BAB III METODE PENELITIAN
E. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua pendekatan penelitian, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif di mana dalam peneliti lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas. Untuk melakukan penelitian seseorang dapat menggunakan metode penelitian tersebut. Sesuai dengan masalah, tujuan, kegunaan dan kemampuan yang dimilikinya. Menurut Bagman dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam rangka memperoleh data yang dibutuhkan, maka teknik pengumpulan dapat yang digunakan meliputi:
1. Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan langsung kepada objek yang diteliti, yaitu aktivitas keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing PT PLN (Persero) Kantor Cabang Makassar.
2. Wawancara, adalah penulis melakukan wawancara langsung terhadap informan yang telah ditentukan sesuai dengan pedoman wawancara untuk memberikan jawaban atau informasi (data) yang dibutuhkan.
3. Dokumentasi, dalam hal ini penulis menelaah dokumen atau arsip terkait dengan aktivitas keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing PT PLN (Persero) Kantor Cabang Makassar.
F. Teknik Analisis Data
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan ialah deskriptif kualitatif yakni menjelaskan secara komprehensif (menyeluruh) data yang diperoleh dalam bentuk narasi berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan. Secara umum
penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri.
Penelitian kualitatif adalah salah satu metode untuk mendapatkan kebenaran dan tergolong sebagai penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori yang berkembang dari penelitian dan terkontrol atas dasar empirik. Jadi dalam penelitian kualitatif ini bukan hanya menyajikan data apa adanya melainkan juga berusaha menginterpretasikan korelasi sebagai faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut pandang atau proses yang sedang berlangsung. Menurut Lexy J.
Moleong berdasarkan pada pondasi penelitian, paradigma penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian, kriteria, teknik pemeriksaan, analisis, dan penafsiran data.
Berpijak dari penelitian di atas yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan Outsourcing pada PT PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar. Pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat tentang fenomena yang diteliti.
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya PT. PLN (Persero) Kantor Cabang Kota Makassar Sejak tahun 1914 untuk pertama kalinya Kota Makassar mengenal dan memanfaatkan energi yang bertenaga uap (mesin uap) yang berlokasi di pelabuhan Makassar. Pada tahun 1925 dengan mengikuti perkembangan dan kebutuhan akan listrik dibangunlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berlokasi di Sungai Jeneberang Pandang-Pandang Sungguminasa, Kabupaten Gowa dengan kapasitas 2 x 1000 kw yang dikelola NV. NIGEM.
Pada tahun 1948 mulai dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) dengan daya terpasang 8.110 kw yang berlokasi di Bontoala Makassar. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, maka dalam hal ini PLN merencanakan membangun PLTU sebanyak 2 unit dengan daya terpasang 12,5 MW. Pada tahun 1962-1963 Pemerintah mengadakan studi kelayakan oleh Departemen PUTL dan Energainvest Yugo. Pada tahun 1966 dimulai pembangunan PLTU yang berlokasi di Tello (Data Dokumentasi, PT PLN (Persero) Cabang Makassar, Oktober 2016).
PLTU Tello mulai beroperasi dan diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto pada tahun 1973, dipasang 2 buah mesin diesel dengan daya terpasang masing-masing sebesar 2,84 MW yang berlokasi di dekat PLTU Tello. Pada tahun 1976, tepatnya bulan Juni dibentuk unit-unit sektor Tello. Dengan nama PLN Wilayah VIII dengan unit asuhan PLTD Bontoala dan Gardu Induk Transmisi. Pada tahun yang sama PT. PLN Wilayah VIII Sektor Tello mendapat tambahan 1 unit PLTG
41
dengan daya terpasang 14,66 MW. Dengan berkembangnya pembangunan di Kota Makassar, serta sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, PLN mendapat tambahan beberapa pembangkit, yaitu:
