• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan

Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor dalam menjalankan Tupoksi nya pada bidang urusan Pangan tentunya tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi baik internal maupun eksternal, akan tetapi permasalahan dimaksud harus dipandang sebagai suatu tantangan dan peluang dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan pelayanan kinerja.

Tantangan yang paling nyata dihadapi terkait dengan pembinaan ketahanan pangan adalah makin merambahnya sektor non pertanian secara umum yang telah mengalihfungsikan lahan produktif pertanian, perikanan dan lahan hutan rakyat, baik sektor perumahan rakyat sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan atas perluasan pemukiman bagi masyarakat, maupun sektor industri barang serta jasa perdagangan dan wisata untuk mengembangkan skala usaha dalam pemenuhan target produksi dan jasanya, yang diakibatkan oleh adanya perkembangan global di berbagai sektor kehidupan masyarakat yang tidak dapat dihindari.

Sedangkan di sisi lain, sustainibilitas ketersediaan pangan bersumber pertanian, peternakan dan perikanan serta kelestarian daya dukung lahan konservasi dan hutan lindung melalui pemberdayaan berbagai bentuk kelompok masyarakat, masih harus tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan kesinambungannya.

Seiring dengan perkembangan global tersebut telah diantisipasi dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun provinsi, hal ini tentu berimplikasi pula terhadap kebijakan yang harus diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor agar teraplikasi sinergitas dan kesesuaian dalam menyelenggarakan berbagai program dan kegiatan yang mengedepankan prinsip keselarasan segenap potensi stakeholders yang terlibat dan berkepentingan didalamnya.

Berdasarkan metode SWOT Analysis terhadap tantangan dan peluang baik lingkungan internal yang meliputi Strengths

(Kekuatan) dan Weaknesses (Kelemahan) maupun lingkungan eksternal yang meliputi Opportunity (Peluang) dan Threaths (Ancaman), maka masing-masing kondisi lingkungan internal dan eksternal dimaksud, yaitu :

A. Lingkungan Internal Kekuatan (S) :

1. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah;

2. Peraturan Bupati Bogor Nomor 62 Tahun 2010 tentang Peningkatan Daya Saing Produk Kabupaten Bogor;

3. Peraturan Bupati Bogor Nomor 38 Tahun 2014 tentang Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan;

4. Peraturan Bupati Bogor Nomor 48 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Bogor Nomor 23 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Cadangan Pangan Daerah;

5. Peraturan Bupati Bogor Nomor 61 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas Ketahanan Pangan;

6. Keputusan Bupati Bogor Nomor 501/679/Kpts/Per-uu/2013 tentang Pembentukan Dewan Ketahanan Pangan;

dan

7. Peraturan Bupati Bogor Nomor 35 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengujian Mutu Pangan Segar Kelas A Pada Dinas Ketahanan Pangan.

Kelemahan (W) :

1. Pada tahun 2018, aparatur penyelenggaraan ketahanan pangan hanya berjumlah 45 orang (9 orang atau 20%

berusia diatas 50 tahun dan 36 orang atau 80% berusia 50 tahun ke bawah) yang terdiri dari : 1 orang Esselon II a, 1 orang Esselon III a, 3 orang Esselon III b, 12 orang Esselon IV a, 1 orang Esselon IV b dan 23 orang fungsional umum, 1 orang fungsional khusus analis ketahanan pangan dan 3 orang fungsional khusus penyuluh pertanian dan

peternakan yang diperbantukan, didukung oleh 35 orang outsourcing tenaga administrasi, 8 orang outsourcing tenaga kebersihan dan 9 orang outsourcing tenaga keamanan;

2. Baru memiliki 1 orang aparatur fungsional khusus Analis Ketahanan Pangan, serta belum memliki aparatur fungsional khusus Pengawas Mutu Hasil Pertanian dan Analis Pasar Hasil Pertanian, yang berperan sebagai inisiator serangkaian proses dan implementasi hasil analisis ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, sebagai bentuk aplikasi dari Pasal 24 Bab VI Peraturan Bupati Bogor Nomor 61 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas Ketahanan Pangan; dan

3. Belum terpenuhinya kelengkapan perlengkapan dan peralatan kantor penunjang kinerja aparatur, serta alat uji laboratorium portable sebagai upaya penjaminan keamanan pangan atas produk yang dihasilkan di tingkat produsen dan beredar di tingkat konsumen.

