• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG MUSYAWARAT DAN KEPUTUSAN Pasal

Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarat wajib mencukupkan segala alasan hukum; yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.

Hakim wajib mengadili atas segala bahagian gugatan.

Ia tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat.

Penjelasan:

Dalam ayat (1) hakim harus mencukupkan segala alasan hukum. Apakah yang dimaksud "alasan hukum" itu? Alasan-alasan hukum yaitu pasal-pasal dari peraturan-peraturan undang-undang yang digunakan sebagai dasar tuntutan penggugat, atau dasar yang digunakan hakim untuk meluluskan atau menolak tuntutan penggugat.

Dengan adanya ketentuan ini maka penggugat sebenarnya sekali-kali tidak perlu khawatir kalau ia lupa tidak menyebutkan atau keliru mengemukakan pasal perundang-undangan yang ia pakai untuk mendasarkan tuntutannya, sebab semuanya itu toh akan dibetulkan oleh hakim yang pada hakekatnya berkewajiban menggunakan peraturan perundang-undangan dalam

mempertimbangkan perkara yang berada di tangannya.

Ayat (2) mewajibkan kepada hakim mengadili dan memberikan putusan atas semua bagian dari apa yang digugat atau dituntut, artinya apabila dalam gugatan itu disebutkan beberapa hal yang dituntut seperti misalnya membayar pokok hutang, membayar bunga dan membayar kerugian, maka atas ketiga macam tuntutan ini Pengadilan Negeri harus dengan nyata memberikan keputusannya. Tidak diperkenankan misalnya, apabila atas tuntutan yang pertama ia memberi keputusan meluluskan, sedangkan tuntutan kedua dan ketiga tidak ia singgung sama sekali karena persoalannya sulit umpamanya.

Ayat (3) melarang hakim untuk menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat atau meluluskan yang lebih daripada yang digugat, seperti misalnya apabila seorang penggugat dimenangkan di dalam perkaranya untuk membayar kembali uang yang dipinjam oleh lawannya,

akan tetapi ia lupa untuk menuntut agar supaya tergugat dihukum pula membayar bunganya, maka hakim tidak diperkenankan menyebutkan dalam putusannya supaya yang kalah itu membayar bunga atas uang pinjaman itu.

Pasal 179

(1) Sesudah keputusan diperbuat dengan mengingat aturan-aturan di atas ini, maka kedua belah fihak dipanggil masuk kembali dan keputusan diumumkan oleh ketua.

(2) Jika kedua fihak atau salah satu dari mereka tidak hadir pada waktu keputusan itu diumumkan, maka isi keputusan itu atas perintah ketua diberitahukan kepadanya oleh seorang pegawai yang diwajibkan untuk itu.

(3) Ayat penghabisan dari pasal 125 berlaku dalam hal ini. Penjelasan:

Menurut hasil-hasil pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan, dengan memperhatikan peraturan tentang pembuktian dan pula dengan memperhatikan hukum perdata material yang berlaku antara kedua belah pihak, maka hakim mengambil keputusan dalam sidang, tertutup tanpa hadirnya kedua belah pihak dan para penonton, yang mungkin merupakan keputusan sela atau keputusan akhir, semuanya ini tergantung daripada tingkat pemeriksaan perkara itu.

Ayat (1) pasal ini menentukan, bahwa sesudah keputusan itu diumumkan, maka atas perintah ketua pengadilan isi keputusan itu diberitahukan kepada mereka oleh seorang pegawai yang diwajibkan untuk itu (ayat (2) pasal ini).

Selanjutnya ayat (3) menerangkan bahwa ayat penghabisan pasal 125 berlaku dalam hal ini, yang artinya bahwa panitera pengadilan harus mencatat di bawah surat keputusan itu kepada siapakah dulunya diperintahkan menjalankan pemberitahuan itu, dan apakah yang diterangkan orang itu tentang hal tersebut, baik dengan surat maupun dengan lisan.

Pasal 180

Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan supaya keputusan itu dijalankan dahulu biarpun ada perlawanan atau bandingan, jika ada surat yang syah, suatu surat tulisan yang menurut aturan yang berlaku dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan pasti, demikian juga jika dikabulkan tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak kepunyaan.

Akan tetapi hal menjalankan dahulu, keputusan ini sekali-kali tidak dapat menyebabkan orang disanderakan.

Penjelasan:

Ada anggapan, bahwa keputusan hakim itu baru dapat dijalankan, baik dengan jalan penagihan, penyitaan atau penyanderaan, maupun dengan jalan paksaan langsung, ialah sesudahnya keputusan itu memperoleh kekuatan yang pasti, yaitu setelah lampau waktu buat mengadakan perlawanan naik banding atau kasasi. Keharusan menunggu ini sesungguhnya dapat menimbulkan kesukaran.

