• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KETENTUAN HUKUM SURAT KUASA MEMBEBANKAN

A. Tata Cara Pemasangan Hak Tanggungan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dibuat para pihak dalam rangka pemasangan hak tanggungan yang dituangkan dalam suatu Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT), karena salah satu pihak tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam pemasangan hak tanggungan tersebut, sehingga memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melaksanakan, yang pada umumnya diberikan debitur kuasa kepada pihak kreditur. Oleh karena itu, berikut ini dijelaskan tahapan dalam pembebanan hak tanggungan karena sangat terkait dengan terjadinya pemberian SKMHT.

Tata cara atau proses yuridis dan administratif melekatnya titel eksekutorial pada Hak Tanggungan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Pertama

Tahap pertama adalah pengikatan perjanjian kredit atau perjanjian utang yang dalam salah satu pasalnya disepakati janji debitor memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang. Dengan demikian, perjanjian kredit yang berisi janji debitor memberikan Hak Tanggungan merupakan perjanjian pokok (basic

agreement, principal agreement) yang berfungsi sebagai dokumen pertama untuk

membuktikan adanya perjanjian hutang.

Menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT, eksistensi janji memberikan Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit merupakan bagian tak terpisahkan dari janji

pemberian Hak Tanggungan. Perjanjian Hak Tanggungan bersifat accessoir dengan perjanjian pokok. Dengan demikian, Hak Tanggungan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang memberi jaminan atas pelunasan hutang yang disebut perjanjian pokok.

Bentuk perjanjian pokok yang berisi pemberian Hak Tanggungan, menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT dapat berbentuk akta dibawah tangan (onderhandse akte) atau akta autentik (authentieke akte ). Pembuatannya dapat di dalam maupun di luar negeri, tidak dipersyaratkan validitas atau keabsahannya mesti dibuat di dalam negeri, akan tetapi tetap sah dibuat di luar negeri. Sedangkan subyek atau pihak dalam perjanjian Hak Tanggungan dapat orang perseorang (natural person), bisa badan hukum (legal entity), dan juga dapat orang atau badan hukum asing dengan syarat kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk pembangunan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Tahap Kedua

Tahap kedua adalah pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan berbentuk Akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Akta Pemberian Hak Tanggungan berfungsi sebagai bukti tentang pemberian Hak Tanggungan yang berkedudukan sebagai dokumen perjanjian kedua yang melengkapi dokumen perjanjian utang sebagai perjanjian pokok.

Isi dan format APHT diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Tanggungan, yang menentukan hal-hal sebagai berikut:

(1) Yang wajib dicantumkan dalam APHT:

(a) Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan; (b) Domisili pihak-pihak;

(c) Penunjukan secara jelas utang yang dijamin; (d) Nilai tanggungan

(e) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.

Pencantuman unsur ini dalam APHT bersifat kumulatif. Oleh karena itu harus lengkap dicantumkan. Apabila terdapat kelalaian untuk mencantumkan salah satu diantaranya, akan mengakibatkan APHT batal demi hukum sebagaimana penjelasan Pasal 11 ayat (1) UUHT.

(2) Janji yang dapat dicantumkan dalam APHT

Dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT terdapat sejumlah klausul yang dapat dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tangggungan, antara lain:

(a) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek hak tanggungan dan mengubah bentuk dan tata susunan objek hak tanggungan;

(b) Janji yang memberikan kewenangan kepada penerima hak tanggungan untuk mengelola objek berdasarkan penetapan pengadilan negeri, menyelamatkan objek hak tanggungan dalam rangka eksekusi (mencegah hapus atau dibatalkan hak atas tanah objek hak tanggungan), pemegang hak tanggungan pertama mmpunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri (eigenmachtige

verkoop), dan pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak

tanggungan pada saat eksekusi hak tanggungan.

Selanjutnya dalam pembebanan hak tanggungan tersebut perlu diuraikan objek Hak tanggungan, yaitu:

a. Hak Milik (HM)

b. Hak Guna Usaha (HGU) c. Hak Guna Bangunan (HGB) d. Hak pakai (HP):

1) Hak Pakai atas tanah negara: a) sudah terdaftar.86

b) sifatnya dapat dipindahtangankan (transferability) 2) Hak Pakai atas Hak Milik.

Hak Pakai atas Hak Milik dimungkinkan untuk dijadikan obyek hak tanggungan sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Penjelasan Umum angka 5 UUHT kecuali untuk Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

Sedangkan Asas objek Hak Tanggungan dapat dijelaskan berikut ini: a. asas publisitas:

1) tanah objek hak tanggungan telah terdaftar pada Kantor Pertanahan 2) tanah bersertifikat

86

b. asas transferability:

1) dapat dipindahtangankan

2) oleh karena itu dapat segera direalisasi pemenuhan pembayaran hutang dengan jalan menjual objek Hak Tanggungan

3. Asas certainability atau asas spesialitas.

Berikutnya mengenai kewajiban pendaftaran pemberian Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UUHT. Pendaftaran hak tanggungan merupakan syarat imperatif artinya wajib mendaftarkan hak tanggungan pada Kantor Pertanahan. Selain daripada itu, menurut Pasal 13 ayat (1) UUHT, disebutkan bahwa pendaftaran hak tanggungan ini dalam rangkaian memenuhi asas publisitas, serta sekaligus merupakan syarat mutlak untuk lahirnya dan mengikatnya hak tanggungan kepada para pihak dan juga kepada pihak ketiga.

