• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Mulligan

Dalam dokumen TESIS KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN (Halaman 35-41)

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Teknik Mulligan

Konsep Brian Mulligan (1999) tentang mobilization with movement (MWM) adalah

kelanjutan alami dari evolusi manual terapi dari dasar-dasar latihan perbaikan dan latihan aktif dari praktisi diterapkan gerakan fisiologis pasif dan ke teknik aksesori mobilisasi pasif. Mobilisasi dengan gerakan fisiologis aktif dan atau pasif. Pasif akhir - range overpressure sekarang dapat diterapkan tanpa rasa sakit sebagai penghalang.

Teknik ini dikembangkan oleh Mulligan (1999) di Selandia Baru lewat perannya sebagai

instruktur klinis untuk assosiasi terapi manipulasi lulusan program diploma di Selandia Baru, dan lebih dari 40 tahun di praktek klinik pribadi. Pertama kali digunakan pada cervical, Mobilisasi dengan gerak ini dengan cepatnya menemukan treatment untuk terapi disfungsi sendi perifer dan telah mengalami perbaikan klinis dan pengembangan ke seluruh area tulang belakang dan kebanyakan pada sendi di ekstremitas. Teknik Mulligan (1999) ini berlaku ketika :

a. Tidak terdapat kontra indikasi untuk manual terapi

b. Lengkapnya pemeriksaan klinis yang menunjukan patologi pada mekanik musculoskeletal c. Adanya analisis spesifik biomekanik yang menunjukan hilangnya mobilitas lokal atau

didapat rasa nyeri terkait dengan fungsi .

Tidak ada rasa sakit yang ditimbulkan selama dan setelah aplikasi dilakukan. Nyeri disini dijadikan suatu panduan. Keberhasilan dari tehnik ini ditandai dengan tidak ditemukannya rasa

nyeri selama praktisi melakukan teknik dalam menggerakkan dan meningkatkan fungsi. Setelah fungsi sendi kembali, program selanjutnya adalah pemulihan kekuatan otot, daya tahan, dan pengembangan neuro control motor. Patokan mulligan adalah mengendalikan dari posisi yang salah untuk dijadikan konsep, satu per satu mekanisme penelusuran gerak dan fungsi sendi dirotasikan dengan mempertimbangkan respon neurofisiologisnya (Mulligan, 1999).

2.3.1 Dasar dasar mobilisasi sendi

Konsep Mulligan menggunakan mobilisasi sendi berupa teknik oscillasi dan roll

glide. Kedua teknik tersebut menggunakan gerak fisiologis atau gerak asesoris (Kisner

and Colby, 2007).

a. Gerak fisiologis ; gerak fisiologis adalah gerakan yang dirasakan secara volunter oleh pasien. Dalam gerak fisiologis dikenal istilah osteokinematika yang menggambarkan gerakan antara kedua tulang melalui axis sendi. Sebagai contoh, gerak fleksi, abduksi dan rotasi.

b. Gerak asesoris ; gerak asesoris adalah gerakan yang terjadi didalam sendi dan jaringan disekitarnya, yang diperlukan untuk mencapai LGS normal tetapi tidak dapat dilakukan secara aktif oleh pasien. Istilah yang berkaitan dengan gerak asesoris adalah :

1) Komponen gerakan yaitu gerakan-gerakan yang menyertai gerak aktif tetapi tidak dibawah kontrol volunter. Istilah ini seringkali digunakan dalam gerak asesoris. Sebagai contoh, gerakan upward rotasi scapula dan clavicula yang terjadi pada gerakan fleksi shoulder, kemudian gerak rotasi fibula yang terjadi pada gerakan ankle.

2) Joint play menggambarkan gerakan-gerakan yang terjadi antara permukaan sendi yang melibatkan elastisitas kapsul sendi, sehingga dapat menghasilkan gerakan pada tulang. Gerakan-gerakan yang diperlukan untuk fungsi sendi normal dengan LGS penuh hanya dapat dilakukan secara pasif tetapi tidak dapat dilakukan secara aktif oleh pasien. Gerakan-gerakan tersebut mencakup traksi,

slide (translasi), kompresi, rolling dan spin yang terjadi pada permukaan sendi.

