• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENDAHULUAN PEMBUATAN PULP KAYU PINUS (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) DENGAN PROSES ALKALIN-ETANOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENDAHULUAN PEMBUATAN PULP KAYU PINUS (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) DENGAN PROSES ALKALIN-ETANOL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Proceeeding MAPEKI VII, Makassar 5-6 Agustus 2004

STUDI PENDAHULUAN PEMBUATAN PULP KAYU PINUS (Pinus merkusii Jungh.

et de Vriese) DENGAN PROSES ALKALIN-ETANOL

(Preliminary study of pine (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) wood pulping through

alkaline-ethanol process)

Ganis Lukmandaru, Tomy Listyanto, Sri Nugroho Marsoem, Andri Setyawan, dan Andrian Fernandes

Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Alkaline pulping is the dominant chemical pulping process today, but it has some serious shortcomings : air and water pollution and the high investment costs. In recent years, the search for pulping processes has led to the development of several organosolv methods capable of producing pulps with properties near those of kraft pulps. In this study, the possibility of ethanol as pulping liquor has been evaluated through alkaline-ethanol process. Materials used in this study where 25-year-old pinus trees. The objective of this study was to find out the optimum concentrations of ccoking agents in pinus pulping. The alkaline-ethanol process has 2 factors, i.e. ethanol concentrations (40%, 50%, 60%, v% based on pulping liquor) and caustic soda concentrations (20%, 25%, 30%, w% based on ovendrywood). The research findings revealed that the average values of screened yield and reject were ranged from 43.67 % – 69.55 % and 0.59 % - 16.49 %, respectively. The average values of kappa number and solubility in 1% caustic soda were ranged from 28.9 – 37.4 and 13.0 % - 35.24 %, respectively. Ethanol concentrations had no significant effect on screened yield, reject, and kappa number but gave interaction with caustic soda concentrations. Ethanol concentration of 40% and caustic soda concentrations o f 30% gained the best results.

Keywords: organosolv, alkaline-ethanol process, pulp, Pinus merkusii, liquor concentration

I. PENDAHULUAN

Pulping kraft alkalin merupakan proses pulping kimia yang dominan sekarang ini tetapi mempunyai beberapa kelemahan serius. Proses tersebut menghasilkan polusi air dan udara juga biaya investasi yang tinggi. Polusi udara kebanyakan disebabkan pelepasan senyawa sulfur organik dan partikel-partikel debu. Sumber utama polusi air dalam proses kraft adalah aliran air buangan (effluent) dari pemutihan pulp yang mengandung komponen-komponen klorin organik. Permasalahan yang berhubungan dengan pulping kraft telah sebagian terpecahkan dengan menggunakan delignifikasi berlanjut, delignifikasi dengan oksigen, substitusi klorin dioksid dan pemutihan non klorin untuk meminimalkan penggunaan

klorin dalam pemutihan pulp. Permasalahan bau dari pabrik kraft tidak dapat secara total dihilangkan tetapi penghilangan sebagian dari emisi bau dapat dilakukan dengan membakar komponen sulfur dengan menyerapnya menjadi alkalin atau larutan polythionat (Muurinen 2003). Selain memperbaiki efisiensi proses sulfat itu sendiri, penelitian diarahkan dengan pemasakan tanpa sulfur yaitu pemasakan dengan menggunakan pelarut organik atau proses organosolv. Tujuan pengembangan proses baru tersebut adalah menciptakan unit produksi yang lebih murah dan lebih kecil, mengurangi dampak terhadap terhadap lingkungan dan konsumsi energi. Pada tahun 1980-an diperkenalkan metoda alkalin – etanol sebagai alternatif pengganti proses sulfat (Marton & Granzow 1982). Penelitian

(2)

Proceeeding MAPEKI VII, Makassar 5-6 Agustus 2004

dilakukan pada pinus Chihuahua (Martinez & Sanjuan 1993) maupun Acacia confusa dan

Alnusa formosana (Wang & Tseng 1993) serta

beberapa spesies non-kayu (El-Sakhawy et al. 1995; Kulkarni et al. 1994; Shatalov & Pereira 2002) dengan hasil yang mendekati pulp konvensional.. Selain itu, proses ini juga mampu mengurangi konsumsi energi khususnya memperpendek waktu pemasakan. Untuk mengetahui efektivitas proses tersebut maka perlu dilakukan penelitian terhadap kayu-kayu di Indonesia.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari kombinasi faktor bahan pemasak yang tepat pada spesies Pinus merkusii, yang merupakan penghasil serat panjang yang utama di Indonesia. Kombinasi faktor yang optimal dalam pemasakan akan menghasilkan pulp dengan rendemen dan kualitas tertinggi.

II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan penelitian yang digunakan adalah dua pohon pinus umur 25 tahun dari Katerban, Kulonprogo. Bahan kimia pemasak adalah soda kaustik (NaOH), etanol, dan sodium sulfida (Na2S) serta bahan kimia penguji bilangan kappa : aquades, asam sulfat (H2SO4) 4 N, kalium permanganat(KMnO4) 0,1 N, kalium iodida (KI) 10%, natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0,2 N, dan indikator kanji 0,2%.

Serpih pinus dibuat dengan ukuran 3

alkalin-etanol dan sulfat sebagai kontrol. Pemasakan dengan proses alkalin-etanol dilakukan pada serpih sebanyak 300 gr BKT dengan perbandingan larutan dan serpih 5 : 1, pada suhu maksimum 150 OC dengan waktu 2 jam untuk mencapai suhu maksimum dan 2 jam dipertahankan pada suhu maksimum. Faktor dalam penelitian adalah dari bahan pemasaknya yaitu konsentrasi etanol dalam 3 aras yaitu 40 %, 50 %, 60 % dan konsentrasi soda kaustik dalam 3 aras yaitu 20 %, 25 %, 30 %. Pemasakan proses sulfat sebagai kontrol percobaan dilakukan dengan ratio serpih dan larutan 1 : 4, konsentrasi alkali aktif 17 %, sulfiditas 25 %, suhu maksimum 170 0C, waktu menuju suhu maksimum 2 jam, waktu pada suhu maksimum 2 jam.

Pulp yang dihasilkan diukur rendemen tersaringnya, rendemen sisa, bilangan kappa, dan kelarutan dalam soda kaustik 1 % mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI). Rancangan percobaan adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial. Analisis data menggunakan analisis varian dan uji lanjut beda nyata jujur (Tukey).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rerata hasil pengujian pinus dengan proses alkalin-etanol dan sulfat disajikan pada Tabel 1 sedangkan analisis keragamannya disarikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Nilai rata-rata hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol dan sulfat

Kons. etanol (%) Kons. soda kaustik (%) Rendemen tersaring (%) Rendemen sisa (%) Bilangan kappa Kelarutan dalam soda kaustik (%) 40 20 52,27 15,26 37,4 13,0 25 43,67 3,15 33,5 27,0 30 69,55 8,03 35,2 17,8 50 20 55,96 6,61 33,6 14,3 25 44,00 13,86 30,9 22,0 30 60,56 8,65 30,3 26,5 60 20 48,59 16,49 32,9 22,0 25 46,67 10,52 28,9 35,2 30 64,29 0,59 31,2 19,9

(3)

Proceeeding MAPEKI VII, Makassar 5-6 Agustus 2004

Tabel 2. Analisis keragaman hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol

Sumber variasi Rendemen tersaring Rendemen sisa Bilangan kappa Kelarutan dalam soda kaustik Kons. Soda kaustik

Kons Etanol Interaksi ** ns ns * ns ns ns ns ns ** ** ** Keterangan : ** = berbeda sangat nyata

* = berbeda nyata

ns = non-significant/ tidak berbeda nyata

A. Rendemen Tersaring dan Rendemen Sisa

Nilai rendemen tersaring dan sisa berkisar antara 43,67%-69,55% dan 0,59%-16,49% secara berturutan sedangkan kontrol percobaan sebesar 68,35% dan 7,01%. Nilai rendemen tersaring tertinggi didapatkan pada konsentrasi soda kaustik tinggi (30%) dan etanol rendah (40%) yaitu sebesar 69,55%. Nilai rendemen sisa terendah adalah 0,59% dicapai pada konsentrasi soda kaustik tertinggi (30%) dan konsentrasi etanol 50%. Secara keseluruhan, kecuali pada konsentrasi soda kaustik 30% dan etanol 40%, nilai rendemen

tersaring pada proses alkalin etanol masih di bawah dan nilai rendemen sisa masih lebih besar dibandingkan proses sulfat.

Hasil analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat interaksi, konsentrasi etanol tidak berbeda nyata sedangkan konsentrasi soda kaustik berbeda sangat nyata pada rendemen tersaring dan berbeda nyata pada rendemen sisa. Hasil uji lanjut pada rata-rata rendemen tersaring menunjukkan pada semua taraf konsentrasi memberikan hasil yang berbeda nyata (Gambar 1). . 0 10 20 30 40 50 60 70 20 25 30 Konsentrasi NaOH (%) R e n d e m e n T e rs a ri n g ( % ) 0 2 4 6 8 10 12 14 20 25 30 Konsentrasi NaOH (%) R e n d e m e n S is a ( % )

Gambar 1. Rendemen tersaring dan sisa hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata dalam uji Tukey (taraf uji 5%).

Rendemen tersaring tertinggi yang diperoleh pada konsentrasi etanol terendah dan soda kaustik tertinggi menunjukkan bahwa semakin banyak bahan pemasak ditambahkan tidak secara otomatis menaikkan rendemen

khususnya pada etanol. Peningkatan konsentrasi soda kaustik akan menyebabkan penetrasi larutan pemasak menjadi lebih besar sehingga reaksi delignifikasi berjalan intensif. Delignifikasi yang semakin intens menyebabkan

a ab b a b c

(4)

Proceeeding MAPEKI VII, Makassar 5-6 Agustus 2004

semakin banyak terbentuk serat dan menaikkan rendemen. Konsentrasi soda kaustik lebih rendah yaitu 20 % dan 25 % memberikan rendemen lebih rendah disebabkan pada akhir pemasakan konsentrasi bahan pemasak sudah banyak berkurang sedangkan kandungan lignin pulp masih tinggi. Konsentrasi soda kaustik 25 % rendemennya menurun diduga karena pada konsentrasi tersebut menyebabkan turunnya selektivitas terhadap lignin sehingga karbohidrat ikut terlarut sehingga menurunkan rendemen.

Rendemen sisa (reject) terendah yang diperoleh pada konsentrasi soda kaustik tertinggi (Gambar 1) menunjukkan semakin banyak bahan pemasak tersebut akan mengakibatkan delignifikasi yang semakin intens sehingga semakin banyak terbentuk serat seperti yang terlihat pada nilai rendemen tersaringnya.

Penambahan etanol sampai konsentrasi 60 % tidak mampu meningkatkan rendemen tersaringnya menunjukkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan pada larutan sampai konsentrasi tersebut relatif sama sehingga tidak terjadi kenaikan selektivitas dan degradasi terhadap lignin. Kenaikan konsentrasi etanol secara teoritis menyebabkan delignifikasi semakin intens karena penetrasi larutan ke dalam kayu lebih mudah meskipun tidak menyebabkan kenaikan rendemen tersaringnya atau menurunnya reject. Sesuai pendapat Muurinen (2000), yang menyatakan bahwa reaksi delignifikasi semakin intens karena pelarut organik dapat menurunkan tegangan permukaan pada temperatur tinggi sehingga dapat meningkatkan penetrasi alkali ke dalam serpih dan pada saat bersamaan alkohol juga mendegradasikan lignin dan mencegah proses kondensasi. Diduga adanya getah dan kandungan serta struktur lignin yang relatif tinggi pada pinus mengakibatkan fungsi etanol menjadi tidak optimal untuk memperluas delignifikasi. Menurut McDonough (1993), delignifikasi lebih mudah pada kayukeras dibandingkan pada kayulunak adalah hasil utama dari perbedaan reaktivitas beta-ether, konsentrasi alpha-ether, kandungan lignin dan

kecenderungan untuk mengalami reaksi kondensasi.

Penurunan lama pemasakan belum dicapai meskipun sudah menurunkan suhu sampai 150 0C apabila dibandingkan proses sulfat konvensional yang sebesar 170 0C. Hasil tersebut sedikit berbeda dengan yang dilaporkan Ivanow dan Robert (1989) yang mampu mendelignifikasi secara cepat dalam 2 jam kayu hornbeam pada suhu 443 K maupun Girard dan Chen (1992), yang memasak spesies white birch 165-170 menit pada suhu 443-453 K dan mampu menghasilkan pulp cukup baik dibanding dengan proses kraft meskipun konsentrasi bahan pemasak berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini.

B. Bilangan Kappa

Nilai bilangan kappa berkisar antara 37,4–28,9 sedangkan kontrol percobaan sebesar 31,3. Nilai bilangan Kappa cenderung menurun seiring bertmabahnya konsentrasi etanol dan soda kaustik. Nilai terendah sebesar 28,9 diperoleh pada konsentrasi alkohol 60% dan soda kaustik 25%. Konsentrasi etanol di atas 40 % dan soda kaustik di atas 20 % mampu menghasilkan nilai bilangan kappa yang lebih rendah dibandingkan dengan proses sulfat. Hasil analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat perbedaan secara nyata pada interaksi, konsentrasi soda kaustik, maupun konsentrasi etanol. tidak berbeda nyata.

Semakin rendah bilangan kappa mengindikasikan semakin rendahnya kandungan lignin. Pulp dengan bilangan kappa tinggi akan menghasilkan kertas dengan kekuatan rendah. Sebelumnya diamati deliginifikasi semaikin intens pada kenaikan proporsi pelarut etanol untuk spesies Arundo

donax (Shatalov & Pereira 2002). Kenaikan

konsentrasi etanol cenderung menurunkan bilangan kappa pulp meskipun dalam analisa keragaman tidak berbeda nyata.

(5)

Proceeeding MAPEKI VII, Makassar 5-6 Agustus 2004

C. Kelarutan dalam Soda Kaustik 1%

Nilai kelarutan dalam soda kaustik 1% berkisar antara 13,0 % – 35,2 % sedangkan nilai kontrol percobaan sebesar 22,51%. Nilai kelarutan dalam soda kaustik 1 % cenderung semakin meningkat seiring penambahan konsentrasi etanol dan berfluktuatif dengan bertambhanya soda kaustik. Nilai kelarutan terendah sebesar 13,0% didapatkan pada konsentrasi soda kaustik 20% dengan konsentrasi etanol 40%. Secara umum nilai kelarutan dalam soda kaustik 1% pada pulp alkalin etanol masih dalam kisaran pulp sulfat.

Analisis keragaman memberikan interaksi yang sangat nyata antara konsentrasi etanol dan soda kaustik. Hasil uji lanjut Tukey (Gambar 2) pada rata-rata nilai kelarutan dalam soda kaustik 1% menunjukkan kombinasi konsentrasi soda kaustik 20% dengan konsentrasi etanol 40% dan 50% tidak berbeda secara nyata dan memberikan kelarutan terkecil sedangkan konsentrasi soda kaustik 25% dan etanol 60% memberikan nilai kelarutan yang terbesar.

Nilai kelarutan dalam soda kaustik 1% mengindikasikan jumlah pulp yang mengandung karbohidrat dengan berat molekul rendah melalui degradasi selulosa dimana alkali panas akan melarutkan karbohidrat dengan berat molekul rendah yang terdiri dari sebagian besar hemiselulosa dan selulosa yang terdegradasi. Dari grafik terlihat bahwa pada konsentrasi soda kaustik 20% dan 25% cenderung memberikan

nilai kelarutan yang meningkat seiring penambahan konsentrasi etanol sedangkan konsentrasi soda kaustik 30% dan etanol 60% memberikan penurunan kelarutan. Penelitian sebelumnya pada Arundo donax didapatkan hasil kenaikan proporsi pelarut etanol sampai 60% mampu meningkatkan rendemen serta meningkatkan kadar selulosa dan xylan dalam pulp (Shatalov & Pereira 2002).

Penurunan kelarutan karena penambahan konsentrasi etanol dan soda kaustik diduga terjadi karena selektivitas terhadap lignin meningkat sehingga lebih banyak selulosa yang terlindung dari degradasi oleh soda kaustik. Perbaikan stabilitas fraksi karbohidrat diduga karena pengaruh positif etanol dalam mengurangi reaksi pengelupasan (peeling reaction) polisakarida dalam medium alkali. Hal ini juga dapat dilihat dari menurunnya bilangan kappa. Marton dan Granzow (1982b), menyatakan bahwa keberadaan soda kaustik meningkatkan kemampuan delignifikasi dari alkohol. Konsentrasi etanol dan soda kaustik lebih rendah tidak mampu menurunkan kelarutan dalam soda kaustik 1% menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pemasak relatif rendah tidak efektif untuk mengurangi degradasi selulosa. Degradasi selulosa akan menyebabkan kertas yang terbentuk dari pulp tersebut akan mempunyai kekuatan relatif rendah. . 0 5 10 15 20 25 30 35 40 40 50 60 Konsentrasi Etanol (%) K e la ru ta n d a la m N a O H 1 % ( % ) NaOH 20 % NaOH 25 % NaOH 30 %

Gambar 2. Kelarutan dalam soda kaustik hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata dalam uji Tukey (taraf uji 5%).

a c ab a b c b d ab

(6)

Proceeeding MAPEKI VII, Makassar 5-6 Agustus 2004

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh konsentrasi soda kaustik dan etanol pada kayu pinus dapat disimpulkan terdapat interaksi antara konsentrasi soda kaustik dan etanol terhadap nilai kelarutan dalam soda kaustik 1 %. Semakin tinggi konsentrasi soda kaustik akan menyebabkan kenaikan rendemen tersaring, dan penurunan nilai rendemen sisa. Nilai optimal didapatkan pada konsentrasi soda kaustik 30 % dan etanol 40 %.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menurunkan konsentrasi bahan pemasak etanol maupun soda kaustik dengan pemberian bahan aditif dalam proses pemasakan dan pengujian sifat fisik lembaran pulp.

DAFTAR PUSTAKA

El-Sakhawy, M. Lonnberg, B, Ibrahim A.A. dan Fahmy Y. 1995. Organosolv pulping, (2), ethanol pulping of cotton stalks. Cellul Chem Technol 29: 315-329

Girard, R.D. dan Chen R. 1992. Optimization of an Organosolv Process for White birch. 1992 Solvent Pulping Symposium Notes, Boston, MA, p. 73-78.

Ivanow, T. dan Robert, A. 1989. Delignification of Hornbeam [Carpinus] Wood by Alkaline

Solvolysis; Ethanol-water Solutions. Papeterie (132): 22-27. (ABIPST 60:7418).

Kulkarni, H.G., Sirmokadam N.N., Shenvi A.K., Hegde G.M, Padwalkar SN dan Guha S.R.D. 1994. Organosolv pulping of Agave sisalana. IPPTA 6(1): 15-18 Martinez R & Sanjuan R 1993. Study of an

Organosolv Process (Ethanol-Water-Soda). Investigacion y Tecnica del Papel (117): 520-531. (ABIPST 65:799)

Marton, R. dan Granzow, S. 1982b. Ethanol-alkali Pulping. TAPPI 65(6): 103-106. McDonough, T.J. 1993 The chemistry of

organosolv delignification. Tappi Journal 76(8):186-193.

Muurinen, E,. 2000 .Organosolv Pulping : A Review and Distillation Study Related to Peroxyacid Pulping. Oulu University Library.

Shatalov, A.A. dan Pereira H. 2002. Ethanol-Enhanced Alkaline Pulping of Arundo donax L. Reed: Influence of Solvent on Pulp Yield and Quality. Holzforschung 56 :507–512.

Wang, H. dan Tseng H.Y. 1993. Studies on the ethanol-alkali pulping of some Taiwan hardwoods. Seventh International Symposium on Wood and Pulping Chemistry Proc., Beijing, PR China, 1: 272-278.

Gambar

Tabel 1. Nilai rata-rata hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol dan sulfat
Gambar 1. Rendemen tersaring dan sisa hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol
Gambar 2. Kelarutan dalam soda kaustik hasil pengujian pulp pinus dengan proses alkalin etanol

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang digunakan jenis penelitian kuantitatif yaitu memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh penggantian agregat kasar (kerikil) menggunakan terak dengan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Kerusakan berat yang sering terjadi pada basicmeter adalah putusnya kawat halus di dalam kumparan yang terletak di dalam kotak. Akibatnya basicmeter tidak

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi tahapan instalasi aplikasi perpustakaan berbasis open source, pelatihan pegawai perpustakaan di sekolah ini, kegiatan

Ditinjau dari diskriminan tersebut, maka persamaan kuadrat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :.. D > 0 : Mempunyai dua akar real

Berdasarkan hasil penelitian pada model regresi diketahui bahwa variabel struktur modal berpengaruh negatif dan secara statistik signifikan terhadap nilai

Demikian Berita Acara Pemberian Penjelasan (BAPP) pekerjaan ini dibuat dengan penuh rasa tanggung jawab dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Unit Layanan

[r]