• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995).

2.4.1 Ekstraksi

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. (Heinrich et al, 2010).

Beberapa metode ekstraksi dapat digunakan untuk mengekstrak suatu konstituen dalam suatu bahan tanaman, yang diantaranya adalah maserasi, perkolasi, ekstraksi sokletasi, ekstraksi pelarut bertekanan, ekstraksi dengan refluks, dan destilasi uap. Dalam ekstraksi padat-cair, bahan tanaman ditempatkan dalam sebuah wadah, dan dibiarkan terjadi kontak dengan pelarut. Proses yang terjadi dari seluruh proses dinamis tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pertama pelarut akan berdifusi ke dalam sel, kemudian pelarut akan melarutkan metabolit, dan pada proses akhir pelarut akan berdifusi keluar dari sel bersama dengan metabolit (Sarker, 2007).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat, biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1987).

2.4.2 Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang kepolarannya meningkat.

Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap :

1. Air/petroleum eterringan (heksana) untukmenghasilkanfraksi

nonpolar di lapisanorganik

2. Air/diklorometanatau air/kloroformatau

air/etilasetatuntukmembuatfraksiagak polar di lapisanorganik.

Inimerupakanmetodepemisahan yang mudahdanmengandalkankelarutanbahanalamdanbukaninteraksifisi

kdengan medium lain (Heinrich et al, 2010).

Prinsip kerja dari partisi yaitu menggunakan prinsip ekstraksi cair-cair. Ketika fase diam dilapisi dengan suatu penunjang yang berbentuk padatan atau sering disebut dengan suatu penyangga seperti di kromatografi kolom yang menggunakan selulosa yang dilapisi dengan air atau plat yang digunakan pada kromatografi lapis tipis yaitu silika yang menggunakan adsorben yaitu air, fase diam yang digunakan dibuat berdasarkan pemisahan yang bisa dibawa fase gerak yang berupa zat organik. Fase gerak yang berupa cairan secara kimia akan berikatan secara inert menghasilkan fase yang berikatan dan juga melibatkan proses hidrolitik, dan juga akan membentuk ikatan yang stabil sebagai contoh permukaan gugus silanol dari silika dan klorosilan (Cannel,2008).

2.4.3 Hidrolisa

Hidrolisis merupakan pemecahan ikatan kimia akibat adanya reaksi oleh air (Cairns, 2004). Hidrolisis glikosida flavonoid dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu hidrolisis asam, hidrolisis basa dan hidrolisis dengan bantuan enzim (Markham, 1988). Ketiga metode hidrolisis tersebut memiliki kegunaan masing-masing. Hidrolisis asam banyak digunakan untuk melepaskan residu gula terikat dan aglikon flavonoid. Hidrolisis enzim digunakan untuk mengidentifikasi gula spesifik dan posisi ikatan, sedangkan hidrolisis basa digunakan untuk menghilangkan asam ester organik pada flavonoid (Tomas-Barberan & Farreres, 2012).

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Pemilihan metode hidrolisis didasarkan pada bentuk glikosida flavonoid, gula penyusun glikosida dan tempat berikatan gula dengan aglikon. Perbedaan kecepatan hidrolisis glikosida bergantung pada jenis gula dan tempat berikatan gula dengan aglikon (Bohm, 1998). Harborne (1965) mengkategorikan glikosida menjadi 3 kategori yaitu mudah dihidrolisis, lambat dihidrolisis dan tahan asam.

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6% sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan (Mabry, et al 1970).

2.4.4 Kromatografi

Saat ini kromatografi adalah teknik pemisahan yang paling umum dan sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dimanfaatkan untuk analisis baik secara kualitatif dan kuantitatif atau bahkan analisis preparatif. Teknik kromatografi telah berkembang dan digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi komponen-komponen yang kompleks, baik organik maupun anorganik (Sudjadi, 2007).

Semua teknik kromatografi pada dasarnya menggunakan dua fasa, yaitu fasa tetap dan fasa bergerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari kedua fasa tersebut. Kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat dari fasa tetap, jika berupa zat padat dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography) dan jika berupa zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (partition chromatography) (Sastrohamidjojo, 1985).

