• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel BTDLA

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 56-82)

Novel merupakan karya sastra kompleks yang menampilkan cermin kehidupan masyarakat. Sebagai karya sastra yang baik novel tidak hanya bertujuan untuk menghibur tetapi juga sebagai perangkat pesan, sebuah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang pada pembaca. Kebanyakan pesan tersebut berisi pengalaman pengarang berkenaan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel BTDLA jika ditelusuri lebih dalam hampir memuat 18 nilai yang dikeluarkan oleh Kemendiknas (2010b:9-10), hal demikian juga dituturkan oleh Budi Waluyo, dosen Pendidikan Bahasa FKIP UNS sekaligus pembaca novel BTDLA (CLHW13) bahwa berdasarkan 18 nilai pendidikan karakter hampir semua ada dalam novel BTDLA. Nilai-nilai yang terkandung antara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

a. Religius

Religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Sebagai novel dengan tema perjalanan religi novel BTDLA syarat akan nilai-nilai religius yang disuguhkan oleh para tokohnya. Seperti Hanum yang selalu menampakan sikap berserah diri pada takdir tuhan.

Tuhan punya skenario berbeda.

Selebaran lowongan pekerjaan temuan Fatma Pasha itu akhirnya benar-benar kucoba, meski harus dengan cara paksa yang mengagumkan dari Rangga. Jelas, satu di antara sejuta kemungkinan, seorang Fatma Pasha bisa menemukan selebaran Heute ist Wunderbar di dekat rumahnya. Tapi takdir telah memilih, satu dari sejuta itu

BTDLA/ PKa/1

commit to user

ternyata adalah Fatma Pasha. Dialah yang menemukan selebaran itu untukku ketika aku mulai panik dengan keadaan menjemukan di Wina (BTDLA, 2014:26).

Dalam kutipan tersebut Hanum sebagai manusia yang tunduk pada takdir percaya bahwa segala sesuatu sudah digariskan oleh Tuhan. Meskipun manusia telah berencana tetaplah takdir yang akan menentukan jalan hidup manusia. Meskipun Fatma Pasha yang menemukan lowongan pekerjaan tersebut namun Hanum yang akhirnya dapat pekerjaan itu. Terkadang takdir membawa kepada jalan yang berliku dan melelahkan tapi menurut Hanum hal itu sudah menjadi rencana Tuhan. Manusia hanya perlu berusaha dan berserah diri. Seperti kutipan berikut.

Berjalanlah dan terus berjalanlah dengan niat kebaikan untuk mengejar restu dari Allah, bersama orang-orang yang kaucintai, lalu sematkan dalam hati dan pikiranmu akan perjalanan hidupmu tentang surga yang akan kaugapai. Maka seberat, sepanjang, dan sebesar apa pun halangan yang melintangi langkahmu, akan terbuka dengan sendirinya atas izin-Nya. Ingatlah, Tuhan akan mengirim malaikat-malaikat-Nya yang mempunyai keringanan tangan tak bertepi untuk menyelamatkanmu manakala kau hendak terpeleset di ujung jurang yang curam (BTDLA, 2014:123).

BTDLA/ PKa/2

Sikap religius yang ditunjukkan Hanum tidak hanya berserah diri pada Tuhan, namun juga terlihat pada sikapnya yang lain yaitu mengajarkan berdoa pada Tuhan.

“Katakan padanya, setiap hari dia harus tidur lebih awal. Lalu saat sepertiga malam, dia harus bangun. Mintalah dirinya mencuci muka. Lalu membuka tirai jendela kamarnya dan pandanglah malam penuh bintang dengan sorot bulan. Tundukkan kepalanya, resapi apa kesalahan yang selama ini telah dia lakukan dalam hidupnya, dan katakan, „Ampuni aku, Tuhan, atas segala perjalanan hidup yang tak mensyukuri perintah-Mu. Masukkan aku ke dalam surga-Mu jika Engkau menghendakiku kelak (BTDLA, 2014:41-42).

