• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PEMBAHASAN

A. Serat Srikandhi Meguru Manah

A.4. Terjemahan Serat Srikandhi Meguru Manah

XII. Tembang Kinanti

1. Adik (Larasati) berkata dan menyembah untuk mohon diri, pulang setelah menghadap sang raja, Sang Retna memegang busur, turun dari kursi gading, gayanya menyenangkan, Sang Raja putri.

2. Mendengar Gendhing Ladrang Alus, Sang Retna duduk, berada di teratak tempat memainkan senjata, untuk dimulainya perang kemudian ia menarik busur, semakin berani yang ketiga kalinya.

3. Merubah pemasangan, tali busur untuk memanah, serta membengkokkan tempat mengintip, setelah itu menarik busur lagi, lambungnya seperti tak berdaya, besuk untuk penangkap panah.

4. Namun (Sang Retna) masih berpakaian laki-laki, duduknya agak serong, serta leher merunduk, kepandaiannya memanah, dilepaskan panah ke sasaran, telur burung tepat mengenai.

5. Sasaran hancur kena senjata, semua bersorak para cethi, yang berjumlah empat puluh orang mengatakan kena, Sang Raja putri mundur, Ladrang Alus Seseg ditabuh, setelah itu duduk dikursi gading.

6. Sorak berhenti Gendhing Suwuk, semua yang melihat heran, paradipati yang selalu menyaksikan, selamanya belum pernah ada yang melihat, sasaran telur burung.

7. Dari jarak jauh hampir tidak terlihat, selalu tepat yang dipanah, semua menyanjungnya, kepada Gusti Sang Putri, sangat bagus memainkan senjata, sungguh sangat pandai tidak ada yang menyamai.

8. Sasarannya sudah diganti, sudah hancur telur burung, bangsal sebelah barat disuruh, supaya maju memanah, Dyan Dananjaya memberi tanda, menyembah Niken Larasati.

9. Dekat olehnya duduk busurnya dibawa, didekap dengan tangan sebelah kiri, dirangkap dengan panah, tempat pertandingan dengan diiringi Gendhing Gandrung Mangu.

10. Kedatangannya diteratak, berhenti duduk bersila mencium, tempat untuk memanah, digelar perang muka, kemudian menarik busur, lurus sangat menyenangkan.

11. Lubang tengah panah lepas, dari jauh tidak terlihat, nyawa diserempet saja, sasaran bergerak, kelihatan masih utuh, para cethi bersorak.

12. Semua empat puluh orang berkata tidak kena, bergembira bertepuk tangan, Larasati hatinya tersenyum, menoleh serta mencibiri, Lurah Bagong dan Semar, keduanya memahami lalu bersorak dan menjerit.

13. Empat puluh orang senang sekali, mengikuti kedua ki Lurah, memberi sorak dan berkata kena, sebelah timur bersorak sangat ramai , Niken Larasati mohon diri. 14. Bunyi Seseg Gandrung Mangu, sebelah timur dan barat masih bersorak, berkata

kena dan tidak kena, semua disuruh diam, bersamaan suwuknya gamelan, Prabu Harimurti segera.

15. Menyuruh sasaran diketam, Sang Raja dari Cempala datang dan berkata, terlihat sangat heran, sasaran itu berlekuk karena tidak layak dilewati, sasaran telur burung masih utuh.

16. Yang pasti hancur, telur burung kena panah, berubah menjadi lekukan saja, para pemirsa dan dipati, kagum melihatnya, semua menyanjung Ken Larasati.

17. Dia sangat mahir dalam memanah, sungguh sangat luar biasa tiada yang menyamai, yang duduk disebelahnya mengatakan, bahwa punggawa di Dwarawati, juga satriya Madukara, luar biasa dalam hal memanah.

18. Sudah tidak bisa diraih, oleh semua orang dan semua senjata orang Madukara, mempunyai perasaan, selama perang dapat diatur.

