• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN

MANAJEMEN KEUANGAN DAN PELAPORAN PROYEK 8.1 PERATURAN-PERATURAN DI BIDANG KEUANGAN

8.2 TATA CARA PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada suatu tahun anggaran dimulai dengan penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran. Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut sebagai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian atau Lembaga (RKA-KL) yang telah disetujui oleh DPR dan Peraturan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja pemerintah pusat dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).

DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku BUN. DIPA berlaku untuk satu tahun anggaran dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan penganggaran anggaran.

Disamping itu, DIPA dapat dimanfaatkan sebagai alat pengendali, pelaksanaan pelaporan, pengawasan dan sekaligus merupakan perangkat akutansi pemerintah. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggung-jawabkan.

Mengacu pada pengertian di atas, DIPA merupakan kesatuan antara rincian rencana kerja dan penggunaan anggaran yang disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga dan disahkan oleh BUN.

8.2.1 Penyusunan Rincian Penggunaan Anggaran

Dalam rangka pelaksanaan rencana kerja penuangan muatan rencana kerja dari anggaran ke dalam konsep DIPA harus menunjukkan keterkaitan fungsi, subfungsi, program kegiatan, sub-kegiatan dengan satuan dan indikator keluaran.

Untuk keperluan penggunaan anggaran, penuangan muatan rencana kerja dan anggaran ke dalam konsep DIPA harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (Bagan Akun Standar) dan ketentuan pembayaran/pencairan dana melalui mekanisme APBN.

Berdasarkan tujuan di atas, tata cara penuangan rencana kerja dan anggaran ke dalam rincian penggunaan anggaran konsep DIPA adalah sebagai berikut:

a. Penuangan Program Kegiatan, Sub Kegiatan dan Kelompok. b. Penempatan Akun dan Jenis Belanja

c. Pengisian Kode Kewenangan

d. Penetapan Sumber, Tata Cara Penarikan dan Kantor Bayar

8.2.2 Pengesahan DIPA

a. Pengesahan DIPA Kementerian Negara/Lembaga

Pengertian Pengesahan DIPA adalah :

1. Pengesahan DIPA merupakan penetapan oleh Dirjen Perbendaharaan atas Konsep DIPA yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan memuat pernyataan bahwa rencana kerja dan anggaran pada DIPA berkenaan tersedia dananya dalam APBN dan dapat merjadi dasar pembayaran/pencairan dana atas beban APBN.

2. Pengesahan DIPA dilakukan dengan penerbitan Surat Pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh:

a) Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan, untuk DIPA Kantor

Pusat/Satker Pusat, dan DIPA Tugas Pembantuan.

b) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri

Keuangan untuk DIPA Kantor Daerah/Satker Vertikal, dan DIPA Dana Dekonsentrasi.

8.2.3 Pelaksanaan DIPA

a. Penetapan Pejabat Perbendaharaan

Terhadap DIPA yang disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menunjuk Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran untuk Satker di lingkungan instansi yang bersangkutan dengan surat keputusan.

Kuasa Pengguna Anggaran adalah Kepala Satker yang bertanggungjawab menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA. Uraian Tugas dan Fungsi pejabat inti Satuan Kerja sebagai berikut :

1. Kuasa Pengguna Anggaran

a) menyusun DIPA

b) menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelola

anggaran/keuangan;

c) menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;

d) memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan

dana;

e) mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan

pelaksanaan kegiatan dan anggaran

f) menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

a) mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;

b) merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai

dengan ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;

c) menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan

atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

d) melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai

dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;

e) melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan

barang/jasa dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang

ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah ditetapkan;

f) merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran

(output) yang ditetapkan dalam DIPA; dan

g) melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban

pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan. 2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

a) menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan

DIPA;

– menyusun jadwal waktu pelaksanaan kegiatan termasuk rencana penarikan

dananya;

– menyusun perhitungan kebutuhan UP/TUP sebagai dasar pembuatan SPP-UP/TUP

– mengusulkan revisi POK/DIPA kepada KPA

b) menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa

c) membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia

Barang/Jasa

d) melaksanakan kegiatan swakelola

e) memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/ kontrak yang dilakukannya

f) mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;

g) menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara

– menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak

tagih kepada negara; dan/atau

– menguji kebenaran dan keabsahan dokumen/surat keputusan yang menjadi

persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai.

Dalam menerbitkan SPP, PPK melakukan pengujian yang meliputi:

– kelengkapan dokumen tagihan

– kebenaran perhitungan tagihan

– kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN

– kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang

tercantum dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa

– kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang

tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak

– ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang

tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrakengenai hak tagih kepada negara

– ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang

tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak

3. PPSPM (Pejabat Pembuat SPM).

a) menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung

– kelengkapan dokumen pendukung SPP

– kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK

– kebenaran pengisian format SPP

– kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran

Satker

– kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai

– kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi

persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan pengadaan barang/jasa

– kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan

dengan perjanjian/kontrak/surat keputusan

– kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari

pihak yang mempunyai hak tagih;

– kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh

pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara

– kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam

perjanjian/kontrak

b) Menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk

dibayarkan

c) membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;

d) menerbitkan SPM

– mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan sisa dana

UP/TUP pada kartu pengawasan DIPA

– menandatangani SPM

– memasukkan Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda

tangan elektronik pada ADK SPM

e) menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih

f) melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA

g) melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengujian dan perintah pembayaran.