Gerakan-gerakan tersebut termasuk kedalam arthrokinematika.

2.3.2 Prinsip mobilisasi mulligan

Dalam penerapan teknik manual terapi, terapis harus mempertimbangkan adanya

kontraindikasi terhadap pengobatan dan harus dihargai setiap saat. Meskipun selalu berpedoman pada aturan (tanpa rasa sakit), terapis sendiri yang memilih prosedur yang dikembangkan oleh brian mulligan, masih harus memahami dan mematuhi aturan aturan dasar penerapan teknik manual terapi. Khususnya untuk penerapan konsep Mulligan (1999) dalam praktek klinis, prinsip prinsip berikut telah dikembangkan :

a. Selama pemeriksaan terapis megidentifikasi satu atau lebih tanda tanda yang sebanding seperti antara lain ; hilangnya pergerakan sendi, rasa nyeri yang terkai dengan gerakan, atau nyeri dengan aktivitas fungsional tertentu (contoh ; nyeri siku lateral dengan ekstensi, ketegangan saraf yang merugikan, dll)

b. Mobilisasi pasif gerak asesoris diterapkan mengikuti prinsip prinsip kaltenborn (yaitu paralele atau tegak lururs terhadap bidang sendi) sehingga glide asesoris harus bebas dari nyeri.

c. Terapis harus memantau reaksi pasien untuk memastikan tidak ada rasa sakit yang muncul. Memanfaatkan pengetahuan klien tentang arthologi sendi, kembangkan

dengan baik (sense) dari ketegangan jaringan dan alasam klinis, sehingga terapis dapat menyelidiki berbagai kombinasi dari gliding yang sejajar (paralel) atau tegak lurus (perpendicular) untuk menemukan treatment yang tepat pada bidang gerak dan tingkatan dari gerakan aksesori.

d. Selama mempertahankan gliding, pasien diminta untuk membandingkan apa yang dirasakan (comparable sign). Comparable sign seharusnya menunjukan perbaikan yang signifikan (peningkatan lingkup gerak sendi) dan berkurang/hilangnya nyeri asal dari keluhan.

e. Kegagalan untuk meningkatkan perbaikan terhadap tanda/gejala comparable sign akan menunjukan bahwa praktisi belum menemukan treatment yang tepat dari bidang gerak tersebut, tingkatkan atau arahkan mobilisasi, segmen spinal, atau ditemukan bahwa teknik ini tidak di indiksi.

f. Gerakan sebelumnya yang terbatas dan/atau gerak atau aktivitas yang menyakitkan diulang oleh pasien sementara praktisi terus mempertahankan gliding (gerakan) yang tepat. Kemajuan lebih lanjut diharapkan dengan dilakukannya pengulangan selama sesi treatment, biasanya sepuluh repetisi dengan empat set

g. Penguatan lebih lanjut dapat dilakukan dengan mandiri dengan mengaplikasikan

overpressure yang bebas nyeri pada akhir gerakan yang dilakukan. Hal ini

diharapkan lagi overpressure ini bebas dari rasa nyeri. Manfaat anatomi dan

neurofisiologis dari artikular pada pembebanan akhir gerakan mungkin dapat dicapai

tanpa rasa sakit sebagai batasannya.

Treatment dengan pinsip mobilisasi dengan gerak ini sering kali dilakukan dengan menggunakan pita perekat (taping adhesive sport) atau pasien melakukan usaha sendiri

untuk menghasilkan komponen gliding beserta gerak aktif fisiologis. Selalu diingat, nyeri sebagai patokan. Berhasilnya teknik konsep mulligan harus membuat comparable sign tanpa rasa nyeri, sementara peningkatan fungsi berlangsung dalam teknik ini. Diharapkan adanya peningkatan/perbaikan agar dapat mengetahui tepat tidaknya pemberian intervensi yang sedang berlangsung.

