METODE BIMBINGAN ROHANI TERHADAP WARGA
BINAAN SOSIAL DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA BUDI MULIA 4
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Elisa
NIM: 109052000018
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i ABSTRAK Elisa
Metode Bimbingan Rohani Terhadap Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan
Permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial semakin lama kian meningkat. Banyak yang menjadi penyebab mengapa semua itu bisa terjadi. Masalah PMKS memang sangat beragam mulai dari anak jalanan, pemulung, PSK, dan lanjut usia terlantar. Sungguh sangat memperhatinkan bila hal tersebut semakin lama kian meningkat. Salah satunya adalah permasalahan lansia. Usia lansia adalah usia yang paling rentan terkena stres dan depresi karena ketidak terimaan diri dengan apa yang dialami, tidak hanya stres dan depresi yang dialami, masih banyak sekali masalah-masalah yang sering muncul pada diri lansia, diantaranya permasalah-masalahan fisik, mental dan sosial. Dari permasalahan-permasalahan itu tidak jarang akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri. Perlu adanya perhatian yang lebih kepada mereka. Untuk itu tepat sekali jika pemerintah menyediakan tempat bagi golongan-golongan lansia terlantar. Pada masa lansia perlu adanya kekuatan yang lebih dalam meningkatkan kualitas rohaninya. Karena ketika tua seseorang akan mulai memikirkan masa depannya di akhirat nanti. Seperti yang telah dilakukan oleh salah satu Panti Sosial Tresna Werdha yang terletak di Jln. Margaguna Radio Dalam Jakarta Selatan. Panti lanjut usia ini telah memberikan bimbingan rohani kepada lansia dengan metode yang secara khusus diberikan oleh pihak panti yang berupa memberikan jalan yang dapat mempermudah lansia untuk bisa meningkatkan kualitas rohaninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan pelayanan terhadap warga binaan sosial yaitu lansia dan metode metode yang digunakan pada pelaksanaan bimbingan rohani. Dimana bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu dapat memahami dirinya dan lingkungannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun pengumpulan data penelitiannya dilakukan dengan wawancara dan observasi yang diperoleh langsung dari sasaran penelitian berupa catatan, rekaman, dan data-data dari sumber yang terkait dengan penelitian.
ii
Puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas berbagai macam nikmatNya terutama nikmat sehat wal afiat dan umur panjang sehingga peneliti dapat menjalankan penelitian di PSTW 4 dengan diberikan kemudahan, kelancaran dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi, pembahasan, maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. namun penulisan skripsi ini diselesaikan adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu selayaknya peneliti sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama kepada :
1. Setinggi-tingginya penghargaan dan ucapan terima kasih yang tiada tara kepada wanita tercinta dan terkasih Alm Salma Binti Nansir yang telah menjadi Ibu terhebat sejagad raya, yang ingin sekali melihat putrinya menjadi seorang sarjana. tapi sungguh disayang, belum sempat mewujudkan keinginannya mamah sudah tiada. Sungguh itu menimbulkan lubang dalam jiwa yang entah bagaimana harus menutupnya. Kehilangannya merupakan kesedihan terbesar dalam hidup peneliti, tapi tak ada yang bisa melawan takdir. Roh mamah akan abadi di sisi yang meciptakan. Itulah yang membangkitkan kesadaran bahwa harapan peneliti terhadap mamah tak boleh ikut mati. Selama nafas masih berhembus, selama itu pula roh mamah menanti ungkapan cinta, yaaa melalui Do’a. beristirahatlah dengan tenang dipangkuanNya. Well meet again someday, Insyaallah.
iii
sayang, kesabaran, perhatian, selalu memberikan dorongan moril dan meteril, serta Do’a yang senantiasa dipanjatkan demi kesuksesan dan tercapainya cita-cita peneliti. Semoga Allah SWT membalas semua pengorbanan mereka dengan ganjaran yang berlinpah. Aamiin Allahuma Aamiin.
3. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Suparto, PhD selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. H. Roudhonah, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Bapak Dr. Suhaemi, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. Semoga atas kebaikannya Allah melimpahkan kebaikan kepada beliau semuanya.
4. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bapak Ir. Noor Bekti Negoro, SE,. M.Si selaku sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan selama peneliti menjadi mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta, terlebih lagi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan bantuannya sungguh luar biasa.
5. Ibu Dra. Nasichah, MA selaku dosen pembimbing skripsi. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada beliau yang telah membimbing penulis menyelesaikan tugas
akhir ditengah-tengah kesibukannya beliau meluangkan waktu untuk
membimbing penulis memberikan arahan, masukan serta saran yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan skripsi ini dan selalu memberikan motivasi agar peneliti segera dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Nurul Hidayati, M.Pd selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan banyak nasehat dan arahan di setiap semester. Tanpa nasehat dan arahan dari seorang penasehat akademik, maka tiada terstruktur perencanaan studi selama menempuh pendidikan strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi umumnya dan khusunya dosen
iv
8. Segenap staf Akademik, Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FIDKOM yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik sehingga penulis mendapatkan referensi dalam memperkaya skripsi ini.
9. Ibu Dra. Happy Hayati selaku Kabag TU Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang sudah memberikan Do’a dan motivasi selama ini kepada peneliti dan telah memberikan banyak bantuan serta kemudahan selama peneliti menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah. Semoga juga dapat menjadi amal ibadah di hadapanNya.
10.Ibu R. Yanti Affiyanti selaku Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan yang telah memberikan izin, telah menerima peneliti dengan baik dan memudahkan peneliti dalam mengadakan penelitian di PSTW ini serta membantu memberikan informasi mengenai kelembagaan panti kepada peneliti.
11.Seluruh Pekerja Sosial, staf, pegawai, karyawan, pembimbing, pegawai honorer, pegawai security dan kepada semua pihak yang namanya tidak disebutkan satu demi satu di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan yang telah banyak membantu dan memberikan masukan saran-saran, dorongan, semangat, membantu dan mengarahkan peneliti serta memberikan informasi dan data-data mengenai panti selama mengadakan penelitian skripsi di PSTW ini. 12.Para Warga Binaan Sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 yang telah
membantu, menerima dan menyambut baik dengan ramah kehadiran peneliti selama proses penelitian berlangsung sungguh pengalaman dan kenangan ini tak mungkin peneliti lupakan.