1. Tahun 1982 dibangun 2 unit PLTG Alston dengan daya terpasang 21,35 MW.
2. Tahun 1984 dibangun 2 unit PLTD Mitsubishi dengan daya terpasang 2 x 12,6 MW.
3. Tahun 1989 dibangun 2 unit PLTD SWD dengan daya terpasang 2 x 12,4 MW.
4. Tahun 1997 di bangun 2 unit PLTG GE dengan daya 2 x 33,4 MW.
Dalam menyalurkan saluran energi dan pembangkit-pembangkit yang berada di lingkungan kerja PT. PLN Makassar kepada pelanggan, serta untuk menunjang dan mengantisipasi peningkatan beban pada daerah-daerah baru, maka tahap pertama sejak tahun 1969 dibangun saluran transmisi sistem tegangan 30 KV dan Gardu Induk (Tello, Bontoala, Kalukuang, Sungguminasa, Parangloe, Mandai, dan Tonasa I). Selanjutnya di bangun saluran transmisi sistem tegangan 70 KV dan sistem tegangan 150 KV dan Gardu Induk (Pangkep, Tonasa II, Daya, Tello, dan Tello Lama) serta perluasan Gardu Induk Existing.
Pusat-pusat pembangkit PT. PLN Makassar dapat beroperasi dalam sistem kelistrikan Sulawesi-Selatan yang terinter koneksi dengan PLTA Bakaru, PLTG Sengkang, PLTD Suppa serta Unit Sektor Tello. Sedangkan peraturan beban sistem kelistrikan Sulawesi-Selatan dikelola oleh Unit Pengaturan Beban. Berikut ini data-data Unit Pembangkit PT PLN (Persero) Sektor Tello (PT PLN Wilayah VIII), di mana salah satu wilayah kerja adalah PT PLN (Pesero) Unit Kantor Cabang Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut:
Tabel 4.1 Data Unit Pembangkit PT. PLN (Persero) Sektor Tello (Makassar) Jenis Pembangkit
Unit Tello Merk Daya Terpasang Tahun Mulai Operasi
Sumber: Dokumentasi PT. PLN (Persero) Cabang Makassar, Oktober 2016.
PT. PLN (Persero) Wilayah Sulseltra-bar Sektor Tello terletak pada bagian timur Kota Makassar, tepatnya di Jalan Urip Sumoharjo Kilometer 7. Letak PT.
PLN (Persero) yang tidak berada pada pusat kontrol merupakan letak yang cukup strategis dimana aktivitas PT. PLN (Persero) adalah melakukan produksi untuk menghasilkan daya, sehingga aktivitas tersebut tidaklah terganggu masyarakat khususnya di Makassar. Meskipun tidak berada di pusat kota namun PT. PLN (Persero) Sektor Tello dapat dijangkau denganmudah melalui transportasi umum maupun pribadi.
PT. PLN (Persero) Cabang Makassar mempunyai luas wilayah kerja 5.372,4 km2, yang meliputi: Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar, dengan total 35 unit kerja, masing-masing terdiri dari 4 Unit Rayon, 6 Unit Ranting, 15 Unit Kantor Jaga
dan 11 Unit Lisdes. Semua wilayah tersebut mendapatkan suplai tenaga listrik dari 12 Gardu Induk tersebar yang dihubungkan dari Sistem Sulsel dengan jaringan Transmisi 150, 70 dan 30 KV. Beban puncak pada sistem Sulsel yang mencatut wilayah kerja Cabang Makassar sebesar 222 MW. Selain dari sistem Sulsel, PT. PLN (Persero) Wilayah Sulsel-Sultra Cabang Makassar mensuplai masyarakat kepulauan dengan Pembangkit sendiri (diesel/isolated) pada 11 pulau yang tersebar di Makassar, kabupaten Pangkep dan Takalar. Berikut merupakan tahun-tahun penting dalam sejarah kelistrikan pada PLN Cabang Makassar.
Tahun 1914 Pengusahaan ketenagalistrikan di Kota Makassar dan sekitarnya sudah ada (zaman penjajahan Belanda di Indonesia). Saat itu penyediaan tenaga listrik dikelola oleh suatu lembaga yang disebut Electriciteit Weizen.
Konon pembangkit listrik di Kota Makassar yang pertama kali terpasang, yaitu sekitar tahun 1914 dengan menggunakan mesin uap yang berlokasi di pelabuhan Makassar. Sejalan dengan pertumbuhan kota yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan tenaga listrik, pada tahun 1925 dibangun Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) di tepi sungai Jeneberang daerah Pandang-pandang, Sungguminasa. PLTU tersebut berkapasitas 2000 KW. Sejarah mencatat bahwa PLTU Pandang-pandang Sungguminasa ini hanya mampu beroperasi hingga tahun 1957.
