• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini dijabarkan mengenai deskripsi hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi: (1) deskripsi novel BTDLA, (2) latar sosial pengarang novel Bulan Terbelah di Langit Amerika (selanjutnya disingkat BTDLA), (3)_masalah sosial dalam novel BTDLA kaitannya dengan novel sebagai cerminan masyarakat, (4) tanggapan pembaca novel BTDLA yang meliputi dua kategori, yaitu pembaca ideal dan pembaca biasa, (5) nilai pendidikan karakter dalam novel BTDLA, dan (6) relevansi novel BTDLA sebagai materi pembelajaran sastra di SMA.

A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Novel BTDLA

Novel BTDLA merupakan novel kedua dari pasangan penulis Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang dirilis pada tahun 2014. Novel ini memiliki tebal 344 halaman yang terbagi dalam 72 bab, overture, dan epilog. Overture merupakan prolog pada novel BTDLA dan novel karya Hanum dan Rangga lainnya, yaitu pembuka atau pengantar cerita. Sedangkan epilog merupakan penutup yang berisi intisari ceria dalam novel BTDLA. Novel ini bercerita tentang perjalanan religi tokoh Hanum dan Rangga di Amerika dengan latar belakang peristiwa 11 September dan Islamophobia. Untuk lebih jelasnya deskripsi novel BTDLA dijabarkan dalam sinopsis dan unsur pembangun novel (unsur intrinsik) berikut ini.

a. Sinopsis Novel BTDLA

Hanum merupakan orang Indonesia yang tinggal di Wina mengikuti sang suami Rangga Almahendra menempuh studi S3 di WU (Vienna University of Economics and Business). Untuk mengisi waktu luangnya menunggu suami kuliah, Hanum bekerja di sebuah koran lokal Heute ist Wunderbar. Secara kebetulan di waktu yang sama pasangan ini mendapat tugas yang harus mereka selesaikan di Amerika. Rangga mendapat tugas dari

(2)

commit to user

Profesor Reinhard untuk mempresentasikan paper sekaligus meminta Phillipus Brown menjadi dosen tamu di kampusnya. Sedangankan Hanum diberi tugas oleh Gertrud untuk membuat artikel terkait peristiwa 11 September (9/11) dengan tema „akankah dunia lebih baik tanpa Islam‟.

Perjalanan enam hari itu mereka rencanakan matang-matang, mereka memutuskan berada di New York selama tiga hari untuk menyelesaikan liputan Hanum dan tiga hari sisanya memenuhi tugas Rangga di Washington DC. Perjalanan yang harusnya mereka nikmati itu ternyata tidak sesuai harapan. Hanum hampir kehilangan tiga hari liputannya di New York, dia bersikeras mencari narasumber sendiri karena tidak puas dengan narasumber pilihan bosnya. Berniat membantu istrinya, Rangga mengusulkan agar Hanum menghubungi narasumber pilihan Gertrud namun berujung pada perselisihan. Hanum merasa suaminya tidak ikhlas membantu tugas liputannya, bahwa Rangga hanya ingin pekerjaan Hanum cepat selesai dan mereka bisa jalan-jalan.

Hari terakhir di New York, satu-satunya jalan tersisa adalah menghadiri peringatan 9/11 sekaligus demo menentang pendirian masjid di Ground Zero. Karena kasihan melihat suaminya menenteng dua koper Hanum meminta Rangga menunggunya di sekitar Grand Memorial sedang dirinya melakukan liputan di Ground Zero. Dengan susah payah akhirnya Hanum dapat mewawancarai ketua demonstran sekaligus keluarga korban WTC. Pria itu bernama Michael Jones, dia kehilangan istrinya Joanna. Jones mengaku menentang pendirian masjid Ground Zero sebagai salah satu cara membalas rasa sakit hati terhadap Islam atas runtuhnya WTC yang menewaskan istrinya.

Belum selesai Hanum melakukan wawancara terjadilah kericuhan, sebagai pimpinan Jones bergegas ke pusat kericuhan meniggalkan Hanum. Tidak disangka demo yang awalnya tertib berakhir dengan baku lempar antara pendemo dan polisi. Hanum mencoba menghubungi Rangga namun tidak dapat mendengar suara apa pun dari ponselnya. Sebuah kaleng alkohol menimpa punggung Hanum diikuti kerumunan orang yang mendesak

(3)

commit to user

tubuhnya sampai limbung ke aspal meninggalkan lutut yang berdarah dan ponsel yang ringsek terinjak-injak. Dia tidak bisa kembali ke tempat semula juga tidak bisa menghubungi Rangga. Akhirnya Hanum mencari jalan lain dan berhasil keluar dari kerusuhan namun dia tersesat.

Ketersesatan itulah yang membawa Hanum bertemu dengan Julia Collins penjaga museum Memorial 9/11. Julia merupakan mualaf yang memiliki nama muslim Azima Hussein. Dia merupakan penyelamat sekaligus narasumber kedua Hanum. Suami Azima, Ibrahim Hussein atau Abe merupakan salah satu korban WTC. Berbeda dengan Jones yang membenci Islam, Azima merupakan anak dari seorang pendeta, kedua orang tuanya merupakan kristian yang taat namun Azima berusaha menjadi seorang muslim yang baik. Setelah ayahnya meninggal, Nyonya Collins ibunda Azima menderita penyakit Alzheimer, demi kesehatan sang ibu Azima menyembunyikan status muslimnya dengan melepas hijab karena sejak awal ibunya tidak menyukai Azima menjadi mualaf.

Di tengah cerita munculah sosok Phillipus Brown, dia merupakan pembicara utama dalam konferensi yang dihadiri Rangga. Seorang dermawan kaya raya yang menjadi incaran Profesor Reinhard. Sosok inilah yang menjadi pereda konflik dalam cerita dan penepis pernyataan tentang „dunia akan lebih baik tanpa Islam‟ lewat pidatonya dalam acara CNN TV Heroes. Pada acara tersebut Phillipus menceritakan kejadian yang menimpanya dan dua anak buahnya, yaitu Anna (istri Jones) dan Hussein (suami Azima) pada 11 September di gedung WTC Utara. Phillipus menceritakan kronologi perjuangan mereka menyelamatkan diri dari gedung yang hampir runtuh, pertolongan dan motivasi dari Hussein, dan kisah tragis Anna yang memutuskan untuk bunuh diri.

Di akhir cerita Jones yang menyaksikan acara tersebut melalui televisi lantas menghubungi Phillipus, lewat telepon Jones mengungkapkan bahwa dia telah mengubah pemikirannya tentang Islam dan ingin menjadikan Azima sebagai saudaranya. Semua orang yang menyaksikan secara langsung acara tersebut menitikkan air mata terharu, begitu pula Hanum, Azima, Sarah putri

(4)

commit to user

Azima, bahkan Nyonya Collins seketika luluh merelakan putrinya memeluk Islam. Ungkapan Phillipus mengenai sosok Hussein yang sangat toleran seolah menepis tudingan orang-orang tentang Islam yang selama ini dituduh sebagai teroris.

b. Temuan Unsur Intrinsik Novel BTDLA 1) Tema

Unsur intrinsik yang pertama adalah tema. Tema sendiri merupakan gagasan atau ide pokok yang membangun cerita dalam novel, dapat berisi pengalaman, nilai-nilai, atau pandangan hidup. Untuk menemukan tema haruslah membaca karya dari awal sampai akhir karena tema merupakan bagian dari keseluruhan isi cerita.

Novel BTDLA mengangkat tema perjalanan religi, yaitu perjalanan penuh liku Hanum dan Rangga di Amerika untuk menjalankan tugas. Hanum diberi tugas oleh bosnya untuk membuat artikel dengan tema „akankah dunia lebih baik tanpa Islam‟. Sedangkan Rangga diberi tugas oleh profesornya untuk mempresentasikan paper dan meminta seorang dermawan yaitu Phillipus Brown untuk menjadi dosen tamu di kampusnya. Berikut kutiapan awal mula perjalanan Rangga dan Hanum.

Kebetulan? Bagiku, tidak ada yang namanya “kebetulan”. Aku sama sekali tak pernah berpikir mengapa hari itu Profesor Reinhard memintaku pergi ke Amerika, dan pada waktu bersamaan Gertrud menugasi istriku meliput 9/11 di New York (BTDLA, 2014:60).

BTDLA/ UI1/1

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa Hanum dan Rangga dalam waktu bersamaan diberi tugas ke tempat yang sama, yaitu Amerika dengan tujuan berbeda. Tugas liputan Hanum telah mengantarkannya pada orang-orang yang memiliki kaitan dengan peristiwa 9/11. Dari tugas itulah berbagai peristiwa terjadi membuat pasangan suami istri ini harus diuji kesabarannya terpisah selama dua hari hingga akhirnya dapat bertemu kembali berkat bantuan seseorang yang Hanum anggap sebagai penyelamat. Seperti yang dijelaskan dalam kutipan berikut ini.

(5)

commit to user

Dengan mukjizat-Nya, Tuhan telah begitu percaya pada kami untuk menjadi bagian dari skenario indah-Nya hari ini. Perpisahan kami telah menyeruakkan agenda Tuhan yang lebih besar. Bukan hanya mengingatkanku pada arti kebersamaan. Tuhan tahu benar kami berdua berpisah untuk menjalankan misi-Nya (BTDLA, 2014:323).