13.Keluarga besar anak cucu kakek Nansir yang juga selalu mendoakan peneliti sampai saat ini sehingga peneliti bisa menyelesaikan kuliah dan semoga semua diberikan
v
14.Jazakillah khoiran katsir untuk seorang teman, sahabat, saudara, yang sudah peneliti anggap layaknya kakak kandung Intan Ayu yang sudah selalu memberi semangat,
Do’a dan nasehatnya kepada peneliti. Semoga Allah selalu jaga tali persaudaraan kita hingga ke SyurgaNya.
15.Sahabat-sahabat, teman satu perjuangan selama kuliah angkatan BPI’09 (BPI 2009), spesial kelas khusus para “koplakers” Ubay, Azis, Sudin, Hafiz, Pepy,
16.Sahabat-sahabat alumni Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang yang sudah memberikan Do’a dan motivasi kepada peneliti agar segera menyelesaikan skripsi ini.
17.Dan terakhir terima kasih peneliti ucapkan kepada seseorang yang kehadirannya memberikan warna dalam hidup peneliti, yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan , melantunkan Do’a serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua yang telah dilakukan, Terima kasih telah senantiasa menguatkan di kala peneliti terpuruk dan sempat merasa tidak mampu melakukan apa-apa, Terima kasih selalu menjadi tempat untuk mengusir kepenatan dan kejenuhan dengan penuh kasih sayang dan cinta. Selalu memberikan dorongan semangat untuk terus berjuang mencapai tujuan akhir. Kepada Suami tercinta Hamdani Jabir S.Sos.I, Semoga Allah jadikan keluarga kita keluarga yang Sakinah Mawaddah dan Warohmah. Semoga Allah segera menghadirkan anggota baru di keluarga kita, dan kebersamaan kita selalu mendapatkan berkah dariNya.
vi Aamiin.
Peneliti sebagai manusia biasa yang yang banyak kekurangan dan kelemahan meminta maaf jika ada kesalahan pada diri peneliti. Peneliti sadari bahwa dalam menjalankan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini secara kualitas masih jauh dari kesempurnaan dan skripsi ini tentu saja bukan suatu karya yang sempurna serta bebas dari kesalahan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dapat menjadikan peneliti lebih baik di masa yang akan datang, peneliti sambut dengan lapang dada dan ucapan terima kasih.
Demikianlah skripsi ini peneliti buat dan peneliti persembahkan, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kita semua yang membacanya terutama dalam memajukan Bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 24 September 2016
vii DAFTAR ISI
ABSTRAK ……… i
KATA PENGANTAR ……….. ii
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR GAMBAR ……… ix
DAFTAR LAMPIRAN ………. x
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ………….……..………. 7
2. Manfaat Penelitian ……….……….. 7
D. Tinjauan Pustaka ……….…………... 8
E. Metedo Penelitian ……….. . 9
F. Sitematika Penulisan ………. 13
BAB II TINJAUAN TEORI ..……… 15
A. Bimbingan Rohani ………….…….………... 15
1. Pengertian Motode, Bimbingan, Rohani ………..……..….. 15
2. Metode Bimbingan Rohani ………... 19
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan …..………..…. 23
B. Pengertian Warga Binaan Sosial ………... 24
C. Pengertian Panti Sosial ………... 25
BAB III GAMBARAN UMUM PSTW (PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA) BUDI MULIA 4 JAKARTA SELATAN ………... 28
A. Profil Lembaga dan Sejarah Berdirinya ………. 28
viii
E. Tujuan ………...……….. 30
F. Sasaran ……….……….. 30
G. Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia ………. 30
H. Prosedur Penerimaan ……….. 31
I. Saran dan Program Kegiatan ……….……… 31
J. Proses Pelayanan …………..……….. 33
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA ……….……. 35
A. Temuan Lapangan ………. …..……….……. 35
1. Pendataan ………….……….……… 36
2. Penerimaan ………....….... 38
3. Metode Bimbingan Rohani ………... 41
4. Resosialisasi……….….. 48
5. Penyaluran ……….…… 48
B. Analisa Hasil Temuan ……….…… 49
BAB V TEMUAN DAN ANALISA DATA ……….…..….….. 57
A. Kesimpulan ………...………..….……. 57
1. Metode Bimbingan Rohani ………... 57
2. Faktor Pendukung dan Penghambat ………. 58
B. Saran ………..………… 59
DAFTAR PUSTAKA ………..…….…. 61
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses Pelayanan ………..……….. 33
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Pedoman dan Hasil Wawancara WBS / Klien
Lampiran II : Format Isian Data WBS
Lampiran III : Jadwal Kegiatan PSTW
Lampiran IV : Daftar Nama PNS dan PHL PSTW
Lampiran V : Surat Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran VI : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran VII : Surat Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah sosial merupakan segala permasalahan yang muncul dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masalah sosial juga
merupakan suatu fenomena yang memiliki berbagai dimensi, oleh karena itu
begitu banyaknya dimensi yang terkandung di dalamnya, mengakibatkan hal ini
menjadi objek kajian, ini merupakan problematika yang telah lama terjadi tetapi
sampai saat ini belum diperoleh rumusan mengenai pengertian dari masalah sosial
yang disepakati berbagai pihak. Namun pada umumnya masalah sosial ditafsirkan
sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar warga
masyarakat.1
Saat ini masalah sosial sudah menjadi wacana yang tidak asing lagi karena
masalah sosial ini dapat terjadi apabila suatu individu atau institusi sosial tidak
berhasil mengatur dan menyesuaikan dengan kecepatan perubahan yang terjadi.
oleh karena itu masalah sosial akan mengganggu atau mengahancurkan
bekerjanya organisme sosial. Maka dalam hal ini individu atau institusi sosial itu
dapat dikatakan dalam keadaan sakit.2
1
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), cet. Ke-1, h. 1 2
Di Indonesia masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial
yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena masalah
kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah masyarakat.
