• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Temuan Lapangan

Metode Bimbingan bagi warga binaan sosial dilaksanakan berbasis panti melalui suatu rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan kepada wbs yaitu lansia (lanjut usai), mulai dari pendataan, penerimaan samapai proses penyaluran. Disini peneliti mencoba menguraikan proses pelayanan pada wbs mulai dari awal sebelum dan sesudah pelaksanan bimbingan rohani yang peneliti fokuskan.

Warga Binaan sosial (WBS) adalah para lansia hasil dari motivasi dan seleksi yang dilakukan oleh para pegawai PSTW yang terjun langsung kejalan untuk memberikan informasi dan sosialisasi program kepada lansia yang ada dijalan-jalan yang tidak diketahui oleh keluarganya ataupun tidak diurus nyata – nyata oleh keluarganya sehingga terlantar, serta di masyarakat lansia yang tidak ingin tinggal di lingkungan keluaga melainkan ingin disantuni di panti dan atau keluarga yang tidak dapat menyantuni lanjut usia. Bimbingan dan Pelayanan ini diberikan kepada mereka yang tertarik untuk mengikutinya dan bagi mereka yang tidak berminat dari PSTW tidak memaksakannya karena jika mereka dipaksa percuma nanti mereka kabur. Jumlah lansia di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini kurang lebih terdapat 237 orang lansia. Diantaranya lansia wanita berjumlah 162 orang dan lansia pria berjumlah 75 orang. Pembagian kamar di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini dikelompokkan menjadi kamar lansia mandiri, lansia setengah renta, lansia renta, dan kamar observasi yang masing-masing kamar kurang lebih

bisa mencakup 20 orang. Lansia di PSTW ini yang tergolong lansia renta termasuk yang terbanyak dibandingkan dengan PSTW lainnya. Jumlah nya bisa mencapai sepertiga dari populasi seluruhnya. Untuk itu dilakukan pembagian kamar menurut masing–masing golongan lansia yang ditujukan untuk menghindari adanya pertikaian dan juga mencegah menularnya suatu penyakit.32

Pembimbing yang memberikan bimbingan dan pelayanan di PSTW ini adalah mereka yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) dan penyuluh sosial dengan latar belakang pendidikan baik yang lulusan hanya tingkat SMA sampai sarjana D3 dan S1. Mereka sudah sangat pengalaman dan tidak diragukan lagi karena sudah bertahun-tahun dalam memberikan rehabilitasi sosial di PSTW ini.33

Bimbingan dan Pelayanan diberikan di PSTW ini mereka diberikan berbagai macam jenis-jenis bimbingan dan pelayanan antara lain Pelayanan Pengasramaan, Bimbingan sosial, Pelayanan Konseling, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Pendidikan, Pelayanan Keterampilan, Pelayanan Pembinaan Rohani, dan Pelayanan Rekreasi dan Hiburan.34

Pemberian Bimbingan dan Pelayanan di PSTW memiliki tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Pendataan

Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan data, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber pelayanan, serta untuk mendapatkan calon WBS.

32

Observasi pada saat penelitian dari bulan September 2016. 33

Ibid.

34

37

Dalam Pendataan ini PSTW juga mendapatkan informasi tentang Lansia dari masyarakat, kepolisian dan instansi/dinas-dinas sosial.

“Informasi kita dapat dari masyarakat, keluarga dan kepolisan atau instansi dan dinas-dinas sosial diwilayah jakarta. Kita kerja sama dengan mereka, nah kita membuat surat pengantar yang berisi untuk pengadaan calon warga binaan sosial, kemudian kita datang ke kantor pemda dan dinas sosial tersebut, kita koordinasi dengan aparat setempat. Nah kita minta data lansia, misalnya diwilayah Jakarta ada berapa banyak. Kemudian kita menjalin kerja sama maksudnya seandainya dinas social Jakartar, mereka berhasil mendapatkan lansia terlantar kita minta dikirimkan kepanti kita. Nah disitu setelah dikirimkan nanti kita bina. Dapat informasinya didapat dari dinas social intinya.”35

Kemudian di Identifikasi, Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri lansia serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber pelayanan sosial.