19. Supaya memanah ke atas, seandainya itu berada di bawah, benar seandainya itu ke bawah, karena dia mahir memanahkan, panahnya sudah terlihat, sebagai makanan Sang Raja putri.

20. Gurunya yang mengajari, hendak melindungi, agar supaya tidak mengecewakan, terkalahkan oleh Larasati, tadi Trustha Jumena, perintahnya sudah dianut.

21. Dan mencambuk sasarannya, datanglah kakak dan berkata pelan, supaya saya diutus, oleh Rama Sribupati kepada Sri Padmanaba, tentang anda memanah. 22. Sasaran telur burung hancur, Sri Harimurti memanggil, supaya membuat pendek,

untuk Larasati, dan di sana untuk Dananjaya, sasarannya masih utuh.

23. Hanya tengahnya berlekuk, dari jauh tidak kelihatan, ini saya bawa, supaya tuan melihat sasarannya, hanya berlekuk saja, tidak hancur kena panah.

24. Sang Retna kelihatan heran sekali, sangat kecewa dalam hati, tetapi matanya terlihat, tertawa dan berkata, adik sudah terkalahkan, sasaran memanah telur burung.

25. Kedua sasaran belum, apabila bisa memarahi, sudah anda berkata, adik (Larasati) menyembah dan mohon diri, Sang Retna memegang busur berbunyi gendhing goyang-goyang.

26. Maju menuju taratak, duduk diam dengan santai, kemudian merentangkan busur, melepaskan panah, apa yang dituju pasti kena, terong gelatik patah.

27. Yang di atas masih menggantung, dan atasan (terong) jatuh dilantai, ramai semua orang besorak, Sang Raja putri mohon diri, bunyi gendhing seseg setelah itu duduk di kursi gading.

28. Sorak berhenti gendhing suwuk, sebelah barat sudah diperintahkan, supaya maju memainkan senjata, Niken Larasati tergesa-gesa, maju membawa busur, bunyi gendhing gandrung angrerangin.

29. Setelah sampai ditengah-tengah teratak, duduk bersila, lalu merentangkan busur, melepaskan panah, sementara agak lambat, terong gelatik kena.

30. Tepat ditengah-tengah lekuk, berhenti panah masih, menancap setengah sarung keris, pada sasaran terong gelatik, semua wadya Madukara bersorak, Niken Larasati mohon diri.

31. Gendhing seseg kemudian suwuk, Trustha Jumena sudah datang, menghadap kakak dan berkata, kakang Mbok terkalahkan lagi, olehnya melepaskan senjata, terong gelatik patah.

32. Yang separo masih menggantung, separo jatuh di tanah, di sana saya melepaskan senjata, masih lekukan panah, menancap ditengah gandar, yang terkalahkan harus menyadari.

33. Sang Retna berkata dengan marah, saya menerima, kedua sasaran terkalahkan, telur burung dan terong gelatik, masih satu yang terakhir, yaitu sasarannya rambut.

XIII. Tembang Pangkur.

1. Tempat itu sebenarnya, untuk menentukan kalah tidaknya saya dengan Larasati, setelah bertanding memanah rambut, lalu bicaralah, kepada Rama bahwa adik (larasati) cepat mohon diri, Sang Retna memegang busur, dekat kursi gading. 2. Maju ditengah-tengah taratak, bersamaan bunyi gendhing ganda suli, kemudian

merentangkan busur dibidikkan lalu melepaskan, mengenai sasaran rambut patah, semua orang bergembira, dan bersorak bergantian.

3. Empat puluh orang berkata kena, Sang Raja putri mundur dari taratak, gendhing seseg kemudian suwuk, bergembira soraknya berhenti, bangsal sebelah barat sudah diperintah, maju memainkan senjata, Dananjaya berkata pelan.

4. Ayo cepat maju, saya temani bidikkan dengan hati-hati, masih satu yaitu memanah rambut Larasati menyembah, memegang busur turun dari duduknya, maju ditengah taratak, bunyi gendhing mangunsih.