Tahun 1975 menindaklanjuti momentum Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, sebagai dampak perkembangan politik pemerintahan Negara Kesatuan RI, pertengahan tahun 1975 pengusahaan ketenagalistrikan di Kota Makassar dinasionalisasi. Pengusahaan ketenagalistrikan selanjutnya
diserahkan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) Makassar. PLN Makassar inilah yang kita kenal dewasa ini. PLN Makassar memiliki wilayah operasi pengusahaan terbatas hanya di Kota Makassar. Adapun di daerah-daerah di luar Kota Makassar antara lain Majene, Bantaeng, Bulukumba, Watampone, dan Kota Palopo untuk pusat pembangkitannya ditangani oleh PLN Cabang Luar Kota sedangkan pendistribusiannya dilaksanakan oleh PT. Maskapai untuk perusahaan-perusahaan Setempat (PT. MPS)
Tahun 1961 PLN pusat di Jakarta membentuk unit PLN Exploitasi IV dengan wilayah kerja meliputi Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yang berkedudukan di Makassar. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran PLN Pusat No.
076/PST/1967 tentang klasifikasi bagi Kesatuan-kesatuan Perusahaan Listrik Negara maka PLN Cabang Luar Kota tidak dapat dimasukkan klasifikasi dalam organisasi sebagai Cabang. Oleh karena itu berdasarkan Surat Keputusan Pemimpin PLN Exploitasi IV No. 001/E.VI/1986 PLN Cabang Luar Kota dibubarkan. Serentak dengan itu segala sesuatunya diserahkan dan ditangani PLN Exploitasi VI. Dalam perkembangan selanjutnya PLN Exploitasi VI selain membawahi beberapa unit PLTD juga membawahi unit PLN Cabang Makassar dan PLTU Makassar yang diresmikan pada tahun 1971 oleh Presiden Soeharto. Sementara PLN Cabang Makassar membawahi unit-unit kerja antara lain PLN Ranting Sengkang , Watansoppeng, kendari serta unit pengusahaan pembangkit yaitu PLTD Bontoala.
Tahun 1972 Pemerintah RI mengeluarkan PP. 18 tahun 1972 tentang perusahaan Umum Listrik Negara yang mempunyai arti penting bagi PLN
karena merupakan dasar hukum perubahan status dari Perusahaan Negara menjadi Perusahaan Umum dan Tenaga Listrik No. 01/PRT/1973 tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Perusahaan Umum Listrik Negara, PLN Exploitasi VI berubah namanya menjadi PLN Exploitasi VIII. Sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri tersebut, Direksi PLN mengeluarkan SK.No.050/DIR/1973 tanggal 20 Oktober 1973 tentang Struktur Organisasi dan Tugas-tugas Pokok Perum Listrik Negara Exploitasi VIII yang di dalamnya terdapat unit pelaksana yaitu Sektor Tello dan Cabang Ujung Pandang.
Tahun 1990 Melalui Peraturan Pemerintah No 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan, dan pada tahun 1992, Pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas maka pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
B. Visi dan Misi PT PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar Visi:
1. Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang bertumbuh kembang. Unggul dan Terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani.
2. Menjadi unit pembangkitan yang andal, efisien dan berwawasan lingkungan.
Misi:
1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media unguk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
5. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
6. Melaksanakan pemeliharaan yang berorientasi kepada ”On Condition Base Maintenance” serta selalu mengikuti dan memperlihatkan buku petunjuk
pabrik dan pengalaman operasi.
7. Memantau dan mengendalikan secara terus menerus pengaruh operasi pembangkitan terhadap mutu.
8. Kecelakaan nihil.
C. Struktur Organisasi dan Job Deskription 1. Struktur Organisasi
2. Job Description
a. Manager Cabang, mempunyai tugas
1) Merumuskan sasaran kerja dan konsep kebijakan teknis cabang berdasarkan program kerja dan target pengusahaan sesuai kebijakan.
Manager
2) Merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengendalikan tugas-tugas dan sumber daya di lingkungan Cabang agar efektif dan efisien.