BTDLA/ UI1/2

Dari penjelasan tersebut dapat diperoleh penjelasan mengenai tema dalam novel BTDLA ini, yaitu perjalanan religi. Perjalanan di Amerika yang tidak sekadar untuk memenuhi tugas atau berjalan-jalan saja namun syarat akan makna tentang kesabaran dan keimanan para tokoh saat menemui berbagai cobaan berkaitan dengan peristiwa 11 September dan tuduhan-tuduhan Islam sebagai teroris.

2) Alur

Alur dalam novel ini adalah flashback, yaitu mengulang kejadian di masa lalu tepatnya di tahun 2001 saat terjadi peristiwa 9/11. Sedangkan latar waktu dalam novel sendiri adalah tahun 2009. Tahapan plot dalam novel BTDLA seperti yang dijelaskan Tafsir (dalam Nurgiyantoro, 2005:150) ada lima, yaitu: (1) situation, (2) generating circumstances, (3) rising action, (4) climax, dan (5) denouement. Berikut penjelasannya.

Tahap situation berisi tentang perkenalan tokoh. Dalam novel BTDLA perkenalan tokoh dimulai pada Bab 1, yaitu menjelaskan tentang tokoh utama Hanum dan suaminya Rangga. Berikut kutipannya.

Aku memandang keluar jendela apartemen. Matahari awal musim gugur masih menumpahkan sisa sinarnya, meskipun waktu sudah menunjukkan hampir pukul 21.00. Hingga selarut ini, Rangga belum juga pulang dari kampus. Kelumrahan yang terjadi memasuki tahun kedua masa studi S-3-nya di Wina.

Suamiku Rangga semakin sibuk bergulat dengan pekerjaannya di kampus sebagai asisten dosen sekaligus mahasiswa S-3. Dia membelit diri dengan banyak tugas yang menyita waktu sebagai penerima beasiswa pemerintah Austria. Semuanya diniati sebagai buah kesetiaannya kepada profesor yang memberinya pekerjaan dan menjadi promotor beasiswanya. Pekerjaan tambahan untuk Rangga

BTDLA/ UI2/1

(6)

commit to user

memperpanjang tarikan napas keuangan kami di negeri orang, selain dari jatah cekak institusi beasiswa. Laksana keberuntungan yang terus berpihak pada kami, aku pun mulai menikmati pekerjaanku sebagai reporter koran berita di kota ini, Heute ist Wunderbar (BTDLA, 2014:20).

Tahap berikutnya yaitu generating circumstances, merupakan tahap pemunculan konflik. Awal mula cerita dalam novel BTDLA adalah adanya tugas yang mengharuskan Hanum dan Rangga pergi ke Amerika. Seperti kutipan berikut.

Kebetulan? Bagiku, tidak ada yang namanya “kebetulan”. Aku sama sekali tak pernah berpikir mengapa hari itu Profesor Reinhard memintaku pergi ke Amerika, dan pada waktu bersamaan Gertrud menugasi istriku meliput 9/11 di New York (BTDLA, 2014:60).

BTDLA/ UI2/2

Pemunculan konflik berikutnya yaitu ketika Hanum merasa narasumber yang diberikan Gertrud tidak sesuai dengan keinginannya, sedangkan Rangga berpendapat lain. Menurut Rangga lebih baik Hanum mengikuti saran dari Gertrud agar liputan segera selesai dan mereka bisa jalan-jalan di New York. Berikut kutipannya.

Ya. Lagi-lagi, mengapa Hanum tidak beringsut dari kekokohannya tidak menggunakan data Gertrud? Jika hanya karena dia tidak percaya pada hasil riset Gertrud, karena Gertrud bukanlah muslim dan cenderung mencari narasumber yang diberikan tidak tepat sasaran, Hanum sudah terlalu berprasangka. Dirinya hanya mengontak satu narasumber yang diberikan Gertrud dan tidak menerima balasan apa pun.... Liputan ini mulai merusak rencanaku berwisata dengan istriku (BTDLA, 2014:71).

BTDLA/ UI2/3

Sebenarnya Rangga berniat membantu dengan memberikan saran seperti kutipan di atas, namun bagi Hanum hal itu sama sekali tidak mendukung tugas liputannya dan malah membuatnya kesal, seperti diungkapkan dalam kutipan berikut ini.

“Jelas gitu! Kalau Mas Rangga tidak mengajak jalan-jalan seharian kemarin, kita bisa ke Harlem. Kita bisa

BTDLA/ UI2/4

(7)

commit to user

tahu masjid itu sudah tutup. Kita punya banyak waktu mencari alternatif.” (BTDLA, 2014:79).

Tahap ketiga adalah rising action, yaitu peningkatan konflik dalam cerita. Konflik sederhana antara Hanum dan Rangga semakin meruncing ketika Hanum sudah penat dengan tugas liputannya yang hanya menyisahkan satu hari karena mereka harus berangkat ke Washington DC. Berikut kutipan kemarahan Hanum.

“Masih saja bercanda kamu, Mas.... Aku lagi bingung! Gini deh. Kalau mau, kita BERPISAH di New York. Aku akan cari narasumberku sendiri sampai dapat. Mas Rangga ke Washington sendiri juga urusi presentasi yang juga sama pentingnya. Fair, kan!” (BTDLA, 2014:80).

BTDLA/ UI2/5

Kekacauan Hanum akhirnya dapat teratasi, dia mencoba realistis dengan keadaan. Pada hari terkhir di New York Hanum memutuskan untuk mencari narasumber di area Ground Zero, tempat peringatan peristiwa 9/11 sekaligus tempat digelarnya demo pembangunan masjid. Dalam waktu singkat Hanum harus mendapatkan narasumber dan akhirnya dia bertemu Jones. Namun belum lama mereka bercakap terjadilah kerusuhan. Demo yang awalnya tenang berubah menjadi kacau, orang-orang berteriak dan benda-benda seperti poster mulai beterbangan. Berikut kutipannya.

Tiba-tiba aku merasakan sebuah kaleng minuman mendarat di punggungku, menghantam keras tanpa ampun. Entah dari mana kaleng alkohol itu terbang. Aku baru saja menerobos jalanan di Ground Zero yang kini diwarnai baku lempar poster-poster yang terbuat dari bingkai kayu. Ground Zero yang beberapa saat lalu bergitu hening berubah total menjadi kekisruhan. Orang-orang sipil pembawa bunga sekejap berteriak-teriak meminta tolong.

....

Aku terjepit. Polisi-polisi itu membuat barikade lebih banyak di jalur blok yang harus kulalui. Mereka menghalau demonstran yang menrangsek mengejar polisi bernama Mohammed. Ya, Allah, apa yang sedang terjadi di hadapanku ini? Aku benar-benar tak

BTDLA/ UI2/6

(8)

commit to user

memimpikan ini sedikit pun (BTDLA, 2014:103).

Tahap keempat yaitu climax, puncak konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi pada tokoh dalam cerita ketika mencapai intensitas puncak. Dalam novel BTDLA puncak konflik terjadi antara Hanum dengan dirinya sendiri. Berawal dari puncak kerusuhan yang Hanum rasakan saat terjebak dalam demo adalah ketika dirinya tersandung dan ponselnya pecah.

Aku merasa kakiku terganjal kabel besar yang melintang di jalan. Detik itu aku hanya mengingat lututku terseret aspal saat mencoba menahan beban badanku yang limbung. Dan saat itulah detik-detik yang menyedihkan terjadi. Ketika kesialan berikutnya memutus tali harapanku satu-satunya. Telepon genggamku terpelanting jauh dan tamatlah riwayatnya (BTDLA, 2014:105).

BTDLA/ UI2/7

Rusaknya ponsel Hanum secara otomatis memupus segala komunikasinya dengan Rangga. Saat itu konflik antara Hanum dengan dirinya sendiri mulai terjadi, yaitu ketika dia terlunta-lunta di New York setelah melarikan diri dari demo.

Tak tahu berjalan menuju ke mana, dengan peluh dan lelehan air mata yang tiba-tiba mengalir, tiba-tiba aku merasa Rangga telah mengirimkan pesan lewat gelombang hatinya untukku. Aku mendadak bisa merasakannya. Pikiran kalutku telah kembali ke asal muasalnya. Aku ingat janji terakhirku padanya (BTDLA, 2014:109).

BTDLA/ UI2/8

Kutipan tersebut menceritakan ketika Hanum berhasil keluar dari kerusuhan dan mulai mencari jalan menuju halte bus yang dapat mengantarkannya ke terminal, tempat yang dia janjikan pada Rangga. Namun sayang, karena Hanum salah mengambil jalur bus akibatnya dia tidak bisa menyusul Rangga. Kembali Hanum harus terlunta-lunta di New York dengan perasaan kacau. Berikut kutipannya.

Tiba-tiba sebuah bus mendecit keras, ketika mendadak mengerem persis di hadapanku. Aku hampir saja tertabrak. Sopir bus itu mengata-ngataiku dengan

BTDLA/ UI2/9

(9)

commit to user

kata-kata buruk. Ya, aku benar-benar merasa buruk rupa sekaligus secara psikologis. Dan detik itulah aku mengingat kata-kataku tadi malam, kata-kata yang menantang takdirku, “KITA PISAH DI NEW YORK, MAS!” (BTDLA, 2014:116).

