Sanitasi dan Pengelolaan Air Limbah
PENGEMBANGAN KAWASAN
3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan)
Lingkungan
Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012, kegiatan reklamasi merupakan jenis rencana usaha dan/kegiatan bidang multisektor yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mutu dan Dampak Lingkungan (AMDAL). RTRW DKI Jakarta 2010-2030 pasal 104 ayat (1) menyebutkan bahwa pengembangan kawasan Pantura harus diawali dengan perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup AMDAL. Beberapa kajian lingkungan hidup terkait dampak program ini terhadap wilayah perencanaan ini telah dilakukan, diantaranya adalah Kajian Lingkun-gan Hidup Strategis (KLHS) Pantura Teluk Jakarta pada tahun 2009.
Namun dalam perjalanan implementasi, penerapan rekomendasi terkait lingkungan hid-up menemui banyak kendala. Walahid-upun demikian, selayaknya hid-upaya-hid-upaya kajian terkait dampak lingkungan harus tetap dilakukan dengan sungguh-sungguh di masa mendatang. Perencanaan lebih lanjut sebaiknya dibuat tidak parsial sehingga tidak mengganggu ke-pentingan atau fungsi lain baik kegiatan sektoral—termasuk di dalamnya isu lingkungan hidup—maupun Pemerintah Daerah termasuk dampak kumulatif lingkungan hidup dari perencanaan reklamasi antar pengembang dan reklamasi yang akan menggunakan hutan lindung.
Penutupan teluk diperkirakan akan menciptakan dampak ekologis yang signifikan. Be-berapa dampak utama lingkungan akibat pembangunan telah diteliti dan dikompilasikan dalam dokumen ‘building block’ untuk analisa lingkungan strategis. Penelitian baru-baru ini mengidentifikasi dampak yang akan terjadi dan merekomendasikan upaya-upaya mitigasi yang memungkinkan, serta mengidentifikasi upaya untuk meningkatkan kualitas lingkun-gan.
Hutan bakau/mangrove: Di wilayah pesisir di Teluk Jakarta, hutan mangrove berada pada Taman Wisata Alam Kamal dan Kebun Pembibitan Angke Kapok (55.06 ha), Cagar Alam Muara Angke (25.02 ha), Hutan Lindung Angke Kapok (44.76 ha), juga di sekitar Cilincing Marunda dengan luas total sekitar 118.11 ha di tahun 2011.
Pembangunan tanggul laut, tanggul sungai, dan reklamasi pantai akan mengganggu sa-linitas dan pasang-surut laut yang berperan dalam pertumbuhan tanaman mangrove. Bila tidak ada pasang-surut maka populasi mangrove dan habitat fauna (ikan, burung pantai, monyet berekor panjang, reptil) yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan man-grove akan terancam. Jika terlanjur rusak, maka akan dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan kondisi hutan mangrove tersebut.
Alternatif mitigasi terhadap dampak rusaknya hutan mangrove yang di rekomendasikan dalam PTPIN adalah relokasi hutan mangrove. Rancangan dalam implementasi tahap B dalam program PTPIN akan menggabungkan pengembangan hutan mangrove di sayap barat Garuda Megah. Pada kawasan ini diusulkan sebagai tempat pengembangan taman hutan bakau dan Discovery Center. Kesempatan untuk mengembangkan kawasan hutan mangrove ini dilakukan melalui rancangan Tahap C dengan menggunakan penambahan
Gambar 3.27 Pembibitan mangrove
stuktur di bagian timur untuk menciptakan sistem muara dengan kondisi intertidal di ba-gian utara mulut Sungai Cikarang.
Kehidupan Laut. Penutupan teluk ini akan mengubah teluk Jakarta menjadi danau retensi air tawar, yang akan menciptakan dampak besar terhadap keadaan ekologis di teluk Ja-karta. Hasilnya, spesies ikan laut yang menetap di wilayah itu dan benthos akan musnah. Dampak Hidrodinamis: Penutupan teluk Jakarta akan menimbulkan perubahan signifikan terhadap pola di teluk. Perubahan tersebut diperkirakan akan menimbulkan erosi baru dan risiko sedimentasi.
Sosial
Selayaknya sebuah proyek berskala besar, implementasi pembangunan tanggul laut, tang-guk sungai, dan reklamasi pesisir utara Jakarta akan berdampak terhadap kondisi sosial yang relatif besar. Dampak ini dapat bisa bersifat positif maupun negatif. Dilihat dari sisi sosial, dampak utama program ini adalah yang terkait dengan ketenagakerjaan, pengem-bangan masyarakat di wilayah pesisir, sektor perikanan dan komunitas terkait.