BTDLA/ PKa/3

Kutipan tersebut adalah saran Hanum setelah diminta pendapat oleh Gertrud mengenai ibunya yang sudah tidak memiliki semangat hidup.

commit to user

Awalnya Hanum memang berniat mengajari ibu Gertrud gerakan salat, namun karena tidak enak hati dan karena agama mereka berbeda Hanum hanya menyarankan agar ibu Gertrud berdoa di sepertiga malam memohon ampun pada Tuhan, mirip seperti ritual salat tahajud dalam Islam meskipun tidak melakukan gerakan salat. Menurut Hanum hal yang perlu dilakukan oleh orang yang telah kehilangan semangat hidup apalagi sudah menjelang usia adalah dengan berdoa meminta ampun pada Tuhan atas kesalahan yang telah dibuat selama hidup.

Tokoh lain dalam novel BTDLA yang memiliki sikap religius adalah Nyonya Collins ibu Azima. Beliau merupakan seorang yang taat pada agamanya. Dia rajin ke gereja setiap minggu, bahkan saat melewati gereja meskipun bukan hari minggu Nyonya Collins tetap ingin berdoa di gereja. Seperti kutipan berikut.

“Grandma, ini Sabtu,” Sarah mencoba meyakinkan. Nyonya Collins sontak seperti orang yang dihentikan jantungnya saat Sarah mengas. Dia melihat gereja tua itu dengan rayap pandangan berkaca-kaca. Gereja itu membekas di hatinya.

“Oke. Tapi tetap saja aku ingin berhenti di sini. Pasti ada aktivitas. Menepi, Julia!” tukas Nyonya Collins bersungut-sungut. Kurasa apa yang dikatakan Azima benar. Kedua orangtuanya sangat saleh (BTDLA, 2014:238).

BTDLA/ PKa/4

“Kalian ini, masih muda malas berdoa. Kalau ayahmu tahu, pasti kecewa. Ayo Sarah!” Nyonya Collins mengamit tangan Sarah, lalu turun mobil. (BTDLA, 2014:239).

BTDLA/ PKa/5

Kedua kutipan tersebut menggambarkan bahwa begitu religiusnya Nyonya Collins, saat dalam keadaan apa pun meski sedang melakukan perjalanan dari New York ke Washington DC beliau tetap ingin mengikuti misa. Dia bahkan menasehati Azima dan Hanum yang tidak mau ikut ke gereja bersamanya. Bukti sikap religius orang tua Azima juga terdapat dalam kutipan dialog Azima berikut ini.

“.... Yah,... ayah dan ibuku adalah orangtua yang sangat religius ...” (BTDLA, 2014:155).

BTDLA/ PKa/6

commit to user

Ayah Azima adalah seorang pastor, oleh karena itu kedua orang tuanya adalah jemaat gereja yang taat. Sebagai anak yang ingin berbakti pada ibunya Azima terpaksa berbohong bahwa dirinya tidak lagi seorang muslim setelah suaminya meninggal. Hal itu dilakukan Azima agar ibunya tidak marah sehingga tidak memperparah penyakitnya. Namun Azima tetap memegang teguh pendiriannya, seperti tergambar dalam kutipan percakapan Azima dan Hanum berikut ini.

“Mungkin aku bisa membohongi ibuku, membohongi seluruh manusia di luar sana tentang diriku yang telah berubah. Tapi aku tak bisa membohongi Allah dan tak bisa membohongi diriku sendiri pada akhirnya.” Azima berhenti dari tawa kecilya. “Mungkin kau akan tertawa lagi, Hanum. Tapi ini caraku.”

Wig? Rambut Palsu?

“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus Tuhan. Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat dari cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu ini....” (BTDLA, 2014:181).

BTDLA/ PKa/7

Satu tokoh lagi yang menunjukan sikap religius adalah Hussein, suami Azima. Sikapnya ini tercermin pada saat Hussein berada dalam gedung WTC yang hampir runtuh, dengan segala upaya dia berusahan menyelamakan diri sembari melantunkan doa. Berikut kutipannya yang diungkapkan oleh Phillipus Brown.

“Nyonya Azima Hussein, dalam kegentingan itu suami Anda begitu tegar. Saya berguru padanya dalam menit-menit terakhir itu. Dia menderas dalam doa. Saya tak tahu dia biacara apa...” (BTDLA, 2014:295).

BTDLA/ PKa/8

b. Jujur

Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Dalam novel BTDLA perilaku jujur dapat ditemukan pada karakter tokoh Hanum. Sebagai seorang wartawan Hanum menerapkan perilaku jujur pada narasumbernya, yakni ketika Jones menyinggung

commit to user

pertanyaan yang dilontarkan Hanum mengenai „akankah dunia lebih baik tanpa Islam?‟. Berikut kutipannya.

