• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tao Ditinjau dari Definisi Tindakan/Perilaku ( Code )

Dalam dokumen T2 752011001 BAB III (Halaman 40-45)

3.4. Ajaran Agama Tao

3.4.2. Tao Ditinjau dari Definisi Tindakan/Perilaku ( Code )

Code merupakan pedoman tata tindak (perilaku) yang timbul akibat adanya kepercayaan (creed). Maksudnya, tindakan manusia terjadi berdasarkan pemahaman atas kepercayaan di atas. Tindakan-tindakan ini termasuk kategori tindakan etis. Code yaitu seperangkat tindakan yang bersumber pada keyakinan dalam Creed tadi seperti harus berbuat kebajikan dan sebagainya.

Agama Tao memiliki ajaran moralitas yang sangat tinggi, yang tercermin

dalam prinsip dasar Tao, yakni “Kesetiaan” dan “Bakti”. Agama Tao mengajarkan

umatnya untuk menghormati langit dan bumi, menghormati leluhur, mengasihi sesama, dan berdamai dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, agama Tao mengajarkan prinsip keadilan, kesetaraan, dan damai. Karena itu, pengembangan diri bagi umat Tao meliputi dua aspek, yakni aspek ke dalam dan aspek keluar. Dalam aspek keluar, agama Tao mengajarkan bahwa seseorang harus setia, berbakti, berbuat kebajikan dan cermat. Dalam aspek ke dalam, agama Tao mengajarkan bahwa seseorang harus jujur, teguh memegang prinsip yang baik dan benar. Hal ini dimaksudkan untuk memajukan diri sendiri, membantu orang lain tanpa ada batasan apapun.

Berbuat baik sangat ditekankan dalam agama Tao, sebagaimana yang dikatakan oleh Taw Taubing (Wawancara, tanggal 23 Mei 2014), sebagai berikut:

“Dalam teks Tai Shang Gan Yin Pian disebutan bahwa bila seseorang telah

mencapai Tao, maka ia akan menjadi yang terdepan dalam berbuat kebaikan, welas asih pada orang lain, berdedikasi tinggi pada tugasnya, membantu orang yang patut dibantu dengan tanpa pamrih, hormat pada orang tua, memberi perhatian yang besar kepada yang muda, tidak merusak leingkungan termasuk tanah, tumbuh-tumbuhan dan serangga, berempati dan berusaha membantu kepada orang yang membutuhkannya, berempati dan berusaha menyelamatkan kepada orang-orang yang sedang dirundung kemalangan, memandang keberuntungan orang lain sebagai keberuntungannya sendiri, dan sebaliknya memandang kemalangan orang

lain sebagai kesusahan dirinya sendiri”.

Ajaran etika tersebut dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terwujud sikap dan perilaku yang baik ketika berhubungan dengan sesama umat Tao ataupun masyarakat pada umumnya. Dengan etika semacam ini, maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan teratur ntara sesama umat beragama. Dalam kehidupan sehari-hari, etika semacam ini terlihat pada cara-cara berpakaian, berbicara, berjalan, bahkan makan dan tidur. Semua aspek kehidupan ini tidak hanya dilakukan oleh Taois (umat Tao), melainkan juga pendeta Tao. Hal ini disebabkan oleh tanggung jawab seorang pendeta Tao yang harus memiliki moral dan mental yang baik dibandingkan umat biasa.

Oleh karena itu, seorang pendeta Tao harus memenuhi aturan atau ketentuan etika agama Tao agar mencapai tingkat religiusitas yang lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan agar seorang pendeta Tao tidak melakukan perbuatan yang tidak baik, perkataan dan perilaku yang membahayakan moral. Keberadaan aturan ini pada hakikatnya bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan kemurnian dan integritas umat ataupun pendeta agar selalu menuju di jalan Tao.

saling berlawanan, dan setiap unsur yang berlawanan tersebut saling tergantung satu sama lain. Ajaran ini kan dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan damai.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan hal agama menjadi menarik untuk disimak dimana kita tahu bahwa berbicara tentang agama tidak akan terlepas dari hal-hal yang bersifat spiritual, dimana sesuatu yang sacred (suci), ghaib, ataupun mungkin mistis ada di dalamnya. Namun semua ini takkan lepas

dari apa yang disebut sebagai “umat”, golongan yang mendukung dan meyakini

akan keberadaan agama sebagai sarana pendekatkan diri pada sang Causa Prima (biasa disebut dengan Tuhan, Dewa, Allah) yang bersifat transedental dan tentunya berlawanan dengan keprofanan manusia.

Keyakinan umat akan keberadaan Tuhan dimanifestasikan kedalam ritus peribadatan yang telah dinisbatkan dalam Kitab Suci yang bersumber dari wahyu- Nya, ritus-ritus ini dapat bersifat individual maupun komunal. Agama menjadi suatu pranata nilai yang memberikan pedoman bagi manusia (umatnya) dalam menjalani kehidupan dunia dan pencapaian kesempurnaan di akhirat, karenanya pelaksanaan nilai-nilai keagamaan ini disertai pula dengan sanksi yang bersifat transeden berupa dosa dari Tuhan.

