BAB III METODE PENELITIAN
F. Teknik Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, digunakan tiga teknik pengujian keabsahan data, yaitu (1) perpanjangan pengamatan, (2) meningkatkan ketekunan, dan (3) triangulasi.
Ketiga teknik tersebut diuraiakan sebagai berikut.
Pertama, pengujian keabsahan data melalui perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali melakukan pengamatan dengan sumber data yang pernah ditemukan maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang diterima tidak benar, maka peneliti melakukan perpanjangan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.
Kedua, pengujian keabsahan data yang diperoleh melalui teknik ketekunan ialah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau novel yang terkait dengan yang diteliti. Sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditentukan itu benar atau tidak.
Ketiga, pengujian keabsahan data melalui teknik triangulasi diartikan untuk memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang ada di luar data yang ada untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data yang ditentukan di lapangan. Triangulasi data dilakukan dengan mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing ( Dr. Juanda, M.Hum) dan (Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data
Pada Bab ini disajikan data yang diperoleh melalui analisis data tentang wujud/bentuk tindak tutur direktif dalam novel “Rumah Kaca” karya Pramoedya Ananta Toer, yang diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenisnya (kategorinya) yang ditemukan dalam novel terdiri atas enam jenis atau kategori direktif. Keenam jenis yang dimaksud , yaitu (1) perintah, (2) permintaan, (3) ajakan, (4) nasihat, (5) kritikan, dan (6) larangan.
Berikut penjelasan masing-masing.
1. Perintah
Tindak tutur direktif yang termasuk dalam kategori ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(Data 6)
Madame Paulette : “Kan kau berjanji membacakan surat untuk kami?”
“Kau bisa bacakan untuk mereka, sayang.”
“Tetapi surat itu bukan untukku.” Hanya soal
membacakan surat, pikirku, sudah jadi pembagian tugas resmi begini. Sungguh-sungguh bias bikin aku jadi gila.
Jacques Pangemanann : “Baik, sayang, akau akan datang sebelum mereka tidur.”
(Data 9)
Nikolaas Knor : “Kau cukup dengar kata-kataku?”
Simon Zwijger :“Tentu, Tuan.”
Nikolaas Knor : “Keluar!”
48
Ia keluar dengan menunjukkan muka masam.
(Data 11)
Tuan R : “Sayang, Frits,” kata R. dalam Belanda. “Tinggalkan kantor ini sekarang juga.”
Frits: “Baik, Tuan.
(Data 15)
Algemeene Secretarie : Aku hampiri dia dan menyambutnya, “Senang sekali bertemu dengan Tuan Sekretaris Oemoem Boedi Moeljo. Silahkan duduk Tuan Sewoyo.”
Tuan Sewoyo : Ia duduk di kursi sambil meletakkan tasnya di atas lantai.
(Data 16)
Jacques Pangemanann : Ada apa agen gila ini? Apakah dia mencoba memeriksa aku?
“Duduk Sarimin,” perintahku, dan dia duduk. “Nah, katakan sekarang dengan jelas siapa perintahkan kau datang kemari.”
Sarimin : “Perkara, Tuan.”
(Data 19)
Minke : “Kanan!” perintahku pada sopir.
Dengan demikian taksi menuju ke Wonokromo.
(Data 20)
Minke : “Stop!” katanya tiba-tiba.
Dan taksi berhenti.
(Data 23)
Minke : “Ambilkan buku besar tebal dari dalam laci meja tulis,” perintahku lagi.
Ia pergi dan datang lagi membawa yang kuminta. Inilah Rumah Kaca yang hendak kututup dengan pengalamanku hari ini.
(Data 24)
Minke : “Ambilkan pena dan tinta,” pintaku lagi.
Ia ambilkan barang-barang itu, menyerahkan sambil memprotes, “Tuan sedang sakit, jangan bekerja.”
(Data 6) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk membacakan surat. (Data 9) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk keluar dari ruangan. (Data 11) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk meninggalkan kantor. (Data 15) berisi pernyataan penutur yang meminta agar segera duduk di kursi kepada mitra tuturnya. (Data 16) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk duduk. (Data 19) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk belok kanan sehingga mobil taksi tersebut langsung mengikuti perintahnya dan menuju ke Wonokromo. (Data 20) berisi pernyataan penutur yang meminta taksi agar stop berkendara kepada mitra tuturnya. (Data 23) berisi pernyataan penutur untuk meminta agar mitra tuturnya mengambil buku besar tebal dari dalam laci meja tulis. (Data 24) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk mengambilkan pena dan tinta.