“Untuk mendapatkan perhatianmu, Pak,” akhirnya kujawab dengan jujur (BTDLA, 014:96).

BTDLA/ PKb/1

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa Hanum mengakui bahwa pertanyaan yang dia ungkapkan di awal adalah untuk menarik perhatian Jones yang sebelumnya mengabaikan permintaan wawancara dari Hanum. Sikap jujur Hanum membawanya pada kepercayaan Jones untuk diwawancarai. Berikut kutipan sikap jujur Hanum yang lain.

“Aku ini ...,” ujarku tak bertenaga. Ada sekat suara menggulung-gulung dalam upaya untuk keluar dari pitanya. Benturan keberanian dan keinginanku untuk berada di zona aman bersama Jones. Ini lebih berat daripada mengakui bahwa aku telah merusak foto Anna. ...

“Muslim,” akhirnya kata itu terucap. (BTDLA, 2014:226).

BTDLA/ PKb/2

Kutipan tersebut mengungkapkan kejujuran Hanum pada Jones mengenai dirinya yang seorang muslim padahal dia tahu posisi Jones saat itu sangat membenci Islam dan segala sesuatu berkaitan denganya. Namun dari sikap jujurnya Hanum mendapat kepercayaan Jones. Berikut kutipannya.

Dari ketinggian Empire State Building ini aku pernah berpikir untuk menyusulnya. Aku ingin mencobanya beberapa kali. Tapi orang-orang mencegahku. Dan kupikir biarlah Tuhan yang mengambil jiwaku.” (BTDLA, 214:222).

BTDLA/ PKb/3

Sejak awal bertemu Jones, Hanum telah menunjukkan perilaku jujur sehingga tanpa malu-malu Jones mengungkapkan kelemahannya pada wanita yang baru dia kenal. Meskipun pada akhinya Jones tahu Hanum seorang muslim Jones tetap menghormati Hanum dan merasa senang bahwa dia bertemu dengan muslim yang menyenangkan diajak ngobrol dan peduli terhadap perasaannya kehilangan istri pada peristiwa 9/11. Tidak hanya Jones laki-laki yang dengan jujur mengungkapkan kelemahannya di hadapan orang lain, sikap ini juga dilakukan oleh Phillipus, seorang dermawan kaya terkenal.

commit to user

Phillipus denga jujur mengungkapkan sikap pengecutnya pada masa lalu di depan penonton CNN TV Heroes.

“Nonya Azima, saya telah membohongi Ibrahim ketika mengatakan akan kembali untuk menolongnya. Saya adalah pembohong besar, pengecut tak berperasaan, pembual yang menyedihkan. Saya tak pantas berdiri menjadi pembuka acara CNN TV Heroes malam ini....” (BTDLA, 2014:305-306).

BTDLA/ PKb/4

Kutipan di atas merupakan ungkapan kejujuran Phillipus Brown pada penonton CNN TV. Tanpa ragu dan malu Phillipus menjelaskan bahwa dirinya sangat pengecut ketika meninggalkan penyelamatnya, Hussein setelah berjanji akan kembali namun ternyata dia menginkarinya karena gedung WTC kolaps tidak lama setelah Phillipus berhasil keluar.

c. Toleransi

Konflik yang diakibatkan oleh perbedaan etnis, suku, bangsa bahkan agama memang kerap kali terjadi, seperti yang diceritakan dalam novel BTDLA mengenai konflik antara Amerika dan Islam setelah peristiwa 9/11. Islamophobia dengan pesatnya berkembang mengakibatkan para muslim di Amerika harus menanggung beban sosial berupa diskriminasi. Toleransi merupakan sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Sikap inilah yang coba ditanamkan pengarang pada pembaca dalam novel BTDLA. Sikap ini tercemin dalam perilaku tokoh, berikut kutipannya.

“.... Ibrahim Hussein telah menunjukkan padaku bahwa Islam itu begitu indah, begitu teduh, dan sanggup mengorbankan jiwa dan raganya demi nonmuslim seperti saya. Saya adalah manusia yang sesungguhnya menganggap diri sendiri tidak berguna di dunia ini. Saya adalah orang yang tak pernah dikenal Abe sebelumnya, yang hanya dia kenal beberapa jam sebelum kematiannya....” (BTDLA, 2014:281).