Tahap terakhir yaitu denouement, tahap penyelesaian. Konflik dan peristiwa tak menyenangkan yang dialami Hanum akhirnya mulai surut setelah menemukan masjid dan bertemu dengan Azima Hussein.

“Kau tidak boleh tidur di masjid ini karena kau perempuan, Hanum. Jawabnya adalah tidak. Nah, sebagai gantinya, kau harus bermalam di rumahku. Kita bisa berangkat setelah ini, namun sebelumnya kita jemput anakku dulu, ya. Kau masih kuat berjalan, kan?”

Kami beradu tatap. Dia sudah berhenti mengobatiku dengan membebat lukaku menggunakan perban plester. Dan aku pun terkesiap ketika dia tiba-tiba menatapku penuh kesyahduan, menunggu lontaran jawaban dari mulutku (BTDLA, 2014:124).

BTDLA/ UI2/10

Pertolongan Azima sangatlah berarti bagi Hanum. Bayangan menjadi gelandangan New York segera hilang. Bahkan selain mengajaknya menginap Azima juga meminjamkan ponsel dan memberi tumpangan ke Washington DC sehingga Hanum dapat kembali bertemu dengan Rangga. Berikut kutipan ketika akhirnya Hanum dipertemukan kembali dengan Rangga.

Detik itu aku membatin: Tuhan, jangan pisahkan kami lagi. Aku tak mau bergurau dengan-Mu lagi.

Ditakdirkan Allah Swt. Berpisah dua malam, dengan cara paksa. Dua malam. Namun serasa bertahun-tahun. Hanya dua malam, tapi aku tahu itu telah membuka makna yang tak terkiaskan bagi kami (BTDLA, 2014:251).

BTDLA/ UI2/11

Penyelesaian akhir cerita dalam novel BTDLA adalah pidato dari Phillipus Brown mengenai pengalamannya menyelamatkan diri dari gedung WTC yang menjadi sebuah pengungkapan bahwa orang muslim bukanlah teroris seperti yang selama ini diasumsikan oleh orang Amerika. Bahkan Phillipus sendiri diselamatkan oleh orang muslim yang

(10)

commit to user

ternyata suami dari Azima. Pidato yang sangat menyentuh sekaligus dapat menyelesaikan tugas artikel Hanum adalah akhir dari cerita perjalanan Hanum dan Rangga di Amerika. Berikut kutipan yang menjelaskan akhir cerita.

Sungguh tak bisa kuutarakan betapa Allah adalah penukar kebahagiaan dan kesedihan yang Mahaagung. Allah memang telah memanggil kembali hamba-Nya yang bernama Ibrahim Hussein ke sisi-Nya, meninggalkan duka pada Azima dan Sarah. Namun, kini Tuhan juga yang mengembalikan hak mereka. Dia mengembalikan Hyacinth Collinsworth ke pangkuan keduannya (BTDLA, 2014:319).

BTDLA/ UI2/12

3) Penokohan dan Perwatakan

Penokohan novel BTDLA digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh protagonis meliputi: Hanum, Rangga, dan Julia Collins atau Azima Hussein. Tokoh antagonis, Jones dan Nyonya Hyacinth Collinsworth. Sedangkan tokoh tambahan, yaitu: Phillipus Brown, Ibrahim Hussein atau Abe, Gertrud Robinson, dan Profesor Markus Reinhard. Sedangkan berdasarkan perwatakannya berikut ini adalah penggambaran sifat masing-masing tokoh.

a) Hanum

Hanum merupakaan tokoh utama dalam novel BTDLA. Dia merupakan orang Indonesia yang menjadi wartawan koran lokal di Wina sembari menemani suaminya kuliah S3. Dalam novel BTDLA Hanum digambarkan sebagai wanita yang religius, kerja keras, dan cerdas. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa Hanum memiliki sifat religius.

Ya Allah, anugrahi aku dengan kesabaran menghadapi ketidakmampuanku yang satu ini: memahami jalanan (BTDLA, 2014:114).

BTDLA/ UI3/1

(11)

commit to user

Kutipan tersebut adalah sikap religius Hanum yang meminta petunjuk pada Allah (sebagai muslim) ketika mengalami suatu kesulitan.

.... Dia melihatku sekilas tapi melengos. Aku berteriak-teriak lagi padanya seperti orang yang sudah tidak ada pilihan lain. Ya, aku memang tidak ada pilihan lain. Pria itu benar-benar tak acuh (BTDLA, 2014:94).

BTDLA/ UI3/2

Dalam kutipan tersebut mengungkapkan sifat Hanum yang pekerja keras. Dia tidak mudah menyerah untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, yaitu menyelesaikan tugas yang diberikan Gertrud dengan baik bukan hanya asla-asalan. Hanum bahkan terjebak kerusuhan demo di Ground Zero yang membuatnya terpisah dengan suaminya.

Tak perlu strategi yang bermaklumat. Tapi dia datang dengan dasyat. Kucermati coretan itu: denah menuju masjid pemberian perempuan di Museum (BTDLA, 2014:117).

BTDLA/ UI3/3

Dalam keadaan terdesak dan sendirian di New York, Hanum berusaha menenangkan diri, dia mencari denah masjid yang diberikan oleh penjaga museum yang menurut Hanum menjadi satu-satunya tempat dirinya dapat berlindung saat petang menyelimuti New York. Hal cerdas yang dipikirkan Hanum, dia tidak begitu saja menyerah pada keadaan apalagi hanyut dalam kesedihannya. Selain pemikiran brilian hal lain yang menunjukkan kecerdasan hanum adalah sikap kritis seperti kutipan berikut ini.

“Bagaimana kau tahu tentang suara ledakan-ledakan itu?” tanyaku bersemangat. Aku berusaha “fair”, menanggapi seseorang yang diliputi penasaran dan kekecewaan di hadapanku saat ini (BTDLA, 2014:166).

BTDLA/ UI3/4

Kutipan di atas mengungkapkan bahwa Hanum tidak begitu saja percaya dengan informasi yang dia dengar, dia butuh penjelasan dan alasan logis mengenai sumber informasi tersebut.

(12)

commit to user b) Rangga

Rangga Almahendra merupakan suami Hanum. Dia orang Indonesia yang sedang menempuh studi S3 di Wina. Rangga digambarkan sebagai seorang suami yang romantis, tanggung jawab, dan bersahabat. Berikut kutipan yang menunjukkan sifat romantis Rangga terhadap istrinya.

Rangga Almahendra, pria belahan jiwaku ini memang pria penuh kejutan. Setelah mengejutkanku dengan mengirimiku surel video perjalanan Eropa pada hari ulang tahunku, berpura-pura di hadapan Gertrud dirinya pencemburu berat demi menghindarkanku dari liputan Spencer Tunik, beberapa kali memasakkanku makanan Indonesia ketika aku sakit, dan terakhir memberiku foto Andy Cooper bersamanya di U-Bahn,... (BTDLA, 2014:59).

BTDLA/ UI3/5

Kutipan tersebut merupakan ungkapan Hanum mengenai beberapa hal-hal romantis yang pernah dilakukan Rangga. Sebagai seorang Suami Rangga tidak hanya romantis namun juga bertanggung jawab. Kesetiaan Rangga mengikuti Hanum liputan, sebagai tanggung jawab suami menjaga istrinya. Sedangkan mengoreksi paper adalah cerminan tanggung jawab Rangga terhadap tugas presentasinya di Washington DC.

Sifat Rangga selanjutnya yaitu bersahabat. Dia merupakan tipe orang yang gampang bergaul dengan orang baru. Seperti kutipan berikut ini saat dia bertemu seorang muslim pemilik kedai kebab di New York, dengan suka rela Rangga menunda koreksi paper-nya untuk mendengarkan cerita orang tersebut.

Aku menyalami seorang Timur Tengah penjual gyro-kebab-hotdog dengan erat, memberinya bonus beberapa dolar, menghargai usahanya berjualan hotdog halal. Dia kemudian ikut-ikutan duduk di depan mejaku. Kututup segera laptopku, menunda koreksi paper presentasiku (BTDLA, 2014:99).

BTDLA/ UI3/6

(13)

commit to user c) Azima

Azima Hussein merupakan nama muslim dari Julia Collins, seorang penjaga Museum 9/11 yang kemudian menjadi penyelamat sekaligus narasumber Hanum. Dia merupakan seorang muslim yang teguh, menghormati orang tua, dan berpengetahuan luas. Sifat yang dimiliki Azima tersebut tercermin dalam narasi dan dialog dalam novel, seperti kutipan berikut ini.

“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus Tuhan. Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat dari cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu ini.” (BTDLA, 2014:181).

BTDLA/ UI3/7

Kutipan tersebut merupakan bukti sifat teguh sekaligus tanggung jawab Azima terhadap agamanya, meskipun ditentang oleh ibunya Azima tetap berpegang teguh pada Islam. Selain teguh dia juga menghormati ibunya dengan tidak menyinggung perasaannya yang menentang Azima menjadi muslim, yaitu dengan cara menyembunyikan keislamanya, seperti kutipan di atas, dia mengganti krudung dengan rambut palsu untuk menutup auratnya, menjalankan kewajiban sebagai wanita muslim juga menjalankan kewajiban seorang anak yaitu menghormati orangytuanya. Sedangkan sebagai seorang kurator museum sifat lain yang dimiliki Azima adalah berpengetahuan luas.