2. Permintaan
Tindak tutur yang menyatakan maksud permintaan berarti tuturan itu terimplikasi akan keinginan penutur pada sesuatu. Tuturan seperti ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(Data 3)
Si Pitung : “Memang aku yang keliru, Tuan. Maafkan.”
(Data 10)
Jacques Pangemanann : “Mari, duduk di kursi sini, Frits. Mari kita bertiga minum untuk persahabatan kita!”
(Data 18)
Jaques Pangemanann : “Jangan. Jangan pergi, Jangaaan. Jangan bukakan pintu.”
Ia pergi dan aku megap-megap….
(Data 22)
Gubermen : “Dapatkan Tuan turun ke Betawi sekarang juga?”
Jaques Pangemanann : “Tentu saja, Tuan.”
Gubermen : “Bagus, Tuan Konsul Perancis menunggu Tuan pada jam sepuluh pagi ini.”
Jaques Pangemanann : “Baik aku akan berangkat, Tuan.”
(Data 3) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk memaafkan karena sudah keliru menganggap bahwa mitra tutur sebagai bawahan.
(Data 10) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk duduk di kursi. (Data 18) berisi pernyataan penutur yang meminta mitra tuturnya untuk tidak pergi. (Data 22) berisi pernyataan penutur yang meminta turun ke Betawi kepada mitra tuturnya.
3. Ajakan
Tindak tutur direktif yang termasuk dalam kategori ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(Data 8)
Nicolson : “Dapatkah Tuan memberikan padaku sekedar gambaran tentang bangun dan jiwa organisasi Pribumi?” tanyaku.
“O, itu?” Ia melirik padaku, kemudian menjawab kontan, “Bangun dan
jiwanya tak berubah sampai sekarang. Yang berubah mungkin tata-caranya.
Tuan L : Tetap, Tuan, tetap.”
(Data 8) berisi pernyataan tentang maksud ajakan. Penutur mengajak agar dapat memberikan gambaran tentang bangun dan jiwa organisasi kepada mitra tuturnya, sehingga mitra tuturnya segera tidak melakukan hal tersebut.
4. Nasihat
Tindak tutur direktif yang termasuk dalam kategori ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(Data 7)
Donald Nicolson : “Apakah Tuan tidak ada pikiran untuk mengembalikan aku ke pasukan seperti dulu?” tanyaku menantang penurunan pangkat.
Jacques Pangemanann : “Akan ada masanya,” jawabnya. “Tugas Tuan sekarang jelas menanggulangi agar persoalan Suurhof tidak melarut.
Tuan sendiri yang menyarankan adanya tindakan di luar hukum.”
(Data 13)
Pangemanann : Ketika bapakku hendak meninggal, ia berpesan dengan sangat:
“Mereka telah rampas semua dari kita. Jangan, Nak, jangan kau lebih lama jadi kulinya. Pergi kau ke Bandung. Mengabdilah pada seorang yang mulia hati. Orang itu bernama Raden Mas Minke. Carilah orang itu. Lakukan segala yang diperintahkan kepadamu dan contohlah perbuatannya yang baik”.
(Data 14)
Siti Soendari : “Apa pesan beliau, Jeng?”
Jeng : “Di hadapan ayahanda dan sahaya beliau berpesan begini: Mas, anak gadismu ini, kata beliau sambil menunjuk pada sahaya, jangan halang-halangi sekolahnya. Selama Mas kuat membiayai, biayailah terus. Ayahanda menjanjikan di depan sahaya. Kemudian Bendoro Raden Mas Minke berpesan lagi: Jangan dia kau paksa kawin.
Jangan kau paksa dia mengalami apa yang dialami oleh si Gadis Jepara! Juga ayahanda menyanggupi, malahan mengatakan. Tak akan ada yang memaksanya melawan cita-citanya sendiri. Tragedi Gadis Jepara tak perlu berulang terhadap dia. Sejak bayi dia tak mengenal ibu, maka dia harus mendapatkan segala-galanya.
