• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEOFILIN Indikasi

Dalam dokumen MAKALAH FSO Kelas 2D Farmasi (Halaman 28-40)

Untuk meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial. Dosis

Dewasa

1 tablet 3 kali sehari.

Anak-anak 6 –  12 tahun : ½ tablet 3 kali sehari. Atau menurut petunjuk dokter.

Efek Samping :

Gastrointestinal, misalnya : mual, muntah, diare, Susunan saraf pusat, misalnya : sakit kepala, insomnia, Kardiovaskuler, misalnya : palpitasi, takikardi, aritmia, ventrikuler, Pernafasan, misalnya : tachypnea, Rash, hiperglikemia.

4. TEOFILIN Indikasi

Peringatan

Penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak l ambung, gangguan fungsi hati (kurangi dosis, lihat Lampiran 2), epilepsi, kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui (lihat Lampiran 5), lansia, demam, hindari pada porfiria.

Efek Samping:

Takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang lain, sakit kepala,

stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama bila diberikan melalui injeksi intravena cepat.

Dosis

Dewasa

130-150 mg, jika diperlukan dapat dinaikkan menjadi 2 kalinya. Anak: 6-12 tahun

65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali sehari sesudah makan. Tablet lepas lambat

1 tablet per hari tergantung respons masing-masing dan fungsi pernafasan

5. Golongan Kortikosteroid 1) Hidrokortison

Dosis:

Oral terapi pengganti

20 - 30 mg/hari dalam dosis terbagi Anak

10 - 30 mg.

Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus

100 -500 mg, 3-3 kali dosis terbagi dalam 24 jam atau sesuai kebutuhan

Aanak dengan injeksi intravena sampai dengan umur 1 tahun 25 mg, umur 1-5 tahun

50 mg, umur 6-12 tahun 100 mg.

2) Prednison Dosis:

Berikut ini adalah dosis prednison dalam bentuk tablet yang umumnya diberikan oleh dokter untuk orang dewasa dan anak-anak:

Kondisi Dosis

Pneumonia  Pneumocystis (carinii) jirovecii (sebagai terapi tambahan)

Dewasa: 40 mg satu kali sehari selama 5-10 hari. Dosis dapat diturunkan menjadi 20mg untuk 11 hari berikutnya hingga infeksi hilang.Anak-anak: 1mg/kg satu kali sehari selama 5-10 hari. Dosis dapat diturunkan menjadi 0.5 mg/kg untuk 11-21 hari  berikutnya.

Penyakit paru-paru (termasuk tuberkulosis)

Dewasa: 40-60 mg/hari, dengan dosis yang akan dikurangi setelah 4-8 minggu kemudian.

Asma akut

Dewasa: 40-60mg satu atau dua kali sehari selama 3-10 hari atau lebih.Anak-anak usia 0-11 tahun: 1-2mg/kg per hari selama 3-10 hari. Dosis maksimal per hari adalah 60mg.

Alergi

Dewasa: 30mg pada hari pertama, kemudian dikurangi hingga 5mg setiap harinya hingga mencapai konsumsi 21 tablet.

ultiple sclerosis

Dewasa: 200mg/hari selama seminggu, dilanjutkan dengan 80mg tiap 2 hari sekali selama sebulan.

 Rheumatoid arthritis

Dewasa: 10mg/hari. Dosis akan disesuaikan sesuai keparahan kondisi pasien.

Penyakit persendian dan otot Dewasa:1-2mg/kg per hari.

3) Deksametason

Dosis

Dosis dexamethasone tergantung pada penyakit atau gejala yang ditangani. Umumnya, dosis awal yang akan diresepkan dokter berada di antara 0.75-9

mg per harinya. Perlu diketahui bahwa dosis dexamethasone juga akan disesuaikan dengan perkembangan penyakit atau gejala dan respons tubuh  pasien terhadap obat ini. Untuk anak-anak, berat badan menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan dosis obat. Untuk informasi lebih lengkap, tanyakan pada dokter.

4) Betametason Dosis:

Oral

Umum 0,5 - 5 mg/hari

Dewasa dan anak di atas 12 tahun

500 mcg dilarutkan dalam 20 mL air dan dibilas sekitar mulut 4 kali sehari, tidak ditelan. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus, 4 -20mg, diulangi sampai 4 kali dalam 24 jam

Anak melalui injeksi intravena lambat, sampai umur 1 tahun 1 mg, umur 1-5 tahun 2 mg, umur 6-12 tahun 4 mg, diulangi sampai 4 kali dalam 24 jam disesuaikan dengan respon.

6. Golongan Ekspektoransia 1) KI (Kalium iodida) Dosis

 batuk oral 3dd 0,5-1 g, maksimal 6 g sehari. Bagi pasien yang tidak boleh diberikan kalium, obat ini dapat diganti dengan natrium iodida dengan khasiat yang sama.

2). NH4Cl (Amonium klorida) Dosis

Oral 3-4 dd 100-150 mg, maksimal 3 g seharinya

3).Bromheksin Dosis

Oral diminum saat perut kosong (1 jam sebelum  –   2 jam sesudah makan). Tablet 8 mg atau sirup 4 mg/5mL:

Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10 mL sirup 3 kali sehari, anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari,

anak 2-5 tahun: 1/2tablet atau 5 mL sirup 2 kali sehari.

Cairan injeksi 4 mg/2 mL: 1 ampul (waktu pemberian 2-3 menit) sebanyak 2-3 kali sehari, dapat diberikan sebagai cairan infus intravena bersama glukosa, fruktosa, garam fisiologis, dan larutan ringer.

4). Asetilsistein

Dosis Asetilsistein yang dapat digunakan di antaranya:

Dosis Asetilsistein inhalasi untuk mukolitik pada dewasa: penggunaan larutan Asetilsistein 10% sebanyak 6-10 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL setiap 2-6 jam bila perlu. Bila menggunakan larutan Asetilsistein 20% dapat digunakan sebanyak 3-5 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 1-10 mL setiap 2-6 jam bila perlu.

Dosis Asetilsistein inhalasi untuk mukolitik pada anak : penggunaan larutan Asetilsistein 10% sebanyak 6-10 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL setiap 2-6 jam bila perlu. Bila menggunakan larutan Asetilsistein 20% dapat digunakan sebanyak 3-5 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 1-10 mL setiap 2-6 jam bila perlu.

Dosis Asetilsistein inhalasi endotrakeal untuk mukolitik pada pasien dewasa dengan trakeostomi: penggunaan larutan Asetilsistein 10% atau 20% sebanyak 1-2 mL setiap jam.

Dosis Asetilsistein inhalasi endotrakeal untuk mukolitik pada pasien anak dengan trakeostomi: penggunaan larutan Asetilsistein 10% atau 20% sebanyak 1-2 mL setiap jam.

Dosis Asetilsistein oral untuk mukolitik pada pasien dewasa: Dosis tablet/kapsul granul/tablet effervescent : 600 mg 1x sehari atau 200mg 3x sehari.

Dosis Asetilsistein oral untuk mukolitik pada pasien anak: untuk anak usia 1  bulan sampai usia < 2 tahun: 100 mg 2x sehari; untuk anak usia 2-7 tahun: 200 mg 1x

sehari; untuk anak usia > 7 tahun: 600 mg 1x sehari atau 200 mg 3x sehari.

Dosis Asetilsistein untuk keracunan parasetamol pada dewasa secara intravena : Dosis awal yang diberikan adalah 150 mg/kgBB (maksimal 16,5 g) yang dilarutkan dalam 200 mL cairan infus selama 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50

mg/kgBB (maksimal 5,5 g) yang dilarutkan dalam 500 mL cairan infus dan diberikan dalam waktu 4 jam, kemudian dosis lanjutan berikutnya adalah 100 mg/kgBB (maksimal 11 g) yang dilarutkan dalam 1L cairan infuse dan diberikan dalam waktu 16 jam.

Dosis Asetilsistein untuk keracunan parasetamol pada anak secara intravena: Untuk anak dengan berat badan <20 kg: Dosis awalan yang diberikan adalah 150 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infuse sebanyak 3 mL/kgBB dan diberikan dalam waktu 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 7 ml/kgBB selama 4 jam, kemudian dosis lanjutan  berikutnya adalah 100 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 14 mL/kgBB dan diberikan selama 16 jam. Untuk anak dengan berat badan 20  –  40 kg: Dosis awalan yang diberikan adalah 150 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infuse sebanyak 100 mL dan diberikan dalam waktu 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 250 mL selama 4 jam, kemudian dosis lanjutan berikutnya adalah 100 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 500 mL dan diberikan selama 16 jam. Untuk anak dengan berat badan > 40 kg dosis yang diberikan sama seperti dewasa.

Dosis Asetilsistein untuk keracunan paracetamol pada dewasa secara oral: Dosis awal 150 mg/kgBB, diikuti dengan dosis lanjutan 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 70 dosis.

Dosis Asetilsistein untuk keracunan paracetamol pada anak secara oral: Dosis awal 150 mg/kgBB, diikuti dengan dosis lanjutan 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 70 dosis.

Penggunaan Asetilsistein untuk tetes mata pada sindrom mata kering dewasa yang disebabkan oleh produksi cairan mata yang abnormal: Menggunakan larutan Asetilsistein 5% 1-2 tetes pada mata yang sakit 3-4 x sehari.

2.7 Penyakit Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan dapat mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kuman, polusi udara atau faktor keturunan (genetik).

Berkurangnya hemoglobin dalam darah akan menghambat proses penyampaian oksigen ke dalam sel tubuh. Berkurangnya hemoglobin dapat disebabkan oleh anemia atau pendarahan berat.

2. Keracunan gas CN (sianida) dan atau CO (karbon monoksida).

Keracunan gas-gas ini mengganggu proses pengikatan O2 oleh darah karena gas CO dan CN memiliki daya ikat jauh lebih kuat terhadap hemoglobin dari pada daya ikat oksigen. Jika 70%-80% hemoglobin dalam darah mengikat CO dan membentuk HbCO maka akan menyebabkan kematian. Gangguan pengangkutan oksigen ke sel tubuh/jaringan tubuh disebut asfiksi.

3. Kanker paru-paru.

Penyakit ini daapt dipicu oleh polusi udara dan polusi asap rokok yang mengandung hidrokarbon termasuk benzopiren. Kanker paru-paru menyebabkan paru-paru rusak dan tidak berfungsi lagi.

4. Emfisema.

Penyakit paru-paru degeneratif ini terjadi karena jaringan paru-paru kehilangan elastisitasnya akibatnya gangguan jaringan elastik dan kerusakan dinding di antara alveoli. Pada amfisema stadium lanjut, inspirasi dan ekspirasi terganggu dan beban  pernapasan meningkat sehingga timbul komplikasi seperti hipertensi pulmonal atau  pembesaran jantung yang diikuti gagal jantung. Emfisema umumnya disebabkan oleh

kebiasaan merokok, polusi asap rokok dan polusi udara.

5. Asma.

Penyakit ini terjadi karena penyempitan saluran pernapasan. Asma ditandai dengan mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada secara berkala atau kronis. Penyempitan saluran pernapasan dapat disebabkan oleh hal berikut: (a) Sumbatan  jalan napas yang sebagian reversible; (b) Radang jalan napas sehingga merusak sel

epitel saluran napas; (c) Reaksi yang berlebihan pada jalan napas terhadap berbagai rangsang, misalnya reaksi alergi. Serangan asma biasanya lebih berat saat malam dan dini hari, karena pada saat itu terjadi penyempitan pada bronkus akibat udara dingin. Penderita asma biasanya diobati dengan obat-obatan yang disebut bronkodilator. Obat ini tidak diminum atau disuntikkan ke penderita tetapi digunakan sebagai inhaler (dihirup).

TBC dapat mengganggu proses difusi oksigen karena timbulnya bintil-bintil kecil  pada alveolus yang disebabkan bakteri Myobacterium tunerculosis. Penderita  biasanya batuk berat, yang dapat disertai batuk darah dan badan menjadi kurus.

7. Pneumonia.

Infeksi bakteri Diplococcus pneumoniae menyebabkan penyakit pneumonia (radang  paru-paru atau radang dinding alveolus).

8. Radang.

Penyakit radang pada bronkus disebut bronchitis. Radang pada hidung disebut rintis. Radang disebelah atas rongga hidung disebut sinusitis. Radang pada laring disebut laryngitis, dan pada pleura disebut pleuritis. Adanya penyumbatan di rongga faring dan laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus (kejang otot) sering ditanggulangi dengan melakukan trakeostomi (melubangi trakea).

9. Tonsilitas.

Tonsilitas adalah peradangan pada tonsil (amandel), tonsil adalah kelompok jaringan limfoid yang terdapat di rongga mulut. Jika terjadi infeksi melalui mulut atau saluran  pernafasan, tonsil akan membengkak (radang). Pembengkakan tonsil dapat

menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.

10. Bronkitis. Terjadi karena peradangan bronkus.

11. Influenza.Disebabkan oleh virus yang menimbulkan radang pada selaput mukosa di saluran pernapasan.

2.8 Contoh Farmakoterasi Penyakit Sistem Pernapasan : Sinusitis ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan  bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan

gejala yang berat adalah di samping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah sinusitis subakut dengan gejala yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan2 . Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.55 Sinusitis

 bakteri dapat pula terjadi sepanjang tahun oleh karena sebab selain virus, yaitu adanya obstruksi oleh polip, alergi, berenang, benda asing, tumor dan infeksi gigi. Sebab lain adalah immunodefisiensi, abnormalitas sel darah putih dan bibir sumbing.

TANDA, DIAGNOSIS & PENYEBAB

Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah di area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam tinggi, sakit kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan, malaise.47 Penegakan diagnosis adalah melalui pemeriksaan klinis THT, aspirasi sinus yang dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 104 /ml koloni bakteri, pemeriksaan x-ray dan CT scan (untuk kasus kompleks). Sinusitis viral dibedakan dari sinusitis bakteri bila gejala menetap lebih dari 10 hari atau gejala memburuk setelah 5-7 hari. Selain itu sinusitis virus menghasilkan demam menyerupai sinusitis bakteri namun kualitas dan warna sekret hidung jernih dan cair.24 Sinusitis bakteri akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus saluran napas atas.25 Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus  pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi  pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan  bakteri anaerob dan S. aureus.

PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO

Penularan sinusitis adalah melalui kontak langsung dengan penderita melalui udara. Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran sinusitis, dianjurkan untuk memakai masker (penutup hidung), cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita. Faktor  predisposisi sinusitis adalah sebagai berikut :

• ISPA yang disebabkan oleh virus

• Rhinitis oleh karena alergi maupun non-alergi • Obstruksi nasal

• Pemakaian “nasogastric tube” KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul akibat sinusitis yang tidak tertangani dengan baik adalah : • Meningitis

• Septikemia

Sedangkan pada sinusitis kronik dapat terjadi kerusakan mukosa sinus, sehingga memerlukan tindakan operatif untuk menumbuhkan kembali mukosa yang sehat.

Resistensi yang terjadi pada sinusitis umumnya disebabkan oleh Streptococcus  pneumoniae yang menghasilkan enzim beta-laktamase, sehingga resisten terhadap penicillin, amoksisilin, maupun kotrimoksazol. Hal ini diatasi dengan memilih preparat amoksisilin-klavulanat atau fluoroquinolon.

TERAPI POKOK : Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari, kecuali bila menggunakan azitromisin. Secara rinci antibiotika yang dapat dipilih tertera  pada tabel 3.1. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotika dapat

diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang kompleks diperlukan tindakan operasi. TERAPI PENDUKUNG: Terapi pendukung terdiri dari pemberian analgesik dan dekongestan. Penggunaan antihistamin dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi 47, namun perlu diwaspadai bahwa antihistamin akan mengentalkan sekret. Pemakaian dekongestan topikal dapat mempermudah pengeluaran sekret, namun perlu diwaspadai bahwa  pemakaian lebih dari lima hari dapat menyebabkan penyumbatan berulang.

OUTCOME  Membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan mengeradikasi kuman.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pernapasan adalah pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. sistem pernapasan terdiri atas pernapasan Eksternal (luar) dan internal (dalam). Oksigen dari udara diambil dan dimasukan ke darah, kemudian di angkut ke  jaringan. Karbondioksida (CO2) di angkut oleh darah dari jaringan tubuh ke paru-paru dan

dinapaskan ke luar udara. Struktur organ atau bagian-bagian alat pernapasan pada manusia terdiri atas Rongga hidung, Faring (Rongga tekak), Laring (kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus dan Paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, E. C. (2007). Anantomy dan Fisiology untuk paramedis. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dr. Tambayong, Jan. 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Kedokteran EGC

MAKALAH FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

Dalam dokumen MAKALAH FSO Kelas 2D Farmasi (Halaman 28-40)

Dokumen terkait