Melainkan pula karena kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis
multidimensional yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia.3
Masalah kemiskinan di Indonesia ini dirasakan sangat mendasar untuk
ditangani. Salah satu ciri umumnya adalah kondisi masyarakat yang miskin, tidak
memiliki sarana dan prasarana, pemukiman yang tidak memadai, kualitas
lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Sehingga banyak terjadi
penyandang masalah kesejahteraan sosial, dimana masalah kemiskinan adalah
faktor utama. Kemiskinan pula merupakan akibat dari sifat malas, kurangnya
kemampuan intelektual, kelemahan fisik, kurangnya keterampilan, dan rendahnya
kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya.4
Sejak krisis moneter sejak 1997 yang berakibat krisis ekonomi pada tahun
1998 jumlah keluarga miskin di Propinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan
yang signifikan. Hal ini berakibat timbulnya penyandang masalah kesejahteraan
sosial. Terlihat dari banyaknya perantau yang datang dari luar kota untuk
mengadu nasib di Jakarta. Akan tetapi, sebab kurangnya ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki membuat sebagian perantau terlantar dan menjadi
salah satu penyebab meningkatnya penyandang masalah kesejahteraan sosial.5
3
Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 131.
4
Drs. Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), h. 126. 5
3
Penyandang masalah kesejahteraan sosial banyak tersebar di tengah
masyarakat sebab kurangnya perhatian dari masyarakat itu sendiri, juga
kurangnya pengawasan dari negara sebagai penegak hukum. Penegak hukum di
Indonesia cenderung membiarkan begitu saja persoalan-persoalan yang berada di
tengah masyarakat. Terbukti dengan lebih banyaknya waktu adanya pengemis dan
pengamen di jalanan daripada tidak adanya mereka. Satpol PP sebagai pihak
berwajib yang berwenang menertibkan itu, hanya sesekali melakukan tugasnya
ketika melakukan razia, baik razia rutin maupun razia mendadak.
Penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tertangkap ketika
dilakukan razia, biasanya akan diserahkan pihak berwenang kepada Dinas Sosial
di wilayah setempat. Dari Dinas Sosial tersebut, penyandang masalah
kesejahteraan sosial akan disalurkan ke Panti Sosial.
Panti sosial merupakan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan
normatif secara fisik, mental dan sosial.
Di DKI Jakarta, Dinas Sosial yang bertanggung jawab menerima
penyandang masalah kesejahteraan sosial ini ialah Dinas Sosial Kota Jakarta
Timur. Melalui Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya di wilayah Ceger Jakarta
Timur, penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tertangkap saat razia, akan
dibimbing dan diberdayakan sesuai dengan bakat dan keahlian mereka
masing-masing. Di dalam Panti Sosial tersebut, penyandang masalah kesejahteraan sosial
Dari sekian banyak penyandang masalah kesejahteraan sosial yang
tertangkap, ada diantaranya yang sudah berusia lanjut. Untuk penyandang masalah
kesejahteraan sosial yang berusia lanjut, mereka akan ditempatkan di Dinas Sosial
di wilayah DKI Jakarta melalui Panti Sosial Tresna Werdha. Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) adalah Panti Sosial yang mempunyai tugas memberikan
bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar
dalam kehidupan bermasyarakat. Di Panti Sosial Tresna Werdha, warga binaan
sosial yang sebagian besar berusia lanjut tersebut mendapat berbagai bimbingan
dan penyuluhan dengan berbagai persoalan. Salah satu diantaranya ialah Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 di bawah Dinas Sosial Jakarta Selatan.
Banyak bimbingan yang dilakukan oleh Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 4, di antaranya ialah Bimbingan Rohani. Dalam bimbingan rohani tersebut,
warga binaan sosial diharapkan dapat memahami tentang diri sendiri dan orang
lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang
agama yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta
praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan akhirat.6
Secara naluri, kebutuhan manusia akan bimbingan dan petunjuk dari
Tuhannya ialah kebutuhan mutlak untuk kebahagiaan di dunia dan di alam
sesudah mati. Kehidupan manusia juga harus berkembang menjadi manusia
muslim yang beriman, beramal sholeh, dan berbudi pekerti luhur. Dengan
demikian, penanaman nilai-nilai agama dan moral diharapkan menjadi titik balik
untuk perubahan perilaku dalam masyarakat.
6
5
Sejatinya setiap makhluk yang bernama manusia memiliki fitrah dalam
dirinya yang menginginkan kondisi yang tenang dan damai serta sehat mental
maupun jiwannya sehingga jiwa fitrahnya ini tentu menginginkan bimbingan yang
berasal dari penciptanya melalui bimbingan dan penyuluhan agama yang diyakini.
Di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 4, bimbingan rohani sudah
dilakukan dalam diskusi kelompok dan dalam bimbingan personal. Keduanya
memiliki pokok pembahasan masing-masing. Jika dalam diskusi kelompok lebih
banyak membahas soal kajian agama dari berbagai sudut pandang, maka dalam
bimbingan personal lebih banyak membahas mengenai persoalan-persoalan
pribadi dari warga binaan sosial.
Dalam proses bimbingan tersebut, tentu memiliki metode yang harus
diikuti oleh setiap warga binaan yang dilaksakan oleh pihak panti. Dengan
mengacu pada metode tersebut, maka dapat dilakukan evaluasi dan diharapkan
sebuah bimbingan dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih efisien. metode
bimbing juga dapat dijadikan acuan sebagai kajian yang menarik sebagai bahan
sebuah penelitian dengan kapasitas keilmuan yang sesuai.
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, sebagai salah satu jurusan di Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, merupakan salah satu jurusan yang mengkaji
tentang pentingnya bimbingan dan penyuluhan yang berbasis agama. Kajian di
BPI ini selaras dengan kajian mengenai bimbingan rohani yang ada di Panti Sosial
Tresna Werdha. Dengan berdasar latar belakang yang telah disebutkan di atas,
Rohani Terhadap Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai
sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Pelaksanaan
Metode Bimbingan Rohani Terhadap Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 yang meliputi: tujuan dan fungsi bimbingan rohani, metode
bimbingan rohani, mengubah sikap dan tingkah laku, serta bimbingan lebih lanjut
agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah
rinciannya sebagai berikut:
a. Bagaimana metode bimbingan rohani terhadap warga binaan di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.
b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat
menentukan keberhasilan bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan
dan perumusan masalah yang telah dikemukan. Pada pokonya penelitian ilmiah
bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.7
Maka tujuan yang
ingin peneliti capai ialah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan rohani terhadap warga
binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan..
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang
menentukan keberhasilan bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan
hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang
meliputi Bimbingan Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam
khususnya yang berkaitan dengan metode bimbingan rohani terhadap terhadap
warga binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta
Selatan.
2. Diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan dalam bentuk Program Kerja.
7
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi dalam
pengembangan keilmuan dan kurikulum.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menyusun skripsi sebelumnya penulis telah melakukan kajian
pustaka terhadap beberapa penelitian yang sejenis. Berdasarkan pengamatan
penulis, ada beberapa karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang mengenai respon
yaitu antara lain:
1. Sebuah skripsi yang berjudul “Metode Bimbingan Islam bagi Lansia dalam
Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia
Jelambar” yang di tulis oleh Nur Apriyanti (2011) Universitas Islam Negeri
Jakarta, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam. Penelitian ini berfokus pada metode bimbingan islam
dalam meningkatkan kualitas ibadah bagi lansia.
2. Sebuah skripsi berjudul “Metode Pembinaan Agama bagi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Panti Sosial Bangun Daya 1
Kedoya Jakarta Barat” yang ditulis oleh Muhammad Syahid Fudholi
Al-Hasyim (2012) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Penelitian ini berfokus pada metode pembinaan agama bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial.
3. Sebuah skripsi berjudul “Metode Bimbingan Agama Dalam Pembinaan
Akhlak Warga Binaan Sosial Di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya
9
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Program Stadi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Penelitian ini berfokus pada metode bimbingan agama dalam pembinaan
akhlak warga binaan sosial.
Yang membedakan penelitian ini dengan beberapa penelitian di atas
ialah, peneliti berfokus pada metode bimbingan rohani terhadap warga binaan
sosial yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha 4 Margaguna Jakarta
Selatan.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Sebuah pendekatan diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga
memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan
universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi tidak sah
atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada
bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan
keunggulan dan kelemahan yang melekat apadanya) dalam suatu studi dengan
masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.8
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy Moleong dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif adalah “prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”9
Menurut mereka,
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi
8
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 3.
9 Lexy J. Moleong,
dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu/oragnisasi kedalam variabel
atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Sedangkan menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M.
Djunady Ghony adalah
penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat
diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara
lain dari pengukuran.10
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.11 Penelitian kualitatif
menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip
wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.12
Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk mengetahui proses
yang dilakukan para pekerja sosial melakukan pelayanan bimbingan rohani dan
mendeskripsikan tentang metode bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan
10
H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1, h. 11.
11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998) ,h. 4.
12 Poerwandari, E. Kristi,
11
subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.13
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 yang
beralamat di Jl. Margaguna No. 01 Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli 2016 sampai dengan Oktober
2016.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Warga Binaan Sosial di Panti Tresna Werdha
Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian
ini adalah Metode Bimbingan Rohani Warga Binaan Sosial di Panti Tresna
Werdha Budi Mulia 4.
4. Sumber Data
Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dala penelitian
untuk memperoleh data-data konkrit, dan yang dapat memberikan informasi
untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.14
Untuk
menetapkan sumber data, penulis mengklasifikasi berdasarkan jenis data yang
dibutuhkan (dikumpulkan). Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber
data yaitu:
13
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998)
14
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada
di panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber
informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di
perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan
sebagainya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini Teknik pengumpulan
data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data.15
Tehnik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi
yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian
ini. Tehnik pengumpulan data ini dilakukan dengan :
a. Observasi atau pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan
langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan di panti tersebut, kegiatan
Warga Binaan Sosial (WBS) dari proses Pendekataan awal hingga pada proses
15
13
penyaluran. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa
dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti
tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.
Observasi dan pengambilan data penelitian di PSTW ini dari bulan Juni sampai
dengan oktober 2016.
b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai
(yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan). Jadi wawancara
ialah untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara
peneliti dengan pihak WBS, pegawai panti, dan pembimbing rohani yang
menangani klien tersebut. Pertanyaan pokok ialah tentang tahapan bimbingan
rohani yang diberikan oleh Panti Sosial Tresna Werdha ini dari awal hingga
terminasi bahkan sampai dengan bimbingan lanjut. Kegiatan wawancara
banyak dilakukan di dalam kantor ruangan kerja dan ruangan konsultasi.
c. Dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh dan
mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan
dokumen-dokumen dan gambar yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha serta data-data
lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam
penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah
didokumentasikan dalam buku dan majalah.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembatasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya
BAB I PENDAHULUAN : Membahas tentang latar belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI : Bab ini berisi tentang: pengertian Metode
bimbingan rohani, Pengertian Warga Binaan Sosial, pengertian panti sosial.
BAB III GAMBARAN UMUM : Dalam bab ini akan dijelaskan Sejarah
berdirinya, Landasan hukum, visi dan misi, struktur organisasi, mekanisme kerja,
Persyaratan Calon WBS, Proses Pelayan, Sarana dan Prasarana.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS : Tentang temuan
lapangan dan analisis data.
BAB V Penutup : Merupakan bagian penutup yang meliputi uraian keimpulan
15
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bimbingan Rohani
1. Pengertian Metode, Bimbingan, Rohani a. Pengertian Metode
Secara etimologi metode berasal dari bahasa yunani, yang terdiri dari penggalan kata “Meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila
digabungkan maka metode dapat di artikan “jalan yang harus dilalui”. Dalam
pengertian yang luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara
yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.16
Metode dalam kamus Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai maksud (dengan maksud ilmu pengetahuan, dan
sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan gunu mencapai tujuan yang ditentukan.17
Metode adalah cara yang sistematis dan teratur yang digunakan untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mancapai tujuan- tujuan yang
ditentukan.
b. Pengertian Bimbingan
Secara etimologi istilah “bimbingan” digunakan sebagai terjemahan istilah
bahasa inggris Guidance yang berasal dari kata Guide yang artinya dengan
16
M. lutfi, Dasar- dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 120
17
menunjukan jalan (Showing the way), Memimpin (Leading), menuntun
(conducting), memberi petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating),
mengarahkan (governing), dan memberi nasita (giving advice).18
Pengertian bimbingan secara terminology sudah banyak dikemukakan para
ahli di antaranya menurut Crow and Crow seperti dikutip. H.M Umar dan Sartono
guidance dapat diartikan sebagai “bantuan yang diberikan oleh seseorang baik
pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dari pendidikan yang
memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya
mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah
pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya
sendiri. 19
Sama halnya dengan yang didefinisikan oleh Stoop yang dikutip dari Dewa
Ketut bahwa bimbingan juga diartikan sebagi suatu proses yang terus menerus
dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara
maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya
maupun masyarakat.20
Menurut Jear Book of Education 1995 yang dikutip oleh Abu Ahmad dan
Ahmadi Rohani bahwa bimbingan adalah mengembangkan kemampuannya agar
memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.21
18
W.S Wingkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo 1991), Cet. Ke-1, h.65.