Percayalah, Dik, dia kuberi kebebasan untuk jadi apa saja, syukur kalau jadi manusia berguna.”
(Data 7) berisi pernyataan penutur yang menyatakan maksud menasihatkan.
Mitra tuturnya menasihatkan ke penutur untuk mengembalikan ke pasukan seperti dulu agar pangkatnya segera diturunkan dan mitra tutur menasihatkan kepada penutur bahwa Tuan sekarang jelas menanggulangi agar persoalan Suurhof tidak melarut.
(Data 13) berisi pernyataan penutur yang menyatakan maksud menasihatkan. Penutur menasihatkan kepada mitra tuturnya bahwa mengabdilah pada seorang yang mulia hati. Orang itu bernama Raden Mas Minke. Carilah orang itu. Lakukan segala yang diperintahkan dan contohlah perbuatannya yang baik. (Data 14) berisi pernyataan penutur yang menasihatkan pada mitra tuturnya bahwa anak gadismu ini jangan halang-halangi sekolahnya selama masih mampu membiayai dan menasihatkan agar jangan paksa kawin agar nanti jadi manusia berguna.
5. Kritikan
Tindak tutur direktif yang termasuk dalam kategori ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(Data 1)
Suurhof : “Apa yang harus kudengar dari Tuan?” Tanya Suurhof, nadanya masih terdengar angkuh.
(Data 2)
Jacques Pangemanann : “Perlihatkan surat-suratmu penipu,” kataku. “Tak ada yang membutuhkan kau”.
(Data 4)
Jacques Pangemanann : “Siapa bilang tidak ada? Kau di luar hokum. Risikonya:
kalau terjadi cidera atas dirimu, mungkin sampai mati, hukum tidak melindungi. Hukum pura-pura tidak tahu.
Mengerti?” Ia tertawa melecehkan. “Tak ada risiko apa-apa, Tuan,” katanya menjamin.
(Data 5)
Jacques Pangemanann :“Kalau begitu kau tak perlu mengikuti aku. Persetan! Aku bisa kerjakan sendiri.”
(Data 17)
Jacques Pangemanann : Darahku mendidih.
“Jangan bikin marah aku.”
(Data 21)
Mencer Darman : “Tidakkah Tuan ingin bersantap?”
Minke :“Aku ingin tinggal seorang diri di kamarku,” jawabnya benar benar jadi kasar.
(Data 1) berisi pernyataan penutur yang menyatakan maksud kritikan dengan cara marah. Penutur mengkritik pada mitra tutur bahwa apa yang harus ia dengarkan dengan hinaan pada seseorang. (Data 2) berisi pernyataan penutur yang menyatakan maksud mengecam. Penutur mengecam mitra tuturnya untuk segera memperlihatkan surat-surat penipu tersebut. (Data 4) berisi pernyataan penutur yang menyindir mitra tuturnya bahwa ia menjamin kalau tidak aka nada risiko dalam segala apapun dan ia tertawa melecehkan. (Data 5) berisi pernyataan penutur yang mengkritik mitra tuturnya untuk tidak mengikuti kerjaannya. (Data 17) berisi pernyataan penutur yang menyarankan mitra tuturnya untuk tidak membuat ia marah.
6. Larangan
Tindak tutur direktif yang termasuk dalam kategori ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
(Data 12)
Jacques Pangemanann : “Jangan teruskan minum. Sayang. Makin lama kau makin banyak minum. Di rumah ini saja kau sudah lima kali
mabok. Kasihanilah anak-anakmu.
Jangan kau beri contoh seperti itu.”
(Data 12) berisi pernyataan tentang maksud larangan. Penutur melarang untuk banyak minum kepada mitra tuturnya, sehingga mitra tuturnya segera tidak melakukan hal tersebut.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan pada bagian sebelumya, bagian ini dibahas tentang tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca”, yang meliputi : (1) perintah (2) permintaan; (3) ajakan; (4) nasihat; (5) kritikan; dan (6) menasihatkan.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud perintah digunakan oleh penutur yang menginginkan sesuatu, sehingga menimbulkan efek pada mitra tuturnya berupa tindakan mengambilkan sesuatu tersebut. Dalam novel ”Rumah Kaca”
ditemukan beberapa bentuk tindak tutur yang termasuk dalam kategori ini.