Dari bunyi pasal 180 ini ternyata bahwa Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya

keputusan hakim itu dijalankan dahulu, walaupun pihak yang kalah membantah keputusan itu atau naik banding. Apakah hakim boleh memerintahkan menjalankan keputusan dengan segera tanpa diminta oleh yang berkepentingan? Di dalam HIR tidak ada ketentuan tentang hal itu. Mr. R. Tresna dalam bukunya "HIR" menjelaskan, bahwa menurut pendapat umum yang juga diikuti di dalam praktek pengadilan, hal itu tidak diperkenankan. Oleh karena itu dianjurkan sebaiknya di dalam surat gugatan dicantumkan permintaan itu, agar di kemudian hari tidak harus mengalami kekecewaan.

Sekarang bagaimanakah akibatnya, apabila keputusan yang telah dijalankan dengan segera itu, di dalam pemeriksaan banding dibatalkan? Sudah barang tentu oleh karena ada pembatalan itu maka keputusan hakim semula harus dianggap tidak ada, dan harus diadakan pemulihan terhadap apa yang sudah dijalankan, artinya kedua belah pihak harus dikembalikan kepada keadaan semula.

Ayat (2) pasal 180 membatasi, bahwa menjalankan putusan hakim dengan segera itu sekali-kali tidak diperkenankan sampai berakibat orang disandera.

Pasal 181

(1) Barang siapa, yang dikalahkan dengan keputusan akan dihukum membayar biaya perkara. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat diperhitungkan antara: laki isteri, keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, saudara laki-laki dan saudara perempuan atau keluarga semenda, lagi pula jika dua belah fihak masing-masing dikalahkan dalam beberapa hal;

(2) Pada keputusan sementara dan keputusan yang lain yang lebih dahulu dari keputusan penghabisan maka dapatlah keputusan tentang biaya perkara ditangguhkan sampai pada waktu dijatuhkan keputusan terakhir.

(3) Biaya perkara yang diputuskan dengan keputusan sedang yang dikalahkan tak hadir, harus dibayar oleh orang yang dikalahkan, meskipun ia akan menang perkara sesudah dimajukan perlawanan atau bandingan, kecuali pada waktu pemeriksaan perlawanannya atau

bandingannya, bahwa ia tidak dipanggil dengan patut.

(4) Di dalam hal yang tersebut pada pasal 127, maka ongkos panggilan ulangan orang-orang tergugat yang tidak datang, harus dibayar oleh orang-orang yang tergugat itu, meskipun mereka menang perkara, kecuali jika pada waktu persidangan pertama mereka itu ternyata tidak dipanggil dengan patut.

Penjelasan:

Menurut pasal ini maka pihak yang kalah harus dihukum untuk membayar ongkos perkara, dan menurut keadaan pembayaran ongkos perkara itu dapat diperhitungkan antara:

laki dan isteri,

keluarga sedarah turunan lurus, yaitu misalnya antara anak dan orang tua, antara cucu dan, kakek/nenek dan sebagainya,

saudara laki-laki dan saudara perempuan,

keluarga-keluarga semenda atau keluarga karena perkawinan, seperti misalnya ipar laki-laki, ipar perempuan dan sebagainya,

kedua belah pihak masing-masing yang dikalahkan dalam beberapa hal.

Ayat (2) menentukan, bahwa penghukuman membayar ongkos itu senantiasa ditentukan dalam surat keputusan terakhir.

Apabila sebelumnya ada penghukuman-penghukuman membayar ongkos perkara dalam keputusan sementara atau keputusan-keputusan sela lainnya, maka semuanya itu ditangguhkan sampai pasta waktu dijatuhkan keputusan yang terakhir.

Ayat (3) menentukan, bahwa pihak yang dikalahkan dengan keputusan "verstek", senantiasa harus dihukum membayar ongkos perkara, walaupun ia kelak bisa menang perkara dalam

perlawanannya terhadap putusan-verstek itu.

Pasal 182

(1) Hukuman membayar biaya itu dapat meliputi tidak lebih dari:

0o. biaya kantor panitera dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara itu; 0o. biaya saksi, orang ahli dan juru bahasa terhitung juga biaya sumpah mereka itu,

dengan pengertian bahwa fihak yang meminta supaya diperiksa lebih dari lima orang saksi tentang satu kejadian itu, tidak dapat memperhitungkan bayaran kesaksian yang lebih itu kepada lawannya;

0o. biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim dan lain-lain;

0o. gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan segala surat jurusita yang lain;

0o. biaya yang tersebut pada pasal 138, ayat keenam;

0o. gajih yang harus dibayar kepada panitera atau pegawai lain karena menjalankan keputusan;

semuanya itu menurut undang-undang dan daftar harga yang telah ada atau yang akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Kehakiman dan jika itu tidak ada menurut taksiran ketua.