BTDLA/ PKc/1

Kutipan tersebut mengungkapkan kekaguman seorang Phillipus terhadap Hussein, seseorang yang baru dia kenal namun rela mengorbankan jiwa dan raganya demi menyelamatkan hidup Phillipus bahkan mengabaikan

commit to user

keselamatannya sendiri. Hussein menunjukkan bahwa menolong seseorang tidak tidak pandang ras, bangsa, maupun agama.

Toleransi juga dapat diterapkan pada orang terdekat kita, yaitu teman. Tidak semua latar belakang teman sama dengan kita oleh karena itu sikap toleransi juga diperlukan untuk menyambung tali persaudaraan antarteman. Jika Hussein bersikap toleran pada Phillipus, Rangga juga menerapkan toleransi pada kehidupan di kampus dengan temannya yang berbeda bangsa dan agama. Berikut kutipannya.

Aku berpura-pura berkosentrasi pada artikel di Heute ist Wunderbar. Aku benar-benar tidak ingin berpihak pada siapa pun dalam hal ini. Aku tahu debat mereka pasti akan berakhir dengan percekcokan dengan teori-teori yang takkan pernah bertemu ujungnya (BTDLA, 2014:32).

BTDLA/ PKc/2

Dalam kutipan tersebut Rangga memilih diam daripada membela salah satu temannya, Khan dan Stefan yang sedang berdebat tentang muslim di Timur Tengah. Meskipun Rangga muslim tidak serta merta dia membela Khan dan menyerang Stefan. Bukan karena tak acuh namun Rangga berusaha bersikap toleran pada kedua temannya.

“Aku, hm, ingin menjawab ya. Coba kauhitung beberapa kali sudah bom bertebaran di seluruh dunia sejak 9/11. Dan selalu saja kata „muslim‟ bertebaran pada saat yang sama.” Jones mengangguk berkali-kali....

“Tapi aku tidak tega ketika menemukan seorang reporter muslim yang begitu menyenangkan diajak ngobrol. Masih bisa mengerti ketika aku mengkritik orang-orang muslim saudaranya yang jahat-jahat itu.” (BTDLA, 2014:229).

BTDLA/ PKc/3

Kutipan di atas merupakan pernyataan Jones ketika ditanya Hanum mengenai „akankah dunia lebih baik tanpa Islam‟, Jones yang awalnya sangat membenci Islam dan segala yang berkaitan dengan muslim menjadi luluh ketika melihat ada seorang muslim seperti Hanum, Jones sadar tidak semua muslim itu teroris dan tidak seharusnya menyalahkan suatu agama dengan tuduhan teroris namun karena rasa kecewanya dia tidak bisa membenarkan itu. Walaupun demikian Jones menunjukkan rasa toleransinya dengan tidak menjawab pertanyaan Hanum.

commit to user

Peristiwa 9/11 memang sangat berpengaruh terhadap pandangan orang Amerika terhadap Islam. Tuduhan teroris tidak pernah luput terhadap orang muslim. Penentangan pembangunan masjid, diskriminasi, pencemoohan terhadap muslim menjadi makanan sehari-hari orang muslim di Amerika. Peristiwa ini berdampak pada keluarga kecil Azima, dia dan ibunya harus bertentangan karena perbedaan agama. Kemudian terjadilah peristiwa 9/11 yang menyebabkan ibunya semakin membenci Islam.

“Oh, baiklah. Aku bingung saja dengan kalian ini. Kenapa bisa semua orang di sini menjadi vegetarian kecuali aku,” sahut Nyonya Collins sambil menggeser kembali daging ham babi ke arahnya (BTDLA, 2014:201-202).

BTDLA/ PKc/4

Kutipan tersebut adalah komentar Nyonya Collins karena anak dan cucunya juga tamunya, Hanum yang mengaku sebagai vegetarian. Azima, Sarah, dan Hanum terpaksa berbohong untuk menghindari ham babi yang ditawarkan Nyona Collins terlebih lagi untuk menghindari menyebut nama muslim agar beliau tidak sakit hati. Bahkan untuk menghormati neneknya setiap malam Sarah mendengarkan neneknya membaca Alkitab. Berikut kutipannya.