“Aku ini kurator museum. Hidupku melalang dari satu museum ke museum lain. Dulu ketika masih kuliah, aku mengambil workshop dan short-stay untuk bekerja paruh waktu di museum-museum Eropa dan Asia.” (BTDLA, 2014:132).

BTDLA/ UI3/8

“Kau tahu, Julia, bertemu denganmu seolah suatu oasis bagiku. Apalagi kau kurator yang berpengetahuan banyak.” (BTDLA, 2014:140).

BTDLA/ UI3/9

Kutipan tersebut menegaskan bahwa sebagai kurator museum Azima telah melalang buana mencari informasi dari museum yang

(14)

commit to user

dia datangi. Menemukan pengetahuan tentang sejarah termasuk mengenai Columbus bukan orang pertama yang menemukan Amerika melainkan orang muslim, suku Moor dari Andalusia. Hal itu juga telah diakui Hanum bahwa pengetahuan Julia sebagai kurator sangat luas.

d) Jones

Jones atau Michael Jones merupakan salah satu narasumber Hanum yang menjadi pimpinan demo penolakan pembangunan masjid di Ground Zero. Dia merupakan seorang kepala keamanan yang kehilangan istri pada peristiwa 9/11. Sejak saat itulah Jones menjadi sangat membenci Islam. Sifat Jones dalam novel BTDLA ini adalah bersahabat, pendendam namun cinta damai.

Jones melemparkan senyum pada seorang kawannya, pelayan lift yang berpenampilan lebih necis. Teman itu memanggil, “So long, Boss! Good luck! All the best!” Lalu Jones berbicara dengan beberapa kolega lainnya beberapa saat. Membiarkanku menikmati New York dari lantai observation desk ini (BTDLA, 2014:218).

BTDLA/ UI3/10

Kutipan tersebut menujukkan sikap bersahabat Jones pada rekan kerjanya, begitu pula pada Hanum, saat diwawancarai Jones begitu terbuka. Sifat berikutnya yaitu pendendam namun cinta damai. Maksud sifatnya ini adalah, Jones sangat membenci Islam yang dia anggap telah mengambil nyawa istrinya lewat peristiwa terorisme 9/11, namun Jones tidak ingin membalasnya dengan perbuatan keji. Salah satunya dia menentang pendirian masjid di Ground Zero. Seperti diungkapkan dalam kutipan berikut ini.

“.... Siang dan malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan perasaanku yang berkecamuk. Sejak 11 September, hatiku tidak bisa bergerak pada perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus marah pada siapa. Hingga akhirnya aku mendengar pembangunan Masjid Ground Zero yang begitu dekat dengan kompleks tragedi itu terjadi. Sekarang jika kau diriku, lalu

BTDLA/ UI3/11

(15)

commit to user

kau memiliki banyak kawan yang punya pengalaman sama denganmu, apa yang kaulakukan? Apa kau tidak membenci orang-orang muslim itu? Agama macam apa yang menyuruh umatnya menabrakkan diri ke gedung penuh manusia hidup?” (BTDL, 2014:225).

Kutipan tersebut merupakan ungkapan perasaan dendam yang membuat Jones sangat membenci Islam. Tindakannya tidak lain adalah untuk membalaskan dendam atas kematian Anna. Namun meskipun rasa benci yang dipendamnya sangatlah besar Jones tidak sampai melakukan hal keji untuk membalas tragedi tersebut, dia bahakan tidak menyukai tindak kerusuhan saat demo terjadi. Hal ini dijelaskan dalam kutipan berikut.

“Tulis di beritamu. Pemabuk itu bukan anggota komunitasku. Kita berdemonstrasi baik-baik. Dia provokator. Gara-gara dirinya, aku jadi diinterogasi polisi kemarin! Huh!” Jones menutup wawancara ini dengan jawaban atas pertanyaanku tentang akhir kerusuhan kemarin (BTDLA, 2014:232).

BTDLA/ UI3/12

Dalam kutipan tersebut Jones berusaha menegaskan pada Hanum bahwa pemabuk yang menjadi pemicu keributan saat demo bukanlah anggota kelompoknya. Dirinya ingin menggelar demo secara baik-baik.

e) Nyonya Collins

Nyonya Collins atau Hyacinth Collinsworth merupakan ibu dari Azima. Dia pensiunan guru matematika yang mengidap penyakit Alzheimer, menjadikannya mudah tersulut emosi dan sulit mengingat memori jangka pendek. Karena penyakitnya itulah Nyonya Collins menjadi pelupa dan keras kepala. Seperti kutipan berikut ini.

“Ada gereja di pinggir jalan. Kita ikut misa dulu. Mumpung ini hari Minggu.”

“Mom, ini Sabtu,” koreksi Azima.

“Tidak, ini Minggu...,” sanggah Nyonya Collins

BTDLA/ UI3/13

(16)

commit to user sekenanya.

“Grandma, ini Sabtu,” Sarah mencoba meyakin-kan.

Nyonya Collins sontak seperti orang yang dihentikan jantungnya saat Sarah menegas. Dia melihat gereja tua itu dengan rayapan pandangan berkaca-kaca. Gereja itu membekas di hatinya. “Oke. Tetapi tetap saja aku ingin berhenti di sini. Pasti ada aktivitas. Menepi, Julia!” tukas Nyonya Collins bersungut-sungut. Kurasa apa yang dikatakan Azima benar. Kedua orangtuanya sangat saleh (BTDLA, 2014:238).

Kutipan tersebut merangkum kedua sifat Nyonya Collins. Keras kepala terlihat ketika dirinya tidak mau disalahkan dan meskipun salah dia tetap ingin menjalankan keinginannya. Pelupa, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa penyaki Alzheimer yang membuatnya lupa, termasuk melupakan hari dan hal-hal kecil lainnya.

f) Phillipus

Phillipus Brown merupakan seorang dermawan kaya raya yang mendonasikan 100 juta dolar untuk anak-anak korban perang Afganistan dan Irak. Awalnya Phillipus adalah pengusaha kaya yang kikir namun setelah peristiwa 9/11 dia menjadi seorang dermawan, mulai saat itu dia menyadari bahwa uang bukanlah segalanya. Berikut kutipan sifat dermawan yang dilakukan Phillipus.

Sr. Phillipus Brown, muliuner suatu firma investasi dari New York, mantan bos Morgan Stanway, baru saja mendonasikan US$100 juta untuk beasiswa anak-anak Korban Perang Irak dan Afganistan (BTDLA, 2014:30).

BTDLA/ UI3/14

Kutipan tersebut merupakan berita di sebuah koran yang dibaca oleh Rangga. Seorang dermawan baru yang peduli dengan keadaan anak-anak korban perang. Selain dermawan Phillipus juga memiliki sifat peduli, seperti kutipan percakapannya dengan Rangga berikut ini mengenai orang-orang di Afrika.

(17)

commit to user

“Di Afrika, kau lihat kan, orang-orang dilahirkan menjadi manusia seperti kita, tapi dikerubungi lalat. Manusia dan lalat saling berebut hanya untuk menyantap makanan basi. Lalu aku mengingat anjing dan kucingku di rumah; mereka gemuk dengan bulu-bulu tebal dan halus, menyantap biskuit ikan cakalang olahan nomor satu di Jepang yang harganya 1.000 dolar untuk seminggu.” (BTDLA, 2014:197).

BTDLA/ UI3/15

g) Hussein

Ibrahim Hussein atau Abe merupakan suami Azima yang meninggal pada peristiwa 9/11. Meskipun tidak berhubungan secara langsung dengan tokoh utama, sosok Hussein sering disebut-sebut oleh tokoh lain seperti Azima dan Phillipus. Tokoh Hussein memilki sifat peduli dan religius, hal ini diungkapkan oleh Phillipus Brown dalam pidatonya pada acara CNN TV Heroes. Berikut kutipannya.

“Tuan-tuan dan Ibu-ibu sekalian, Ibrahim Hussein, muslim yang telah menyelamatkanku,” Phillipus terbatuk dalam tangisannya.

....

“Aku hanya ingin memberitahumu, Ibrahim-lah pria yang mencegah istrimu itu untuk terjun. Kau tak akan bisa menerima bahwa istrimu telah menerjunkan diri dengan kemauannya sendiri, Jones (BTDLA, 2014:306).

BTDLA/ UI3/16

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa Hussein merupakan orang yang peduli terhadap sesama, tidak memandang ras, bangsa, maupun agama meskipun Phillipus dan Anna berbeda dengannya. Sifat lainnya yaitu religius, hal ini tercermin lewat sikap Hussein saat menghadapi situasi genting yang terjadi di dalam gedung WTC setelah ditabrak pesawat. Berikut kutipannya.

“Nyonya Azima Hussein, dalam kegentingan itu suami Anda begitu tegar. Saya berguru padanya dalam menit-menit terakhir itu. Dia menderas dalam doa....” (BTDLA, 2014:295).

