai Notaris. Sumpah atau janji sebagai Notaris mengandung makna yang sangat dalam

165

Hasil wawancara dengan Ibu Elly Safiana, selaku notaris di Kota Banda Aceh pada tanggal 05 Agustus 2011

yang harus dijalankan dan mengikat selama menjalankan tugas jabatan sebagai notaris.

Sumpah atau janji tersebut mengandung dua hal yang harus dipahami, yaitu:166

1. Notaris wajib bertanggungjawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan;

2. Notaris wajib bertanggungjawab kepada negara dan masyarakat, artinya negara telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa Notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa Notaris mampu menyimpan segala keterangan atau ucapan yang diberikan di hadapan Notaris.

166

BAB IV