B. Lingkungan Eksternal Peluang (O) :

1. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi;

4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota;

5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

6. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah;

7. Sejak tahun 2014, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menetapkan secara nasional upaya penekanan tingkat alih fungsi lahan produktif sekaligus penciptaan lahan sawah baru yang merupakan substitusi alih fungsi lahan dimaksud sebagai tolok ukur keberhasilan tata ruang wilayah, serta optimalisasi daya dukung Daerah Irigasi (DI), Jaringan Irigasi (JI) dan aksesibilitas jalan produksi perdesaan bagi pengembangan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan sebagai tolok ukur keberhasilan kebinamargaan dan pengairan; dan 8. Setiap tahun terbit berbagai dokumen Petunjuk

Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis program / kegiatan ketahanan pangan dari lembaga koordinatif vertikal baik di tingkat pusat maupun provinsi, yang kemudian diterjemahkan dalam dokumen Petunjuk Teknis berdasarkan kebutuhan dan karakteristik masing-masing kabupaten / kota..

Ancaman (T) :

1. Pada skala nasional hingga Juni 2016, Institut Pertanian Bogor (IPB) melansir bahwa laju pertumbuhan penduduk sangat rawan pangan sekitar 5,96%/tahun, penduduk rawan pangan sekitar 3,32%/tahun dan penduduk tahan pangan sekitar minus 1,95%/tahun. Sedangkan kondisi di Kabupaten Bogor hingga Desember 2016, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kabupaten Bogor menjelaskan bahwa masih terdapat jumlah penduduk miskin sebanyak 498.500 jiwa atau 8,92% dari total penduduk sebanyak 5.587.390 jiwa;

2. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kabupaten Bogor, menjelaskan bahwa kondisi di Kabupaten Bogor hingga Desember 2017 masih terdapat jumlah rumah

tangga miskin sebanyak 171.483 KPM (Keluarga Penerima Manfaat);

3. Sejak tahun 2015, telah berlangsung ASEAN Free Trade Area (AFTA) / area bebas bea masuk impor diantara negara ASEAN, yang mengancam persaingan pasar produk pertanian, perikanan dan kehutanan Kabupaten Bogor yang umumnya masih belum memenuhi standar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam penerapan teknologi budidaya, pengolahan dan pengemasan, sekaligus berdampak pula terhadap keamanan & kehalalan produk yang di impor dari negara ASEAN lainnya;

4. Sejak tahun 2014, hasil analisa dan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa seluruh kepulauan di Indonesia akan dilalui oleh fenomena anomali alam El Nino (meningkatnya suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik, terutama bagian timur dan tengah) dan La Nina (menurunnya suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik), yang berdampak terhadap ketidak-menentuan waktu dan volume musim penghujan dan kemarau serta intensitas badai angin dan hujan pada tiap kawasan, yang turut berpengaruh terhadap stabilitas dan kontinuitas ketersediaan produk pangan;

5. Pada skala nasional Kementerian Pertanian RI melansir bahwa sejak tahun 2013 sekitar 80.000 Ha/tahun lahan pertanian produktif beralih fungsi menjadi sektor lain, sedangkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) menyimpulkan bahwa di Provinsi Jawa Barat setidaknya terdapat 50.000 – 100.000 Ha/tahun lahan sawah yang beralih fungsi maupun yang tidak lagi tergarap oleh petani (dari 826.000 rumah tangga petani, sebanyak 66,00%

memutasi lahan sawahnya karena alasan ekonomi dan sebanyak 34,00% karena tergusur proyek pemerintah dan tidak mampu mengelola lahannya lagi). Sekalipun Kementerian Pertanian RI sejak tahun 2010 – 2014 telah berhasil mencetak lahan pertanian baru seluas 347.984 Ha,

namun tingkat kualitas lahan dan produktivitasnya masih jauh di bawah lahan yang telah dialihfungsikan; dan

6. Menurunnya minat, orientasi dan motivasi usaha pada angkatan kerja usia muda terhadap usaha tani dan usaha mina, khususnya yang berdomisili pada wilayah hinterland pengembangan sektor non pertanian, perikanan dan kehutanan. Berdasarkan data dari Institut Pertanian Bogor

(IPB) untuk kondisi di Provinsi Jawa Barat hingga Juni 2016, dari 3.058.387 rumah tangga usaha pertanian

untuk usia < 25 tahun sebesar 0,59%, untuk usia 25 – 44 tahun sebesar 32,68%, untuk usia 45 – 64 tahun sebesar 50,77% dan untuk usia > 65 tahun sebesar 15.96%.