5. Kemudian merentangkan busurnya, sudah dilepaskan panahnya, mengenai sasaran, rambut terbelah, senjatanya masih, lekat pada sasaran tidak jatuh, bersorak-sorak kegirangan prajurit Madukara, gemuruh suaranya.

6. Empat puluh orang mengatakan kena, Ken Larasati mundur dari taratak gendhing seseg lalu suwuk, Raden Trustha Jumena, sudah datang dan menyembah, duh Kang Mbok dipanggil, ramamu yaitu Sang Raja.

7. Kepada Sri Padmanaba, Kang Mbok terkalahkan olehnya memanah, sasaran rambut putus, di sebelah sana hanya terbelah, panah masih lekat tidak jatuh, terkalahkan olehnya tiga kali, hanya kurang mahir.

8. Kanjeng Rama menyuruh, Kang Mbok supaya masuk istana, yang berada di Taman sari, besuk pada hari Senin depan, dilanjutkan pertemuan dengan paduka. 9. Tidak boleh mengingkari janji, Retna Wara Srikandhi dengarkan, perkataan adik,

hatinya agak marah, sudah tidak boleh disepakati, dia marah sekali, (Raden Wara Srikandhi) kelihatan sangat ganas.

10. Memanah sasaran sudah terkalahkan, tetapi masih ada pada suatu hari, saya mengadakan sayembara, yang belum terlaksana, mengadu kekuatan fisik, perang tanding saling memanah, kalau nyata – nyata Larasati.

11. Bisa mengalahkan aku, kemauan Rama akan saya lakukan, jangankan hari Senin depan, sekarang saja, terserah kemauan Rama Prabu, seperti orang yang merana, kalau belum jelas adik.

12. Bebas dari nazarnya, perang tanding melawan Larasati, mengadu kekuatan fisik, benar-benar saya enggan, kalau ditanya dan dipaksa oleh Rama Prabu, disuruh supaya memarahiku, berapa lama orang meninggal.

13. Silahkan anda berbicara, kepada Sang Rama begitu perkataanku, adik bersedekap dan diam, hatinya sangat mendongkol, melihat kakak memanggil, kemudian berbicara minta dikasihani, agak ragu-ragu namun pelan.

14. Duh Kakang Mbok seperti apa, jika menggunakan sayembara untuk bertanding fisik, perjanjian didepan hanya, memanah tiga sasaran, pada akhirnya, mengusulkan permintaan, untuk mencari jalan kematian.

15. Mengajak pertandingan memanah, mengadu kesaktian dan kekuatan fisik, itu bukan pertempuran yang sesungguhnya, mengadakan sayembara, hanya kemauanmu, saling memanah, siapapun juga kalau kena pasti gugur.

16. Di sana lebih susah, kakak Madukara yang mempunyai selir, apa yang dicari, umpama menurutinya, kalau paduka terkalahkan sebaiknya mati, apa menikah dengan bangkai, supaya terkalahkan oleh Larasati.

17. Kalau kena panah pasti mati, mendapat istri tetapi kehilangan selir, atau kumpul bersama, ada kalimat tidak dipikirkan (kapar kapiran), sudah kehilangan selir istri akan mati, duh kakang mbok saudaraku, tempat saya menyembah.

18. Apa tidak ada kebiasaan, seorang putri tidak menepati janji, tidak baik apabila dijumpainya, dan kalau itu diteruskan, menjadi harapan seperti tadi, pasti tidak diterima, karena kakak akan mati.

19. Dan Harya Gathutkaca, yang mempunyai watak keras kesenangannya hanya ketuk-ketuk, membuat orang senang dan lucu, sungguh kalau sudah marah sangat luar biasa, kakang mbok kasihanilah ayah ibu, atau kepadaku, Sang Retna berkata bengis.

20. Kamu itu anak apa, disuruh datang tiba-tiba cerewet, saya tidak akan mundur, sampai perkataanmu, terlalu lama matamu akan saya panah, Raden Trustha Jumena, langsung marah Sang Raka takut.