3) Mengaanlilis dan mengevaluasi kinerja cabang dalam rangka mencapai target-target yang telah ditetapkan.
4) Mengarahkan, mengendalikan, dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan palayanan pelanggan, pembangkitan, pendistribusian tenaga listrik, serta pemeliharaan dan pembangunan sarana pendistribusian tenaga listrik.
b. Supervisor Pendapatan
1) Memantau proses transaksi otomatis
2) Membuat rencana cash inflow dengan mengacu pada RAKP.
3) Mamantau arus dana receipt di tempat-tempat pembayaran (Loket, KUD, Bank).
c. Supervisor Pelayanan
1) Mengevaluasi Data Indut Langganan (DIL) dan mengusulkan perbaikannya atau standarisasi data, untuk perbaikan berkelanjutan.
2) Mengelola proses pencatatan penerimaan BP, UJL, tagihan susulan P2TL dan pendapatan operasi lainya untuk pertanggunjawaban kerja.
d. Supervisor Cater
1) Mengevaluasi efektifitas dan efesiensi pencatatan meter.
2) Menyusun metode dan pola pembacaan meter.
3) Membentuk dan memelihara Route Baca Meter (RBM).
e. Supervisor Administrasi dan Keuangan
1) Mengetahui keluar masuknya uang pendapatan atau pun pembiayaan dan juga kegiatan yang menyangkut pekerjaan pegawai.
2) Menyusun metode dan pola keluar masuknya uang pendapatan atau pun pembiayaan dan juga kegiatan yang menyangkut pekerjaan pegawai.
3) Membentuk dan memelihara laporan keluar masuknya uang pendapatan atau pun pembiayaan dan juga kegiatan yang menyangkut pekerjaan pegawai.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa dipilihnya PT. PLN (Persero) sebagai obyek penelitian atas dasar pertimbangan “listrik merupakan infrastruktur yang penting bagi kualitas hidup manusia juga sebagai penunjang berbagai kegiatan perekonomian. Selain itu, pembangunan ekonomi yang berkembang dengan cepat menuntut PT. PLN (Persero) untuk menyediakan tenaga listrik dalam berbagai kebutuhan industri, ekonomi, perdagangan, pemerintahan dan bagi masyarakat luas.
PT. PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN yang kegiatan utamanya dalam penyediaan tenaga listrik tersebut tentunya rentan terhadap isu-isu maupun sentiment negatif dari masyarakat yang terkait dengan dampak sosial yang ditimbulkan perusahaan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No.
Per-05/MBU/2007 menyatakan maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Senada dengan hal menurut salah satu informan (Manajer PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar, wawancara tentang keterlibatan bidang (Departemen Akuntansi), mengatakan bahwa:
“PT. PLN (Persero) untuk melakukan program-program yang terkait dengan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing, dijelaskan bahwa efektivitas sistem akuntansi sebagai suatu metode dan standar yang digunakan dalam mengumpulkan, mengklasifikasi, mencatat dan meringkas peristiwa-peristiwa bisnis dan transaksi untuk didistribusikan kepada PT.
PLN” (Hasil wawancara dengan AS-50, tanggal 15 Oktober 2016).
50
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa, efektivitas sistem akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing mengacu pada seberapa besar pertimbangan fokus biaya, penggunaan metode diskonto (DFC), dan penilaian resiko digunakan dalam pengambilan keputusan outsourcing. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa, fokus penelitian ini lebih banyak pada kinerja karyawan outsourcing pada PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar.
Selain itu juga difokuskan pada pengambilan keputusan outsourcing terutama dilihat dari segi efektivitas tugas dan tanggung jawab sistem akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing masih belum banyak diminati.
Lebih lanjut dijelaskan oleh informan lain (Supervisor Pendapatan) PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar, terkait dengan struktur organisasi dan perubahan sistem birokrasi yang telah memberikan dampak posisitif, di mana banyak perkembangan dan perubahan positif yang dirasakan terutama dalam merealisasi program jangka pendek, secara rinci dijelaskan bahwa:
“Langkah awal yang dilakukan untuk mengganti sumber energi primer ialah meneken kontrak pembelian gas dari Perusahaan Gas Negara. Dengan pembelian gas ini, pasokan gas sebesar 8 billion British thermal unit per hari disalurkan untuk pembangkit tenaga uap” (Hasil wawancara dengan AP-45, tanggal 15 Oktober 2016).
Hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam mengatasi masalah kelistrikan, selain efisiensi pengeluaran dan juga menghemat biaya kelistrikan. Langkah-langkah yang dimaksud secara nasional terutama untuk menekan pemadaman listrik secara bergilir seperti pernah dialami beberapa waktu lalu, termasuk Kota Makassar. Langkah-langkah tersebut, meliputi: (1) membangun unit-unit pembangkit tenaga uap kecil untuk menggantikan mesin diesel yang selama ini digunakan di Kota Makassar, dan (2)
menyediakan trafo cadangan berkapasitas kecil. Trafo cadangan ini penting guna mengantisipasi terjadinya gangguan pasokan listrik ketika gardu induk rusak.
Menyadari bahwa Kota Makassar merupakan persentase pembangunan dari Kawasan Indonesia Timur, maka untuk penanganan masalah termasuk listrik hal yang dilakukan adalah, Pertama, mengganti diesel dengan pembangkit listrik kecil berjumlah 70 unit. Kedua, mengadakan pembangkit listrik tenaga matahari besar-besaran. Ketiga, membangun pembangkit mikro hidro besar-besaran di Sulawesi dan Papua. Tidak hanya masalah teknis yang dibenahi, tetapi juga birokrasi, yaitu dengan memangkas jalur pengambilan keputusan.
Hal ini karena sistem lama PLN, suatu keputusan harus diputuskan di rapat direksi, kemudian dibuat naskah keputusan, lalu ditandatangani seluruh direktur.
Akibatnya, ada keputusan yang umurnya sudah setahun, balurn ditangani. Oleh karena itu, untuk mengubah sistem lebih pendek birokrasinya dengan dibentuk 6 komite, antara lain Komite SDM, Komite Investasi atau Komite Transmisi.
Komite investasi hanya melibatkan ketua komite, direktur keuangan, direktur bisnis dan manajemen risiko, direktur perencanaan dan direktur operasional.
Kalau komite sudah memutuskan, itu adalah keputusan direksi. Kini praktis 2-3 kali rapat sudah kelar, bahkan ada yang sekali rapat.
Menurut Manajer PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar, terkait dengan perubahan birokrasi dan struktur organisasi dijelaskan bawah direktur terdapat deputi direktur. Otomatis jabatannya adalah wakil direktur. Posisi ini ditiadakan, diganti menjadi kepala divisi. Guna mengontrol pencapaian target program atau kinerja PLN, maka dibentuk lembaga semacam Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Dengan demikian,
ada satu kepala divisi yang ditugaskan khusus untuk melakukan monitoring target. Misalnya, ditugaskan memantau kemajuan program listrik prabayar, revolusi di Sumatera Utara, dan sebagainya. Untuk membenahi PLN, terutama dalam masa kepemimpinan Dahlan Iskan berupaya menanamkan sense of crisis tahun 1998 sebagaimana ketika dia memimpin Jawa Pos.
Hasil wawancara dengan Supervisor Pelayanan menjelaskan bahwa:
”Perubahan birokrasi dan pelayanan di lingkungan PLN sejak kepemimpinan Bapak Dahlan Iskan sampai sekarang masih terasa, terutama sikap disiplin dan kesederhanaannya dalam memberikan contoh kepada bawahan. Sebagai contoh; jika kacamatanya patah, ia hanya mengikatnya dengan karet. Selain itu, ada karyawan yang memintanya tidak naik Mercy lagi, akhirnya ia hanya naik Hyundai kecil” (Hasil wawancara dengan ES-46, tgl. 20 Oktober 2016).
Mencermati hasil wawancara di atas, harus ditegaskan bahwa kedisiplinan di lingkunagn PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar harus terus digalakkan sehingga memberikan contoh nyata bagi bawahannya. Dengan sikap disiplin dan keteladanan yang ditanamkan oleh pemimpin, akan menentukan berbagai bidang dalam lingkungan PT. PLN (Persero) Unita Kantor Cabang Kota Makassar. Selain itu, hal lain yang perlu dijelaskan sesuai hasil penelitian adalah pemadaman listrik berkurang. Misalnya; sejak lama sudah tidak ada mati listrik. Di Makassar, tidak mati lampu terhitung beberapa tahun terakhir.