Diantaranya menyatakan maksud penutur yang menginginkan membacakan surat, dan menimbulkan efek berupa tindakan yang dilakukan mitra tuturnya untuk mengambilkan apa yang telah dipesan oleh penutur.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud perintah digunakan oleh penutur untuk menyuruh mitra tuturnya melakukan sesuatu, sehingga menimbulkan efek pada mitra tuturnya berupa tindakan sesuai dengan apa yang diinginkan penutur.
Tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” yang termasuk dalam kategori ini, diantaranya berupa pernyataan penutur yang menginginkan mitra tuturnya untuk memperlihatkan sesuatu, memerintahkan untuk segera membacakan surat, memerintahkan untuk mengejar seseorang, memerintahkan untuk menelpon seseorang, memerintahkan untuk keluar dari ruangan, memerintahkan untuk segera meninggalkan kantor, memerintahkan segera duduk di kursi, memerintahkan agar mobil segera stop, memerintahkan agar segera mengambilkan buku besar tebal dari dalam laci meja dan memerintahkan untuk mengambilkan pena dan tinta.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud permintaan berarti tuturan itu terimplikasi suatu permintaan penutur yang amat sangat kepada mitra tuturnya.
Tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” yang termasuk dalam kategori ini, berupa keinginan penutur yang menginginkan mitra tuturnya untuk duduk di kursi, untuk tidak pergi dan meminta untuk segera pergi ke Betawi.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud ajakan berarti tuturan itu terimplikasi suatu ajakan penutur yang amat sangat kepada mitra tuturnya. Tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” yang termasuk dalam kategori ini, berupa keinginan penutur yang menginginkan mitra tuturnya agar memberikan gambaran tentang bangun dan jiwa organisasi mitra.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud nasihat digunakan oleh penutur yang menginginkan sesuatu, sehingga penutur meminta pada mitra tuturnya.
Tindak tutur yang ditemukan dalam novel ini, yang termasuk dalam kategori ini diantaranya penutur yang meminta mitra tuturnya untuk mengembalikn pasukan seperti dulu agar pangkatnya segera diturunkan, menasehatkan tentang mengabdi pada seorang yang mulia dan menasihatkan agar anaknya jangan menghalangi sekolahnya agar kelak jadi manusia yang berguna.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud kritikan, berarti pernyataan penutur tersebut memberikan masukan pada mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.
Tindak tutur yang termasuk dalam kategori ini yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” berupa pernyataan penutur dengan cara marah bahwa apa yang harus ia
dengarkan dengan hinaan pada seseorang, untuk menyarankan mitra tuturnya agar tidak mengikuti kerjaannya dan menyarankan untuk tidak membuat marah.
Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud larangan, berarti peryataan penutur tersebut untuk menyuruh mitra tuturnya melakukan sesuatu yang oleh penutur dianggapnya benar. Tindak tutur yang termasuk dalam kategori ini, yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” di antaranya berupa anjuran untuk tidak melakukan sesuatu dan melarang agar tidak banyak minum alkohol.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulakan bahwa dalam novel “Rumah Kaca” Karya Pramoedya Ananta Toer terdapat enam jenis/kategori direktif, yakni: (1) menyatakan maksud perintah; (2) menyatakan maksud permintaan; (3) menyatakan maksud ajakan; (4) menyatakan maksud nasihat; (5) menyatakan maksud kritikan; dan (6) menyatakan maksud larangan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam berkomunikasi antarsesama manusia diharapkan dapat bertutur dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, sehingga pesan atau keinginan penutur dapat dipahami oleh petutur atau pendengar.
2. Penelitian terhadap tindak tutur sebagai peristiwa tindak tutur berbahasa, khususnya tindak tutur direktif masih jarang dilakukan sehingga perlu dilanjutkan.
3. Pembaca / peneliti yang berminat dalam kajian tindak tutur diharapkan dapat meneliti jenis / kategori tindak tutur yang lain.
59
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, dkk. 2013. Tindak Tutur Direktif dalam Novel Pukat Karya Tere-liye.
Jurnal Skripsi. Jurusan Sastra Indonesia. Program Studi Sastra Indonesia.
FBS: Univesitas Negeri Padang.
Agustinus, 2012. Penerapan Pendekatan Pragmatik dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa kelas X-3 SMA Negeri 1 Makale. Tesis. PPS Unismuh Makassar.