BTDLA/ UI3/17

(18)

commit to user

Kutipan tersebut merupakan penjelasan Phillipus tentang sifat Hussein yang religius, dibuktikan dengan sikap Hussein dalam beberapa menit terakhir yang tidak berhenti mengingat Tuhannya dengan melantunkan doa.

h) Gertrud

Gertrud Robinson merupakan kepala redaksi, pimpinan Hanum di tempatnya bekerja, yaitu koran Heute ist Wunderbar. Dia merupakan wanita yang memberikan Hanum tugas menulis artikel sampai harus pergi ke Amerika. Dalam novel BTDLA sifat Gertrud adalah perhitungan, dia tipe orang yang tidak akan melakukan sesuatu yang dia anggap tidak bermanfaat dan cenderung mengakibatakan kerugian. Berikut penggambaran dari sifat Gertrud.

Aku tahu, setiap Minggu Gertrud bukan pergi ke gereja. Jelang musim dingin seperti ini, dia sibuk belajar memoles kepiawaiannya main ski dan ice skating (BTDLA, 2014:40).

BTDLA/ UI3/18

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa Gertrud lebih memilih mengasah kemampuannya bermain ski daripada pergi ke gereja di hari Minggu. Dia tipe orang yang memilih mengerjakan sesuatu yang lebih menguntungkan menurut pemikirannya. Bahkan dalam urusan dengan Tuhan Gertrud juga memikirkan aspek keuntungan dan kenyaman, tidak mau repot. Seperti dalam kutipan berikut ini.

“Bisa sakit punggung nanti dia,” kekeh Gertrud sambil menepuk-nepuk punggungnya. Rupanya bosku ini selalu memikirkan aspek ergonomis dari berbagai bidang. Bahkan untuk berterimakasih pada Tuhan. Luar biasa! (BTDLA, 2014:41).

BTDLA/ UI3/19

i) Profesor Reindhard

Profesor Markus Reindhard merupakan dosen WU sekaligus promotor beasiswa S3 Rangga di Wina. Beliaulah orang yang menugaskan Rangga mempresentasikan paper di Washington DC

(19)

commit to user

sekaligus memburu Phillipus Brown untuk dibujuk menjadi dosen tamu di kampusnya. Profesor Reindhard memiliki sifat ambisius, sering kali apa yang dia perintahkan haruslah terlaksana sesuai dengan keinginannya, misal menjadikan Phillipus Brown sebagai dosen tamu hingga mengutus Rangga ke Amerika. Berikut kutipannya.

“Rangga? Ini Reinhard! Aku lupa memberi-tahumu. Kau harus rekam keynote speech dari Brown pagi ini. Lalu kalau bisa, kau transfer rekaman itu ke surelku segera. Aku akan lakukan kodifikasi dari kata-katanya. Sepulang dari konferensi, kau dan aku bisa menjadikannya sebagai bahan mengajukan proposal riset tentang Etika Bisnis (BTDLA, 2014:215).

BTDLA/ UI3/20

Kutipan tersebut menggambarkan ambisi Reinhard dalam memburu Phillipus Brown, tepatnya dengan mengandalkan Rangga sebagai pionirnya. Reinhard terus menerus menghubungi Rangga, memerintah dan mengingatkan bahwa dia harus meyakinkan Phillipus untuk mengunjungi kampusnya tahun depan, seperti dalam kutipan berikut ini.

Pesan Reinhard terus menghantam inbox SMS di telepon genggamku.

Pastikan kau bisa meyakinkan Brown untuk datang menjadi visiting lecturer di kampus tahun depan (BTDLA, 2014:235).

BTDLA/ UI3/21

4) Latar

Latar pada novel dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam novel BTDLA secara garis besar terbagi menjadi tiga, yaitu di Wina, New York, dan Washington DC. Tempat pertama yaitu Wina yang merupakan kora Hanum merantau untuk menemani suaminya kuliah di WU yang dapat diketahui dari kutipan berikut ini.

Aku memandangn keluar jendela apartemen. Matahari awal musim gugur masih menumpahkan sisa sinarnya, meskipun waktu sudah menunjukkan

BTDLA/ UI4/1

(20)

commit to user

hampir pukul 21.00. Hingga selarut ini, Rangga belum juga pulang dari kampus. Kelumrahan yang terjadi memasuki tahun kedua masa studi S-3-nya di Wina. (BTDLA, 2014:20).

Tempat berikutnya adalah New York, tempat Hanum mencari berita dan tempat terjadinya peristiwa 9/11. Berikut kutipan saat Hanum mencari narasumber di Ground Zero dan saat pesawat menabarak gedung WTC Utara.

Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru areal Ground Zero (BTDLA, 2014:93).

BTDLA/ UI4/2

Burung besi itu melesak menggempur beberapa lantai di atas kantor Morgan Stanway di menara utara; menghasilkan dentuman memekakkan telinga. Ibrahim Hussein dan Joanna Jones merasakan getaran yang berdegum-degum dari atas (BTDLA, 2014:282).

BTDLA/ UI4/3

Tempat ketiga yaitu Washington DC, tempat Rangga melakukan presentasi dan tempat Phillipus Brown menyampaikan pidato pada acara CNN TV Heroes, yaitu di sekitar National Mall, sebuah sebuah taman nasional terbuka dengan bangunan-bangunan ikonik Washington DC, seperti Jefferson Memorial, Lincoln Memorial, termasuk tempat konferesi Rangga dan acara CNN TV Heroes. Berikut kutipannya.

Sore yang melegakan hati di kompleks National Mall. Usai presentasi yang benar-benar melelahkan (BTDLA, 2014:244).

BTDLA/ UI4/4

Yang aku dan Rangga pedulikan sekarang ini adalah menyaksikan CNN TV Heroes yang segera dihelat di hall utama. Smithsonian Braid Auditorium (BTDLA, 2014:271).

BTDLA/ UI4/5

Berikutnya adalah latar waktu, terbagi menjadi dua yaitu tahun 2001 dan 2009. Tahun 2001 merupakan latar peristiwa 9/11 yang dalam novel BTDLA diceritakan oleh Phillipus Brown dalam pidatonya di CNN TV Heroes. Sedangkan 2009 merupakan masa sekarang dalam novel, yaitu saat Hanum pergi ke Amerika. Terakhir latar sosial, novel ini

(21)

commit to user

berlatar Islamophobia di Amerika sebagai efek dari peristiwa 11 September. Seperti dijelaskan dalam kutipan berikut ini.

“Kau tidak akan bisa membayangkan bagaimana setiap waktu sejak 11 September, kejadian seperti di metro tadi sore hadir dalam hidupku. Mungkin kaupikir mereka hanya bercanda, tetapi kaulihat kan, bagaimana orang-orang di metro saling berbisik dan berkisik melihat pasangan Arab tadi.” (BTDLA, 2014:153).

BTDLA/ UI4/6

5) Sudut Pandang Pengarang

Tidak seperti kebanyakan novel yang menggunakan satu sudut pandang, novel BTDLA menggunakan tiga sudut pandang, yaitu Hanum sebagai orang pertama tokoh utama, Rangga sebagai orang pertama tokoh utama, dan narator sebagai orang ketiga serba tahu. Berikut penjelasan mengenai tiga sudut padang tersebut dalam novel BTDLA.

Sudut pandang yang menggambarkan orang ketiga serba tahu seperti terdapat dalam kutipan berikut ini.

“Step forward, Sir....” Salah satu petugas di bagian pemindaian menyuruh seorang Arab maju. Yang disuruh maju menunjuk-nunjuk jam tangannya di depan petugas. Detak jantungnya rasanya jauh lebih keras daripada suara announcer bandara (BTDLA, 2014:5).

BTDLA/ UI5/1

Sudut pandang berikutnya yaitu sudut pandang Hanum sebagai tokoh utama. Berikut kutipannya.

Sabtu pagi. Aku harus bersinggungan dengan masalah gawat darurat seorang atasan bernama Gertrud Robinson. Aku tinggalkan sehelai pesan untuk Rangga yang masih terlelap usai shalat Subuh tadi, bos besar membutuhkanku (BTDLA, 2014:37).

BTDLA/ UI5/2

Sudut pandang lainnya yaitu Rangga sebagai orang pertama tokoh utama yang terdapat dalam kutipan berikut ini.

Secarik kertas bertanda tangan Hanum itu kubaca. Dia meminta maaf tak dapat menepati janji yang telah dibuat bersama, melanggar komitmen bernama Saturday Freeday (BTDLA, 2014:53).

BTDLA/ UI5/3

(22)

commit to user 6) Gaya Bahasa

Karena novel ini ditujukkan untuk umum antara remaja sampai dewasa sehingga bahasa yang digunakan cukup formal namun tetap lugas, tidak berbelit-belit lebih seperti bahasa dalam koran atau majalah. Karena latar pengarang adalah jurnalis dan dosen sehingga terkadang ada kata-kata baru yang umum digunakan oleh kalangan akademis namun jarang dipakai oleh masyarakat umum. Misalnya saja kata-kata dalam kutipan berikut ini.

“.... Jadi sekarang pertanyaanya adalah, mereka sukses besar baru menjadi filantropi, atau sebaliknya, dari awal mereka memang memiliki jiwa penderma sehingga membuka jalan sukses bagi bisnis mereka,” tandas Stefan (BTDLA, 2014:34).

BTDLA/ UI6/1

Rupanya bosku ini selalu memikirkan aspek ergonomis dari berbagai bidang. Bahkan untuk berterimakasih pada Tuhan. Luar biasa! (BTDLA, 2014:41).