Pasal 183

Banyaknya biaya perkara, yang dijatuhkan pada salah satu fihak harus disebutkan dalam keputusan.

Aturan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga uang, yang dijatuhkan pada satu fihak untuk dibayar kepada fihak yang lain.

Penjelasan:

Kedua pasal tersebut mengatur tentang penghukuman untuk membayar ongkos perkara yang harus dibebankan pada pihak yang kalah. Pasal 182 menyebutkan perincian dari hal-hal yang boleh ditarik biaya. Jenis-jenis pengeluaran di luar perincian itu tidak boleh dimasukkan dalam ongkos perkara.

Penentuan jumlahnya harus didasarkan atas tarip yang ada atau yang akan ditetapkan oleh Departemen Kehakiman, atau kalau tidak ada, didasarkan atas taksiran Ketua pengadilan.

Pasal 184

Keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas gugatan dan jawaban, serta dasar alasan-alasan keputusan itu: begitu juga keterangan, yang dimaksud pada ayat keempat pasal 7. Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia dan akhirnya keputusan pengadilan, negeri tentang pokok perkara dan tentang banyaknya biaya, lagi pula pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah fihak pada waktu mengumumkan keputusan itu.

Di dalam keputusan-keputusan yang berdasarkan pada aturan undang-undang yang pasti, maka aturan itu harus disebutkan.

Keputusan-keputusan itu ditandatangani oleh ketua dan panitera. Penjelasan:

Menurut pasal ini maka surat keputusan hakim itu harus berisi: a. suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan, b. jawaban tergugat atas gugatan itu,

c. alasan-alasan keputusan,

d. keputusan hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara,

e. keterangan apakah pihak-pihak yang berperkara hadir pada waktu keputusan itu dijatuhkan, f. kalau keputusan itu didasarkan atas suatu undang-undang ini harus disebutkan,

g. tanda-tangan hakim dan panitera.

Dicatat di sini, bahwa tentang isi keputusan pengadilan pasal 23 Undang-undang Pokok Kehakiman (UU No. 14/1970) mengatakan bahwa:

0) Segala keputusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 0) Tiap putusan Pengadilan harus ditandatangani oleh Ketua, Hakim Anggota yang memutus

dan Panitera yang ikut bersidang.

0) Penetapan-penetapan, ikhtisar-ikhtisar rapat permusyawaratan dan berita-acara tentang pemeriksaan sidang ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.

Apakah keputusan Pengadilan Negeri dalam perkara perdata apabila tidak memenuhi ketentuan- ketentuan di atas itu menjadi batal? Di dalam HIR tidak ada ketentuannya.

Pasal 185

Keputusan yang bukan keputusan terakhir, sungguhpun harus diucapkan dalam persidangan juga, tidak diperbuat masing-masing sendiri, tetapi hanya dilakukan dalam surat pemberitaan persidangan.

Kedua belah fihak dapat meminta supaya diberikan kepada masing-masing salinan yang sah dari peringatan yang demikian dengan membayarnya sendiri.

Penjelasan:

Menurut penjelasan Mr.R.Tresna dalam bukunya yang berjudul "Komentar H.I.R., maka yang dimaksud dengan "putusan yang bukan putusan, terakhir itu mungkin apa yang dinamakan "interlocutoire vonnis", suatu macam keputusan yang tidak dikenal oleh H.T.R. Mungkin juga yang dimaksud adalah yang biasa disebut "provisionele vonnis" sebagaimana yang disebut dalam pasal 180 H.I.R. yang telah kita kenal sebagai keputusan hakim yang segera harus dijalankan.

Sesungguhnya hukum acara pidana itu mengenal beberapa macam keputusan, tetapi tidak dimuat dalam H.I.R., oleh karena H.I.R. dulu dibuat untuk mengadili golongan Bumiputra dan sengaja dibuat sesederhana mungkin.

Untuk diketahui ada baiknya macam-macam keputusan itu disajikan di bawah ini:

a. keputusan declaratoir: yaitu keputusan yang hanya menegaskan sesuatu keadaan hukum semata-mata, misalnya tentang anak yang syah, tentang hak milik atas suatu benda dan lain sebagainya.

b. keputusan constitutief: yaitu suatu keputusan yang mentiadakan sesuatu keadaan hukum atau yang menimbulkan sesuatu keadaan hukum baru, diantaranya: keputusan-keputusan yang memutuskan perkawinan pernyataan jatuh pailit dan lain sebagainya.

c. keputusan condemnatoir: yaitu keputusan yang menetapkan bagaimana hubungannya sesuatu keadaan hukum (duduknya hubungan hukum), disertai dengan penetapan hukuman terhadap salah satu pihak.

Keputusan-keputusan serupa ini merupakan sekalian keputusan declaratoir, oleh karena hakim, sebelum menjatuhkan keputusannya, lebih dahulu menetapkan bagaimana duduknya hubungan hukum diantara kedua belah pihak itu.