21. Mundur dengan berguman, lalu datang menghadap ayah ibu, menceriterakan yang sebenarnya, kakak Sang Retna, mengusulkan permintaan, Sribupati di Cempala, kalau marah saya dengarkan.

22. Perasaanku seperti melayang-layang, Prabu Harimurti cepat mereda, paman sudahlah, memarahi anakda, Srikandhi hatinya tiba-tiba sadar, baik dituruti saja, cepat-cepat Trustha Jumena.

23. Melanlanjutkan saja, permintaan Srikandhi, bagaimana jawabannya, kakak Madukara, Trustha Jumena berkata menyembah dan mohon diri, bangsal sebelah barat sudah datang, berkata dengan menyembah.

24. Kakak saya disuruh, oleh kakak Sang Prabu Harimurti, supaya permintaan, adik paduka, Kakang Mbok mengusulkan empat, sasaran memanah karena ketiga sasaran, sudah terkalahkan olehku.

25. Kang Mbok seandainya sudah menerima, kekalahan tetapi kurang satu, yaitu mengadakan sayembara, yang belum terlaksana, mengadu kesaktian fisik, pertandingan memanah, dengan kakak Larasati.

26. Di situ bisa mengalahkan, kakak Larasati sekehendakmu yang dilakukan, setelah benar-benar diperistri, kalau tidak supaya menjadi, tukang memasak dan tukang menumbuk padi, jadi semua parekan, supaya mengerjakan siang dan malam.

27. Tetapi kalau belum jelas, terkalahkan pada pertandingan memanah, dan air yang ada dibelakang, Kakang Mbok cepat tanggap, akan diperistri dengan paduka, hatinya panas dan tidak bersumpah setia, tidak akan bersuami sampai nini-nini. 28. Umpama dipaksa, Kanjeng Rama lebih baik mati, demikian perkataannya,

bagaimana paduka, jawaban tuan yang pasti diminta, kepada Sri Padmanaba sanggup tidaknya.

29. Satria di Madukara, pada waktu mendengar tertawa dan berkata, sudah adikku, tidak harus bersuami permintaannya bukan untuk bertengkar, perang tanding saling memanah, sudahlah adikku.

30. Hanya pamit saja tidak, kepada Sang Prabu saya ke luar sekarang, dari Taman Sari kemudian, pulang ke Madukara, semua kemarahan saya terima, sampai kilaf mudahnya orang bicara, ceriterakanlah kepada Rama ibu.

31. Kalau sudah kehendak Dewa, saya belum dikalahkan Sang putri, saya pulang malu sudah kuterima, Larasati mendengar, Raja putri Cempala permintaannya peperangan yang dahsyat, hatinya tidak bermaksud mundur.

XIV. Tembang Durma.

1. Duh pangeran seandainya demikian, permintaan Sang Putri, saya tidak sanggup, melayani, kemauannya untuk perang panah, walaupun dekat sekali, saya akan menyamar (mengembari).

2. Dananjaya menoleh ke belakang menggertak sangat keras, anjing jangan bicara, mulutmu mudah bicara, walaupun meminta sayembara tidak saling untuk membunuh, namun hasilnya apa, lebih baik pulang saja.

3. Saya tidak harus beristri denganmu, sebab hanya untuk mati, sicerewet (Larasati) menjawab, kalau akan pidato, maju sini anak bandel, pinggangmu padat, hancur kena panah.

4. Larasati menjawab walaupun hancur, sudah saya sengaja, dengan seratus ribu menyerangku, seandainya saya ke luar dari taman, lebih baik mati berperang melawan Sang Putri.

5. Dananjaya hatinya sangat mendongkol, Larasati dibungkam, mulut apa ini, hanya cerewet saja, bibirmu akan saya iris, supaya diam, ayo cepat.