19
H.M Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-1, h.9.
20
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1998), Cet. Ke-1, h.8.
21
17
Menurut Rahman Natawidjaja, seperti dikuti dalam buku Hellen bahwa
bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memhami
dirinya hingga ia sanggup mengalahkan dirinya dapat bertindak secara wajar.
Sesuai dengan tuntunan dan keadaan dan tingkat sekolah, keluarga dan
masyarakat, serta kehidupan umumnya.dengan demikian ia dapat mengecap
kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi
kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai
perkembangan dirinya secara optimal sebagai makhluk sosial.22
c. Pengertian Rohani
Rohani berasal dari kata “ruh” yang berarti sesuatu (unsur) yang ada dalam
jasad yang diciptakan tuhan sebagai penyebab adanya hidup (kehidupan); nyawa:
jika sudah berpisah dari badan, berakhirlah kehidupan seseorang. Makhluk hidup
yang ridak berjasad tapi berfikiran dan berperasaan malaikat, jin, setan, dsb.
Semangat, spirit, kedamaian bagi seluruh warga sesuai dengan islam.23
Ibnu Zakaria (W.395H/1004) menjelaskan bahwa kata Al-ruh dan semua kata
yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra,wa, ha mempunyai makna dasar
besar, luas dan asli. Makna itu mengisyaratkan al-ruh merupakan sesuatu yang
agung besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia.
Dengan adanya Al-Ruh dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi
22
Hellen A, Bimbingan dan Konseling,( Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet Ke-1, h.5.
23
makhluk yang istimewa, unik, dan mulia. Inilah yang disebut sebagai Khalaqan
Akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk lainnya.24
Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan jasmani manusia yang tinggi
yang memiliki kehidupan dengan daya. Menurut Al-Farabi ruh berasal dari alam
perintah (amar) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad. Hal ini dikarenakan
ia dari Allah, kendatipun ia tidak sama dengan zat-Nya. Menurut Al-Gazali, ruh
ini merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat nurani. Ia dapat berfikir,
mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ia juga sebagai penggerak bagi
keberadaan jasad manusia. Sifatnya gaib. Menurut Ibnu Rusyd memandang ruh
sebagi citra kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik. Kesempurnaan
awal ini karena ruh dapat dibedakan dengan kesempurnaan yang lain yang
merupakan pelengkap dirinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan.
Sedangkan disebut organic karena ruh menunjukan jasad yang terdiri dari
organ-organ.25
Pembahasan tentang ruh dibagi menjadi dua bagian, pertama ruh yang
berhubungan dengan zatnya sendiri. Kedua ruh yang berhubungan dengan badan
jasmani. Ruh yang pertama disebut dengan Al-munazzalah, sedang yang kedua
disebut dengan Al-gharizahatau disebut dengan Nafsaniyah. Ruh Al-munazzalah
berkaitan dengan esensi asli ruh yang diturunkan atau diberikan secara langsung
dari Allah SWT kepada manusia. Ruh ini esensinya tidak berubah,sebab jika
berubah berarti berubah pula eksistensi manusia. Ruh ini diciptakan di alam ruh
(alam al-arwah) atau di alam perjanjian (alam al-mitsaq-au’alam al-„ahd). Karena
24
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2007),h.137.
25
19
itu, munazzalah ada sebelum manusia ada, sehingga sifatnya sangat gaib yang
adanya diketahui melalui informasi wahyu. Sedangkan al-gharizah atau disebut
nafsaniyah, pada subtansi nafs ini, komponen zakat dah ruh bergabung. Semua
potensi yang terdapat pada nafs bersifat potensial. Tetapi dapat actual jika
manusia berupaya mengupayakannya. Setiap komponen yang ada memiliki
daya-daya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi nafs
membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh factor
eksternal dan interna.26
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan bahwa penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa bimbingan rohani adalah proses pemberian
bantuan kepada seseorang agar mengenal dirinya sebagai manusia yang diciptakan
oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna. Yang diciptakan sebagai khalifah
dimuka bumi sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuia
dengamn kemampuan yang dimiliki dan dapat memaksimalkan potensi yang ada
pada dirinya.
2.Metode Bimbingan Rohani
Dalam bimbingan Rohani banyak metode yang dapat dipergunakan:
a. Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaaan yang
dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan
seseorang pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.
26
b. Metode „group guidance‟ (bimbingan secara kelompok)
Bilamana metode interview atau wawancara merupakan cara pemahaman
tentang keadaan seseorang secara individual (Pribadi), maka bimbingan
kelompok adalah sebaliknya, yaitu pengungkapan jiwa/batin serta
pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar,
dsb.
c. Metode non-direktif (cara yang tidak mengarah)
Cara lain untuk mengungkapkan segala perasaan dan pikiran yang tertekan
sehingga menjadi lebih baik. Metode ini dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: 1) “Client centered‟, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan
menjadi penghambat dengan sistem pancingan yang berupaya satu dua
pertanyaan yang terarah. Selanjutnya client diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk menceritakan segala uneg-uneg (tekanan batin) yang disadari menjadi
hambatan jiwanya. Pembimbing bersikap memperhatikan dan mendengarkan
serta mencatat point-point penting yang dianggap rawan untuk diberi bantuan.