Sebagian besar dari keputusan-keputusan hakim termasuk golongan keputusan ini, dan dari ini sebagian besar lagi mengandung hukuman membayar sejumlah uang.

d. keputusan preparatoir: yaitu keputusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan keputusan terakhir, misalnya keputusan hakim untuk menolak pengunduran pemeriksaan saksi.

e. keputusan interlocutoir: yaitu keputusan hakim dengan mana sebelum dijatuhkan keputusan, diperintahkan mengadakan pemeriksaan dahulu, yang dapat mempengaruhi bunyinya keputusan terakhir, seperti misalnya tentang mendengar saksi, mengambil sumpah, pemeriksaan buku, pemeriksaan ahli dan lain-lain.

Bedanya di antara keputusan preparatoir dan interlocutoir, terutama terlihat di dalam pengaduan banding dan kasasi.

Jikalau terhadap keputusan preparatoir, banding itu baru dapat diajukan sekalian dengan banding terhadap keputusan terakhir, maka banding terhadap keputusan interlocutoir dapat segera diajukan, kecuali jika hakim menetapkan lain.

f. keputusan incidentieel: yaitu keputusan atas sesuatu perselisihan, yang tidak begitu berhubungan dengan pokok perkaranya, seperti misalnya keputusan atas tuntutan supaya lawan di dalam perkara mengadakan jaminan terdahulu, yang dinamakan "cautie" (cautie judicatum solvi); begitupun keputusan yang membolehkan seseorang ikut serta di dalam perkara (voegirrg, tusschenkomst atau vrijwaring).

g. keputusan provisioneel: yaitu keputusan atas tuntutan supaya di dalam hubungan pokok perkaranya dan menjelang pemeriksaan pokok perkara itu, sementara diadakan tindakan- tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satu pihak atau ke dua belah pihak.

Keputusan yang demikian itu banyak digunakan di dalam pemeriksaan singkat (kortgeding). h. keputusan, contradictoir: yaitu keputusan di dalam perkara di mana tidak saja yang digugat

mengadakan perlawanan, melainkan juga jikalau yang digugat itu segera menerima tuntutan penggugat.

i. keputusan verstek: yaitu keputusan di mana yang digugat, meskipun dipanggil sebagaimana mestinya, tidak datang menghadap atau tidak menyuruh orang lain menghadap untuknya sebagai kuasa.

Pasal 186

(0) Panitera membuat berita acara dari tiap-tiap satu perkara di dalam berita acara itu disebut juga selain dari yang terjadi dalam persidangan, nasehat yang tersebut pada ayat ketiga pasal 7 Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia.

(0) Berita acara ini ditandatangani oleh hakim dan panitera. Pasal 187

(1) Jika ketua tidak dapat menandatangani keputusan atau berita acara persidangan, maka hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam pemeriksaan perkara itu, yang tingkat

jabatannya langsung di bawah ketua.*)

(0) Jika panitera tidak dapat menandatangani keputusan hukuman atau berita acara persidangan maka hal itu harus di jelaskan dalam keputusan atau berita acara. Penjelasan:

Menurut pasal 186 bagi pemeriksaan tiap-tiap suatu perkara Panitera Pengadilan harus membuat berita-acara persidangan yang harus berisi segala sesuatu yang telah terjadi selama persidangan, juga keterangan yang dimaksud pada ayat tiga pasal 7 Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia (R.O.). "Keterangan" yang dimaksud di sini adalah nasihat dari Penasihat (Penghulu) yang di zaman Hindia-Belanda harus ikut duduk dalam persidangan (Landraad").

Di dalam susunan Pengadilan Negeri sekarang ini Penasehat (Penghulu) itu sudah tidak ada lagi, sehingga ""keterangan" itu tidak perlu ada. Walaupun pada hakekatnya pada waktu majelis hakim Pengadilan Negeri mengambil keputusan dengan berdasarkan suara terbanyak, akan tetapi menurut bunyi pasal 136 ini, di dalam berita acara persidangan itu tidak boleh disebutkan. bahwa keputusan itu dijatuhkan dengan suara terbanyak atau dengan suara bulat.

Berita-acara itu harus ditanda-tangani oleh Ketua dan Panitera Pengadilan, yang berdasarkan pasal 187, apabila Ketua tidak dapat menanda tangani putusan hakim dan berita-acara

persidangan, maka hal itu harus dikerjakan oleh hakim anggota yang ikut memeriksa perkara itu, yang pangkatnya setingkat di bawah pangkat ketua.

Kalau yang tidak dapat menanda tangani itu Panitera, maka tidak perlu diganti, tetapi cukup hal itu disebutkan saja dalam berita-acara.

Bagian Keempat

TENTANG MEMBANDING KEPUTUSAN (APEL)