6. Keluarlah lebih dulu sana, jangan membuang-buang waktu, malu-malu apa, sebab bukan anda, tidak jadi menikah, malu menanggung aib,itu saya pribadi. 7. Duh sudahlah pulang saja, Larasati sangat angkuh, walaupun yang dilawan,

bukan paduka, kepada Sang Raja Putri, seandainya saya yang diajak, perang tanding.

8. Kalau mati itu bukan pangeran, saya yang gugur, kalau Pandu mau pulang silahkan, saya tinggal sendirian, melayani perang, tanding melawan Sang Putri. 9. Dananjaya menepuk dada sangat keras, hatinya sangat mendongkol, Dyan

Trustha Jumena menyembah dan berkata, duh kakak bagaimana ini, kalau bertengkar, kakakku sudah menyanggupi.

10. Akhirnya kakak (Dananjaya), mempertahankan sambil marah, yang pasti, nanti saya berbicara kepada, Sang Parta dengan hati mendongkol, berbicara serta meminta persetujuan dan terserah, lebih baik jangan mendengar.

11. Larasati segera berbicara kepada Rahadyan, berbicaralah kepada Sang Raja, kalau saya sanggup, Trustha Jumena menjawab, ya kakak perempuan, nanti saya, yang akan berbicara kepada Sang Raja.

12. Kalau nanti matanya, seperti sifat panahmu, saya bertambah senang, seandainya Larasati terkalahkan, walaupun saudaraku sendiri, hatinya tidak lazim untuk menguasainya.

13. Trustha Jumena segera pulang, untuk menghadap raja, menyembah dan berkata, tingkah lakunya dianut, kalau Larasati menyanggupi, bertanding dalam perang, dan Kakang Mbok datang.

14. Tadi kakak (Dananjaya) sangat tidak suka, tetapi Larasati memaksa dan dimarahi, maju menyanggupi, perang tanding memanah, walaupun berdekatan, dalam perang akan menyamar.

15. Prabu Kresna tertawa keras serta berkata, lanjutkan adik, kepada kakakmu (Larasati), kalau sudah disanggupi, terserah Larasati, akan membuat, sayembara perang tanding.

16. Trustha Jumena menyembah dan mohon diri, ke bangsal sebelah timur sudah datang, dihadapan sang kakak, pelan perkataannya Kang Mbok (Larasati) supaya berhati-hati, kalau melawan tuan, sudah disanggupi.

17. Dengan Larasati perang tanding senjata, sekehendakmu, akan dilayani, duh Larasati batalkan saja, tidak usah pakai macam-macam, seandainya paduka nyata-nyata segan.

18. Kakak saya yang akan berbicara, benar tidak menjadi masalah, sebaiknya apa, berjualan nyawa orang, hatiku kawatir, Larasati kelihatan menyanggupi.

19. Bagaikan besi tidak dapat dibengkokkan, Sang Dyah berbicara bengis, dasar sudah disengaja, bertanding perang secara perwira, cepat perintahkan, supaya gamelannya ditabuh, kalau sudah berbunyi.

20. Dananjaya sangat kawatir dan susah, tidak tahu bagaimana tingkah lakunya tidak tega melihat, pertandingan perang, banyak kekawatiran, kalau sudah terlaksana, takut kepada Sri Harimurti.

21. Larasati seperti dihanyutkan saja, disendal dari belakang, semua orang dan prajurit Madukara, bersorak, terhalang air mata, demikian keadaan prajurit. 22. Sang Dyah melambai semua bertanya supaya tenang, Larasati cepat-cepat

merentangkan busurnya, panah sudah dilepaskan, ditangkis busur gading, Sang Retna berganti memanah dengan cepat ditangkis.

23. Kemudian busur direntangkana, panah terlepas, lalu ditangkap, patah cepat-cepat dibuang, ganti Sang Dyah memanah, dapat ditangkap patah cepat dibuang. 24. Setelah ganti busur, kebetulan tumpul semua sama, senjata langsung hilang,

busur yang berpanah, seperti kilat dilihat dari samping, adapun semua, melihat tingkah prajurit.

25. Keluarlah cepat mengimbangi, gamelan ke luar dan berbunyi, dalam perang menggunakan, sasaran panah saja, adik menyembah dan mundur, kebangsal, sebelah barat sudah disuruh.

26. Larasati dan Sang Retna kebetulan, memakai pakaian keprabon prajurit, pakaian yang disimpan untuk persediaan, semua busur ke kiri, serta menyingsingkan kain, kelihatan sangat langsing, keduanya pantas, dan sesuai sebagai prajurit putri.

27. Sang Dyah ke luar kendangnya berbunyi keras, bangsal sebelah barat menyesuaikan, berbunyi sobrang barang, ke luar bersorak bersama, keduanya sudah saling mengayun-ayunkan, saling memandang, busurnya sama-sama disebelah kiri.

28. Sedangkan keduanya mengambil posisi dengan jarak yang sama, jatuhnya panah, bagaikan orang kembar, gayanya dalam perang tanding, keduanya sangat cantik, dan pembrani, berperang dengan Dewi Ratih.

29. Sang Prabu duduk dekat keduanya (Larasati dan Sang Retna), berdiri ditepi teratak, olehnya menyaksikan semua para sentana, pradipati berjongkok, sangat kasihan, menyaksikan dihadapan semua prajurit.

30. Keduanya sangat cekatan dan pandai, tidak ada yang curang, sudah lama olehnya, perang senjata piring, ganti memegang dan berganti menangkis, serta bersama-sama melepaskan, tidak berubah sama-sama memanah.

31. Lama-kelamaan terlena penangkisnya, Retna Wara Srikandi, busur dipangkas, itu sifat dalam senjata, masuk ke dada sang putri, tertekan tidak pasah, hanya badung yang sobek.

32. Lebih marah seperti tanpa kodrat, dengan cepat menarik patrim, Larasati melihat mengimbangi segera membuang, busur patrem ditarik, saling bergerak, yang melihat semua bergetar.

33. Keduanya terlihat saling menampar, Sri Harimurti segera menangkap Sang Retna, Sang Parta tergopoh-gopoh menangkap Larasati, keduanya dipisah, dibawa mundur.

34. Sang kusuma bertambah menjerit menangis, dibujuk kakak, sudah, sekian saja, orang yang berada di luar cepat menghentikan, seandainya dilanjutkan, kecantikan Sang Putri hilang.

XV. Tembang Dhandhanggula.

1. Kalau Sang Raja Putri tidak sadarkan diri, kemudian dibawa masuk keistana, sangat ramai suara tangis, semua sudah bubar, ke luar dari Taman sari, itu cerita Sang Retna, teringat dan tercengang setelah bangun tidur, Sang Dyah pulang dekat Taman Sari, ibunya segera datang.

2. Memeluk putrinya serta berbicara pelan, nini pendapatku supaya dianut, kepada orang tuamu, disuruh adikmu, berkata yang sebenarnya, nanti yang menjadi, permintaan sudah, dilaksanakan semua, sasaran memanah lagi pula perang tanding memanah, telah sampai janjinya.

3. Tidak boleh mengingkari Sribupati, sudah menjadi niatnya, pada hari Senin depan akan, dinikahkan, dengan ki Parta itu yang dikehendaki, kalau kamu, sangat segan, menikah dengan Dananjaya, sudah ditanggung Sang Prabu Harimurti, terimalah di sana.

4. Sang Dyah berkata pelan, tidak berubah kemauanku, dulu hingga sekarang, permintaanku hanya, sayembara sasaran memanah, nanti kalau sudah terlaksana, permintaanku supaya dicekik, sasaran panah serta perang tanding memanah berkatalah kepada raja.

5. Tidak ada putri menghianati janji, sudah tetap menjadi istri, walaupun dijadikan istri paminggir, sebenarnya akan saya jalani, ibu sudah mendengar, Sang Dyah cepat dipeluk, kalau begitu anakku nanti sangat senang hatinya, Ramamu yaitu Sang Raja.

