DAFTAR PUSTAKA
5. Tatalaksana setelah Diagnosa ditegakan
♦ Penilaian Stadium Klinis
Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu.
Stadium Klinia Infeksi HIV STADIUM 1
Tidak ada gejala
Limfadenopati generalisata persisten
STADIUM 2
Penurunan berat badan bersifat sedang yang tak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media, faringitis) Herpes zoster
Keilitis angularis
Ulkus mulut yang berulang
Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption) Dermatisis seboroik
Infeksi jamur pada kuku
STADIUM 3
Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
Kandidiasis pada mulut yang menetap Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni (<0.5 x 109/l) dan/atau trombositopeni kronis (<50 x 109/l)
STADIUM 4
Sindrom wasting HIV
Pneumonia Pneumocystis jiroveci Pneumonia bacteri berat yang berulang Infeksi herpes simplex kronis (orolabial,
genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun) Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis
trakea, bronkus atau paru) Tuberkulosis ekstra paru Sarkoma Kaposi
Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening)
Toksoplasmosis di sistem saraf pusat Ensefalopati HIV
Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis
Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar
Leukoencephalopathy multifocal progresif Cyrptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin) Karsinoma serviks invasif
Leishmaniasis diseminata atipikal
Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis
Sumber:Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi Antiretroviral.
♦ Penilaian Imunologi (Pemeriksaan jumlah CD4)
Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100
sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 – 100
sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.
♦ Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi
- Darah lengkap*
- Jumlah virus / Viral Load RNA HIV** dalam plasma (bila tersedia dan bila pasien mampu) - Jumlah CD4* - SGOT / SGPT* - Kreatinin Serum* - Urinalisa* - HbsAg*
- Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU) - Profil lipid serum
- Gula darah
- VDRL/TPHA/PRP
Catatan:
* adalah pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum terapi ARV karena berkaitan dengan pemilihan obat ARV. Tentu saja hal ini perlu mengingat ketersediaan sarana dan indikasi lainnya. ** pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan anjuran untuk dilakukan sebagai pemeriksaan awal tetapi akan sangat berguna (bila pasien punya data) utamanya untuk memantau perkembangan dan menentukan suatu keadaan gagal terapi.
Penatalaksanaan Kehamilan / Persalinan Dengan HIV 1. Antenatal Care :
Terapi ARV untuk ibu hamil.
Terapi antiretroviral/ARV/HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) dalam program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission – PPIA = Pencegahan Penularan Ibu ke Anak) adalah penggunaan obat antiretroviral jangka panjang (seumur hidup) untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Pemberian obat antiretroviral dalam program PMTCT/PPIA ditujukan pada keadaan seperti terpapar berikut ini.
Keterangan:
AZT: Zidovudine EFV : Efavirenz 3TC : Lamivudine. TDF : Tenofovir NVP : Nevirapine. FTC : Emtricitabine PI : Protease Inhibitor d4T :Stavudin
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat ANC:
Disarankan unruk pemeriksaan laboratorium untuk skriining sifilis, hepatitis B, hepatitis C, varicela, toxoplasma pada saat kunjungan pertama.
Ibu yang mendapatkan HAART dilakukan skriining terhadap gestasional diabetes. Vaksin hepatitis B, pneumokokus dan influenza aman diberikan.
Dilakukan skriining terhadap infeksi genital pada saat kunjungan pertama dan diulang pada umur kehamilan 28 minggu. Setiap infeksi yang terdeteksi harus diterapi bahkan bila asimptomatis.
Skriining aneuploidi sama seperti kehamilan biasa. Dating dan scan anomali sama seperti kehamilan biasa. Monitor plasma viral load dan toksisitas obat.
Rencana pemberian terapi antiretrovirus dan mode of delivery harus direncanakan saat umur kehamilan 36 minggu setelah didiskusikan dengan pasien dan keluarga.
2. Inpartu:
Dosis Obat Dan Cara Pemberian Antiretrovirus saat inpartu.
CDC and Prevention USA (2009) menyarankan untuk memberikan pengobatan dan profilaksis antiretrovirus kepada ibu pada saat intrapartum sebagai berikut:
Pemberian ZDV(Zidovudine) intravena disarankan untuk seluruh ibu hamil terinfeksi HIV, tanpa memandang jenis antivirus yang diberikan pada saat antepartum; ini bertujuan mengurangi penularan HIV perinatal.
Untuk ibu yang mendapat pengobatan antivirus antepartum yang mengandung obat stavudine (d4T), maka obat ini distop selama pemberian ZDV intravena pada saat persalinan.