“Identifikasi adalah pendataan juga, maksudnya calon-calon klien yang nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama, alamat, umur itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di tempat lokasi orientasi. Petugas PSTW datang ke keluarga dan instasi/dinas sosial. Oleh aparat dinas sosial sudah dikumpulkan keluarga-keluarga yang tidak mampu menyantuni lansia diaula kantor, kemudian petugas PSTW mengadakan penyuluhan. Dan mengadakan identifikasi pula, disitu kita mencatat. Mulai dari nama, status, umur, pekerjaan itu identifikasi. Itu kita menanyakan masalahnya apa yang dihadapi. Umumnya masalah sosial.”36

Dalam melakukan identifikasi PSTW juga ada faktor penghambat dan pendukung yaitu:

35

Wawancara pribadi dengan seksi Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial, ibu Ns. Yunur Nawangsih, S.Kep. September 2016.

36

“Faktor penghambat dalam melaksanakan indentifikasi ialah kadang dari calon wbs tidak terbuka atau tidak jujur. Misalanya ketika bertanya tentang usia, mereka mengatakan misalanya 65 tahun padahal seharusnya 60 tahun. Atau disitu mereka punya pekerjaan, namun disebutkan mereka sudah tidak bekerja. Nanti setelah klien masuk ke dalam panti, akan ketahuan apakah misalnya mereka punya pekerjaan atau tidak. Ini salah satu hambatannya tidak terbuka dan tidak jujur, hal ini ada beberapa orang yang melakukan seperti itu. Faktor pendukung identifikasi, pada umumnya antusias untuk tinggal di dalam panti kepada calon klien ini cukup tinggi. Misalnya, dalam mengikuti pembinaan di dalam panti mereka mau dan ada semangat untuk merubah nasib mereka. Ketika kita memberikan penyuluhan disitu ada tanggapan, ada respon dari calon klien. Misalnya petugas PSTW memberikan penyuluhan, bahwa nanti ada bimbingan rohani, fisik, keterampilan, mereka sangat antusias dan ada kemamuan.”37

Kemudian setelah itu mereka diseleksi, dengan kegiatan pengelompokan/klasifikasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan.

2. Penerimaan

Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi, dan penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan yang dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di panti.

“Jadi penerimaannya WBS itu kan datang dengan sendirinya, ada juga yang kiriman dari keluarga dan instansi/dinas sosial, nanti setelah mereka datang kesini kita terima tentu saja yang sudah melalui seleksi, kemudian kita identifikasi lagi mengenai identitas klien sama ada beberapa point yang mereka harus tau mengenai tata tertib di PSTW dan kegiatan apa saja yang harus dilaksakan di PSTW ini. Setelah itu ada tes kesehatan ke poliklinik kalo dia sesuai dengan sasaran garapan dan juga tidak mempunyai kelainan fisik, disinikan kita garapannya

37Wawancara pribadi dengan seksi Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial, ibu Ns. Yunur Nawangsih, S.Kep, September 2016.

39

Lansia yang potensial yang tidak mempunyai cacat atau kelainan mental.”38

Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut : a. Registrasi

Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.

“Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pegawai sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi. mencatat data-data pribadi klien yang sudah masuk seperti nama, alamat, usia, pekerjaan, masalah yang dihadapi. Semuanya ini di catat baru kemudian kita ada semacam pernyataan bahwa dia harus sanggup menaati semua peraturan disini, langsung dia tanda tangan surat pernyataan itu dan siap mereka mengikuti apa yang ada di PSTW ini.”39

Dalam tahap ini regristrasi ada juga yang menjadi faktor penghambat yaitu:

“Faktor dalam tahap registrasi sebenarnya tidak begitu banyak, hanya saja biasanya data yang kita dapat itu tidak sesuai dengan data yang sebenarnya,terkadang ada yang lupa atau tidak tahu saat ditanya data dirinya dan juga biasakan ada calon klien yang datang nah banyak itu pas bukan jam kerja atau hari libur, jadi kita juga bingung untuk mendatanya terpaksa kita tampung dulu, kita nginapkan dia di pondokan yang belum terisi atau yang masih kosong sampai jam kerja.”40

38

Ibid.

39

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos,ibu Eden Mulyaningsih, S.Sos, September 2016.

40

b. Pengasramaan dan Penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan Jumlah lansia di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini kurang lebih terdapat 237 orang lansia. Diantaranya lansia wanita berjumlah 162 orang dan lansia pria berjumlah 75 orang. Pembagian kamar di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini dikelompokkan menjadi kamar lansia mandiri, lansia setengah renta, lansia renta, dan kamar observasi yang masing-masing kamar kurang lebih bisa mencakup 20 orang. Lansia di PSTW ini yang tergolong lansia renta termasuk yang terbanyak dibandingkan dengan PSTW lainnya. Jumlahnya bisa mencapai sepertiga dari populasi seluruhnya. Untuk itu dilakukan pembagian kamar menurut masing– masing golongan lansia yang ditujukan untuk menghindari adanya pertikaian dan juga mencegah menularnya suatu penyakit. Dan penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima bimbingan dan pelayanan (WBS) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program pelayanan praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan dan pelayanan tersebut.

“Tahapan penempatan calon klien yang sudah di data, kemudian diarahkan ke asrama yang masih kosong oleh petugas pembimbing. Biasanya untuk ditempatkan pada satu rumah. Umumnya satu kamar memiliki perbedaan dalam keterampilan. Pembauran dalam satu asrama di tujukan untuk saling mengenal.41

41 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos, ibu Eden Mulyaningsih, S.Sos, September 2016. September 2016.

41

3. Bimbingan Rohani

A. Metode Bimbingan Rohani

Usia lansia adalah usia yang paling rentan terkena stres dan depresi karena ketidak terimaan diri dengan apa yang dialami, tidak hanya stres dan depresi yang dialami, masih banyak sekali masalah-masalah yang sering muncul pada diri lansia, diantaranya permasalahan fisik, mental dan sosial. Dari permasalahan-permasalahan itu tidak jarang akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri.

Pada lansia permasalahan psikologis pun akan muncul, terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar atas segala permasalahannya. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan, khawatir, kesepian, depresi, kecemasan menghadapi kematian, merupakan sebagian kecil yang harus dihadapi para lansia. Itu semua menyebabkan rasa tidak bahagia. Rasa tidak bahagia disebabkan oleh cara berfikir yang negatif terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka percaya hidup sendirian itu mengerikan dan merasa cemas sebab bertambah tua tanpa keluarga atau seorangpun yang dicintai adalah hal yang menakutkan.42

Bimbingan Rohani adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan sebagai bekal dalam tatanan hidup masyarakat.

“Bimbingan rohani di PSTW wajib di ikuti oleh setiap WBS baik laki -laki maupun perempuan, terutama yang beragama islam. Sementara

42

David D. Burns,Menggapai Kesepian, Program Baru yang Telah diuji Secara Klinis untuk Mengatasi Kesepian. ed. Ardy Handoko, (Jakarta: Erlangga, 1998), hlm. 7.

yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan Pembina yang beragama non muslim juga.”43

Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan untuk mengetahui metode pelaksaan bimbingan rohani dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat terlaksananya bimbingan rohani.

1. Metode Bimbingan Rohani Individual.

Adalah salah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Untuk itu, dalam teknik ini jalannya wawancara setiap pembimbing atau konselor melakukan pencatatan atau mungkin pula direkam agar bimbingan berjalan dengan kemudahan.44

Pembimbing mempunyai peranan penuh dalam mengarahkan sesuai dengan masalah yang dihadapi lansia ini biasanya dilakukan secara personal. Dalam metode individu ini pembimbing berusaha melakukan pendekatan yang lebih kepada lansia. Menanyakan apa yang sedang dialami dan dirasakan. Ketika seorang lansia mempunyai semangat yang besar dalam beribadah maka pembimbing memprioritaskan dirinya untuk bisa dibimbing secara personal. Ataupun sebaliknya jika lansia membutuhkan bimbingan dan perlu akan adanya seorang pembimbing maka pembimbing pun membantu dalam permasalahannya itu.45

43

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bimroh (Bimbingan Rohani), bpk. Ust. Budi Budiyanto, September 2016.

44

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008 ), h. 122

45

43

Dan beberapa teknik yang diterapkan pada metode individual adalah sebagai berikut :

a. Teknik Direktif

Adalah salah satu teknik yang diberikan dan digunakan bagi lansia yang mengalami kesulitan dalam memahami dan memecahkannya. Maka pengarahan yang diberikan pembimbing ialah memberikan secara lansung jawaban-jawaban terhadap faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab timbulnya masalah pada diri terbimbing. Namun selanjutnya, pembimbing membantu mengarahkan lansia kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bisa bermanfaat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Teknik ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi.46

b. Non Direktif

Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Carl Rogers yang dikenal dengan

“Clien Centered Counseling” dan pada teknik ini yang menjadi pusat ialah terbimbing. Pembimbing hanya membantu memberikan dorongan dalam memecahkan masalah klien, dan keputusan terletak pada terbimbing. Dan dalam teknik ini mengaktifkan diri terbimbing dalam mengungkapkan dan memecahkan masalah dirinya, serta tugas pembimbing berupaya mendorong tumbuhnya tanggung jawab pada diri WBS.

46

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet. Ke-5, h. 44-49.

Ada juga dalam bimbingan individual ini seperti bedah kasus atau disebut juga case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.”47

Dalam bimbingan individual ini ada sedikitnya faktor penghambat yaitu:

“Kalau dalam pelaksanaannya sebenernya tidak begitu banyak menghambat ya, paling kalau misalnya kita sudah mengundang dokter, perawat, bintal itu salah satu suka tidak datang karena mungkin ada kesibukan lain. Kalau selebihnya dalam pegawai panti sendiri bisa-bisa saja.”48

2. Metode Bimbingan Rohani Kelompok.

Metode yang digunakan oleh pembimbing selain metode individual adalah metode kelompok, dimana pembimbing mengumpulkan para lansia untuk mengikuti kegiatan bimbingan dan bersama-sama mendapatkan pelajaran dan pembinaan dari pembimbing yang sifatnya ceramah, diskusi dan berbincang-bincang sambil santai. Dan biasanya dilakukan dengan berupa dorongan-dorongan yang positif, bersifat santai, dan hiburan yang mendidik. Disana mereka menjadi satu dari yang pengamalan ibadahnya yang sudah mantap sampai yang baru

47

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bimroh (Bimbingan Rohani), bpk. Ust. Budi Budiyanto, September 2016., September 2016

45

belajar dan untuk bisa meningkatkan kualitas ibadahnya, maka bersama-sama mengikuti kegiatan bimbingan rohani tersebut.

Para Warga Binaan Sosial (WBS) di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian pebimbing memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan ceramah keagamaan ada tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.

Materi yang diberikan pembimbing kepada lansia adalah materi yang berhubungan dengan bimbingan rohani atau spiritual seperti : membaca Al-Qur’an, Dzikir, kegiatan berjamaah seperti shalat berjamaah, aqidah, fiqih, akhlak dan pengetahuan lainnya. Pokok-pokok materi yang disampaikan oleh pembimbing bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi karena kedua sumber ini merupakan pedoman hidup bagi manusia. Di dalam bimbingan rohani ini, pembimbing memberikan metode yang praktis dan mudah dimengerti oleh lansia, dikarenakan lansia itu memiliki keterbatasan dalam menangkap apa yang diberikan oleh pembimbing, Dan dalam bimbingan rohani tersebut pembimbing memberikan jalan yang mudah kepada lansia yaitu agar lansia ketika sulit untuk menghafal doa maka pembimbing mengarahkan agar lansia setiap melakukan apapun harus diawali dengan “bismillah” dan diakhiri dengan “alhamdulillah”.

Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah: 1. Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas

2. Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama 3. Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram 4. Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal

5. WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.

Dalam bimbingan kelompok pemberian arahan atau motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama disampaikan, jadi pembimbing setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum penutup dengan doa ada pemberian arahan, biasanya dilakukan dengan cara permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa atau manfaat yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari.

Tujuan dari pemberian arahan atau motivasi ini adalah: 1. Mampu bertindak secara efisien

2. Memiliki tujuan hidup yang jelas 3. Mampu mengkonsep diri

4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya 5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian

6. Memiliki batin yang tenang.

7. Posisi pribadinya seimbang dan baik

8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya. Waktu pelaksanaan bimbingan rohani kelompok yaitu 4 kali dalam seminggu, yang bertempat di musholah dan ruang serba guna/aula.

B.Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Bimbingan Rohani

Dokumen terkait