Ali, 2011. Tindak Tutur dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Lamasi. Proposal Penelitian. PPS Unismuh Makassar.
Alwasilah, C. 1993. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Alwi, Hasan dkk., 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.
Aslinda, dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Austin, J.L. 1962. How to do things with words. Cambridge-Mass. Harvard University Press.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta:
Rineka Cipta.
Darna. 2014. Analisis Tindak Tutur Ekspresif dan Tindak Tutur Komisif dalam Wacana Novel Pelayaran Terselubung (BURN) Karya Linda Howard.
Lembaga Penerbit Unismuh Makassar.
Dola, Abdullah. 2006. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Diktat. Makassar: FBS UNM.
Ibrahim, Abdul Syukur. (1992). Kajian Tindak Tutur. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional.
Kasher, A. 1998. Pragmatics. Volume II: Speech Act Theory and Particular Speech Act. New York: TJ International Ltd.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Lingustik. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia.
Laelasari, dan Nurlaelah. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.
60
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Diterjemahkan oleh Indonesian University. Jakarta : Universitas Indonesia.
Leech, G. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mariana, dkk. 2014. Tindak Tutur Direktif dalam Novel “5 cm” Karya Donny Dhirgantoro. Jurnal Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
FKIP Untan, Pontianak.
Mustari, Erni. 2015. Tindak Tutur Ilokusi dalam Tuturan Antar Tokoh pada Novel Laura Sendiri Karya Mercy Sitanggang (Kajian Pragmatik) Lembaga Penerbit Unismuh Makassar
Najmah. 2003. “Tindak Tutur Ekspresif dalam Novel Salah Pilih Karya N.St.
Iskandar (Suatu Tinjauan Pragmatik)”. Skripsi. Makassar: FBS UNM Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Perss.
Nurung, Muhammad. 2007. Gaya Bahasa Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Tesis. Program Pascasarjana Unismuh Makassar
Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Prayitno, Harun Joko. 2011. Kesantunan Sosiopragmatik. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Press.
Richard, J. C. 1995. Tentang Percakapan. Terjemahan Ismari. Surabaya: Airlangga Universitiy Press.
Rahim Abd. Rahman. 2008. Meretas Bahasa Mengkaji Pragmatik. Lembaga Penerbit Unismuh Makassar.
Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosdiana. 2002. Kajian Tindak Tutur Teks Percakapan Drama Sumur Tanpa Dasar.
Skripsi. Makassar: FBS: UNM
Rustono, 1999. Pokok-pokok pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang press.
Searle, John R. 1979. Taxonomy of Illocutionary Act. Dalam Martinich A.P. The Philosophy of Language. 2001. Fourth Edition. New York: Oxford University Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suriasumantri, Jujun S. 1993. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Sudiati dan Widyarmataya. 1996. Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan Pragmatik. Bandung: Sinar Baru.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Heatherngton. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Novel Rumah Kaca. Jakarta: Lentera Dipantara.
Wati, Ritna. 2014. Analisis Tindak Tutur Direktif dalam Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan. Jurnal Skripsi.Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Daerah. FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Padangpanjang.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
www.situsbahasa.info/2011/01/tindak-tutur-berdasarkan-tujuannya.html. (diakses 27 Januari 2016)
pantrivelyn.blogspot.com/2013/01/aspek-aspek-pragmatik-tindak-tutur.html (diakses 2 Februari 2013
http://www/perpuskita.com/pengertian tindak tutur direktif/121/ (diakses 3 Februari 2016
LAMPIRAN
Lampiran 1
KORPUS DATA Data :
(1) “Apa yang harus kudengar dari Tuan?” Tanya Suurhof, nadanya masih terdengar angkuh. (Hal 16)
(2) “Perlihatkan surat-suratmu penipu,” kataku, ”Tak ada yang membutuhkan kau”. (Hal 20)
(3) “Memang aku yang keliru, Tuan. Maafkan.” (Hal 20) (4) “Siapa bilang tidak ada? Kau di luar hokum.
Risikonya: kalau terjadi cidera atas dirimu, mungkin sampai mati, hokum tidak melindungi.
Hukum pura-pura tidak tahu. Mengerti.