6. Sudah tinggallah di Taman Sari, saya akan berkata kepada ayah prameswari cepat pulang, datang menghadap sang raja, prameswari menyembah dan berkata, serta membicarakan putri, semua sudah dibicarakan, sang prabu lebih senang, dia segera menyuruh pradipati serta putranya.

7. Seandainya siap bekerja, bertemunya Sang Retna dengan, Satriya Madukara supaya menghias teratak, di dalam tempat raja bila sedang bermusyawarah, diberi warna yang berbeda, yaitu di Taman Sari, tempat untuk putri Cempala berada di pinggir kolam dihadap para cethi, kemudian embannya diutus.

8. Segera menghadap pemuka, raja di Madukara, kalau diperbolehkan sangat senang abdinya saya minta, masuk ke dalam istana (keputren) Larasati supaya melayani kepada tamu, yang datang pada hari Senin depan, separo untuk upacara, yang menjemput Larasati, dua puluh orang.

9. Apa itu selir yang paling disenangi, sebagai istri supaya dijaga dijalan, Niken berbicara, dari depan sudah mohon diri, separo untuk mengikuti upacara, orang-orang sebagai pengiring, yang dibicarakan tadi, satriya Dananjaya ditempat pemerhentian sementara duduk dengan Larasati, Semar Bagong berada di depan. 10. Terkejut melihat banyak orang yang datang, bersama-sama dengan membawa,

peralatan tempat para putri, Niken dan emban menunduk, datang ingin menghadap raja, menyembah perjalananku, dipaksa besuk pada suatu hari Sang Retna akan meminta abdi kepada Larasati, supaya dipanggil ke Taman.

11. Melayani Sang Dewi setiap hari, kemauannya sampai hari Senin, upacaranya, yang separo, supaya menjemput hamba raja, jangan sampai kecewa dijalan, nanti perjalannya, Dananjaya tersenyum senang, menoleh ke belakang serta berkata, kamu dipanggil.

12. Hai Sucitra supaya menemani, perjalanan adikmu dijalan, hanya naik kuda, jangan menggunakan tandu, seberapa jauhnya ke Taman Sari, Sucitra menjawab Larasati sudah menyembah dan mundur setelah menghadap, Dananjaya turun mengantar sampai pintu, melihat perjalannya.

13. Larasati dipayungi putih, bersama-sama dua puluh orang pengiring, yang empat temannya sendiri, yaitu Parekan, Sang Kusuma Banoncinawi, anak yang memakai bunga, berwajah cantik, yang di ajak dari Cempala, tempat untuk menghadap semua orang, pada waktu upacara.

14. Yang menghantar delapan orang naik kuda disebelah, mantri empat puluh belakangnya, arya Sucitra sebagai pemimpin, menengadah payungnya, agak remang-remang, jalannya seperti tontonan ditepi jalan besar, penuh orang tidak bisa dipiyak, laki-laki perempuan penuh tidak ada yang ketinggalan, banyak pekerjaan yang ditinggalkan.

15. Adonan benang yang baru dipintal ditinggal, yang baru memasak masakannya ditinggal, yang baru menanak nasi tinggalkan kendilnya, yang baru mengambilkan air tinggalkan junnya, yang baru menyusui tinggalkan bayi, kain penutup dada sebagian lepas, tidak segan-segan payudaranya disangga tangan, karena tergesa-gesa ingin melihat, diantaranya orang perempuan.

16. Menggendong anaknya diajak melihat, datang dipinggir jalan, menatap wajahnya bayi diajak tertawa, ikutlah ayahmu, yaitu yang menggunakan payung hijau, ada yang menggendong anaknya dipunggung, ikut tergesa-gesa, kepada ibunya, yang dipangku di depan menggunakan payung putih, pengantin mana gerangan.

17. Berdua berjalan di jalan, sayang sekali sebaiknya, pengantin laki-laki naik kuda dan pengantin perempuan naik tandu, yang membawa pusaka tersenyum, bukan