Pada mereka yang mendapat antiretrovirus kombinasi pengobatannya harus diteruskan selama persalinan dan sebelum dilakukan bedah saesar sesuai jadwal dengan tepat.
Mereka yang mendapat terapi kombinasi dengan dosis yang sudah ditentukan termasuk ZDV, maka pada saat persalinan harus diberi ZDV intravena, sementara komponen antiretrovirus yang lain terus diberikan secara oral.
Untuk ibu yang sudah mendapat antiretrovirus tetapi pada saat menjelang persalinan ternyata jumlah penurunan virus kurang optimal (misal >1000 salinan/mL) maka disarankan untuk dilakukan bedah saesar. Tidak disarankan untuk menambahkan NVP dosis tunggal pada saat intrapartum atau kepada neonatus yang dilahirkan.
Ibu dengan status HIV yang tidak jelas yang datang pada saat akan melahirkan, harus dilakukan pemeriksaan tes cepat (rapid test) terhadap antibodi HIV, dan pemberian ZDV intravena harus dimulai jika hasil test positif (tanpa menunggu hasil tes konfirmasi) tes konfirmasi dilakukan sesudah melahirkan, dan bayi harus mulai diberi ZDV. Jika hasil tes positif, maka disarankan untuk memberikan ZDV kepada neonatus selama 6 minggu, dan jika hasil tes negatif, maka pemberian ZDV pada neonatus distop.
Pada ibu terinfeksi HIV yang sedang melahirkan tetapi tidak mendapat pengobatan antiretrovirus antepartum, disarankan pemberian ZDV intravena selama melahirkan kepada bayinya selama 6 minggu. Beberapa ahli sering mengkombinasi obat ini dengan NVP dosis tunggal yang diberi kepada ibu dan neonatus.
Jika digunakan NVP dosis tunggal (sendiri atau dikombinasi dengan ZDV), maka harus dipertimbangkan untuk memberikan 3TC pada saat melahirkan dan kepada ibu diberikan ZDV/3TC selama 7 hari sesudah melahirkan untuk mengurangi terjadinya resistensi virus terhadap NVP pada ibu.
Untuk ibu yang tidak mendapat pengobatan ARV dan yang mempunyai jumlah
muatan virus sangat rendah <1000 salinan/mL, beberapa ahli hanya memberikan ZDV sebagai profilaksis dan pemberian ini distop sesudah melahirkan sementara pemberian pada neonatus diteruskan.
Protokol Pemberian Zidovudine pada Ibu hamil untuk mencegah penularan vertikal. Jenis Obat Dosis Saat Pemberian Cara
Untuk Ibu
Zidovudine (AZT) 100 mg 5 kali/hari 2 mg/kg BB 1 mg/kg BB/Jam
Masa gestasi 4 minggu sampai menjelang melahirkan.
Dilanjutkan pada saat melahirkan selama 1 jam.
Dilanjutkan sampai lahir
Peroral Intravena Intravena
Untuk Neonatus
Zidovudine (AZT) masa gestasi > 35 mg.
Zidovudine (AZT) masa gestasi 30-35 minggu. 2 mg/kg/dosis, 4 kali/hari 2 mg/kg/dosis, 2 kali/hari (2 minggu pertama) selanjutnya 2mg/kg/dosis, 3 kali/hari.
Dimulai pada usia 8 jam sampai 6 minggu.
Dimulai pada usia 8 jam sampai 6 minggu.
Peroral Peroral
Antivirus Tambahan untuk Ibu Terinfeksi HIV-1 dan neonatus selama intrapartum /postpartum
Jenis Obat Dosis Lamanya
Ibu :
NVP (dosis tunggal saat
intrapartum)* 200 mg dosis tunggal diberikan peroral. Pada saat melahirkan ZDP + 3TC (ditambah dengan NVP
dosis tunggal sebagai ekor untuk mengurangi resistensi NVP)
ZDP: intravena pada intrapartum seperti pada tabel diatas, sesudah melahirkan 300mg dua kali/hari peroral.
3TC: 150 mg peroral 2 kali/hari mulai saat mau melahirkan.
Selama 7 hari
Neonatus:
NVP (dosis tunggal) 2mg/kg dosis tunggal peroral. Dosis tunggal dalam 72 jam sesudah lahir. Jika ibu diobati 2 jam sebelum melahirkan, bayi diobati sesegera mungkin sesudah lahir.