Secara tradisional, kawasan pantai Jakarta−terutama di lahan-lahan kosong− ditempati oleh masyarakat pendatang, kecuali kawasan Luar Batang, Cilincing dan sedikit Marunda yang dihuni penduduk “asli” masyarakat Betawi. Kawasan – kawasan kosong itu adalah la-han yang terletak di muara Kali Kamal, muara dan bantaran Kali Angke, kawasan Rumah Pompa Pluit, bantaran Waduk Pluit, Sunda Kelapa, kawasan Kali Baru, dan muara Kali Lan-dak. Penghuninya sudah bercampur baur dan mencirikan masyarakat pesisir. Selama berta-hun-tahun, mereka turun temurun menempati lahan-lahan kosong tersebut.
Ada beberapa kelompok masyarakat yang teridentifikasi yang berada di pesisir utara Jakar-ta, baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari pembangunan Giant
Gambar 3.28 dan 3.29 Kondisi di kawasan Kali Baru dan Muara Kamal
Sea Wall, yaitu: masyarakat di Muara Kamal (peternak kerang hijau), Nelayan Kali Angke, Pasar Ikan Muara Angke, Kali Baru, Cilincing, Marunda Pulo dan Marunda Kongsi (kawasan cagar budaya Betawi)
Pengembangan Masyarakat dan Relokasi. Penguatan tanggul laut pada PTIN Tahap A akan memberikan dampak langsung dan besar kepada penghuni pada masyarakat pesisir pada semua penghuni di pesisir Jakarta, termasuk 1,5 juta jiwa penduduk yang bermukim di pemukiman kumuh. Banyak rumah-rumah yang dibangun di atas tanggul laut. Di beberapa tempat, tanggul laut langsung melalui daerah perumahan dan daerah pemukiman kumuh. Kegiatan galangan pembuatan kapal dan galangan perbaikan kapal yang mengandalkan hubungan langsung dengan laut akan terganggu oleh pembangunan tanggul. Mengu-rangi dampak pada masyarakat/komunitas dan kegiatan perekonomian ini merupakan hal yang sangat penting dari segi sosio-ekonomi. Titik awal perancangan konseptual Tahap A sedapat mungkin berusaha membatasi relokasi akibat penguatan tanggul. Garuda Megah direncanakan akan dapat menyediakan ruang untuk perumahan sosial (sebanyak 17 pers-en) dan kebutuhan lahan untuk menampung relokasi.
Perikanan dan Masyarakat Nelayan: Garuda Megah dan tanggul laut akan menutup jalan masuk ke
pelabuhan-pelabuhan ikan yang ada. Tempat penang-kapan ikan dan budi-daya air asin akan hi-lang di waduk retensi air tawar. Mengingat
pentingnya sektor
perikanan bagi ma-syarakat yang ber-gantung kepada sek-tor ini, maka perlu dipikirkan lebih lanjut bagaimana mengu-rangi dampak ini
ke-tika teluk ditutup. Salah satu usulan dari PTPIN ini adalah merelokasi masyarakat nelayan dan pelabuhan perikanan ke kedua ujung luar barat dan timur dari sayap Garuda Megah. Selain mendapatkan tempat baru, program ini diharapkan juga dapat menciptakan ke-mungkinan bagi mereka untuk menjual produk-produk mereka langsung di pasar, toko sementara maupun permanen, restoran dan warung makanan. Untuk jangka panjang, waduk retensi air tawar ini dapat menciptakan alternatif kegiatan baru bagi nelayan. Den-gan catatan: bila kualitas air cukup layak untuk mendukung kegiatan tersebut. Namun demikian upaya untuk mengurangi dampak proyek ini terhadadap masyarakat nelayan,
Gambar 3.30 Grafik Perkemban-gan Jumlah Nelayan Jakarta Utara Tahun 2004-2008
antara lain merelokasi mereka ke tempat yang lebih aman dan layak sekaligus juga untuk meningkatkan pendapatan mereka, harus dilakukan dan dipikirkan dengan hati-hati. PTPIN diharapkan dapat menciptakan banyak peluang kerja, melalui kegiatan reklamansi diperki-rakan akan menciptakan lebih dari 550.000 lapangan kerja baru. Pekerjaan konstruksi Ga-ruda Megah diperkirakan akan menyediakan 4.250 lapangan pekerjaan sementara.