BTDLA/ UI6/2

Sebagai profesor bidang bisnis dan ekonomi, Reinhard tahu betul makna “utilisasi” staf dan asisten-asistennya (BTDLA, 2014:55).

BTDLA/ UI6/3

Beberapa kata dari kutipan di atas merupakan kata yang tidak umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari meski kadang muncul di koran. Meskipun demikian makna dalam kalimat tidak sulit untuk dicerna, seperti pada kata filantropi. Pembaca yang baru mendengar kata tersebut dapat meraba artinya dari penjelasan kalimat berikutnya, yaitu pada kalimat „dari awal mereka memang memiliki jiwa penderma‟. Begitu pula kata ergonomis dan utilisasi.

7) Amanat

Karya sastra merupakan sebuah wacana yang syarat akan pesan, seperti yang dikatakan Ratna (2014) bahwa tidak ada karya tanpa pesan. Termasuk karya sastra seperti novel yang menghadirkan amanat sebagai suatu pesan yang hendak disampaikan pengarang pada pembaca. Dalam

(23)

commit to user

novel BTDLA pesan utama yang disampaikan pengarang adalah toleransi. Sesuai dengan latar ceritanya yaitu Islamophobia, pengarang ingin menyampaikan bahwa tidak baik menilai seseorang dari kulit luarnya saja, seperti disampaikan dalam kutipan berikut ini.

“Tidak seharusnya kita membenci seseorang hanya karena berbaju sama dengan para teroris, lalu membenturkannya setiap saat dengan Amerika....” (BTDLA, 2014:281).

BTDLA/ UI7/1

Kutipan tersebut adalah ungkapan dari salah satu tokoh yaitu Phillipus Brown yang menyayangkan orang-orang saling tuduh atas peristiwa terorisme. Dia menegaskan bahwa tidak seharusnya seseorang membenci orang lain karena beragama sama dengan para teroris, tapi nilailah dari sikap orang tersebut. Seperti sikap yang ditunjukkan Hussein, seorang muslim yang toleran bahkan mau mengorbankan diri demi Phillipus, seorang yang berbeda agama denganya. Amanat lainnya yaitu selalu berserah diri pada Sang Pencipta terhadap segala masalah yang menimpa. Berikut kutipannya.

Berjalanlah dan terus berjalanlah dengan niat kebaikan untuk mengejar restu dari Allah, bersama orang-orang yang kaucintai, lalu sematkan dalam hati dan pikiranmu akan perjalanan hidupmu tentang surga yang akan kaugapai. Maka seberat, sepanjang, dan sebesar apa pun halangan yang melintangi langkahmu, akan terbuka dengan sendirinya atas izin-Nya. Ingatlah, Tuhan akan mengirimkan malaikat-malaikat-Nya yang mempunyai keringanan tangan tak bertepi untuk menyelamatkanmu manakala kau hendak terpeleset di ujung jurang yang curam (BTDLA, 2014:123).

BTDLA/ UI7/2

Kutipan tersebut merupakan ungkapan kepasrahan tokoh Hanum ketika dia tersesat di New York dan terpisah dengan suaminya. Dengan sepenuh hati dia serahkan nasibnya pada Tuhan sedang dia sendiri telah berusaha sampai usaha terakhirnya. Tidak lama setelah itu Hanum menemukan jalan keluar, dia bertemu Azima yang menyelamatkannya

(24)

commit to user

dari keterpurukan. Hal serupa juga diutarakan oleh Phillipus ketika menyampaikan pidato di CNN TV Heroes.

“Ibrahim mengajari saya sesuatu. Usaha dan berupaya sekuat raya, dalam keadaan apa pun, hingga Tuhan melihat kesungguhan itu dan mengulurkan tangan-Nya. Ibrahim mengajari saya sesuatu yang bernama ikhlas. Ikhlas terhadap takdir yang telah digariskan Tuhan, setelah usaha yang maksimal. Harapan besar kandas, belum tentu sungguh-sungguh kandas. Tuhan tak akan mengandaskan impian hamba-Nya begitu saja. Dia tak akan menaruh kita dalam kesulitan yang tak terperi tanpa menukarnya dengan kemuliaan pada masa mendatang. Itulah mengapa saya mendedikasikan hidup saya untuk umat manusia.” (BTDLA, 2014:307).

BTDLA/ UI7/3

Kutipan tersebut merupakan ungkapan rasa kagum Phillipus pada Hussein, seseorang yang berjuang keras menyelamatkan dirinya untuk keluar dari WTC yang hendak roboh. Hussein merupakan contoh manusia yang berani berjuang namun tetap ikhlas dengan takdir yang digariskan Tuhan. Lewat novel ini pengarang memberi pesan bahwa segala sesuatu adalah kehendak Tuhan sebagai manusia kita hanya bisa berusaha dan berdoa, hasilnya ada di tangan Tuhan.

2. Temuan Latar Sosial Pengarang Novel BTDLA

Latar sosial pengarang meliputi asal sosial, kelas sosial, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, dan aspek lainnya yang melatarbelakangi pengarang menciptakan karya sastra. Umumnya aspek-aspek tersebut dapat diperoleh dari biografi pengarang namun jika memungkinkan agar lebih detail dan valid dapat diperoleh melalui wawancara dan menelusuri aspek di luar biografi pengarang, misalnya lingkungan pengarang, latar belakang keluarga, posisi ekonomi, dan lain sebagainya (Wellek dan Warren, 2014: 101). Untuk mengetahui latar sosial pengarang novel BTDLA, yaitu Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra berikut dijelaskan mengenai biografi singkat pengarang dan latar penciptaan novel.

(25)

commit to user a. Pengarang Novel BTDLA

Pengarang novel BTDLA adalah pasangan suami istri Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Pasangan ini dikenal dalam dunia sastra sejak menerbitkan novel perjalanan mereka pada tahun 2012 yaitu 99 Cahaya di Langit Eropa yang kemudian menjadi best seller dan diangkat ke layar lebar pada tahun 2013. Lewat karya pertamanya inilah Hanum beserta suaminya mulai aktif dalam dunia sastra dengan menerbitkan beberapa novel yaitu, novel kedua Bulan Terbelah di Langit Amerika (2014) yang juga menjadi best seller serta telah difilmkan pada tahun 2015 lalu, dan novel ketiga Faith and The City (2015).

Hanum dan Rangga selain memiliki pendidikan tinggi juga berasal dari keluarga religuis, terutama yang kita tahu Hanum merupakan putri Amien Rais, salah satu petinggi organisasi Islam Muhammadiyah. Hanum Salsabiela Rais lahir di Yogyakarta, 12 April 1982. Dia menempuh pendidikan dasar hingga perguruan tinggi di Yogyakarta, yaitu sampai mendapat gelar Dokter Gigi dari Universitas Gajah Mada (UGM). Pada awal kariernya Hanum memutuskan tidak menjadi dokter gigi, dia menjadi jurnalis dan reporter-presenter di Trans TV. Hanum memulai petualangannya di Eropa selama 3,5 tahun tinggal di Austria bersama suaminya Rangga. Dia mengenyam pengalaman menjadi jurnalis dan video podcast film maker di Executive Academy di Wina dan sebagai koresponden untuk detik.com selama 3 tahun. Tahun 2010 Hanum menerbitkan buku pertamanya Menapak Jejak Amien Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta. Sebuah novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga, dan mutiara hidup. Saat ini Hanum menjabat sebagai direktris PT Arah Dunia Televisi (ADiTV), televisi islami modern di Yogyakarta selain sibuk menggarap bagian kedua film BTDLA dan novel keempatnya.

Rangga Almahendra adalah suami Hanum, teman perjalanan sekaligus penulis tiga novel. Rangga lahir di Yogyakarta pada tanggal 21 januari 1981. Menamatkan pendidikan dasar hingga menengah di Yogyakarta kemudian berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan S2 di UGM, keduanya

(26)

commit to user

lulus cumlaude. Rangga memenangkan beasiswa dari pemerintah Austria untuk studi S3 di Vienna University of Economics and Business (WU), dari situlah dia berkesempatan berpetualang bersama istrinya menjelajah Eropa. Pada tahun 2010 Rangga menyelesaikan studinya dan meraih gelar doktor di bidang International Business & Management. Saat ini Rangga tercatat sebagai dosen di Johannes Kepler University dan UGM. Selain itu Rangga juga menjabat sebagai Direktur Utama ADiTV, ketua umum Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IAITB), dan Manager of Office of International Affairs FEB-UGM.

b. Latar Belakang Penciptaan Novel BTDLA

Pasangan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra tercatat telah menghasilkan tiga novel, yaitu 99 Cahaya di Langit Eropa (2012), Bulan Terbelah di Langit Amerika (2014), dan Faith and The City (2015). Ketiga novel tersebut memiliki tema yang hampir sama yaitu tidak jauh-jauh dari perjalanan religi. Pada novel pertama Hanum dan Rangga menuliskan kisah nyata perjalanan mereka di Eropa, novel kedua berisi perjalanan mereka di Amerika namun sudah disisipi fiksi bukan murni kisah nyata, sedangkan novel ketiga mereka murni menuliskan novel fiksi. Novel perjalanan memang sedang marak beberapa tahun belakangan mengikuti munculnya budaya traveling di masyarakat. Menurut pengarang bukan karena sisi populer dia menciptakan novel bertema perjalanan namun lebih pada makna perjalanan itu sendiri, seperti dalam kutipan berikut ini.