Singkat kata, tiap minggu ditargetkan ada peningkatan daerah-daerah yang bebas byar-pet. Jika pemerintah menargetkan crash program mengatasi masalah pemadaman listrik, maka berani mencapai target lebih cepat. Visi dan budaya kerja PLN menjadi world class service diperluas, sebelumnya Makassar saja kini semua kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Menurut salah satu informan Manajer Perencanaan Administrasi dan Keuangan menjelaskan bahwa:
“Sistem pendukung keputusan atau Decision Support System (DSS) adalah suatu sistem berbasis komputer di mana dapat melakukan pengolahan dan menjadi informasi bagi user sebagai pendukung user dalam pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan” (Hasil wawancara dengan SR-44, tanggal 20 Oktober 2016).
Hasil wawancara di atas menegaskan bahwa pada dasarnya DSS merupakan sebuah sistem di mana dapat membantu seorang manager untuk mengambil keputusan secara tepat dan akurat karena DSS telah didukung oleh kemampuan menganalisis yang cermat berdsarkan data-data dan metodologi yang tepat.
Selian itu output yang dihasilkan oleh DSS dapat disajikan dengan lebih jelas, terperinci dan dapat melibatkan multimedia berupa grafik. Dalam penerapannya DSS dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, yaitu bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan dan sebagainya.
Langkah-langkah yang dilakukan di atas pada perinsipnya sangat bagus untuk diterapkan terutama dalam kaitannya dengan keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing yaitu tetap mengacu pada partisipasi dan kontribusi departemen akuntansi pada saat proses pengambilan keputusan outsourcing dilakukan.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam penelitian ini, departemen akuntansi diwakili bagian administrasi dan keuangan. Pengukuran variabel keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing tidak hanya melibatkan bagian administrasi dan keuangan, tetapi juga melibatkan manajer, supervisor kantor pelayanan serta supervisor pembacaan meter dan pengelolaan rekening. Dengan kata lain bagian atau jabatan lain dalam unit kantor cabang juga menilai keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing.
Terkait dengan penjelasan di atas, paling sedikit ada enam item pertanyaan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menjelaskan keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing. Keenam item tersebut merupakan enam langkah dalam proses pengelolaan manajemen outsourcing dan telah digambarkan dalam pembahasan terdahulu. Keenam item pertanyaan tersebut adalah mengenai keputusan awal outsourcing, formalisasi proses pengambilan keputusan outsourcing, penilaian kebutuhan unit kantor cabang, analisis sejumlah tawaran, pengawasan kinerja pemasok, dan peninjauan secara periodik keputusan outsourcing yang besar.
Selanjutnya hasil wawancara dengan salah satu Supervisor PT. PLN (Persero) tbk Wilayah Makassar Selatan, menjelaskan bahwa:
“Pengambilan keputusan taktis terdiri dari pemilihan diantara berbagai alternatif dengan hasil yang langsung dan terbatas. Tujuan keseluruhan dari pengambilan keputusan strategis adalah untuk memilih strategi alternatif sehingga keunggulan bersaing jangka panjang dapat tercapai. Pengambilan keputusan taktis harus mendukung tujuan keseluruhan ini, meskipun tujuan langsungnya berjangka pendek atau berskala kecil. Jadi pengambilan keputusan taktis yang tepat berarti bahwa keputusan yang dibuat mencapai tidak hanya tujuan terbatas tetapi juga berguna untuk jangka panjang” (Hasil wawancara
“Pengambilan keputusan taktis terdiri dari pemilihan diantara berbagai alternatif dengan hasil yang langsung dan terbatas. Tujuan keseluruhan dari pengambilan keputusan strategis adalah untuk memilih strategi alternatif sehingga keunggulan bersaing jangka panjang dapat tercapai. Pengambilan keputusan taktis harus mendukung tujuan keseluruhan ini, meskipun tujuan langsungnya berjangka pendek atau berskala kecil. Jadi pengambilan keputusan taktis yang tepat berarti bahwa keputusan yang dibuat mencapai tidak hanya tujuan terbatas tetapi juga berguna untuk jangka panjang” (Hasil wawancara