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fasa gerak ke fasa diam, sedangkan proses sebaliknya pemindahan solut dari fasa diam ke fasa gerak disebut desorpsi. Keduanya terjadi secara terus-menerus selama pemisahan karena sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis.

Solut akan terdistribusi diantara dua fasa yang sesuai dengan perbandingan distribusinya untuk menjaga keadaan yang setimbang. Beberapa mekanisme yang terlibat pada proses sorpsi yaitu adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaannya karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal ini

dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun demikian

reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini (Sudjadi, 1986).

Silika gel dapat diaktivasi dengan cara dipanaskan pada suhu 110ºC selama 24 jam. pH dari silika gel yang telah diaktivasi adalah 4. Di samping itu, silika gel juga dapat di nonaktifkan (reactivation) dengan cara pemanasan pada suhu 110ºC selama 24 jam (Armarego, dkk. 2012).

2.4.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis dikembangkan oleh Ismailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Metode ini sederhana, sensitif, kecepatan pemisahan tinggu dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan (Khopkar,1990).

Dalam kromatografi lapis tipis, fase diamnya merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30µm. Semakin kecil ukuran partikel fase diam, maka semakin baik kinerja efisiensi dan resolusi kromatografi lapis tipis. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembangan bergerak sepanjang fase diam akibat adanya pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) ataupun pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Sudjadi, 2007).

Pemilihan fase gerak yang digunakan pada kromatografi lapis tipis tergantung pada solut yang dianalsis dan fase diam yang digunakan (Sumarno,2001).

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk dua tujuan pertama sebagai metode untuk memperoleh hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif dan yang kedua yaitu untuk menentukan sistem pelarut yang akan digunakan pada kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, pemisahan yang dilakukan pada senyawa yang berbeda seperti senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-organik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dan peralatan yang digunakan juga tidak mahal dan jumlah cuplikan yang rendah dalam beberapa mikrogram dapat ditangani. Kelebihan dari metode kromatografi lapis tipis ini yaitu pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit (Gritter,1991).

Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis berupa fase polar seperti silika gel, kiselguhr, alumina (aluminium oksida), magnesium silikat dan selulosa, dan fase non polar (fase terbalik) seperti fase diam dari silika. Bila fase diam telah ditentukan maka pemilihan fase gerak yang akan digunkan berpedoman pada kekuatan elusi dari fase gerak tersebut (Sumarno,2001).

2.4.4.2 Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca. Pelarut sebagai fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa pelarut bergerak melalui kolom dengan laju berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Gritter, 1991).

2.4.4 Kristalisasi

Kristalisai adalah pengendapan kristal dari larutan yang terbuat dari bahan tertentu. Selama proses pembentukan kristal, molekul akan cenderung menjadi melekat kristal tumbuh terdiri dari jenis yang sama molekul karena cocok dalam kisi kristal untuk molekul struktur yang sama daripada molekul yang lain. Jika proses kristalisasi diperbolehkan untuk terjadi dalam mendekati – kondisi kesetimbangan, preferensi molekul untuk deposit pada permukaan terdiri dari molekul seperti akan menyebabkan peningkatan dalam kemurnian bahan kristal. Sehingga proses rekristalisasi adalah salah satu metode yang paling penting tersedia bagi ahli kimia untuk pemurnian padatan ( Pasto, 1992 ).

2.4.5 Rekristalisasi

Amorf yang diperoleh dari hasil isolasi dilarutkan kembali dengan EtOAc, diaduk hingga semua amorf larut sempurna. Kemudian ditambahkan n – heksana secara perlahan – lahan hingga pembentukan kembali senyawa yang lebih murni dari sebelumnya dan jatuh di dasar wadah. Didekantasi larutan bagian atas wadah.Lalu diuapkan sisa pelarut dari amorf hingga diperoleh kristal yang benar – benar bebas dari pelarut (Jacobs, 1974).

Dokumen terkait