• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Ruang Kota Banda Aceh Periode Kolonial

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kawasan Kota Banda Aceh

5.3 Tata Ruang Kota Banda Aceh Periode Kolonial

Pembentukan Kota Banda Aceh juga dipengaruhi oleh periode Kolonial Belanda yang masuk ke Kota Banda Aceh pada penyerangan pertamanya di awal tahun (1873), saat itu Belanda berhasil membakar Masjid Raya Baiturrahman yang beratap ijuk dengan sebagian dindingnya bermaterial kayu, namun belum berhasil menduduki Istana. Kemudian pada akhir tahun 1873, Belanda kembali melancarkan penyerangannya yang membumi hanguskan jejak kejayaan periode Kesultanan dan berhasil merebut Istana serta mengambil alih kepemimpinan setelah sebulan kemudian (Arief, 2008). Di sini, Belanda bertujuan mengubur sejarah tentang kegemilangan Kerajaan Aceh dengan mengubah tatanan Dalam/ Kraton dan menamakan Kota Banda Aceh sebagai Koetaradja (Benteng Raja).

Selanjutnya, perubahan demi perubahan dalam tata ruang Kota Banda Aceh terus dilakukan oleh Belanda yang tentunya untuk kepentingan mereka sendiri dan lebih meluas, seperti membangun bivak-bivak pertahanan yang kemudian dijadikan lini penutup dan berkembang menjadi lini konsentrasi, lahan pemakaman bagi serdadu yang tewas, menimbun kanal dan membangun jembatan serta jalan kereta api yang merubah budaya air menjadi darat, membangunan pusat kemiliteran dengan menghilangkan keraton dan memindahkan pasar, membangun tempat ibadah, perdagangan, gedung pemerintah, pendidikan, kesehatan serta hiburan (Gambar 5.14).

Gambar 5.14 Ilustrasi zona kawasan Banda Aceh (Koetaradja) periode kolonial

Jejak peninggalan pada periode Kolonial yang tersebar merupakan elemen-elemen fisik yang mengambarkan tatanan ruang masa lalu dan dapat dikaji berdasarkan (1) tata guna lahan/ fungsi zona kawasan, (2) sistem sirkulasi, (3) bangunan, dan (4) ruang terbuka (Shirvani,1985; Weishaguna dan Saodih, 2004;

Budiarto dan Suwandono, 2014). Adapun pembahasan dan analisanya adalah sebagai berikut.

5.3.1 Fungsi zona periode kolonial

Pemanfaatan lahan pada periode Kolonial ini, ditemukan gambar peta Town

Masjid Baiturrahaman

Dulu Bioskop Deli Dulu Bioskop Rex (Peunayong)

Bangunan Penampungan Air Pasar Aceh

U Peta Kunci

dalam ruang kota saat itu. Peta tersebut, menunjukkan tatanan pusat kota yang mulai berkembang dan dipadati dengan bangunan-bangunan.Kota Banda Aceh yang dipengaruhi oleh faktor alamnya yaitu sungai/ Sungai Aceh, melakukan perencanaan tata ruang kota dengan fungsi-fungsi utama kota yang masih memanfaatkan tata letak yang lama (Masjid dan inti Istana) dan menjaga/ mempertahankan yang telah ada (pintoe khop dan gunongan serta kandang / makam Sultan), namun membangunnya dengan bangunan yang permanen dan melakukan perkembangan seperti fungsi pemerintahan Belanda, perumahan sipil dan petinggi militer, barak serta fasilitas kota seperti pasar/ perdagangan, sosial, hiburan, perkantoran, ibadah dan rumah sakit (Lampiran 4).

Pada abad ke 20 ini, Pemerintah Belanda mulai membangun Kota Banda Aceh setelah perang berakhir (1874) yang menghancurkan hampir seluruh fisik kota dengan mengganti nama kota menjadi Koetaradja. Proses pembentukan ruang kota yang dilatar belakangi oleh kepentingan Belanda, perkembangan zonanya dibagi menjadi sisi Barat dan Timur sungai Doy. Bagian Barat berupa fungsi utama kota sebagai zona pemerintahan dan militer, perumahan petinggi Eropa, perumahan sipil Belanda, perdagangan, perkantoran, pendidikan, sosial dan hiburan. Sedangkan bagian Timur, berupa rumah sakit militer, perumahan (Gambar 5.15).