Ia tertawa melecehkan. “Tak ada risiko apa-apa, Tuan,” katanya menjamin. (Hal 21)
(5) “Kalau begitu kau tak perlu mengikuti aku.
Persetan! Aku bias kerjakan sendiri.” (Hal 23) (6) “Kan kau berjanji membacakan surat untuk kami?”
“Kau bisa bacakan untuk mereka, sayang.”
“Tetapi surat itu bukan untukku.” Hanya soal membacakan surat, pikirku, sudah jadi pembagian tugas resmi begini. Sungguh-sungguh bias bikin aku jadi gila.
“Baik, sayang, akau akan datang sebelum mereka tidur.” (Hal 40) (7) “Apakah Tuan tidak ada pikiran untuk mengembalikan aku ke pasukan
seperti dulu?” tanyaku menantang penurunan pangkat.
“Akan ada masanya,” jawabnya. “Tugas Tuan sekarang jelas
menanggulangi agar persoalan Suurhof tidak melarut. Tuan sendiri yang menyarankan adanya tindakan di luar hukum.”(Hal 41)
(8) “Dapatkah Tuan memberikan padaku sekedar gambaran tentang bangun dan jiwa organisasi Pribumi?” tanyaku.
“O, itu?” Ia melirik padaku, kemudian menjawab kontan, “Bangun dan jiwanya tak berubah sampai sekarang. Yang berubah mungkin tata-caranya.
Tetap, Tuan, tetap.” (Hal 49)
(9) “Kau cukup dengar kata-kataku?
“Tentu, Tuan.”
“Keluar!”
Ia keluar dengan muka masam. (Hal 150)
(10) “Mari, duduk di kursi sini, Frits. Mari kita bertiga minum untuk persahabatan kita!” (Hal 163)
(11) “Sayang, Frits,” kata R. dalam Belanda.
“Tinggalkan kantor ini sekarang juga.
“Baik, Tuan. (Hal 184)
(12) “Jangan teruskan minum. Sayang. Makin lama kau makin banyak minum.
Di rumah ini saja kau sudah lima kali mabok. Kasihanilah anak-anakmu.
Jangan kau beri contoh seperti itu.” (Hal 307)
(13) Ketika bapakku hendak meninggal, ia berpesan dengan sangat:
“Mereka telah rampas semua dari kita. Jangan, Nak, jangan kau lebih lama jadi kulinya. Pergi kau ke Bandung. Mengabdilah pada seorang yang mulia hati. Orang itu bernama Raden Mas Minke. Carilah orang itu. Lakukan segala yang diperintahkan kepadamu dan contohlah perbuatannya yang baik”. (Hal 337)
(14) “Apa pesan beliau, Jeng?“ Di hadapan ayahanda dan sahaya beliau berpesan begini: Mas, anak gadismu ini, kata beliau sambil menunjuk pada sahaya, jangan halang-halangi sekolahnya. Selama Mas kuat membiayai, biayailah terus. Ayahanda menjanjikan di depan sahaya. Kemudian Bendoro Raden Mas Minke berpesan lagi: Jangan dia kau paksa kawin. Jangan kau paksa dia mengalami apa yang dialami oleh si Gadis Jepara! Juga ayahanda menyanggupi, malahan mengatakan. Tak akan ada yang memaksanya melawan cita-citanya sendiri. Tragedi Gadis Jepara tak perlu berulang terhada dia. Sejak bayi dia tak mengenal ibu, maka dia harus mendapatkan segala-galanya. Percayalah, Dik, dia kuberi kebebasan untuk jadi apa saja, syukur kalau jadi manusia berguna.” (Hal 439)
(15) Aku hampiri dia dan menyambutnya, “Senang sekali bertemu dengan Tuan Sekretaris Oemoem Boedi Moeljo. Silahkan duduk Tuang Sewoyo.” Ia duduk di kursi sambil meletakkan tasnya di atas lantai. (Hal 464)
(16) Ada apa agen gila ini? Apakah dia mencoba memeriksa aku?
“Duduk Sarimin,” perintahku, dan dia duduk. “Nah, katakan sekarang dengan jelas siapa perintahkan kau datang kemari.”
“Perkara, Tuan.” (Hal 480)
(17) Darahku mendidih.
“Jangan bikin marah aku.” (Hal 487)
“Jangan bikin marah aku.” (Hal 487)