4. Bendahara Pengeluaran

a) Menteri/Ketua Lembaga menetapkan Bendahara Pengeluaran

b) Penetapan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada Kepala Satker

c) Pengangkatan Bendahara Pengeluaran tidak terikat periode tahun anggaran

d) Surat Penetapan BP disampaikan kepada PPSPM dan PPK, serta kepada Kepala KPPN

dalam rangka penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ)

e) Bendahara Pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK atau PPSPM

f) Dalam hal tidak terdapat pergantian Bendahara Pengeluaran, penetapan Bendahara

Pengeluaran tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku

g) Dalam hal Bendahara Pengeluaran dipindahtugaskan/ pensiun/diberhentikan dari

jabatannya/berhalangan sementara, Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala Satker menetapkan pejabat pengganti sebagai Bendahara Pengeluaran

h) Bendahara Pengeluaran yang dipindahtugaskan/ pensiun/diberhentikan dari

jabatannya/berhalangan sementara bertanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi keuangan.

b. Penyusunan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam DIPA, setelah DIPA disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari DIPA.

c. Revisi DIPA

Dalam hal DIPA memerlukan perubahan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat melakukan revisi DIPA untuk selanjunya diajukan pengesahannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Prosedur dan tata cara panyelesaian dan pengesahan revisi DIPA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.

8.2.4 Hal-hal Penting Pada Tahap Penyusunan DIPA a. Angka Netto atau Bruto.

Angka yang tercantum didalam DIPA Loan WINRIP harus merupakan angka Netto artinya angka tersebut tidak termasuk pajak yang terkait dengan pengeluarannya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan perpajakan. Sedangkan didalam DIPA pendamping harus merupakan angka Bruto sebab termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Sumber anggaran

Angka yang tercantum didalam DIPA harus jelas menunjukkan sumber anggarannya yaitu sumber dana APBN Rupiah Murni atau sumber dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) dengan Kode Nomor Register. Hal ini sangat penting diketahui karena hal tersebut sangat berkaitan dengan hal hal yang khusus didalam pelaksanaannya.

c. Pengadaan

Cara pengadaan barang dan jasa mengacu pada peraturan yang berlaku tentang pengadaan barang dan

jasa pemerintah. Kepres, Peraturan – peraturan yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman.

d. Pembebanan pengeluaran

Pengeluaran akan dinyatakan memenuhi syarat apabila pembebanan ke dalam alokasi pembiayaan tertentu sesuai dengan klasifikasi anggarannya. Namun demikian dalam hal pengeluaran sebagian atau

seluruhnya dibiayai dengan loan, perlu diperhatikan pula porsi yang dibebankan pada loan dan

kategori pengeluaran yang dibebankan pada porsi pendampingnya dibebankan pada APBN Rupiah Murni atau anggaran lainnya.

Kategori pengeluaran didalam NPLN tidak tercantum didalam DIPA akan tetapi didalam naskah perjanjian luar negerinya (NPLN) sehingga perlu perhatian khusus pada saat membuat komitmen.

e. Cara pembayaran pengeluaran

Untuk pengeluaran yang dibebankan pada APBN Rupiah Murni, pembayaran dilakukan kepada pihak ketiga melalui Kantor KPPN, dan /atau pembayaran tunai melalui uang persediaan (UP) yang tersedia di dalam kas Bendahara Pengeluaran.

Pengeluaran yang dibebankan pada PHLN Rekening Khusus pada umumnya sama dengan tata laksana pembayaran pada APBN Rupiah Murni dan dimungkinkan pembayaran dalam bentuk mata uang asing serta pembayaran PHLN melalui mekanisme Pembayaran Langsung khususnya untuk pekerjaan fisik, proses pembayaran dilakukan di KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah.

f. Aspek perpajakan

Setiap pengeluaran atas beban APBN dari sumber dana rupiah murni terutang pajak yang terkait dengan pengeluaran tersebut. Pajak tersebut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan (BM/BMT) dan Pajak Penghasilan (PPh). PPN, PPnBM dan BM/BMT merupakan pajak yang menjadi beban konsumen dalam hal ini Satker sehingga kebutuhan pajak tersebut harus disediakan dalam DIPA.

Khusus untuk pengeluaran yang dibiayai dengan sumber dana pinjaman luar negeri, penyediaan PPN, PPnBM dan BM/BMT didalam DIPA memperoleh pengecualian yaitu PPN dan PPnBM tidak dipungut, BM/BMT dibebaskan sedangkan PPh merupakan pajak yang menjadi beban pihak ketiga dan bukan atas beban anggaran.