2) Metode edukatif yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang
menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas
perasaan/sumber perasaan yang menyebabkan hambatan dan ketegangan
dengan cara-cara “client centered‟, yang diperdalam dengan
21
mengingat-ingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan
tertekan sampai keakar-akarnya.27
d. Metode Psikoanalitis ( penganalisahan jiwa )
Metode ini berasal dari psiko-analisis Freud yang dipergunakan untuk
mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah tidak lagi disadari. Untuk
memperoleh data-data tentang jiwa tertekan bagi penyembuhan jiwa klien
tersebut, diperlukan metode psiko-analitis yaitu menganalisis gejala tingkah
laku, baik melalui mimpi atau pun melalui tingkah laku yang serba salah,
dengan menitik beratkan pada perhatian atas hal-hal apa sajakah perbuatan
salah itu terjadi berulang-ulang. Dengan demikian, maka pada akhirnya akan
diketahui bahwa masalah pribadi klien sebenarnya akan terungkap dan
selanjutnya disadarkan kembali (dicerahkan) agar masalah tersebut dianggap
telah selesai dan tidak perlu dianggap suatu hal yang memberatkan, dan
sebagainya. Disini perlu adanya nillai-nilai iman dan taqwa dibangkitkan
dalam pribadi seseorang, sehingga terbentuklah dalam pribadinya sikap
tawakal dan optimism dalam menempuh kehidupan baru yang lebih cerah lagi.
e. Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan)
Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha
mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan
kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban
terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi.28
f. Teknik Rasional-Emotif
27
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet. Ke-5, h. 44-49.
28
Dalam istilah yang lain teknik ini disebut dengan “rational-emotif
therapy”, atau model „RET‟ yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis (ahli
psikologi klinis). Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling),
teknik ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis (tidak
rasional) yang disebabkan dorongan emosinya yang tidak stabil. Pelayanan
teknik dan pendekatan rasional-emotif merupakan bentuk terapi yang berupaya
membimbing dan menyadarkan diri klien, sesungguhnya cara berpikir yang
tidak rasional itulah yang menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan
emosionalnya. Maka dalam layanan ini konselor membantu klien dalam
membebaskan diri dari caracara berpikir atau pandangan-pandangannya yang
tidak rasional, dan selanjutnya diarahkan ke arah cara-cara berpikir yang lebih
rasional.
g. Teknik Konseling Klinikal
Pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dengan menggunakan
teknik klinikal menitikberatkan pada pengembangan kemampuan klien sesuai
dengan latar belakang dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan teknik
klinikal tidak semata-mata berorientasi kepada pengembangan intelektul, tetapi
juga berorientasi juga kepada kemampuan personal secara keseluruhan, baik
jasmani maupun rohani. Pada teknik ini, bantuan atau pelayanan yang
diberikan tidak sebatas mengungkapkan masalah-masalah klien atau
membimbing memecahkannya. Namun selanjutnya, konselor membantu
mengarahkan klien kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bisa
bermanfaat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.29
29
23
3. Tujuan dan fungsi bimbingan
Dalam rumusan emistimologi temuan dakwah dinyatakan bahwa bimbingan
dalam islam bertujuan menginternalisasikan, mengeksternalisasikan dan
mentransformasikan system ajaran islam kedalam kehidupan individu, keluarga
dan kelompok kecil atas dasar masalah khusus dalam semua kehidupan yang
berdampak pada kehidupan individu dan keluarga serta lingkungan sosial.
Bimbingan pribadi dan keluarga dengan menggunakan konseling islam sesuai
dengan konteks masalah dan pemecahan problem psikologi/ mental-spritual
dengan menggunakan pendekatan psikoterapi islam. Selanjutnya rumusan tujuan
itu dapat dirinci sebagai berikut:
1. Melakukan bimbingan mengenai tata cara pengamalan islam,
memahami dan melaksanakan ajaran islam dengan benar, sesuai
dengan ketentuan Al-quran dan sunah Rasul.
2. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah yang timbul sebagai
efek dari interaksi personal dan kelompok (keluarga dengan
pendekatan islam).
3. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah psikologis keluarga
dan komunitas muslim, karena adanya masalh internal keluarg yang
terjadi pada salah satu anggota keluarga itu, dengan menerapkan
bimbingan dan psikoterapi islam.
4. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau kejiwaan
individu dan keluarga yang timbul karena penyakit fisik yang
dideritannya, seperti depresi yang di alami pasien rumah sakit, maka
emntalnya, sehingga dapat mempercepat penyembuhan sakit fisik yang
dideritanya.
5. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental-spritual yang
di alami penyandang masalah-masalah sosial dsan cacat fisik pada
lembaga-lembaga rehabilitasi sosial, seperti tunanetra, ketergantungan
zat adiktif (narkoba), wanita tuna susila (WTS) dan sebagainya.
6. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau spiritual
yang di alami para tahanan (nara pidana) dirumah tahanan (rutan) dan
lembaga pemasyarakatan (lapas). Serta pembinaan mental pada anak
jalanan (anjal), panti jompo dan masalah sosial lainnya. Memberikan
bimbingan bagi karyawan, tenaga kerja dan prajurit guna
meningkatkan kinerja dan produktifitas kerja dengan pendekatan
islam.
B. Pengertian Warga Binaan Sosial
Warga Binaan adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang
mendapat pelayanan dan binaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan
kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosialnya.
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan warga binaan sosial kepada Lanjut
Usia (lansia) yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta
Selatan. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 (enam
puluh) tahun. Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia adalah proses penyuluhan
sosial, bimbingan, konseling, bantuan, santunan dan perawatan yang dilakukan
secara terarah, terencana dan berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan
25
panti adalah bentuk pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan kedalam
suatu lembaga tertentu (panti) sedangkan luar panti (non panti) merupakan bentuk
pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan di luar lembaga tertentu (panti)
misalnya keluarga, masyarakat dan lain-lain.
Kelembagaan Sosial Lanjut Usia adalah proses kegiatan pelayanan kesejahteraan
sosial lanjut usia yang berkoordinasi mulai dari tahap perencanaan, yang
dilaksanakan oleh lembaga baik formal maupun informal. Perlindungan sosial
adalah upaya Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan kemudahan
pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati
taraf hidup yang wajar. Aksesbilitas adalah kemampuan untuk menjangkau dan
menggunakan pelayanan dan sumber-sumber yang seharusnya diperoleh
seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial, maka program pokok yang
dilaksakan antara lain:
1. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti
2. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti
3. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia
4. Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia.