“Mom selalu bilang, jadi orang muslim itu harus toleran seperti kata Grandpa. Jika Grandma ingin aku mendengarkannya membaca Alkitab, Mom bilang tidak apa-apa. Asalkan aku tidak ikut-ikutan membacanya. Tuhan tahu hatiku.” (BTDLA, 2014:162).

BTDLA/ PKc/5

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa seorang anak seperti Sarah sudah memahami arti toleran kepada orang lain, dalam hal ini neneknya sendiri yang berbeda agama dengan dirinya.

d. Disiplin

Dalam novel BTDLA pengarang memasukan ciri khas orang Barat (yang dimaksud adalah orang Amerika dan Austria) yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Perilaku tersebut biasa disebut dengan disiplin. Hal ini diungkapkan oleh Rangga sebagai kesannya pada orang Amerika. Berikut kutipannya.

commit to user

ada budaya jam karet. Dan aku merasa bahwa budaya “on time” orang-orang Barat ini sangat merugikan (BTDLA, 2014:112).

PKd/1

Dalam kutipan tersebut Rangga mengungkapkan bahwa budaya on time dapat dianggap sebagai kerugian karena dia tidak bisa menunggu Hanum, namun pada intinya Rangga telah mengakui bahwa orang Barat lebih disiplin. Perilaku ini juga diterapkan oleh Rangga saat menghadiri konferensi di Washington DC.

Peserta konferesni satu demi satu diminta menempati tempat duduk masing-masing oleh MC. Lalu MC memohon semua peserta untuk mematikan telepon genggam atau setidaknya mengubahnya ke mode silent.

....

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.50 waktu Washington DC. Tepat pukul 9 nanti, konferensi akan dibuka. Dan giliran pertama akan diisi Phillipus Brown. Jadwal presentasiku jatuh pada siang nanti (BTDLA, 2014:204).

BTDLA/ PKd/2

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa Rangga telah berada di ruangan koferensi sepuluh menit sebelum acara dimulai, bahkan sebelumnya Rangga sudah berada di sana dan mendengarkan petunjuk dari pembawa acara (MC). Selain perilaku disiplin yang ditunjukkan oleh orang Amerika, tokoh Hanum dalam narasinya menyampaikan bahwa di Wina Austria juga menerapkan perilaku tersebut dalam hal menaati peraturan yang dibuat pemerintah mengenai larangan bekerja pada hari libur atau hari keluarga.

Pada hari Minggu, semuanya menjadi lebih ketat tanpa ampun. Jika pada Sabtu beberapa kantor atau toko grosiran masih membuka diri, pada hari Minggu, jika nekat berbisnis, mereka bisa dipolisikan dan diperkarakan karena dianggap melanggar hukum. Minggu adalah hari keluarga, tiada alasan untuk menggugat urusan apa pun (BTDLA, 2014:38).

BTDLA/ PKd/3

e. Kerja Keras

Novel BTDLA menceritakan kerja keras tokoh Hanum dalam mencari berita mengenai peristiwa 9/11 dan Islamophobia di Amerika. Kerja keras sendiri merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

commit to user

dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini Hanum dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang diberikan oleh Gertrud untuk agenda korannya. Berikut kutipannya.

Dia melihatku sekilas tapi melengos. Aku berteriak-teriak lagi padanya seperti orang yang sudah tidak ada pilihan lain. Ya, aku memang tidak ada pilihan lain. Pria itu benar-benar tak acuh (BTDLA, 2014:94).

BTDLA/ PKe/1

Dalam kutipan tersebut dengan pantang menyerah Hanum sampai harus meminta berulang kali bahkan berteriak-teriak untuk mewawancarai seorang pemimpin demo di Ground Zero. Berkat usahanya itulah Hanum akhirnya mendapat tanggapan dari sang narasumber. Tidak sampai di situ perjuangan Hanum. Dia harus terlunta-lunta di New York setelah berhasil melarikan diri dari demo yang berujung ricuh, dia bahkan sampai berpisah dengan suaminya.