Menurut saya, makna sebuah perjalanan harus lebih besar daripada itu. Bagaimana perjalanan tersebut harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi, memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan. Sebagaimana yang dicontohkan oleh perjalanan hijrah Nabi Muhammad saw. dari Mekah ke Madinah. Umat Islam terdahulu adalah “traveler” yang tangguh (Hanum dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa, 2012:6-7).

99CDLE/ LSP/1

Tuturan tersebut juga sejalan dengan yang diungkapkan Hanum saat menjadi pembicara dalam seminar “Berproses Kreatif dan Credas dalam Menulis” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan

(27)

commit to user

Bahasa dan Sastra Indonesia (HIMPROBSI) Universitas Sebelas Maret (UNS) pada tanggal 14 November 2015, bahwa ia menciptakan suatu karya bukan sekadar untuk mendapatkan popularitas namun untuk berdakwah. Karyanya diharapkan mampu mendorong orang muslim khususnya muslim di Indonesia untuk selalu menyebarkan kebaikan dengan menjadi agen muslim yang baik.

Dapat dibenarkan pendapat Hanum tersebut, karena meskipun karya sastra merupakan rekaan namun menurut Wiyatmi (2013:47) sering kali sebuah norma keindahan dalam karya sastra dipakai sebagai tolok ukur dalam kehidupan sehari-hari. Jadi sastra tidak hanya menghibur namun juga berfungsi sebagai pesan masyarakat. Dengan demikian sastra dapat digunakan sebagai sarana dakwah penyebar kebaikan agama dengan tujuan masyarakat pembaca mendapat pelajaran berharga dari buku cerita yang mereka sukai.

Inspirasi novel BTDLA masih sama dengan novel 99 Cahaya di Langit Eropa, yaitu dilatarbelakangi oleh perjalanan Hanum dan Rangga di luar negeri. Kali ini kisah perjalanan mereka berlatar Amerika. Berikut penjelasan.

Rangga mempresentasikan salah satu paper doktoralnya dalam Srategic Management Conference di Washington, DC dan Roma yang kemudian menjadi inspirasi kisah ini (BTDLA, 2014:340).

BTDLA/ LSP/1

Meskipun sama-sama kisah perjalanan novel BTDLA merupakan perpaduan berbagai dimensi genre buku, yaitu drama, fakta sejarah dan ilmiah, traveling, spiritual, serta fiksi. Jadi tidak lagi murni kisah nyata perjalanan pengarang namun telah disisipi fiski. Berikut penjelasannya.

Tadinya, draf awal buku ini adalah true story, yaitu cerita perjalanan mengarungi Amerika Serikat saja. Namun mengingat suatu perjalanan bukan hanya untuk bercerita, “Hei, kami sudah ke sana” atau, “Wow! Di sana ada ini dan itu, lho!” kami berubah pikiran.

Beberapa cerita yang dituangkan dalam buku ini berasal dari inspirasi kisah-kisah yang kami lihat di jaringan media, online news, atau bahkan Youtube. Banyak di antaranya juga berasal dari kisah nyata yang diceritakan oleh para mualaf dan narasumber terpercaya selama kami menjadi wartawan dan scholar di Eropa. Semua fakta

BTDLA/ LSP/2

(28)

commit to user

sejarah, ilmiah, bangunan bersejarah, atau peristiwa yang disampaikan juga kami adaptasi dari kejadian sebenarnya (BTDLA, 2014:336-337).

Lebih lanjutnya Hanum pernah menyebutkan dalam suatu wawancara dengan media (Diananto, 2014) bahwa ada kisah nyata seorang mualaf yang dia temui di sebuah masjid di Amerika yang dijadikan sebagai penggambaran tokoh Azima. Suami mualaf tersebut merupakan korban tragedi 11 September, pada hari naas itu suaminya mengirimkan pesan suara. Rekaman dalam pesan itu berisi suara sang suami mengucapkan nama Allah berulang-ulang sampai akhirnya terdengar suara ledakan hebat disusul suara reruntuhan dan suara sang suami sirna. Tiga belas tahun sejak peristiwa 11 September, perempuan itu tidak pernah menemukan jasad suaminya. Cerita ini hampir identik dengan cerita Azima yang ditinggalkan suaminya akibat tragedi 11 September dan rekaman suara Abe saat detik-detik terakhir WTC runtuh.

3. Temuan Masalah Sosial dalam Novel BTDLA

Sosiologi dalam karya sastra seperti novel dapat berupa cerminan peristiwa dan sejarah dalam waktu tertentu, hal tersebut juga berlaku pada novel BTDLA. Berikut beberapa masalah sosial dalam novel BTDLA yang merupakan cerminan keadaan sosial.

a. Peristiwa 11 September (9/11)

Lima belas tahun lalu tepatnya pada 11 September 2001 dunia digemparkan dengan peristiwa terorisme yang melanda Amerika. Sebuah tragedi besar bagi negara penguasa seperti Amerika Serikat (AS) yang gagal mengantisipasi terorisme hingga menewaskan 3000-an jiwa. Gedung tertinggi di pusat kota New York, menara kembar World Trade Center (WTC) luluh lantah setelah ditabrak pesawat yang dibajak oleh anggota ekstremis Islam Al Qaeda. Peristiwa itu terjadi pada pukul 08.46 saat pesawat komersil American Airlines penerbangan 11 menabrak WTC Utara diikuti United Airlines penerbangan 175 menabrak WTC Selatan dalam waktu kurang dari dua jam kedua gedung tersebut hancur.

(29)

commit to user

Dalam novel BTDLA pengarang dengan lugas menceritakan tragedi kelam tersebut, dalam hal ini novel dapat disebut sebagai dokumen sosial atau isi karya yang menceritakan keadaan suatu masyarakat pada masa tertentu dapat berupa cerminan atau fakta sosial. Pengarang BTDLA merekonstruksi peristiwa 9/11 ke dalam sebuah cerita dengan cukup detail, mulai dari pembajak berada di bandara, suasana pembajakan di dalam pesawat, sampai keadaan di dalam gedung setelah terjadi tabrakan, khususnya pembajakan pesawat American Airlines penerbangan 11 dan gedung WTC Utara yang merupakan kantor salah satu tokoh dalam cerita. Berikut kutipan kronologi peristiwa 9/11 dalam novel BTDLA.

Bandara Portland, 11 September 2001 04.55

Laki-laki berbulu tangan lebat itu resah. Dia bolak-balik melihat jam tangannya. Entah apa yang tengah dia nantikan. Hidung mancungnya bekas luka gigitan serangga tadi malam (BTDLA, 2014: 2).

BTDLA/ GSa/1

Satu pria dewasa berbicara dalam bahasa Inggris tanpa bisa menyembunyikan logat Timur Tengah-nya. Bicaranya tegas. Seperti telah dilatih berkali-kali agar tak bergetar. Petugas melirik sebentar name tag pria di konter itu. Keturunan Arab. Penuh selidik petugas mematut-matut ID foto calon penumpang bisnis itu dengan waja aslinya. Dia kemudian melihat jam tangan (BTDLA, 2014: 4).

BTDLA/ GSa/2

Dari kedua kutipan tersebut didapatkan bahwa dua orang pembajak berangkat dari bandara Portland merupakan orang keturunan Timur Tengah (Arab) sebagaimana teroris yang digambarkan sebagai orang muslim anggota Al Qaeda keturunan Arab. Selain ciri teroris keterangan lain juga jelaskan dalam novel BTDLA, yaitu mengenai jumlah teroris, kelas penumpang, serta jenis dan jalur penerbangan pesawat yang dibajak. Berikut kutipannya.

Seorang petugas laki-laki paruh baya menanti para penumpang kelas satu maskapai ini. Salah satu dari dua pria dewasa itu mengeluarkan tiket dan paspor dari dalam tas. “One way ticket to Los Angeles via Boston for two person, please.”

....

Air muka petugas paruh baya berubah setelah tersadar

BTDLA/ GSa/3

(30)

commit to user

harga tiket untuk dua orang di kelas bisnis ini mencapai US$2.500. Harga tiket super mahal untuk penerbangan jarak dekat dalam negeri (BTDLA, 2014:4).

Lima orang sekarang. Itu sangat sedikit dibandingkan jumlah penumpang pesawat American Airlines Flight 11 hari ini. Sembilan puluh dua orang termasuk awak pesawat.

Penerbangan dari Portland−Boston−Los Angeles bukan penerbangan coba-coba. Ini takdir yang mengubah peradaban zaman (BTDLA, 2014:7).

BTDLA/ GSa/4

Kutipan tersebut merupakan penjelasan tokoh teroris dalam cerita BTDLA yang terinspirasi dari tokoh asli, yaitu pembajak American Airlines penerbangan 11 yang menabrak WTC Utara pada peristiwa 9/11. Dalam novel BTDLA teroris tersebut terdiri dari 5 orang keturunan Arab, 2 orang berangkat dari Portland dan 3 orang Boston sebagai penumpang kelas bisnis. Dua orang sempat tertahan di pos pengecekan bandara namun berhasil lolos dengan alasan yang memicu alarm berbunyi adalah sabuk, mereka terihat buru-buru dan petugas dengan mudah meloloskan mereka karena melihat tiket kelas bisnis yang super mahal.