Bagi manusia peran agama sebagai pedoman dalam mempertanyakan keberadaan dirinya sendiri serta alam semesta tidak dapat dipisahkan dari pandangan hidup yang diwarnai oleh perasaan sakral (suci) sehingga sulit bagi orang lain diluar lingkungan agama tersebut melihat bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, dimana pemeluk agama diliputi oleh keyakinan,

kesetiaan, dan kekaguman terhadap nilai-nilai moral dalam agama (Nothingham, 2002:4). Akan sangat bijaksana bagi kita untuk tidak menilai agama dari perspektif personal kita yang tentunya akan sangat berbeda dengan para penganutnya, dimana tolok ukur agama berada pada religusitas umat dari agama itu sendiri.

Sumber-sumber kebajikan bagi umat Tao tertuang dalam kitab suci yang menjadi pegangan hidup bagi umat Tao. Agama Tao juga mempercayai adanya

kitab suci yang bernama “Tao Te Ching”. Kitab ini merupakan pemikiran Nabi Lao Zi yang dijadikan sebagai pedoman moral dan etika bagi umat manusia yang ditulis pada abad ke 6 SM. Penulisan kitab ini terdiri atas 5.000 kata, dan tersusun dalam 81 bab, yang terdiri atas dua bagian, yakni: 1). bagian pertama terdiri atas 37 bab yang menerangkan tentang Tao, yang diyakini ada dimana-mana dan asal mula dari segala sesuatu yang di alam ini; 2). bagian kedua terdiri atas 44 bab yang menerangkan tentang Te (kebajikan), yakni daya dan atau kekuatan yang diperoleh dengan mengikuti Tao. Karena itu, isi kitab ini pada prinsipnya adalah mengembangkan jalan Tao agar selaras dengan kehidupan alam.

Selain kitab Tao Te Ching tersebut, agama Tao juga mengenal kitab lain, yakni Kitab Chuangzi dan Kitab Liezi. Kitab Chuangzi merupakan kumpulan 33 bab essai yang terdiri atas tiga bagian, yakni bab dalam, bab luar, dan bab lain- lain. Kitab ini lebih banyak diperuntukkan untuk rakyat jelata sebagai pedoman hidup mereka dibandingkan dengan para penguasa. Kitab Liezi merupakan kumpulan cerita-cerita dan hiburan-hiburan dalam filsafat. Kitab ini juga berisikan

ajaran-ajaran untuk memahami agama Tao. Secara umum ajaran dari agama Tao bersumber dari Kitab Suci Tao De Jing (Kitab tentang Kebijakan dan Kebajikan), namun agama Tao juga memiliki sejumlah kitab suci lainnya yang harus diyakini oleh umatnya, antara lain:

a. Dai Sang Lao Jun Zhen Jing (Kitab Suci Maha Dewa Dai Sang Lao Jin); b. Er Lang Shen Zhen Jing (Kitab Suci Dewa Er Lang Shen);

c. Fu Tek Zhen Shen Zhen Jing (Kitab Suci Dewa Fu Tek Zhen Shen); d. Wang Di Zhi Jing (Empat Kitab Kaisar Kuning(Huang Di);

e. Dai Bing Jing (Kitab Dai Bing atau Kitab Aman Sentosa); f. Qing Jing Jing (Kitab Hening Tanpa Pamrih);

g. Shen Tian De Tao Zhen Jing (Kitab Suci demi Mendapat Tao dan Naik Ke Langit).

Kitab-kitab tersebut pada hakikatnya adalah tiga kitab klasik Tao yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Hal ini terlihat pada pembukaan kitab Tao Te Ching yang menyebutkan:

“Tao yang dapat dijabarkan bukanlah Tao yang sejati; nama yang dapat diberikan pada Nya, bukanlah arti yang sesungguhnya. Dia adalah tak bernama, dan tak berwujud, serta tak terjangkau oleh pemikiran normal. Tao adalah sumber dari semua kehidupan, sesuatu yang bukan pribadi tetapi bukan Dewa/Roh. Tao adalah sesuatu yang tak bernama tetapi berada di belakang layar alam semesta ini. Kehidupan ini sinonim dengan Keberadaan, dengan Tuhan, dengan Allah(Anand Krisna, 1998: xv)”.

Selama ini banyak hal-hal negatif yang berhembus tentang agama Tao di Indonesia, selain karena pengaruh stigma yang diterima etnik Cina juga adanya kesesatan informasi tentang keberadaan agama Tao. Agama Tao sering pula

dianggap sebagai ajaran mistis, misterius, dan seolah-olah enggan bersentuhan dengan dunia luar, semua ini lebih karena minimya pemahaman masyarakat tentang bagaimana sebenarnya agama Tao. Orang cenderung menjustifikasi agama Tao hanya sebagai nilai-nilai filsafat karena tidak mampu menangkap essensi ajaran Tao yang tertuang pada Kitab Suci Tao De Jing, kitab suci ini berisi 5000 kata bijak dari Lao Tzu yang sederhana namun memiliki makna yang dalam sehingga banyak orang menilai dengan subyektifitasnya sendiri (multiinterpretable) dan terkadang menimbulkan kesesatan pemahaman.

Dalam dokumen T2 752011001 BAB III (Halaman 40-45)