C. Pengertian Panti Sosial
Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang
diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan
bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung
Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial
yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehari-hari secara fungsional dibina oleh para
Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Panti Sosial dipimpin oleh
seorang Kepala Panti. Panti sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu
berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan
penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerja
sama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.30
Dalam melaksanakan tugasnya, panti sosial menyelenggarakan fungsinya
antara lain sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan
2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnose sosial dan perawatan
3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental,
sosial, fisik dan keterampilan
4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut
5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi
6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi
sosial
7. Pelaksanaan urusan tata usaha.
30
27
Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai tugas memberikan bimbingan,
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif
dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi
serta bimbingan lanjut bagi para lanjut usia (lansia) agar mampu mandiri dan
berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan
standard pelayanan dan rujukan.31
Teori-teori diatas dapat dijadikan perangkat analisa yang digunakan selain
pengamatan dan penelitian, juga untuk memperkuat dan melegitimasi secara
akademis-ilmiah hasil tinjauan.
Mencangkup variabel-variabel secara menyeluruh, teori-teori dapat
membandingkan prespektif seseorang atau hasil wawancara dan temuan
lapangan/observasi yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Hal ini yang
akan mempermudah peneliti menganalisis berbagai masalah dan persoalan yang di
hadapi panti sosial tresna werdha budi mulia 4 Jakarta Selatan.
31
28
Gambaran Umum
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4
A. Profil Lembaga dan Sejarahnya
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 merupakan Unit Pelaksana
Teknis Bidang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dinas Sosial DKI Jakarta.
Sebagai lembaga pelayanan masyarakat, PSTW budi mulia 4 adalah lembaga
pemerintah yang memeberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
lanjut usia yang tidak mampu / kurang beruntung dengan sumber dana APBD
Provinsi DKI Jakarta.
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 berdiri pada tahun 1965 dengan
nama PSTW Budi Mulia Jakarta Timur yang berlokasi di keluarahan Ceger.
Karena pembangunan TMII maka di pindahkan ke Kelurahan Dukuh
Kecamatan Kramat Jati dengan luas lahan 23000M dengan system pelayanan
cottage.
Karena lokasi kelurahan Dukuh ini terletak pada dataran rendah dan sering
dilanada banjir luapan kali Krukut / banjir kiriman dari Bogor, maka pada
tahun 2002 PSTW Budi Mulia di pindahkan ke Jl. Margaguna Radio Dalam
29
B. Landasan Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial.
2. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 104 Tahun 2009
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial.
3. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 76 Tahun 2010 Tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia.
4. Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta No. 33 Tahun
2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaa Pelayan dan Rehabilitasi Sosial
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Provinsi DKI Jakarta.
C. Visi dan Misi
VISI
Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial khususnya lanjut usia
terlantar di DKI Jakarta terentas dalam kehidupan yang layak dan berguna.
MISI :
1. Mencegah, mengurangi tumbuh kembang dan meluasnya masalah
kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar.
2. Mengentaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia
3. Pembinaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan
usaha kesejahteraan sosial.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia terlantar yang meliputi
kesejahteraan fisik, sosial, mental, dan agama
D. Tugas Pokok
Tugas pokok Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
adalah memberikan pelayanan dan perawatan jasmani dan rohani kepada
para lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar.
E. Tujuan
Terpenuhinya kebutuhan hidup bagi lanjut usia yang disantuni
seperti kebutuhan jasmani, rohani dan sasial dengan baik sehingga mereka
dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.
F. Sasaran
1) Lanjut usia terlantar umur 60 tahun ke atas
2) Keluarga yang tidak mampu / terlantar
3) Masyarakat yang mau dan mampu berpartisipasi dalam pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.
G. Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia
1. Warga DKI Jakarta
31
3. Terlantar karena tidak ada keluarga atau tidak diurus keluarganya
4. Tidak mampu yang dinyatakan dengan surat keterangan dari lurah
5. Sehat Jasmani dan Rohani
6. Mandiri (mampu mengurus diri sendiri)
7. Bersedia mematuhui peraturan yang ada di panti
H. Prosuder Penerimaan
1. Penyerahan dari Masyarakat
2. Penyerahan dari kepolisian / instansi terkait
3. Dari hasil penertiban
4. Penyerahan dari keluarga
I. Saran dan Program Kegiatan
a. Sarana Fisik
1. Kantor
2. Ruangan WBS
3. Aula / lobby terbuka
4. Poliklinik
5. Dapur umum
6. Musholah
7. Sarana olah raga
8. Rungan keterampilan
9. Ruangan isolasi
b. Program Kegiatan
1. Bimbingan Rohani
Islam 4 kali / minggu
Kristen 1 kali / minggu
2. Olahraga, senam lansia 2 kali/minggu
3. Bimbingan Keterampilan
– Menjahit
– Membuat keset
– Membuat bunga
– Menyulam taplak
4. Pelayanan kesehatan
5. Kesenian
– Qasidahan
– Angklung
– Karaoke
33
1. Lanjut usia 60 tahun keatas yang:
a. Tidak ada / tidak diketahui oleh keluarganya ataupun tidak diurus nyata-nyata oleh keluarganya sehingga terlantar.
b. Lanjut usia yang tidak ingin tinggal di lingkungan keluarganya melainkan ingin disantuni di panti. 2. Keluarga terutama yang tidak dapat kenyantuni
lanjut usia.
Gambar 2. STRUKTUR ORGANISASI
PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 4
Sumber : Brosur Panti Sosial Tresna Werdha 4, Thn 2016
KEPALA
PANTI
SUB BAGIAN
TATA USAHA
SATUAN PELAKSANA
PELAYANAAN SOSIAL
SATUAN PELAKSANA
PEMBINAAN SOSIAL
SUB KELOMPOK
35
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Temuan Lapangan
Metode Bimbingan bagi warga binaan sosial dilaksanakan berbasis panti
melalui suatu rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan kepada
wbs yaitu lansia (lanjut usai), mulai dari pendataan, penerimaan samapai proses
penyaluran. Disini peneliti mencoba menguraikan proses pelayanan pada wbs
mulai dari awal sebelum dan sesudah pelaksanan bimbingan rohani yang peneliti
fokuskan.