2.3.3 Peripheral mobilization with movement

Mobilisasi dengan gerakan pada sendi perifer juga merupakan kombinasi simultan

dari pengaplikasian terapis pada teknik gliding dan pasien melakukan gerakan fisiologis. Mobilisasi dengan gerakan paling sering digunakan untuk sendi ekstremitas dah hasilnya dapat segera dirasakan dengan meningkatnya fungsi dan mobilitas.

2.3.4 Efek mekanik dan neurofisiologis

Pada umumnya efek mekanikal yang dihasilkan oleh teknik mobilisasi adalah

sebagai berikut :

a. Gerakan sendi dapat merangsang aktivitas biologis oleh adanya gerakan cairan sinovial yang membawa nutrisi-nutrisi ke cartilago yang avaskular didalam permukaan sendi dan ke jaringan fibrocartilago intra-articular (meniskus).

b. Gerakan sendi dapat memelihara ekstensibilitas dan kekuatan regangan dari jaringan sendi dan periartikular.

Dengan efek mekanikal tersebut maka teknik mobilisasi digunakan untuk mengobati kekakuan sendi (stiffness) atau hipomobilitas sendi, dimana dapat menghasilkan peningkatan mobilitas kapsul-ligamentair dan deformasi plastic serta menghasilkan

mobilisasi Mulligan bertujuan untuk mengoreksi kegagalan positional dari facet joint akibat adanya minor sprain/strain (Exelby, 2002).

Sedangkan efek neurofisiologi berkaitan dengan mekanoreseptor dan receptor nyeri didalam sendi. Fasilitasi impuls saraf afferent dari receptor sendi merupakan respon terhadap gerakan sendi yang akan ditransmisikan informasi tersebut ke sistem saraf pusat, dan oleh karena itu akan memberikan kesadaran posisi sendi dan gerak sendi. Gerakan sendi dapat memberikan input sensorik yang relatif terhadap :

a. Posisi statik dan rasa kecepatan gerakan (receptor tipe I yang ditemukan pada kapsul sendi bagian superficial).

b. Perubahan kecepatan gerakan (receptor tipe II yang ditemukan pada lapisan dalam dari kapsul sendi dan bantalan lemak sendi).

c. Rasa arah gerakan (receptor tipe I dan III ; tipe III ditemukan pada ligamen). d. Regulasi tonus otot (receptor tipe I, II, dan III).

e. Stimulus nociceptive (receptor tipe IV yang ditemukan pada kapsul fibrous, ligamen, bantalan lemak sendi, periosteum, dan dinding pembuluh darah).

Efek neurofisiologi tersebut digunakan dalam teknik mobilisasi untuk menurunkan nyeri. Penurunan nyeri terjadi melalui neuromodulasi pada innervasi sensorik mekanoreseptor sendi sehingga pintu gerbang nyeri tertutup oleh inhibisi transmisi stimulus nosiseptive pada spinal cord dan level batang otak (Mulligan, 2001).Mekanoreseptor sendi yang terfasilitasi oleh teknik mobilisasi oscillasi adalah tipe I, II dan III. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 2.1 Mekanoreseptor Sendi

Tipe Fungsi Lokasi Terfasilitasi Oleh Sifat

I Postural

Aktif saat rest

Kapsul superfisial

Grade atau oscillasi progresif pada akhir

ROM Adaptasi lambat Postural kinestetik Awareness Tonik stabilizer II Dinamik

Tidak aktif saat rest ; terfasilitasi saat

gerak dimu-lai

Kapsul deep Grade atau oscillasi progresif pada

perte-ngahan ROM Adaptasi cepat Sensasi dinamik Phasic movers III Inhibitive Sama fungsi dan strukturnya de-ngan GTO

Ligamen Stretch atau diperta-hankan terus mene-rus pada akhir ROM

Defensive receptor Memberikan inhibi-si refleks pada to-nus otot IV Nosiseptive Sebagian

be-sar jaringan

Injury dan inflamasi Non-adaptasi Tonic reflexogonic

Efek yang mengha-silkan

guarding

Sumber : Edward P. Mulligan, 2001

Dalam dokumen TESIS KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN (Halaman 35-41)

Dokumen terkait