Hanum mengetik di laptopnya untuk tugas Gertrud yang berlapis-lapis. Aku membuka balutan luka di lututnya yang sudah mulai mengering. Kudengar cuap-cuap Hanum sembari dirinya terus mengisahkan drama dua hari ini. Semua pengalaman yang mencengangkan dia runtutkan secara mendetail, mulai dari keberhasilannya keluar dari pusara kerusuhan (BTDLA, 2014:257).

BTDLA/ PKe/2

Kutipan di atas menjelaskan kerja keras Hanum bahwa meskipun dia baru saja bertemu Rangga dan istirahat di hotel, namun Hanum langsung mengerjakan tugasnya yang menuntut untuk diselesaikan. Tidak jauh berbeda dengan Hanum yang bekerja keras dalam melakukan pekerjaan, Rangga juga memiliki karakter yang serupa. Rangga juga pekerja keras dalam mencapai impiannya mendapat beasiswa luar negeri. Berikut kutipannya.

“Kau tahu kan, 100 surel berbeda kukirim dalam kurun waktu 1 tahun untuk mendapatkan 1 jawaban dari beasiswa S-3 Austria ini?” tukas Rangga, mengingatkan kekerasan usahanya mengejar mimpi sekolah di Eropa (BTDLA, 2014:24).

BTDLA/ PKe/3

commit to user

Tokoh Rangga diceritakan sampai mengirim 100 surat lamaran untuk mendapatkan beasiswa S3 di Wina Austria. Kerja keras yang akhirnya membuahkan hasil, Rangga bahkan menjadi asisten Profesor di kampusnya berkat kegigihan usahanya dalam menjalankan tugas-tugas kuliah. Kegigihan itu tercermin dalam keseriusan Rangga melaksanakan tugas yang diberikan oleh Profesor Reinhard. Seperti kutipan berikut ini.

.... Apalagi dia harus membawa laptop besar yang selalu digopoh untuk memoles presentasinya (BTDLA, 2014:89).

BTDLA/ PKe/4

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Rangga sangat mempersiapkan paper yang akan dia presentasikan di Washington DC. Dia sampai rela memperbaiki paper-nya selagi ada kesempatan, sampai harus membawa laptop berat sembari mengikuti Hanum mencari narasumber.

f. Kreatif

Kreatif yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Karakter ini tercermin pada beberapa tokoh dalam novel BTDLA, di antaranya Hanum. Sebagai seorang jurnalis karakter kreatif sangat dibutuhkan untuk menarik minat narasumber.

“Sir, do you think the world would be better without Islam?” teriakku sedikit melengking.

Pria berwajah gahar itu akhirnya menoleh padaku yang terus mengerjarnya. Dia menatapku sebentar lalu menyeringai seraya menyodorkan tangannya. Aku terengah-engah sambil mendengarkan nama itu.

“Hi, I‟m Michael Jones” (BTDLA, 2014:94).

BTDLA/ PKf/1

Setelah beberapa kali berusaha membujuk ketua demonstran untuk wawancara Hanum akhirnya mendapat kesempatan. Dengan sebuah kalimat provokatif yang sengaja Hanum teriakan untuk menarik perhatian Jones. Jones sudah beberapa kali menerima wawancara dari wartawan mengenai aksi demo yang dia pimpin dan pertanyaan yang disuguhkan pasti itu-itu saja, namun Hanum dengan caranya tidak bisa membuat Jones tertarik bahkan terlihat lebih bersahabat menyambutnya meskipun hanya sebagai wartawan biasa.

commit to user

“Hanum. Hm, maaf, Nyonya Collins, aku...ehm...aku tidak bisa makan daging.”

Nyonya Collins mengerutkan dahi. Dia menghentikan irisan pisaunya. Sorot matanya kini tertuju padaku dengan sempurna.

“Aku...ehm, aku vegetarian. Jadi mungkin aku makan telur dan sereal saja, okay?” (BTDLA, 2014:201).

BTDLA/ PKf/2

Hanum tidak hanya menunjukkan sikap kreatifnya dalam pekerjaan namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seperti kutipan di atas ketika Nyonya Collins menawari Hanum daging babi, caranya menolak adalah dengan berkata bahwa dia vegetarian.

Sikap kreatif yang berikutnya ditunjukkan oleh Khan, teman kampus Rangga di Wina. Dia merupakan seorang muslim yang taat yang sering beradu argumen dengan Stefan seorang mahasiswa kritis yang juga teman

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 56-82)

Dokumen terkait