Gambar 5.15 Ilustrasi pembagian fungsi zona periode kolonial Berdasarkan Peta Town Plan of Koetaradja (first edition,1944)

Pada pemanfaatan lahan periode kolonial, konsep perencanaan fungsi zonanya sebagai bentuk pengamanan suatu kawasan dan kepentingan Belanda dengan tatanan massa untuk berpola grid dan radial, yang terlihat dari jaringan jalan dan blok-blok bangunan. Oleh karena itu, untuk melihat perubahan dan perkembangan dalan fungsi zonanya, dalam analisa pada periode kolonial diperoleh dengan membandingkan tatanan ruang kota berdasarkan fungsi zonanya dari periode kesultanan dan kolonial terhadap temuan tata ruang kota lama Banda Aceh terkait fungsi zonanya (Tabel 5.6).

Sisi Barat Sisi Timur

U Peta Kunci

Tabel 5.6 Fungsi zona periode kolonial

Peta Kunci Abad ke 19 Abad 20 (kolonial) Temuan

a. Menata ulang fungsi zona kota Banda Aceh.

b. Fungsi zona utama yang dilakukan adalah peruntukan sirkulasi darat yang dulunya melalui sungai.

c. Perkembangan kota yang cenderung ke arah darat.

d. Pola kota grid dan radial, yang terlihat dari struktur jalan dan blok bangunan.

e. Penataaan zona berdasarkan golongan pribumi atau bangsawan.

U

5.3.2 Sistem sirkulasi periode kolonial

Pada periode kolonial ini, masih menggunakan gambar peta Town Plan of Koetaradja (first edition,1944) sebagai acuan dalam menganalisa fungsi zona dalam ruang kota saat itu. Jalur transportasi rakyat Aceh melalui perairan terputus, sejak Belanda menutup pelabuhan-pelabuhan pesisir Aceh kecuali Ulee Lheue (Banda Aceh) dan Idi (Aceh Timur), sehingga mengakibatkan budaya maritim di Aceh memudar dan menurunnya kemakmuran. Tahap penimbunan kanal, dengan membangunan jembatan dan jaringan kereta api pertama tujuan Kraton-Ulee Lheue pada tahun 1876 (Gambar 5.16), sedangkan pembentukan jalan menggunakan pola grid dan radial.

U Peta Kunci

Pada dasarnya karakteristik jaringan grid adalah adanya lintasan rute yang secara paralel mengikuti ruas jalan yang ada. Pola ini umumnya terbentuk di pusat kota dimana terjadi campuran aktifitas pemerintahan, komersial dan perumahan penduduk. Sementara pola jaringan radial terbentuk sebagai akibat pertumbuhan kota yang cenderung bersifat mengembang dari pusat kota ke pinggiran kota secara radial (Gambar 5.17).

Gambar 5.17 Ilustrasi pola jalan radial dan grid periode kolonial

Belanda membangun lini konsentrasi (1885) dengan jalur kereta api yang melingkari Kota Koetaradja, yang mana jalur ini menghubungkan bivak-bivak Belanda yang berada di sekeliling kota dengan radius 5 km dari posisi Kraton untuk mempermudah pengawasan Belanda terhadap serangan pasukan Aceh (Arif, 2008).

Lini konsentrasi memiliki empat jalur yang terpusat pada Koetaradja (Kraton), yang mana tiga jalur diantaranya merupakan arah menuju ke “tiga indra” (Indrapurwa – Indrapatra – Indrapuri) berupa peninggalan Kerajaan Hindu, yang jika penggambaran

pada jalur lini konsentrasi, titik arahnya terletak pada Ulee Lhee – Peukan Sungai Cut – Lambaro (Gambar 5.18).

Gambar 5.18 Lini konsentrasi periode kolonial berdasarkan Sumber: Penambahan ilustrasi dari ragam citra Kota Banda Aceh (2008)

5.3.3 Massa dan bentuk bangunan periode kolonial

Tahapan pembangunan, seperti: (1) membangun kembali kawasan Kraton atau Dalam sebagai pusat kedudukan militer Belanda (1879), (2) membangun fasilitas militer seperti rumah tinggal perwira militer, rumah sakit (1875 – 1878), (3) membangun fasilitas perbankan yang sekarang Bank Indonesia (1918), dan fasilitas sipil dan umum lainnya. terkait dengan tatanan ruang kota Koetaradja (Banda Aceh) pada blok-blok bangunan terlihat membentuk pola grid yang mengikuti struktur sungai pada bagian Timur sungai dan orientasi kiblat pada bagian Barat sungai (Gambar 5.19)

Selain itu, terlihat pula tatanan dalam ruang yang teratur mengikuti orientasi

Islam dengan penggunaan garis tegak lurus sehingga membentuk pola grid, dan memanfaatkan potensi sungai yang menggunakan konsep water front city, yang mana diterapkan dalam tahapan pembangunan Koetaradja / Banda Aceh periode.