Kewajiban bagi PPAT sebagai pembuat APHT, berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UUHT mengirimkan atau menyampaikan APHT dan warkat lainnya meliputi: surat-surat bukti yang berkaitan dengan objek hak tanggungan dan identitas para pihak, sertifikat hak atas tanah, yang diperlukan Kantor Pertanahan. Pengiriman APHT dan warkat lainnya dimaksud oleh PPAT selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja dari tanggal penandatanganan APHT. Cara pengirimannya menurut Penjelasan Pasal 13 ayat (2) UUHT melalui petugas PPAT atau melalui pos tercatat.

Pada prinsipnya cara pengirimannya, PPAT wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman sesuai kondisi dan fasilitas yang ada di daerah yang bersangkutan. PPAT yang lalai dalam memenuhi kewajiban tersebut diancam dengan

sanksi administratif berupa teguran lisan/tulisan, pemberhentian sementara, dan pemberhentian dari jabatan.87

Kemudian mengenai kewajiban Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 13 ayat (3) UUHT yaitu :

a. Mendaftarkan hak tanggungan;

b. Untuk keperluan pendaftaran tanah, Kantor Pertanahan membuat Buku Tanah Hak Tanggungan;

c. Mencatat dalam buku Tanah yang dijaminkan Hak Tanggungan atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan;

d. Menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan; e. Tanggal dalam Buku Tanah Hak Tanggungan menurut Pasal 13 ayat (4) dan

ayat (5) UUHT adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran. Jika hari ketujuh jatuh pada hari libur, Buku Tanah Hak Tanggungan diberi tanggal pada hari kerja berikutnya. Efektifnya hak tanggungan terhitung tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan (filing

date), sehingga terhitung dari tanggal penerimaan pendaftaran terdapat asas openbaar dan perlindungan hukum (legal protection).

87

Pasal 37 PMNA/Ka.BPN Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Selanjutnya lihat juga Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 197 tentang BPHTB. bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terlambat melakukan laporan bulanan dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

Setelah dilakukan pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan setempat, kemudian dibuatkan sertifikat Hak Tanggungan. Penerbitan sertifikat Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 14 UUHT, bahwa yang menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan adalah Kantor Pertanahan dengan mencantumkan irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Fungsi sertifikat Hak tanggungan adalah menjadi bukti Hak Tanggungan dan menjadi landasan kekuatan eksekutorial (executoriale kracht). Kekuatan eksekutorialnya sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya Kantor Pertanahan mengembalikan sertifikat tanah yang berisi catatan pemberian hak tanggungan kepada pemegang hak tanah, dan sertifikat hak tanggungan diberikan kepada kreditor.

Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah sebagai berikut:

1. Bukti identitas para pihak yang bersangkutan dan/atau data-data lengkap dari pihak-pihak bersangkutan.

2. Surat persetujuan dari suami/isteri; jika menurut peraturan perundang-undangan harus ada.

4. Sertipikat Hak atas Tanah yang akan dibebani Hak Tanggungan (Hak Milik, HGB atau HGU berikut Surat IMB (Izin Mendirikan Bangunan), bila di atas tanah tersebut terdapat bangunannya.

5. Perjanjian kredit yang tercantum di dalam Akta Otentik atau Akta di Bawah Tangan.

Pada umumnya terhadap tanah belum terdaftar maupun tanah sudah terdaftar sebagai obyek hak tanggungan, maka pembuatan APHT yang diajukan pihak bank (kreditur) atas dasar SKMHT dari debitur. 88

Syarat-syarat tersebut di atas merupakan persyaratan pemberian hak tanggungan yang pemohon kredit atau debitur adalah perorangan. Sedangkan bagi pemohon kredit atau debitur merupakan perusahaan atau badan hukum, maka syarat-syaratnya ialah:

1. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau lainnya sesuai Anggaran Dasar perusahaan dari Direksi;

2. Akta Pendirian Perusahaan (badan hukum)/Anggaran Dasar perusahaan;

3. Sertipikat hak atas tanah yang akan dibebani hak tanggungan (Hak Milik, HGB atau HGU) berikut surat IMB, bila tanah tersebut terdapat bangunan;

4. Perjanjian kredit yang dimuat di dalam akta otentik atau akta di bawah tangan.89

B. Tata Cara Pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Dokumen terkait