Warga Binaan sosial (WBS) adalah para lansia hasil dari motivasi dan seleksi
yang dilakukan oleh para pegawai PSTW yang terjun langsung kejalan untuk
memberikan informasi dan sosialisasi program kepada lansia yang ada
dijalan-jalan yang tidak diketahui oleh keluarganya ataupun tidak diurus nyata – nyata
oleh keluarganya sehingga terlantar, serta di masyarakat lansia yang tidak ingin
tinggal di lingkungan keluaga melainkan ingin disantuni di panti dan atau
keluarga yang tidak dapat menyantuni lanjut usia. Bimbingan dan Pelayanan ini
diberikan kepada mereka yang tertarik untuk mengikutinya dan bagi mereka yang
tidak berminat dari PSTW tidak memaksakannya karena jika mereka dipaksa
percuma nanti mereka kabur. Jumlah lansia di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini
kurang lebih terdapat 237 orang lansia. Diantaranya lansia wanita berjumlah 162
orang dan lansia pria berjumlah 75 orang. Pembagian kamar di PSTW Budi Mulia
4 Margaguna ini dikelompokkan menjadi kamar lansia mandiri, lansia setengah
bisa mencakup 20 orang. Lansia di PSTW ini yang tergolong lansia renta
termasuk yang terbanyak dibandingkan dengan PSTW lainnya. Jumlah nya bisa
mencapai sepertiga dari populasi seluruhnya. Untuk itu dilakukan pembagian
kamar menurut masing–masing golongan lansia yang ditujukan untuk
menghindari adanya pertikaian dan juga mencegah menularnya suatu penyakit.32
Pembimbing yang memberikan bimbingan dan pelayanan di PSTW ini adalah
mereka yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) dan penyuluh sosial dengan
latar belakang pendidikan baik yang lulusan hanya tingkat SMA sampai sarjana
D3 dan S1. Mereka sudah sangat pengalaman dan tidak diragukan lagi karena
sudah bertahun-tahun dalam memberikan rehabilitasi sosial di PSTW ini.33
Bimbingan dan Pelayanan diberikan di PSTW ini mereka diberikan berbagai
macam jenis-jenis bimbingan dan pelayanan antara lain Pelayanan Pengasramaan,
Bimbingan sosial, Pelayanan Konseling, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan
Pendidikan, Pelayanan Keterampilan, Pelayanan Pembinaan Rohani, dan
Pelayanan Rekreasi dan Hiburan.34
Pemberian Bimbingan dan Pelayanan di PSTW memiliki tahapan-tahapan yaitu
sebagai berikut :
1. Pendataan
Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan data, dan peran serta dalam
pelaksanaan program, termaksud upaya memperoleh gambaran potensialitas
sumber-sumber pelayanan, serta untuk mendapatkan calon WBS.
32
Observasi pada saat penelitian dari bulan September 2016. 33
Ibid.
34
37
Dalam Pendataan ini PSTW juga mendapatkan informasi tentang Lansia dari
masyarakat, kepolisian dan instansi/dinas-dinas sosial.
“Informasi kita dapat dari masyarakat, keluarga dan kepolisan atau instansi dan dinas-dinas sosial diwilayah jakarta. Kita kerja sama dengan mereka, nah kita membuat surat pengantar yang berisi untuk pengadaan calon warga binaan sosial, kemudian kita datang ke kantor pemda dan dinas sosial tersebut, kita koordinasi dengan aparat setempat. Nah kita minta data lansia, misalnya diwilayah Jakarta ada berapa banyak. Kemudian kita menjalin kerja sama maksudnya seandainya dinas social Jakartar, mereka berhasil mendapatkan lansia terlantar kita minta dikirimkan kepanti kita. Nah disitu setelah dikirimkan nanti kita bina. Dapat informasinya didapat dari dinas social intinya.”35
Kemudian di Identifikasi, Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang
lebih rinci tentang diri lansia serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber
pelayanan sosial.
“Identifikasi adalah pendataan juga, maksudnya calon-calon klien yang nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama, alamat, umur itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di tempat lokasi orientasi. Petugas PSTW datang ke keluarga dan instasi/dinas sosial. Oleh aparat dinas sosial sudah dikumpulkan keluarga-keluarga yang tidak mampu menyantuni lansia diaula kantor, kemudian petugas PSTW mengadakan penyuluhan. Dan mengadakan identifikasi pula, disitu kita mencatat. Mulai dari nama, status, umur, pekerjaan itu identifikasi. Itu kita menanyakan masalahnya apa yang dihadapi. Umumnya masalah sosial.”36
Dalam melakukan identifikasi PSTW juga ada faktor penghambat dan
pendukung yaitu:
35
Wawancara pribadi dengan seksi Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial, ibu Ns. Yunur Nawangsih, S.Kep. September 2016.
36
“Faktor penghambat dalam melaksanakan indentifikasi ialah kadang dari calon wbs tidak terbuka atau tidak jujur. Misalanya ketika bertanya tentang usia, mereka mengatakan misalanya 65 tahun padahal seharusnya 60 tahun. Atau disitu mereka punya pekerjaan, namun disebutkan mereka sudah tidak bekerja. Nanti setelah klien masuk ke dalam panti, akan ketahuan apakah misalnya mereka punya pekerjaan atau tidak. Ini salah satu hambatannya tidak terbuka dan tidak jujur, hal ini ada beberapa orang yang melakukan seperti itu. Faktor pendukung identifikasi, pada umumnya antusias untuk tinggal di dalam panti kepada calon klien ini cukup tinggi. Misalnya, dalam mengikuti pembinaan di dalam panti mereka mau dan ada semangat untuk merubah nasib mereka. Ketika kita memberikan penyuluhan disitu ada tanggapan, ada respon dari calon klien. Misalnya petugas PSTW memberikan penyuluhan, bahwa nanti ada bimbingan rohani, fisik, keterampilan, mereka sangat antusias dan ada kemamuan.”37
Kemudian setelah itu mereka diseleksi, dengan kegiatan
pengelompokan/klasifikasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi
persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon
penerima pelayanan.
2. Penerimaan
Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi,
dan penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan yang dilaksanakan
pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai
klien definitif di panti.
“Jadi penerimaannya WBS itu kan datang dengan sendirinya, ada juga yang kiriman dari keluarga dan instansi/dinas sosial, nanti setelah mereka datang kesini kita terima tentu saja yang sudah melalui seleksi, kemudian kita identifikasi lagi mengenai identitas klien sama ada beberapa point yang mereka harus tau mengenai tata tertib di PSTW dan kegiatan apa saja yang harus dilaksakan di PSTW ini. Setelah itu ada tes kesehatan ke poliklinik kalo dia sesuai dengan sasaran garapan dan juga tidak mempunyai kelainan fisik, disinikan kita garapannya
37Wawancara pribadi dengan seksi Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial, ibu Ns. Yunur