Gambar 5.19 Bangunan-bangunan periode kolonial berdasarkan peta Town Plan of Koetaradja (first edition,1944)

Terkait dengan keberadaa bangunan pada periode kolonial, maka dalam penjelasannya hanya mengkaji beberapa objek bangunan saja yang dirasa memiliki peran penting dari periode kesultanan hingga periode kolonial, oleh karena itu berikut analisa dan penjelasannya pada (Tabel 5.7).

Tabel.5.7 Lanjutan

No. Tipe bangunan Keterangan

1. Masjid Baiturrahman Orientasi kiblat tertuang dalam tata ruang Kota Banda Aceh yang membentuk pola grid terhadap bangunan lainnya, jaringan jalan dan Tabel 5.7 Bangunan-bangunan periode kesultanan

U Peta Kunci

Tabel.5.7 Lanjutan

No. Tipe bangunan Keterangan

Kreemer, 1921 (dalam Arief, 2008)

ruang terbuka hijau (Blang Padang)

Masjid Baiturrahman dirancang oleh arsitek Belanda De Bruins (Arif, 2008) yang mengadopsi gaya arsitertur kolonial yang memiliki satu kubah dan denah yang berbentuk salib

2 Rumah Gubernur Elemen langgam arsitektur kolonial, Handinoto (2010) yang dapat terbagi dalam empat elemen utama yaitu: denah, tampak, material bangunan dan sistem konstruksi. Jika kita melihat pada arsitektur rumah Gubernur, merupakan arsitektur Indische Empire yang terlihat jelas bahwa di diminasi oleh kolom Yunani, terdapat teras dan simetris, dengan bahan utama kayu pada kuda-kuda, kusen dan pintu, serta belum banyak menggukan kaca, yang sistem konstruksinya mengunakan kolom dan balok, serta atap perisai dengan penutup genteng.

Tabel.5.7 Lanjutan

No. Tipe bangunan Keterangan

3 Pecinaan, bangunan yang di bangun oleh

kolonial pada area perdagangan

5.3.4 Ruang terbuka periode kolonial

Gambar 5.20 Ruang terbuka periode kolonial

berdasarkan peta Town Plan of Koetaradja (first edition,1944)

Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, terkait ruang terbuka pada periode Kolonial, maka dapat dijabarkan pada (Tabel 5.8).

Tabel 5.8 Lanjutan

No. Ruang terbuka Keterangan

1 Makam Belanda Kherkof sebagai taman memorial memiliki unsur dominasi yang kuat, yaitu sebuah tugu Tabel 5.8 Bangunan-bangunan periode kesultanan

Tabel 5.8 Lanjutan

No. Ruang terbuka Keterangan

Kherkof yang merupakan buktu penjajah di Aceh yang berupa makam, dulunya termasuk dalam area taman raja-raja di periode kesultanan.

2 Ruang terbuka Masjid Baiturrahman

Ruang terbuka masjid ini merupakan halaman bagian depan yang menyatu dengan alun-alun Kota Banda pada periode kesultanan. Ruang terbuka masjid ini, memiliki kolam pada bagian depannya dengan pola simetris.

3 Taman sari taman rekreasi dan multi fungsi yang memiliki banyak kegiatan di dalamnya.

Umumnya merupakan kegiatan aktif. Taman peninggalan Belanda ini pada masa kesultanan merupakan bagian dari area taman raja-raja atau Bustanussalatin. Unsur lingkup

Tabel 5.8 Lanjutan

No. Ruang terbuka Keterangan

bangunan-bangunan yang terdapat di sepanjang sisi kanan dan kiri area taman sari.