Kejadian selanjutnya yaitu suasana di dalam pesawat saat terjadi pembajakan, salah seorang pramugari yang hendak menyiapkan sarapan untuk penumpang tergucang karena turbulensi pesawat dia mengurungkan niat dan kembali duduk di kursinya sembari menghubungi kokpit menanyakan penundaan penyajian makanan namun tidak ada balasan dari sang pilot. Karena penasaran seorang pramugari pergi ke ruang kokpit, dari situlah diketahui seorang pramugari di kelas bisnis telah ditusuk dan Betty Ong diminta temannya untuk menghubungi pihak maskapai mengenai pembajakan pesawat.

“Hello, Captain, apakah sebaiknya kami menunda melayani....”

“Belum sempat pramugari bermata sipit menyelesaikan pertanyaannya, pramugari pengeluh jadwal merampas gagang telepon dan menutupnya. Ia melihat drama tragis kolega lainnya di kabin bisnis.

“Panggil maskapai, Betty! Sekarang...sekarang!” seru

BTDLA/ GSa/5

(31)

commit to user

pramugari pengeluh tadi pada kolega bermata sipit dengan suara serak tersebut.

“Pesawat kita dibajak!” pekiknya lirih (BTDLA, 2014:910).

Drama tragis yang dilihat pramugari tersebut merupakan awal dari aksi pembajakkan pesawat yang kemudian menuntun Betty Ong mengabarkan pada Air Traffic Controller (ACT) di Boston bahwa pesawat telah dibajak.

“Halo, American Airlines Flight 11 di sini... melaporkan...pesawat ini dibajak...,” suara pramugari bermata sipit membetikkan kepanikan luar biasa. Dia menelpon ATC di Boston....

“Ini simulasi pembajakan, kan? Halo...halo...,” jawab suara di seberang sana. Orang di seberang seolah tak percaya dirinya mengeluarkan kata-kata itu....

Tiba-tiba suara dari ruang kemudi pesawat membuat semuanya menjadi jelas.

“Okay, nobody move. Don‟t make any stupid move....” Suara berat beraksen non-Amerika tiba-tiba menggaung dari kokpit. Semua penumpang di kabin bisa mendengarnya jelas. Sayang bukan suara John Ogonowski.

“We are returning to the airport. Again, stay calm and nobody moves. You‟ll be all right.” (BTDLA, 2014:12).

BTDLA/ GSa/6

Panggilan telepon yang dilakukan Betty Ong tersebut terekam dan transkripnya telah banyak dipublikasikan di internet seperti artikel berjudul „The 9/11 Tapes: The Story in the Air‟ dari The New York Times (2011) sehingga kemungkinan pengarang mengambil percakapan tersebut dari aslinya. Namun setelah ditelursuri ada sedikit perbedaan, yaitu petugas ACT yang tidak mempercayai adanya pembajakkan yang disampaikan Betty Ong. Yang sebenarnya Betty Ong menghubungi pihak maskapai American Airlines menyampaikan tentang pembajakan pesawat. Kurang lebih 20 menit sebelum tabrakan barulah ATC mendengar kabar pembajakan dan mendengar ucapan pembajak dari interkom American Airlines penerbangan 11. ACT kemudian menghubungi North American Aerospace Defense Command (Norad) meminta pesawat bantuan untuk American Airlines penerbangan 11 yang

(32)

commit to user

dibajak namun Norad mengira permintaan itu hanya simulasi (The New York Times, 2011) seperti yang ceritakan pada halaman selanjutnya berikut ini.

“Halo, NORAD. ATC Boston bicara.” “Ya.”

“Kirim pesawat buru sergap ke koordinat ini sekarang!” Angka-angka radar ditransformasikan ke pangkalan pertahanan militer Amerika Serikat di New York. Sepersekian detik angka-angka itu terbaca.

“Eh? Sebentar. Tidak ada simulasi seperti ini di latihan Vigiliant Guardian hari ini.”

Suara di seberang lain menjawab. Antara bingung dan memastikan.

“Bukan simulasi! Ini benar-benar pembajakan. Sekarang, di atas Garden Massachusetts. Empat puluh lima mil dari Boston.”

Suara yang lain mendesak. Tersenggal. “Eh?” (BTDLA, 2014:14).

BTDLA/ GSa/7

Beberapa keterangan dan kronologi cerita dirancang dengan detail oleh pengarang, hal ini tentunya tidak lepas dari riset yang dilakukan pengarang mulai dari media online hingga video dokumenter. Seperti kutipan paragraf dalam novel BTDLA berikut ini.

Aku mempercepat video itu. Video itu lalu menggambarkan ilustrasi bagaimana dua pria tadi beraksi dalam pesawat bersama komplotannya. Diawali dengan suasana hangat dari para pramugari saat mempersiapkan sarapan, ketegangan setelah pramugari melihat aksi pembunuhan kolega pramugari dan seorang penumpang yang berusaha menyelamatkannya dari dua pembajak di American Airlines Flight 11, upaya para pramugari menelpon menara bandara pengawas berkali-kali, tergoleknya pilot dan kopilot pesawat berlumur darah, hingga akhirnya animasi pesawat menabrak gedung World Trade Center menara utara. Di ujung video bagian pertama itu, pesawat United Airlines Flight 175 menyusul menghantam menara selatan. Kali ini bukan animasi. Tapi live video (BTDLA, 2014:174-175).

BTDLA/ GSa/8

Paragraf tersebut membuktikan bahwa pengarang sebelumnya telah mengetahui adanya video dokumenter. Dengan data terebut ada kemungkinan pengarang menggunakan video dokumenter yang beredar di internet sebagai acuan untuk membuat cerita pada awal ketika menceritakan pembajak dan

(33)

commit to user

keadaan di dalam pesawat sebelum menabrak WTC. Hal ini juga ditegaskan pengarang lewat keterangan di halaman akhir novel BTDLA, berikut kutipannya.

Beberapa cerita yang dituangkan dalam buku ini berasal dari inspirasi kisah-kisah yang kami lihat di jaringan media, online news, atau bahkan Youtube (BTDLA, 2014:336-337).

BTDLA/ GSa/9

Cerita selanjutnya pengarang beralih pada menara WTC Utara dengan menceritakan suasana dalam gedung setelah dihujam pesawat.

Burung besi itu melesak menggempur beberapa lantai di atas kantor Morgan Stanway di menara utara; menghasilkan bunyi dentum memekakkan telinga. Ibrahim Hussein dan Joanna Jones merasakan getaran yang berdegum-degum dari atas. Mereka berdua berada hanya 18 lantai di bawah impak pesawat American Airlines Flight 11, pada lantai ke-74 dari permukaan tanah.

....

Bunyi menguing nyaring sontak membisingkan suasana. Alarm tanda bahaya menyala otomatis. Menara utara ini dilengkapi sistem pengaman yang sangat “pintar”. Suara rekaman perempuan dari cerobong berlubang strimin yang melekat di plafon-plafon dan eternit berkata hal yang sama. Tapi itu jelas mesin (BTDLA, 2014:282).

BTDLA/ GSa/10

Kutipan tersebut menggambarkan keadaan awal ketika WTC Utara digempur pesawat, yaitu adanya suara alarm yang menggema ketika sebuah gedung sedang terancam kebakaran. Setelah itu barulah orang-orang di dalam gedung berhamburan menuju pintu darurat ingin segera keluar menyelamatkan diri karena lift tidak dapat dipakai, seperti yang dialami Hussein, Joanna, dan Phillipus. Sayangnya asma Joanna kambuh karena asap yang mulai memenuhi gedung, dia tidak kuat dan memilih bunuh diri daripada mati berdesakan dengan para manusia di tangga darurat. Berikut kutipannya.

Bagai tertampar muka, mereka mendapati tangga darurat penuh sesak dengan manusia. Mereka berjubel saling sikut tak beraturan menuruni anak tangga. Mereka kemudian berlari menuju anak tangga darurat lainnya. Hasilnya setali tiga uang. Lebih berjejal.

BTDLA/ GSa/11

Gambar

Tabel 2. Masalah Sosial dalam Novel BTDLA
Tabel 3. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel BTDLA  No  Nilai Pendidikan
Gambar 3. Masalah Sosial dalam Novel BTDLA
Gambar 4. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel BTDLA

Referensi

Dokumen terkait

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan

Setelah melakukan penelitian dan menganalisis permasalahan berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa ulama Sha>fi’iyah menghukumi kepiting haram karena termasuk

?.3.. gayretindedir, İşte şiir, insan yaşamasındaki bütünlük duygusunun dağıldığı, parça ve bütün kavramlarının birbirine karıştığı, insanın bütün

Climbers yang tekun dalam kegiatan climbing mengaku bahwa mereka merasa lebih puas karena sudah melakukan climbing, karena mereka merasa bahwa ada

Ketika anda menghipnotis, sesuaikan dengan cara berpikir suyet, kalo orangnya percaya mistik, mungkin anda juga bisa mulai dari hal mistik, kalau orangnya tipe kritis yang suka

Cara kerja dan prosedur pengambilan data pada penelitian ini antara lain adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian dilakukan

Macam-macam jalan kuman masuk ke alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari