• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FSO Kelas 2D Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH FSO Kelas 2D Farmasi"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MAKALAH

SISTEM PERNAPASAN SISTEM PERNAPASAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Farmakologi Sitem

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Farmakologi Sitem OrganOrgan

Farmasi 2-D Farmasi 2-D Anggota Kelompok : Anggota Kelompok :

Ai

Ai Cucu Cucu (31116151) (31116151) Amelia Amelia Maulidasari Maulidasari (31116152)(31116152) Anggin

Anggin Tiara Tiara L L (31116153) (31116153) Annisa Annisa Tresna Tresna A A (31116154)(31116154) Asyfa

Asyfa Aziz Aziz (31116155) (31116155) Candra Candra Agustin Agustin (31116156)(31116156) Cindy

Cindy Hermawati Hermawati (31116157) (31116157) Dede Dede Maulana Maulana S S (31116158)(31116158) Delita

Delita Retna Retna P P (31116159) (31116159) Dian Dian Arisnawati Arisnawati (31116160)(31116160) Dinia

Dinia Mutiara Mutiara A A (31116161) (31116161) Elin Elin Siti Siti S S (31116162)(31116162) Erma

Erma Nuralfiana Nuralfiana (31116163) (31116163) Farha Farha Lestari Lestari (31116164)(31116164) Fitrinalis (31116165) Fitrinalis (31116165)

PRODI S1 FARMASI PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA TASIKMALAYA

(2)
(3)

2017/2018 2017/2018

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Alloh SWT, karena rahmat dan karunia-Nya Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Alloh SWT, karena rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing kami.

khususnya kepada dosen pembimbing kami.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada tahap pembelajaran mahasiswa. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada tahap pembelajaran mahasiswa. Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca terlebih khususnya bagi penyusun.

terlebih khususnya bagi penyusun.

Kami menyadari sepeuhnya di dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak Kami menyadari sepeuhnya di dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan pemahaman kami dalam penyusunan makalah ini.

demi kesempurnaan pemahaman kami dalam penyusunan makalah ini.

Tasikmalaya, 25 April 2018 Tasikmalaya, 25 April 2018

Penyusun Penyusun

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

KATA

KATA PENGANTAR ...PENGANTAR ... . ii

DAFTAR

DAFTAR ISI...ISI... ii... ii

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar Latar Belakang Belakang ... 1.2

1.2 Rumusan Rumusan Masalah Masalah ... 1.3

1.3 Tujuan Tujuan ...

BAB II PEMBAHASAN BAB II PEMBAHASAN

2.1

2.1 Anatomi Anatomi Organ Organ Sistem Sistem PernafasaPernafasan ...n ... 2.2

2.2 Fisiologi Fisiologi Sistem Sistem Pernafasan Pernafasan ... 2.3

2.3 Mekanisme Mekanisme Sistem Sistem Pernapasan ...Pernapasan ... 2.4

2.4 Golongan Golongan Obat-Obat Obat-Obat Pada Pada Sistem Sistem Pernapasan Pernapasan ... 2.5

2.5 Efek Efek Terhadap Terhadap Organ Organ Saluran Saluran PernafasPernafasan an ... 2.6

2.6 Contoh Obat Contoh Obat Sistem Pernapasan Sistem Pernapasan Dan Dan Dosisnya ...Dosisnya ... 2.7

2.7 Penyakit Penyakit Sistem Sistem Pernapasan ...Pernapasan ... 2.8

2.8 Contoh Farmakoterasi Penyakit Contoh Farmakoterasi Penyakit Sistem Pernapasan Sistem Pernapasan : : Sinusitis .Sinusitis ...

BAB III PENUTUP BAB III PENUTUP

3.1

3.1 Kesimpulan Kesimpulan ...

DAFTAR

(5)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sungguh besar keangungan Tuhan Yang maha Esa, yang telah menciptakan system organ yang memungkinkan makhluk hidup menjalankan fungsinya, diantaranya pada sistem  pernapasan. Fungsi pernapasan akan bekerja sama dengan sistem transportasi agar proses

metabolisme pada tubuh dapat berjalan dengan baik. System respirasi atau pernapasan merupakan salah satu study terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia.

Sistem respirasi atau sistem pernapasan terdapat pada manuasia dan hewan (seperti; insekta, ikan, amfibi dan burung). Sedangkan sistem pernapasan pada manusia terjadi melalui saluran penghantar udara yaitu alat-alat pernapasan yang terdapat dalam tubuh, dimana masing-masing alat pernapasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk  pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk saluran

yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem  pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja Anatomi Organ Sistem Pernafasan?

1.2.2 Bagaimana fisiologi dan mekanisme Sistem Pernafasan?

1.2.3 Golongan Obat-Obat apa saja yang berperan dalam Sistem Pernapasan? 1.2.4 Apa penyakit yang menyerang Sistem Pernapasan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui Anatomi Organ Sistem Pernafasan

1.3.2 Memahami fisiologi dan mekanisme Sistem Pernafasan.

1.3.3 Mengetahui Golongan Obat-Obat yang berperan dalam Sistem Pernapasan. 1.3.4 Mengetahu penyakit yang menyerang Sistem Pernapasan dan cara

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Organ Sistem Pernafasan

a) Hidung

 Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu  bermuara ke dalam bagian yang dikenal dengan vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epithelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah,  bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender, semua sinus yang mempunyai lubang

masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi epithelium silinder dan sel epitel  berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lender. Sekresi sel itu membuat permukaan

nares basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan konka, selaput lender ini paling tebal. Tiga tulang kerang (konka) yang diseliputi epithelium pernapasan, yang menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lender tersebut. Sewaktu udara memasuki hidung, udara disaring oleh bulu bulu yang terdapat di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lender yang dilaluiny, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap. (Pearce, 2013)

Hidung menghubungkan lubang-lubang sinus udara parasalis yang masuk ke dalam rongga-rongga hidung, dan juga menghubungkan lubang-lubang nasolakrimal yang menyalurkan air mata dari mata ke dalam bagian bawah rongga nasalis, ke dalam hidung.

Rongga hidung sendiri berfungsi sebagai berikut :  Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.

 Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung  Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

(7)

 Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir atau hidung.

 b) Faring

faring terdiri dari 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.   Nasofaring

Adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal melalui dua naris internal (koana), yaitu :

 Dua tuba eustachius (auditorik) yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi kendang telinga.

 Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak didekat naris internal. Pembesaran pada adenoid dapat menghambat aliran darah.

c) Orofaring

Dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.

 Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah  palatum lunak.

 Amandel palatum terletak pada kedua sisi orofaring posterior

d) Laringofaring

Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk system respiratorik selanjutnya (Setiadi, 2007). Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring) dan dibelakang laring (faring-laringeal). Nares posterior adalah muara rongga-rongga hidung ke nasofaring.

e) Laring

Laring (tenggorok) terletak dibagian depan terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian versikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan

(8)

leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung digaris tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid , bentuknya seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya di sebelah belakang (ini dalah tulang satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan aritenoid yang menunjang disebelah belakang kikoid (Pearce, 2013).

f) Bronkus

Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus) dan  bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh  jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf (Syaifuddin, 2006).

g) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.

h) Bronkiolus terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang mempunyai kelenjar lendir dan silia).

i) Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara  pertukaran gas.

 j) Duktus alveolar dan sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.

(9)

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung  paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) (Syaifuddin, 2006).

Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus  pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5  buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus (Syaifuddin, 2006).

Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi  pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2006).

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang  berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru

dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006).

2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis (Syaifuddin, 2006).

(10)

a) Pernapaan paru

Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada  paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui

mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli  berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari  jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil  buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa  bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung (Syaifuddin, 2006). Empat proses yang  berhubungan dengan pernapasan pulmoner :

 Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

 Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.

 Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat, yang  bisa dicapai untuk semua bagian.

 Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah  berdifusi dari pada oksigen.

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih  banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru dan di paru- paru terjadi pernapasan eksterna (Syaifuddin, 2006).

 b) Pernapasan sel

a) Transpor gas paru-paru dan jaringan

Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari  pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah. Akan tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas

(11)

 pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali (Syaifuddin, 2006).

 b) Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik) hemoglobin (Syaifuddin, 2006).

Transpor oksigen melalui beberapa tahap (Pearce, 2007) yaitu :

a. Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.

 b. Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat  berdifusi masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial

oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg.

c. Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.

d. Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.

e. Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi

(12)

metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi.

c) Reaksi hemoglobin dan oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2. Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi (Syaifuddin, 2006).

d) Transpor karbondioksida

Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih  banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhydrase (berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma. Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui kapiler-kapiler jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa karbondioksida). Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2 (Syaifuddin, 2006

2.3 Mekanisme Sistem Pernapasan

Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup udara) dan ekpirasi (menghembuskan udara). Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh  perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan

di luar rongga dada lebih besar maka udara masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Pernapasan yang dilakukan menyediakan suplai udara segar secara terus menerus ke dalam membran alveoli. Keadaan ini terjadi melalui dua fase yaitu inspirasi dan ekspirasi. Kedua fase ini sangat tergantung pada karakter paru dan rongga torax. Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan energi maka inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk ke paru-paru, tekanan di dalam paruharus lebih rendah dari tekanan atmosfer. Tekanan yang rendah ini ditimbulkan

(13)

oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma dan m.intercosta. kontraksi ini menimbulkan pengembangan paru, meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan volume intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di dalam alveoli) dan  jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar ¼ dari 1% tekanan atmosfer, disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh dapat  bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai tekanan intrapulmonal seimbang kembali dengan

tekanan atmosfer.

Seperti halnya inspirasi, ekspirasi terjadi disebabkan oleh perubahan tekanan di dalam  paru. Pada saat diafragma dan m. intercostalis eksterna relaksasi, volume rongga thorax

menjadi menurun. Penurunan volume rongga thorax ini menyebabkan tekanan intrapulmoner menjadi meningkat sekitar 2 mmHg diatas tekanan atmosfer (tekanan atmosfer 760 mmHg  pada permukaan laut). Udara keluar meninggalkan paru-paru sampai tekanan di dalam paru kembali seimbang dengan tekanan atmosfer. Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang kuat dapat terjadi karena kontraksi yang kuat/aktif dari m.intercostalis interna dan m. abdominalis. Kontraksi m. abdominalis mengkompresi abdomen dan mendorong isi abdomen mendesak diafragma ke atas

a) Pernapasan dada

Proses inpirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus interkotalis (otot antartulang rusuk), sehingga menyebabkan terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembang menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-paru. Coba kamu  perhatikan bagan alir berikut ini

Sebaliknya, proses ekspirasi berlangsung pada saat muskulus interkostalis berelaksasi sehingga tulang rusuk turun kembali. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada menyempit dan paru-paru mengecil. Paru-paru yang mengecil menyebabkan tekanan udara dalam rongga

(14)

 paru-paru menjadi lebih tinggi dari tekanan udara luar, sehingga udara keluar dari paru-paru. Perhatikan bagan alir berikut mengenai proses ekspirasi pada pernapasan dada.

Untuk lebih jelas memahami mekanisme pernapasan dada, perhatikan dan pahami gambar berikut :

b) Pernapasan perut

Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan berkontraksinya otot diafragma, sehingga diafragma yang semula melengkung berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam paru-paru menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru. Perhatikan bagan alir di bawah ini

(15)

Proses ekspirasi terjadi pada saat otot diafragma berelaksasi, sehingga diafragma kembali melengkung. Keadaan melengkungnya diafragma mengakibatkan rongga dada dan  paru mengecil, tekanan udara dalam paru naik, sehingga udara keluar dari paru- paru. Perhatikan bagan alir proses ekspirasi pada pernapasan perut di bawah ini

Untuk lebih jelas memahami mekanisme pernapasan perut perhatikan dan pahami gambar berikut :

(16)

(Campbell et al,2003)

Pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida terjadi melalui proses difusi. Proses tersebut terjadi di alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses difusi berlangung sederhana, yaitu hanya dengan gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membrane sel dari konsentrasi tinggi atau tekanan tinggi ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah.

Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus. Di alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri paru-paru. Masuknya oksigen dari luar menyebabkan tekanan parsial oksigen (PO2) di alveolus lebih tinggi dibandingkan dengan PO2 di kapiler arteri paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke derah bertekanan rendah , oksigen akan bergerak dari alveolus menuju kapiler arteri paru-paru.

(17)

Oksigen di kapiler arteri diikat oleh eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai  jenuh. Makin tinggi tekanan parsial oksigen di alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh hemoglobin dalam darah. Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin akan membentuk oksihemogblobin.

Reaksi antara hemoglobin dan oksigen berlangsung secara reversible (bolak-balik) yang dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu suhu, pH, konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, serta tekanan parsial.

Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang kemudian akan  berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi. Di dalam sel-sel

tubuh atau jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk proses respirasi di dalam mitokondria sel. Semakin banyak oksigen yang digunakan oleh sel-sel tubuh, semakin banyak karbondioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut menyebabkan tekanan  parsial karbon dioksida atau PCO2 dalam sel-sel tubuh lebih tinggi dibandingkan PCO2 dalam

kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karena itu, karbon dioksida dapat berdifusi dari sel tubuh ke kapiler vena sel tubuh yang kemudian akan dibawa oleh eritrosit menuju paru. Di paru- paru terjadi difusi CO2  dari kapiler vena menuju alveolus. Proses tersebut terjadi karena tekanan parsial CO2  pada kapiler vena lebih tinggi daripada tekanan parsial CO2  dalam alveolu. Karbondioksida ahirnya akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.

2.4 Golongan Obat-Obat Pada Sistem Pernapasan

Jenis-jenis obat-obat respiratorik . Dapat dibedakan berdasarkan : a) Tujuan pemberian :

 Anti asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)  Obat anti batuk dan pilek

 Golongan dekongestan dan obat hidung lain

 b) Efek terhadap organ saluran pernafasan  Bronkodilator

 Anti inflamasi

 Penekan sekresi dan edema

1) Anti asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)

(18)

 beberapa golongan, yaitu :

a) Antialergika

Adalah zat  –   zat yang bekerja menstabilkan mastcell, hingga tidak pecah dan melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever). Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat.

Kromoglikat merupakan obat profilaksis dan tidak mempunyai kegunaan pada serangan akut. Kromoglikat mempunyai aksi antiinflamasi pada beberapa pasien (terutama anak-anak), tetapi tidak mungkin memperkirakan pasien mana yang akan mendapatkan manfaatnya. Kromoglikat harus diberikan secara teratur dan bisa membutuhkan waktu  beberapa minggu sebelum timbul efek yang menguntungkan. mekanisme kerja kromoglikat tidak jelas. kromoglikat mungkin bekerja dengan menurunkan sensitivitas saraf sensoris  bronkus, menghilangkan refleks lokal yang menstimulasi inflamasi .

 b) Bronchodilator

Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik sehingga memberikan efek bronkodilatasi. Termasuk kedalamnya adalah :

 Adrenergika

Khususnya β-2 simpatomimetika (β-2-mimetik), zat ini bekerja selektif terhadap reseptor β-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor β-1 (stimulasi jantung). Aktivitas adrenoseptor β merelaksasikan otot polos melalui peningkatan cAMP intraselular yang mengaktivasi suatu protein kinase. Kelompok β-2-mimetik seperti Salbutamol, Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol. Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah Efedrin, Isoprenalin, Adrenalin, dan lain-lain.

 Antikolinergika (Oksifenonium, Tiazinamium dan Ipratropium)

Dalam otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Bila reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik menjadi dominan, segingga terjadi penciutan bronchi. Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada

(19)

otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan, dengan efek  bronchodilatasi. Efek samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering, obstipasi,

sukar kencing, gangguan akomodasi. Efek samping dapat diperkecil dengan pemberian inhalasi.

 Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin dan Kolinteofinilat)

Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase dan meningkatkan kadar cAMP selular. Selain itu, Teofilin juga mencegah pengingkatan hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis.

Bekerja dengan menghalangi kerja enzim fosfodiesterase sehingga menghindari perusakan cAMP dalam sel, antagonis adenosin, stimulasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal, mengurang; konsentrasi Ca bebas di otot polos, menghalangi pembentukan prostaglandin, dan memperbaiki kontraktilitas diafragma.

Teofilin dalam kadar rendah dapat memblokir reseptor adenosine A. Pada konsentrasi terapi yang lebih tinggi akan terjadi penghambatan fosfodiesterase-kenaikan kadar cAMP. Reaksi-reaksi yang dicetuskan oleh cAMP sebagai ‘secondmessenger´ mengakibatkan relaksasi otot-otot bronchial dan penghambatan pengeluaran zat-zat mediator dari sel-sel mast dan granulosit.

Suatu kombinasi dengan simpatomlmetik mengakibatkan obat ini sudah efektif  bahkan pada dosis yang sangta rendah sehingga suatu desensibilisasi dari reseptor dapat

dicegah.

Arteriol dan pembuluh-pembuluh kapasitas akan mengalami dilatasi. Pada jantung, Teofilin bekerja inotrop positif dan kronotrop positif-pemakaian oksigen bertambah. Peningkatan volume sekuncup jantung dan dilatasi pembuluh ginjalmengakibatkan kenaikan filtrasi glomerular.

Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau gangguan fungsi hatidapat menyebabkan perubahan kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilindalamdarah dapat meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjutusia. Kadar teofilin dapat menurun pada perokok, pengkonsumsi alkohol, danobat-obatan yang meningkatkan metabolisme di hati.

(20)

Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah bronchokonstriksi. Banyak antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif. Antagonis yang mblok reseptor histamin H1 digunakan pada terapi alergi seperti demam hay, urtikaria, ruam akibat sensitivitas terhadap obat, pruritus, serta gigitan dan sengatan serangga.

d) Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Betametason)

Daya bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan reseptor β-2, melawan efek mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama pada serangan asma akibat infeksi virus atau bakteri. Penggunaan jangka lama hendaknya dihindari, berhubung efek sampingnya, yaitu osteoporosis, borok lambung, hipertensi dan diabetes. Efek samping dapat dikurangi dengan pemberian inhalasi.

e) Ekspektoransia (KI, NH4Cl, Bromheksin, Asetilsistein)

Efeknya mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat ini  berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.

Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran napas sehingga menurunkan viskositas lendir. Sedangkan Asetilsistein mekanismenya terhadap mukosa protein dengan melepaskan ikatan disulfida sehingga viskositas lendir  berkurang.

2) Obat Anti Batuk dan Pilek

Antitussiva (L . tussis = batuk) digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan dapat di bagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka ragam, yaitu :

1. Zat pelunak batuk (emolliensia, L . mollis = lunak ), yang memperlunak rangsangan  batuk, melumas tenggorokan agar tidak kering, dan melunakkan mukosa yang t eriritz.

Banyak digunakan syrup (thyme dan althea), zat-zat lender (infus carrageen)

2. Ekspoktoransia (L . ex = keluar, pectus = dada) : minyak terbang, gualakol, radix ipeca (dalam tablet / pelvis doveri) dan ammonium klorida (dalam obat batuk hitam)

(21)

zat-zat ini memperbanyak produksi dahak ( yang encer). Sehingga mempermudah  pengeluarannya dengan batuk.

3. Mukolotika : asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol, zat-zat ini berdaya merombak dan melarutkan dahak ( L . mucus = lender, lysis = melarutkan), sehingga viskositasnya dikurangi dan pengeluarannya dipermudah.

4. Zat pereda : kodein, naskapin, dekstometorfan, dan pentoksiverin (tucklase), obat-obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk kering yang mengelitik.

5. Antihistaminika : prometazin, oksomomazin, difenhidramin, dan alklorfeniaramin. Obat ini dapat menekan perasaan mengelitik di tenggorokan.

6. Anastetika local : pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan rangsangan batuk ke pusat batuk.

3) Golongan Dekongestan Dan Obat Hidung Lain Dekongestan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a)  Dekongestan Sistemik , seperti pseudoefedrin, efedrin. Dekongestan sistemik diberikan secaraoral (melalui mulut). Meskipun efeknya tidak secepat topikal tapi kelebihannya tidak mengiritasi hidung.

 Mekanisme kerja obat pseudoephedrine

 seudoephedrine bekerja langsung pada reseptor alpha dan, pada tingkat lebih rendah, reseptor beta-adrenergik. Melalui aksi langsung pada reseptor alfa-adrenergik pada mukosa saluran pernapasan, pseudoefedrin menghasilkan vasokonstriksi. Pseudoephedrine melemaskan otot polos bronkial dengan merangsang reseptor beta2-adrenergik. Seperti efedrin, pseudoefedrin melepaskan norepinefrin dari tempat  penyimpanan, efek tidak langsung. Ini adalah mekanisme utama dan langsung.  Noradrenalin pindahan dilepaskan ke sinaps saraf di mana ia bebas untuk

mengaktifkan reseptor adrenergik pasca-sinaptik.

 Aksi Langsung merangsang reseptor alfa-adrenergik mukosa pernapasan menyebabkan vasokonstriksi; langsung merangsang reseptor beta-adrenergik menyebabkan relaksasi bronkus, peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas.

(22)

 Mekanisme kerja ephedrin

Ephedrine adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis reseptor adrenergik. Aksi utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor , yang merupakan  bagian dari sistem saraf simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama. Pertama, efedrin mengaktifkanα-reseptor dan β-reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin secara tidak selektif. Kedua, efedrin juga dapat meningkatkan  pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.

Dengan mekanisme tersebut, efedrin digunakan untuk beberapa indikasi. Pertama,efedrin dapat digunakan untuk obat asma, sebagai bronkodilator  (pelega saluran nafas) karena ia bisa mengaktifkan reseptor beta adrenergik yang ada di saluran nafas. Pengobatan asma tradisional atau jaman dulu masih banyak menggunakan efedrin dalam racikannya, namun obat ini mulai banyak ditinggalkan karena efek sampingnya yang cukup  besar. Sifatnya yang tidak selektif di mana dapat mengaktifkan reseptor alfa adrenergik pada  pembuluh darah perifer dapat menyebabkan efek vasokonstriksi atau penciutan pembuluh

darah, yang bisa berakibat naiknya tekanan darah.

 Namun di sisi lain, efeknya sebagai vasokonstriktor ini juga digunakan sebagai mekanisme obat dekongestan (melegakan hidung tersumbat). Diketahui, ketika hidung tersumbat, terjadi pelebaran pembuluh darah pada pembuluh2 kapiler sekitar hidung. Karena itu, efedrin yang bersifat menciutkan pembuluh darah bisa berefek melegakan hidung tersumbat. Hal yang sama terjadi pada pseudo-efedrin.Namun karena pertimbangan keamanan, efedrin sudah jarang dipakai dalam komponen obat flu sebagai pelega hidung tersumbat. Sebaliknya, yang banyak digunakan adalah pseudoefedrin. Mekanisme aksi  pseudoefedrin mirip efedrin, tapi aktivitasnya pada beta-adrenergik lebih lemah.

Pseudoefedrin menunjukkan selektivitas yang lebih besar untuk reseptor adrenergik alfa yang terdapat pada mukosa hidung dan afinitas rendah pada reseptor adrenergik yang ada di sistem saraf pusat ketimbang efedrin.

 b)  Dekongestan Topikal , digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput lendir hidung. Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam, inhaler, tetes hidung atau semprot hidung.Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa digunakan yaitu oxymetazolin, xylometazolin yang merupakan derivat imidazolin.Karena efeknya dapat menyebabkan depresi Susunan saraf pusat bila

(23)

 banyak terabsorbsi terutama pada bayi dan anak-anak, maka sediaan ini tidak boleh untuk bayi dan anak-anak.

2.5 Efek Terhadap Organ Saluran Pernafasan 1) Antiinflamasi

Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu :

a. Golongan Steroid

Contoh : Hidrokortison, Deksametason, Prednisone  b. Golongan AINS (non steroid)

Contoh : Parasetamol, Aspirin,antalgin/Metampiron,AsamMefenamat, Ibuprofen

 No. Golongan Obat Mekanisme Kerja

1. Steroid Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam arakhidonat berarti tidak terbentuknya  prostaglandin.

2. AINS (Non Steroid) Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2 saja sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan

2) Penekan Sekresi Dan Edema

Furosemid adalah suatu diuretiks yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na pada jerat Henle : inhibis reabsorpi natrium dan klorida pada jerat henle menarik dan tubulus ginjal distal, mempengaruhi sistem kontraspor ikatan klorida, selanjutnya meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium

(24)

2.6 Contoh Obat Sistem Pernapasan Dan Dosisnya

a) Golongan antihistamin

Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamin (penghambatan saingan).

Contoh obatnya yaitu : 1. Loratadine

Loratadine adalah obat yang dapat mengobati gejala alergi, seperti bersin -bersin, ruam kulit, pilek, hidung tersumbat, dan mata berair akibat paparan alergen (misalnya debu, bulu hewan, atau gigitan serangga). Dosis pemberiannya yaitu: :

 Dosis lazim dewasa dan anak 12 tahun atau lebih 10 mg oral 1 x sehari atau 5 mg setiap 12 jam  Dosis lazim anak

Anak usia 2 –  5 tahun : 5 mg oral 1 x sehari.

Anak usia 6 tahun atau lebih : 10 mg 1 x sehari atau 5 mg setiap 12 jam 2. Cetirizin

Cetirizine adalah obat golongan antihistamin yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala-gejala alergi, sseperti pilek, hidung tersumbat, mata berair, bersin-bersin, rasa gatal  pada mata atau hidung, serta ruam pada kulit. Dosis pemberiannya yaitu :

 Dewasa

Cetirizine hcl 5 –  10 mg secara oral atau diminum sekali sehari

 Anak 6 bulan sampai 2 tahun: Cetirizine sirup 2,5 mg oral sekali sehari, 12  bulan ke atas dapat ditingkatkan sampai 2,5 mg secara oral dua kali sehari.  Anak 2-5 tahun

Cetirizine syrup 2.5 mg oral sekali sehari, dapat ditingkatkan sampai 5 mg / hari dalam 1 sampai 2 dosis terbagi.

 Anak 6 tahun atau lebih

Cetirizine hcl 5 sampai 10 mg secara oral atau dikunyah sehari sekali 3. Fexofenadin

Fexofenadine adalah obat yang digunakan untuk meredakan gejala alergi, seperti  bersin, gatal, mata berair, dan hidung berair atau tersumbat. Fexofenadine juga bermanfaat

(25)

untuk meredakan gejala alergi pada beberapa kondisi medis, antara la in yaitu rinitis alergi dan urtikaria atau biduran.

Dosis umum pemakaian fexofenadine untuk mengatasi rhinitis alergi pada orang dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun adalah tablet 120 mg sebanyak satu kali per hari. Sedangkan untuk anak-anak di bawah usia 6-11 tahun adalah tablet 30 mg dua kali per hari.

 b) Golongan Bronchodilator

Terdapat dua jenis golongan bronchodilator yaitu :

1. Adrenergik, contoh obatnya

1) Salbutamol

 Dosis

Dosis salbutamol yang standard untuk orang dewasa adalah 4 mg tiga atau empat kali sehari. Dosis untuk orang lanjut usia atau pasien yang terkenal sensitif terhadap produk ini: dimulai dengan 2 mg tiga atau empat kali sehari. Salbutamol sebaiknya tidak diberikan pada anak di  bawah 2 tahun.

 Dosis salbutamol untuk anak 2-6 tahun: 1-2 mg tiga atau empat kali sehari  Dosis salbutamol untuk anak 6-12 tahun: 2 mg tiga atau empat kali sehari  Dosis salbutamol untuk anak di atas usia 12 tahun: 2-4 mg tiga sampai empat

kali sehari

 Bentuk dan dosis sediaan salbutamol

 Solution 1 mg/mL; 2,5 mg/2,5 mL; ; 2 mg/mL; 5 mg/ 2,5 ml  Accuhaler 200 mg

 Tablet 2 mg; 4 mg

 Efek Samping

Reaksi alergi seperti pembengkakan pada wajah, bibir, tenggorokan atau lidah, pucat atau merah-merah yang tidak rata serta gatal parah, sulit bernapas, tekanan darah rendah, tidak

(26)

sadarkan diri. Nyeri pada dada, rahang atau bahu (yang dibarengi dengan napas pendek, merasa sakit)

2) Fenoterol  Dosis

 Dewasa

inhaler dosis rendah (100 mcg/dosis): 1 atau 2 kali tarik napas hingga 3-4 kali  penggunaan dalam sehari. Jika gejala belum teratasi, pasien dapat diberikan dosis

tinggi inhaler (200 mcg/dosis) pada 2 inhalasi sebanyak 3 kali sehari. Max: 1,6 g/24 jam.

 Melalui pembuluh darah

Dewasa: 1-3 mcg/menit melalui infus IV, dilanjutkan sampai kontraksi berhenti dan diikuti oleh meminum obat 5 mg setiap 3-6 jam.

 Dosis fenoterol untuk anak-anak Gangguan Saluran Napas Reversibel

 Anak: lebih dari 6 tahun

1 kali inhalasi 100 mcg 3 kali sehari. Inhaler dosis tinggi tidak dianjurkan untuk

 anak-anak kurang dari 16 tahun. Larutan semprot: hirup 0.5-1 mg, dapat diulang setiap 6 jam.

 Efek samping meliputi:

1. gemetaran pada otot atau tengkorak kepala 2.  jantung berdebar

3. detak jantung yang tidak normal 4. saraf menegang

5. sakit kepala

6. vasodilatasi di sekeliling tubuh 7. kram otot (kadang-kadang) 8.  batuk

9. iritasi lokal

(27)

11. berkeringat 12. tubuh lemas

c) Antikolinergik

1. Ipratropium Bromida  Indikasi:

 bronkospasme yang berkaitan dengan pada pasien yang diterapi dengan ipratropium dan salbutamol.

 Interaksi:

derivat xantin, stimulan adrenoseptor beta, antikolinergik, penghambat beta, beta adrenergik, penghambat MOA, antidepresan trisiklik, inhalasi hidrokarbon halogenasi.

 Kontraindikasi:

hipersensitif terhadap ipratropium, turunan atropin, obstruksi hipertropi kardiomiopati, takiaritmia.

 Dosis

 dewasa dan lansia

1 dosis UDV 3-4 kali sehari. Penderita obstruksi paru kronis yang memiliki kebiasaan merokok, dianjurkan konseling dengan dokter untuk menentukan dosis dan kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan jika tidak ada perbaikan pada

obstruksi paru kronis.

2. TIOTROPIUM BROMIDE  Indikasi

Terapi pemeliharaan obstruksi paru kronik termasuk bronchitis dan emfisema kronik dan dispnea yang menyertainya.

 Interaksi

Antikolinergik digunakan bersamaan dalam waktu lama, t idak direkomendasikan.  Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap atropin atau derivatnya atau komponen penyusun produk.  Efek Samping

Dehidrasi, pusing, sakit kepala, insomnia, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokular, glaukoma, takikardi, palpitasi, takikardi supraventikular, atrial fibrilasi,

(28)

 bronkospasme, epistaksis, laringitis, faringitis, sinusitis, disfonia, batuk, obstruksi intestinal, stomatitis, gingivitis, glositis, kandidiasis orofaringeal, refluks gastroesofagal, disfagia, konstipasi, mulutkering, mual, karies gigi, reaksi hipersensitivitas, udema angioneurotik, urtikaria, pruritus, kulit kering, ruam kulit, pembengkakan sendi, retensi urin, disuria.

 Dosis

 Dewasa (termasuk lansia)

1 kali sehari satu kapsul untuk inhalasi (22,5 mcg tiotropium bromide setara

dengan18 mcg tiotropium), tidak boleh ditelan, tidak boleh digunakan lebih dari 1 kali sehari.

3. Derivat Xantin  Contoh obat

1) Aminophylline 200 Mg Inf

Kandungan : Tiap tablet mengandung aminofilina 200 mg.  Cara Kerja :

Aminofilina merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek bronkodilator dengan jalan melemaskan otot polos bronkus

 Indikasi

Untuk meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.  Dosis

 Dewasa

1 tablet 3 kali sehari.

 Anak-anak 6 –  12 tahun : ½ tablet 3 kali sehari. Atau menurut petunjuk dokter.

 Efek Samping :

Gastrointestinal, misalnya : mual, muntah, diare, Susunan saraf pusat, misalnya : sakit kepala, insomnia, Kardiovaskuler, misalnya : palpitasi, takikardi, aritmia, ventrikuler, Pernafasan, misalnya : tachypnea, Rash, hiperglikemia.

4. TEOFILIN  Indikasi

(29)

 Peringatan

Penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak l ambung, gangguan fungsi hati (kurangi dosis, lihat Lampiran 2), epilepsi, kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui (lihat Lampiran 5), lansia, demam, hindari pada porfiria.

 Efek Samping:

Takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang lain, sakit kepala,

stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama bila diberikan melalui injeksi intravena cepat.

 Dosis

 Dewasa

130-150 mg, jika diperlukan dapat dinaikkan menjadi 2 kalinya.

 Anak: 6-12 tahun

65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali sehari sesudah makan.  Tablet lepas lambat

 1 tablet per hari tergantung respons masing-masing dan fungsi pernafasan

5. Golongan Kortikosteroid 1) Hidrokortison

 Dosis:

 Oral terapi pengganti

20 - 30 mg/hari dalam dosis terbagi  Anak

10 - 30 mg.

 Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus

100 -500 mg, 3-3 kali dosis terbagi dalam 24 jam atau sesuai kebutuhan

 Aanak dengan injeksi intravena sampai dengan umur 1 tahun 25 mg, umur 1-5 tahun

50 mg, umur 6-12 tahun 100 mg.

2) Prednison  Dosis:

Berikut ini adalah dosis prednison dalam bentuk tablet yang umumnya diberikan oleh dokter untuk orang dewasa dan anak-anak:

(30)

Kondisi Dosis

Pneumonia  Pneumocystis (carinii) jirovecii (sebagai terapi tambahan)

Dewasa: 40 mg satu kali sehari selama 5-10 hari. Dosis dapat diturunkan menjadi 20mg untuk 11 hari berikutnya hingga infeksi hilang.Anak-anak: 1mg/kg satu kali sehari selama 5-10 hari. Dosis dapat diturunkan menjadi 0.5 mg/kg untuk 11-21 hari  berikutnya.

Penyakit paru-paru (termasuk tuberkulosis)

Dewasa: 40-60 mg/hari, dengan dosis yang akan dikurangi setelah 4-8 minggu kemudian.

Asma akut

Dewasa: 40-60mg satu atau dua kali sehari selama 3-10 hari atau lebih.Anak-anak usia 0-11 tahun: 1-2mg/kg per hari selama 3-10 hari. Dosis maksimal per hari adalah 60mg.

Alergi

Dewasa: 30mg pada hari pertama, kemudian dikurangi hingga 5mg setiap harinya hingga mencapai konsumsi 21 tablet.

ultiple sclerosis

Dewasa: 200mg/hari selama seminggu, dilanjutkan dengan 80mg tiap 2 hari sekali selama sebulan.

 Rheumatoid arthritis

Dewasa: 10mg/hari. Dosis akan disesuaikan sesuai keparahan kondisi pasien.

Penyakit persendian dan otot Dewasa:1-2mg/kg per hari.

3) Deksametason

 Dosis

 Dosis dexamethasone tergantung pada penyakit atau gejala yang ditangani. Umumnya, dosis awal yang akan diresepkan dokter berada di antara 0.75-9

(31)

mg per harinya. Perlu diketahui bahwa dosis dexamethasone juga akan disesuaikan dengan perkembangan penyakit atau gejala dan respons tubuh  pasien terhadap obat ini. Untuk anak-anak, berat badan menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan dosis obat. Untuk informasi lebih lengkap, tanyakan pada dokter.

4) Betametason  Dosis:

 Oral

Umum 0,5 - 5 mg/hari

 Dewasa dan anak di atas 12 tahun

500 mcg dilarutkan dalam 20 mL air dan dibilas sekitar mulut 4 kali sehari, tidak ditelan. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus, 4 -20mg, diulangi sampai 4 kali dalam 24 jam

 Anak melalui injeksi intravena lambat, sampai umur 1 tahun 1 mg, umur 1-5 tahun 2 mg, umur 6-12 tahun 4 mg, diulangi sampai 4 kali dalam 24 jam disesuaikan dengan respon.

6. Golongan Ekspektoransia 1) KI (Kalium iodida)  Dosis

  batuk oral 3dd 0,5-1 g, maksimal 6 g sehari. Bagi pasien yang tidak boleh diberikan kalium, obat ini dapat diganti dengan natrium iodida dengan khasiat yang sama.

2). NH4Cl (Amonium klorida)  Dosis

 Oral 3-4 dd 100-150 mg, maksimal 3 g seharinya

3).Bromheksin  Dosis

 Oral diminum saat perut kosong (1 jam sebelum  –   2 jam sesudah makan). Tablet 8 mg atau sirup 4 mg/5mL:

(32)

 Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10 mL sirup 3 kali sehari,  anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari,

 anak 2-5 tahun: 1/2tablet atau 5 mL sirup 2 kali sehari.

 Cairan injeksi 4 mg/2 mL: 1 ampul (waktu pemberian 2-3 menit) sebanyak 2-3 kali sehari, dapat diberikan sebagai cairan infus intravena bersama glukosa, fruktosa, garam fisiologis, dan larutan ringer.

4). Asetilsistein

Dosis Asetilsistein yang dapat digunakan di antaranya:

 Dosis Asetilsistein inhalasi untuk mukolitik pada dewasa: penggunaan larutan Asetilsistein 10% sebanyak 6-10 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL setiap 2-6 jam bila perlu. Bila menggunakan larutan Asetilsistein 20% dapat digunakan sebanyak 3-5 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 1-10 mL setiap 2-6 jam bila perlu.

 Dosis Asetilsistein inhalasi untuk mukolitik pada anak : penggunaan larutan Asetilsistein 10% sebanyak 6-10 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL setiap 2-6 jam bila perlu. Bila menggunakan larutan Asetilsistein 20% dapat digunakan sebanyak 3-5 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 1-10 mL setiap 2-6 jam bila perlu.

 Dosis Asetilsistein inhalasi endotrakeal untuk mukolitik pada pasien dewasa dengan trakeostomi: penggunaan larutan Asetilsistein 10% atau 20% sebanyak 1-2 mL setiap jam.

 Dosis Asetilsistein inhalasi endotrakeal untuk mukolitik pada pasien anak dengan trakeostomi: penggunaan larutan Asetilsistein 10% atau 20% sebanyak 1-2 mL setiap jam.

 Dosis Asetilsistein oral untuk mukolitik pada pasien dewasa: Dosis tablet/kapsul granul/tableteffervescent : 600 mg 1x sehari atau 200mg 3x sehari.

 Dosis Asetilsistein oral untuk mukolitik pada pasien anak: untuk anak usia 1  bulan sampai usia < 2 tahun: 100 mg 2x sehari; untuk anak usia 2-7 tahun: 200 mg 1x

sehari; untuk anak usia > 7 tahun: 600 mg 1x sehari atau 200 mg 3x sehari.

 Dosis Asetilsistein untuk keracunan parasetamol pada dewasa secara intravena: Dosis awal yang diberikan adalah 150 mg/kgBB (maksimal 16,5 g) yang dilarutkan dalam 200 mL cairan infus selama 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50

(33)

mg/kgBB (maksimal 5,5 g) yang dilarutkan dalam 500 mL cairan infus dan diberikan dalam waktu 4 jam, kemudian dosis lanjutan berikutnya adalah 100 mg/kgBB (maksimal 11 g) yang dilarutkan dalam 1L cairan infuse dan diberikan dalam waktu 16 jam.

 Dosis Asetilsistein untuk keracunan parasetamol pada anak secara intravena: Untuk anak dengan berat badan <20 kg: Dosis awalan yang diberikan adalah 150 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infuse sebanyak 3 mL/kgBB dan diberikan dalam waktu 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 7 ml/kgBB selama 4 jam, kemudian dosis lanjutan  berikutnya adalah 100 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 14 mL/kgBB dan diberikan selama 16 jam. Untuk anak dengan berat badan 20  –  40 kg: Dosis awalan yang diberikan adalah 150 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infuse sebanyak 100 mL dan diberikan dalam waktu 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 250 mL selama 4 jam, kemudian dosis lanjutan berikutnya adalah 100 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 500 mL dan diberikan selama 16 jam. Untuk anak dengan berat badan > 40 kg dosis yang diberikan sama seperti dewasa.

 Dosis Asetilsistein untuk keracunan paracetamol pada dewasa secara oral: Dosis awal 150 mg/kgBB, diikuti dengan dosis lanjutan 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 70 dosis.

 Dosis Asetilsistein untuk keracunan paracetamol pada anak secara oral: Dosis awal 150 mg/kgBB, diikuti dengan dosis lanjutan 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 70 dosis.

 Penggunaan Asetilsistein untuk tetes mata pada sindrom mata kering dewasa yang disebabkan oleh produksi cairan mata yang abnormal: Menggunakan larutan Asetilsistein 5% 1-2 tetes pada mata yang sakit 3-4 x sehari.

2.7 Penyakit Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan dapat mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kuman, polusi udara atau faktor keturunan (genetik).

(34)

Berkurangnya hemoglobin dalam darah akan menghambat proses penyampaian oksigen ke dalam sel tubuh. Berkurangnya hemoglobin dapat disebabkan oleh anemia atau pendarahan berat.

2. Keracunan gas CN (sianida) dan atau CO (karbon monoksida).

Keracunan gas-gas ini mengganggu proses pengikatan O2 oleh darah karena gas CO dan CN memiliki daya ikat jauh lebih kuat terhadap hemoglobin dari pada daya ikat oksigen. Jika 70%-80% hemoglobin dalam darah mengikat CO dan membentuk HbCO maka akan menyebabkan kematian. Gangguan pengangkutan oksigen ke sel tubuh/jaringan tubuh disebut asfiksi.

3. Kanker paru-paru.

Penyakit ini daapt dipicu oleh polusi udara dan polusi asap rokok yang mengandung hidrokarbon termasuk benzopiren. Kanker paru-paru menyebabkan paru-paru rusak dan tidak berfungsi lagi.

4. Emfisema.

Penyakit paru-paru degeneratif ini terjadi karena jaringan paru-paru kehilangan elastisitasnya akibatnya gangguan jaringan elastik dan kerusakan dinding di antara alveoli. Pada amfisema stadium lanjut, inspirasi dan ekspirasi terganggu dan beban  pernapasan meningkat sehingga timbul komplikasi seperti hipertensi pulmonal atau  pembesaran jantung yang diikuti gagal jantung. Emfisema umumnya disebabkan oleh

kebiasaan merokok, polusi asap rokok dan polusi udara.

5. Asma.

Penyakit ini terjadi karena penyempitan saluran pernapasan. Asma ditandai dengan mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada secara berkala atau kronis. Penyempitan saluran pernapasan dapat disebabkan oleh hal berikut: (a) Sumbatan  jalan napas yang sebagian reversible; (b) Radang jalan napas sehingga merusak sel

epitel saluran napas; (c) Reaksi yang berlebihan pada jalan napas terhadap berbagai rangsang, misalnya reaksi alergi. Serangan asma biasanya lebih berat saat malam dan dini hari, karena pada saat itu terjadi penyempitan pada bronkus akibat udara dingin. Penderita asma biasanya diobati dengan obat-obatan yang disebut bronkodilator. Obat ini tidak diminum atau disuntikkan ke penderita tetapi digunakan sebagai inhaler (dihirup).

(35)

TBC dapat mengganggu proses difusi oksigen karena timbulnya bintil-bintil kecil  pada alveolus yang disebabkan bakteri Myobacterium tunerculosis. Penderita  biasanya batuk berat, yang dapat disertai batuk darah dan badan menjadi kurus.

7. Pneumonia.

Infeksi bakteri Diplococcus pneumoniaemenyebabkan penyakit pneumonia (radang  paru-paru atau radang dinding alveolus).

8. Radang.

Penyakit radang pada bronkus disebut bronchitis. Radang pada hidung disebut rintis. Radang disebelah atas rongga hidung disebut sinusitis. Radang pada laring disebut laryngitis, dan pada pleura disebut pleuritis. Adanya penyumbatan di rongga faring dan laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus (kejang otot) sering ditanggulangi dengan melakukan trakeostomi (melubangi trakea).

9. Tonsilitas.

Tonsilitas adalah peradangan pada tonsil (amandel), tonsil adalah kelompok jaringan limfoid yang terdapat di rongga mulut. Jika terjadi infeksi melalui mulut atau saluran  pernafasan, tonsil akan membengkak (radang). Pembengkakan tonsil dapat

menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.

10. Bronkitis. Terjadi karena peradangan bronkus.

11. Influenza.Disebabkan oleh virus yang menimbulkan radang pada selaput mukosa di saluran pernapasan.

2.8 Contoh Farmakoterasi Penyakit Sistem Pernapasan : Sinusitis ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan  bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan

gejala yang berat adalah di samping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah sinusitis subakut dengan gejala yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan2 . Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.55 Sinusitis

(36)

 bakteri dapat pula terjadi sepanjang tahun oleh karena sebab selain virus, yaitu adanya obstruksi oleh polip, alergi, berenang, benda asing, tumor dan infeksi gigi. Sebab lain adalah immunodefisiensi, abnormalitas sel darah putih dan bibir sumbing.

TANDA, DIAGNOSIS & PENYEBAB

Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah di area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam tinggi, sakit kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan, malaise.47 Penegakan diagnosis adalah melalui pemeriksaan klinis THT, aspirasi sinus yang dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 104 /ml koloni bakteri, pemeriksaan x-ray dan CT scan (untuk kasus kompleks). Sinusitis viral dibedakan dari sinusitis bakteri bila gejala menetap lebih dari 10 hari atau gejala memburuk setelah 5-7 hari. Selain itu sinusitis virus menghasilkan demam menyerupai sinusitis bakteri namun kualitas dan warna sekret hidung jernih dan cair.24 Sinusitis bakteri akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus saluran napas atas.25 Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus  pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi  pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan  bakteri anaerob dan S. aureus.

PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO

Penularan sinusitis adalah melalui kontak langsung dengan penderita melalui udara. Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran sinusitis, dianjurkan untuk memakai masker (penutup hidung), cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita. Faktor  predisposisi sinusitis adalah sebagai berikut :

• ISPA yang disebabkan oleh virus

• Rhinitis oleh karena alergi maupun non-alergi • Obstruksi nasal

• Pemakaian “nasogastric tube” KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul akibat sinusitis yang tidak tertangani dengan baik adalah : • Meningitis

• Septikemia

Sedangkan pada sinusitis kronik dapat terjadi kerusakan mukosa sinus, sehingga memerlukan tindakan operatif untuk menumbuhkan kembali mukosa yang sehat.

(37)

Resistensi yang terjadi pada sinusitis umumnya disebabkan oleh Streptococcus  pneumoniae yang menghasilkan enzim beta-laktamase, sehingga resisten terhadap penicillin, amoksisilin, maupun kotrimoksazol. Hal ini diatasi dengan memilih preparat amoksisilin-klavulanat atau fluoroquinolon.

(38)

TERAPI POKOK : Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari, kecuali bila menggunakan azitromisin. Secara rinci antibiotika yang dapat dipilih tertera  pada tabel 3.1. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotika dapat

diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang kompleks diperlukan tindakan operasi. TERAPI PENDUKUNG: Terapi pendukung terdiri dari pemberian analgesik dan dekongestan. Penggunaan antihistamin dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi 47, namun perlu diwaspadai bahwa antihistamin akan mengentalkan sekret. Pemakaian dekongestan topikal dapat mempermudah pengeluaran sekret, namun perlu diwaspadai bahwa  pemakaian lebih dari lima hari dapat menyebabkan penyumbatan berulang.

OUTCOME  Membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan mengeradikasi kuman.

(39)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pernapasan adalah pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. sistem pernapasan terdiri atas pernapasan Eksternal (luar) dan internal (dalam). Oksigen dari udara diambil dan dimasukan ke darah, kemudian di angkut ke  jaringan. Karbondioksida (CO2) di angkut oleh darah dari jaringan tubuh ke paru-paru dan

dinapaskan ke luar udara. Struktur organ atau bagian-bagian alat pernapasan pada manusia terdiri atas Rongga hidung, Faring (Rongga tekak), Laring (kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus dan Paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, E. C. (2007). Anantomy dan Fisiology untuk paramedis. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dr. Tambayong, Jan. 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Kedokteran EGC

(40)

MAKALAH FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

(SISTEM PENCERNAAN)

 Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah farmakolog i sistem organ

Disusun Oleh : Kelompok 2

 Gema Nurahman (31116166)

 Gilang Armanthio T (31116167)

 Gina Nurfaridah (31116168)

 Hanuf Hais Nurhasanah (31116169)  Hilman Fitriaji S.P (31116170)  Ilham Nanda Raudoh (31116171)  Kintan Sri Komala Dewi (31116163)

 Lia meliana (31116174)

 Mediana (31116175)

 Mohamad Zaki Jauhari (31116176)  Muhammad Azis Abdilah (31116177)   Neneng Nur Asyifa (31116178)

  Nita Agustiani (31116179)

  Nuriawati (31116180)

 Osa Ladifa (31116181)

 Ratna Anggraeni (31116182)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA 2018

(41)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat  beserta lindungan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, secara khusus

makalah ini membahas tentang “Sistem Pencernaan”

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas perkuliahan, serta membantu proses pembelajaran kami di STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak menghadapi hambatan, namun berkat do’a, pengarahan, bantuan, kerja keras dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat

terselesaikan.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh

karena itu, kami harapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan makal ah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Tasikmalaya, 26 April 2018

(42)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 1 1.3 Tujuan ... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ... 2 2.2 Penggolongan Obat-obat Sistem Pencernaan ... 5 2.3 Anatomi Fisiologi Sistem Organ Pencernaan ... 10 2.4 Mekanisme Kerja Sistem Pencernaan ... 20 2.5 Obat - obat Gangguan Sistem Pencernaan ... 25 2.6 Contoh obat dari masing-masing golongan obat sistem pencernaan... 30 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ... 39 DAFTAR PUSTAKA

(43)

BAB I

PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang

Setiap mahluk hidup pasti membutuhkan makanan dan memili ki system pencernaan sesuai denga kebutuhan hidupnya. Makanan di butuhkan mahluk hidup untuk tetap bertahan hidup dan untuk melanjutkan keturunan. Makanan setiap jenis mahluk hidup berbeda-beda, dari bahan organic maupun non organic, seperti planton ataupun unsure hara. Oleh karena itu mahluk hidup ada yang dapat membut makanannya sendiri (autrotof) seperti tumbuhan hijau dan euglena, dan ada yang tidak bisa membuat makanannya sendiri(heterotof) seperti

manusia dan hewan.

Sebagian besar hewan tidak dapat membuat makanannya sendiri, sehingga ada yang di sebut dengan hewan pemakan tumbuhan(herbivora), hewan pemakan daging(karnivora), dan hewan pemakan daging dan tumbuhan(omnivora). Berdasarkan hal ter sebut system  pencernaan makanan pada hewan pun berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan dan tempat

hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pencernaan?

2. Bagaimana proses mekanisme kerja dari sistem pencernaan?

3. Apa saja golongan obat sistem pencernaan dan bagaimana mekanisme kerja, efek samping, serta interaksi yang terjadi dari golongan obat-obat tersebut?

4. Apa saja contoh obat dari masing-masing golongan tersebut?

1.3 Tujuan

(44)

1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari sistem pencernaan. 2. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari sistem pencernaan.

3. Untuk mengetahui golongan obat apa saja yang digunakan untuk sistem  pencernaan serta bagaimana mekanisme, efek samping dan interaksinya.

4. Untuk mengetahui contoh-contoh obat dari masing-masing golongan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pengertian

Sistem pencernaan berurutan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diproses oleh tubuh. Makanan dalam arti “Biologis” adalah tiap zat atau bahan yang dapat digunakan dalam metabolisme guna memperoleh bahan-bahan untuk membangun atau memperoleh tenaga (Energi) bagi sel. Untuk dapat digunakan dalam metabolism, maka makanan itu harus ke dalam sel (Irianto,kus.2005).

Fungsi utama system pencernaan adalah menyediakan zat nutrisi yang sudah dicerna secara berkesinambungan untuk didistribusikan kedalam sel melalui sirkulasi dengan unsure –  unsure air, elektrolit, dan zat gizi. Sebelum zat ini diserap oleh tubuh, makanan harus bergerak sepanjang saluran pencernaan( Syafuddin. 2009 ).

Sistem pencernaan makanan dimulai didalam mulut dimana makanan dihaluskan sambil diaduk dengan ludah yang mengandung suatu enzim amilas e yaitu ptialin, yang  berfungsi menguraikan karbohidrat. Setelah itu ditelan dan adukan dilanjutkan dengan

gerakan peristaltik ke lambung dengan bantuan getah lambung yang terdiri dari asam lambung dan pepsin, yaitu suatu enzim proteolitik yang disekresi oleh selaput lendir lambung. Pencernaan dilanjutkan didalam usus yang dibantu oleh enzim-enzim

 pencernaan yang dihasilkan oleh pancreas dan mukosa usus. Setelah terbentuk zat-zat gizi yang sangat halus dan mudah diserap oleh tubuh maka sisa makanan masuk ke usus  besar dan diolah oleh flora normal usus hingga siap untuk dibuang. Di seluruh lambung

usus inilah dapat timbul pelbagai gangguan penyakit baik yang disebabkan oleh

terganggunya produksi enzim pencernaan maupun yang disebabkan oleh infeksiinfeksi usus oleh kuman dan cacing.

Proses pencernaan dibagi menjad dua yaitu : 1. Pencernaan mekanis

Referensi

Dokumen terkait

(Kompilasi Hukum Islam) Mengenai alasan-alasan perceraian diatur juga dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Berdasarkan uraian mengenai tema-tema yang berhubungan dengan keselamatan dalam surat-surat Paulus, khususnya yang bersumber dari pemikiran pakar dalam NPP maka

hanya terbatas pada perusahaan sektor keuangan sub sektor perbankan saja. 2) Penelitian ini hanya menggunakan dua variabel independen dari sisi leverage saja, padahal

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Sedangkan fungsi sosialisasi merupakan fungsi keluarga untuk mengembangkan. dan tempat melatih

Tidak membutuhkan cahaya matahari, tetapi tidak dapat berlangsung jika belum terjadi siklus terang karena energi yang dipakai berasal dari reaksi terang.. Ada

Dapat memberikan sumbangan ilmu tentang hubungan tingkat stres dengan strategi koping pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis juga diharapkan

Rendemen sisa (reject) terendah yang diperoleh pada konsentrasi soda kaustik tertinggi (Gambar 1) menunjukkan semakin banyak bahan pemasak tersebut akan