4 Lapangan Blang Padang Lapangan Blang Padang salah satu ruang terbuka yang memiliki monumen perjuangan

pesawat Dakota RI-001 dan

monumen“thanks to the world”. Lapangan Blang Padang cukup beragam, namun yang paling mendominasi adalah dataran yang berumput. Pepohonan terdapat di bagian tepi setiap sisi tapak dan pada bagian sirkulasi di

a. Keterkaitan zona alun-alun sebagai pusat terhadap bangunan pasar, Masjid dan pasar, yang membentuk pola segitiga b. Fungsi zona publik sebagai pembatas dan penjaga zona privat

Tabel 5.9 Kesimpulan

Tabel 5.9 Lanjutan

Periode Ringkasan

Sistem sirkulasi

a. Sungai sebagai jalur sirkulasi utama (Kota air)

b. Jalur sirkulasi khusus sebagai pembatas area taman raja-raja dan Maidaan Khairani (taman khusus permaisuri raja) yang semi publik

c. Sistem sirkulasi yang menghubungkan zona masjid, istana dan pasar, sehingga membentuk pola terpusat pada zona ruang tebuka (alun-alun),

Bangunan

a. Orientasi bangunan istana yang menghadap Utara-Selatan b. Orientasi bangunan masjid yang menghadp Barat (Kiblat) c. Penataan massa bangunan yanng membentuk pola segitiga d. Bentuk bangunan masjid (pada atap), Gunongan dan pintoe

khop (pada tingkatan yang berbeda-beda) mengambil unsur Pembatas dan penjaga Membentuk pola segitiga terpusat

Tabel 5.9 Lanjutan

a. Perulangan menemukan pola segitiga pada pembahasan dari indikator fungsi zona, sistem sirkulasi sekunder/ penghubung dan tatanan massa bangunan

b. Fungsi Kota Pembatas dan Penjaga (kota benteng) c. Sistem Sirkulasi Kota Air

d. Orientasi bangungan sultan mengarah Utara-Selatan e. Orientasi bangunan masjid yang menghadp Barat (Kiblat) e. Konsep surga dalam taman raja-raja Bustanussalatin

f. Bentuk bangunan masjid (pada atap), Gunongan dan pintoe khop (pada tingkatan yang berbeda-beda) mengambil unsur meru yang merupakan budaya Hindu-Budha

Pola segitiga yang memiliki pusat berupa alun-alun, yang mana perulangan pola ini telah ada pada periode pra Islam terhadap ketiga “indra” sebagai artefak Kerajaan Hindu – Budha. Selain itu, pola tata letak keraton Aceh serupa dengan tipologi keraton Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa tata ruang keraton Islam sudah sangat tua dan ada di berbagai tempat, sehingga dapat di katakan suatu arketipe ruang (Arif, 2008). Khususnya pada zona Masjid, alun-alun dan Kraton yang

Tabel 5.9 Lanjutan

Periode Ringkasan

memiliki titik temu.

Kolonial Fungsi zona

Bagian Barat berupa fungsi utama kota sebagai zona pemerintahan dan militer, perumahan petinggi Eropa, perumahan sipil Belanda, perdagangan, perkantoran, pendidikan, sosial dan hiburan. Sedangkan bagian Timur, berupa rumah sakit militer, perumahan

Sistem sirkulasi

a. jaringan kereta api pertama tujuan Kraton-Ulee Lheue

Tabel 5.9 Lanjutan

Periode Ringkasan

c. Lini konsentrasi memiliki empat jalur yang terpusat pada Koetaradja (Kraton), yang mana tiga jalur diantaranya merupakan arah menuju ke “tiga indra” (Indrapurwa – Indrapatra – Indrapuri)berupa peninggalan Kerajaan Hindu, yang jika penggambaran pada jalur lini konsentrasi, titik arahnya terletak pada Ulee Lhee – Peukan Sungai Cut – Lambaro.

Bangunan

a. Blok-blok bangunan terlihat membentuk pola grid yang mengikuti struktur sungai pada bagian Timur sungai dan orientasi kiblat pada bagian Barat sungai.

b. Orientasi kiblat yang masih mempertahankan kearifan lokal masyarakat Aceh yang beragama Islam dengan penggunaan garis tegak lurus sehingga membentuk pola grid

c. Memanfaatkan potensi sungai yang menggunakan konsep water front city, yang mana diterapkan dalam tahapan pembangunan Koetaradja / Banda Aceh periode.

Ruang terbuka

a. Kherkoff sebagai taman memorial memiliki unsur dominasi yang kuat, yang memiliki sebuah tugu

Tabel 5.9 Lanjutan

Periode Ringkasan

b. Ruang terbuka masjid ini, memiliki bentuk kolam pada bagian depannya dengan pola simetris.

c. Taman peninggalan Belanda ini dominasinya adalah keberadaan tugu prolamasi, yang terletak di tengah-tengah lokasi taman sari.

d. Lapangan Blang Padang merupakan ruang terbuka yang memiliki unsur-unsur fisik dan non fisik yang kuat, dengan keneradaan monumen perjuangan pesawat Dakota RI-001 dan monumen“thanks to the world”.

Dokumen terkait