• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

3) Teori Kebutuhan McClelland

Gambar 2. Model Teori Herzberg (Umar, 2003)

3) Teori Kebutuhan McClelland

McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi semangat kerja, yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan.

1. Kebutuhan akan Prestasi

Henry Murray mendefinisikan kebutuhan akan prestasi sebagai keinginan: untuk mengatasi tantangan; untuk menyelesaikan suatu hal yang sulit untuk dirinya sendiri; untuk mengatasi rintangan dan mencapai standar tinggi; untuk menjadi unggul; untuk menguasai atau mengorganisasikan suatu obyek fisik, manusia atau ide-ide; untuk melakukannya secepat dan semandiri mungkin; untuk menyamai dan menandingi orang lain; untuk meningkatkan harga diri melalui kesuksesan dalam menggunakan bakat (Kreitner dan Kinicki, 1992).

Menurut McClelland, orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi cenderung untuk menyukai kondisi tertentu yang dapat membangkitkan kebutuhan akan prestasinya. Kondisi

Faktor-faktor yang Memotivasi: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja

Faktor-faktor Higiene gaji, kondisi kerja, dan kebijakan perusahaan semua yang

mempengaruhi konteks dimana kerja dilaksanakan.

11

tersebut adalah : (1) Kesuksesan harus diraih oleh upayanya sendiri, bukan hasil orang lain atau karena faktor keuntungan; (2) Situasinya harus menantang namun mungkin untuk dicapai, dengan kata lain menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesulitan/resiko menengah; (3) Harus ada balikan (feedback) tentang prestasinya diwaktu lalu.

2. Kebutuhan Akan Afiliasi

Kebutuhan akan afiliasi adalah kebutuhan untuk menjalin hubungan dan memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain. Seseorang yang memiliki kebutuhan berafiliasi yang tinggi sangat peduli untuk memperbaiki hubungan yang terganggu. Mereka juga menginginkan untuk melakukan pekerjaan yang memungkinkan terjadinya persahabatan (DuBrin and Ireland, 1993).

3. Kebutuhan Akan Kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk mempunyai dampak, berpengaruh dan mengendalikan orang-orang lain. Individu-individu dengan tingkat kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi menikmati untuk memikul resiko untuk melakukan hal-hal itu, berusaha untuk dapat mempengaruhi orang lain secara langsung, lebih menyukai berada dalam situasi kompetitif dan berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif (Robbins, 1996).

2. 1. 4 Produktivitas

Menurut Suprihanto (1997) pengertian produktivitas bukan hanya merupakan ukuran dari produksi atau output yang dihasilkan, tetapi ukuran tingkat penggunaan sumber-sumber untuk mencapai sesuatu yang berhubungan dengan efektivitas dalam mencapai suatu misi atau prestasi yang diharapkan.

12

Produktivitas pegawai ditentukan oleh tiga faktor, yaitu yang bersumber dari dalam diri pegawai, perusahaan, dan lingkungan. Faktor dari dalam diri pegawai misalnya adalah motivasi pegawai untuk melakukan pekerjaan secara maksimal (Koster, 2005).

Teguh (2000) berpendapat bahwa semangat lebih penting daripada masalah fisik dalam hal kontribusi. Jika semangat seseorang tinggi, maka kontribusi per jamnya pada perusahaan dan diri sendiri sangat tinggi, apalagi jika jam kerjanya lebih. Banyak orang yang otot atau fisiknya kuat, tetapi semngatnya kecil. Walaupun dia bekerja dua puluh empat jam, tetap saja rendah kontribusinya. Jadi, jam kerja bukan satu-satunya ukuran produktivitas.

Peningkatan kesejahteraan harus dikaitkan dengan kenaikan produktivitas. Artinya, pekerja harus mampu menaikkan produktivitasnya, sehingga perusahaan dapat meraup untung yang lebih besar, dan pada akhirnya sebagian dari keuntungan itu dibagikan kepada pekerja (Webmaster, 2005). Dengan demikian, pekerja dituntut menaikkan produktivitasnya terlebih dahulu, baru kemudian kompensasi kesejahteraan mereka ikut naik.

2. 1. 5 Pengujian Validitas

Menurut Umar (2003), validitas dalam penelitian dijelaskan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur. Dengan adanya uji validitas ini akan diketahui beberapa hal yang dapat dijadikan penyempurnaan kuesioner, seperti : (1) apakah pertanyaan perlu dihilangkan, (2) apakah pertanyaan perlu ditambah, (3) apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden dan apakah pewawancara dapat menyampaikan pertanyaan tersebut dengan mudah, (4) apakah urutan pertanyaan perlu diubah, (5) apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah bahasa dan berapa lama wawancara memakan waktu.

13

NΣxy – (ΣxΣy)

rxy = ... (1) NΣx2 - (Σx)2 NΣy2 – (Σy)2

Dimana:

X : jumlah skor tiap item Y : jumlah total tiap item N : jumlah responden.

2. 1. 6 Pengujian Reliabilitas

Menurut Umar (2003), reliabilitas adalah ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Sehingga apabila suatu alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama hasil yang diperoleh akan tetap konsisten. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha dengan nilai alpaha (α) 0,05. Pernyataan dikatakan andal, jika nilai alpha yang dihasilkan sudah berada di atas 0,7.

k Σσb2 rxy = 1- ... (2)

(k – 1) (σt)2 Dimana:

rxy : reliabilitas konsumen

K : banyaknya butir pertanyaan atau soal

Σσb² : jumlah varius butir (σt)² : variaus total. 2. 1. 7 Korelasi Rank Spearman

Siegel (1994), menerangkan bahwa analisa dengan menggunakan korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengukur derajat erat tidaknya hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Selain itu dapat diketahui pula konsistensi dari peringkat yang diberikan untuk masing-masing variabel pada pengamatan. Rumus dari korelasi Rank Spearman adalah :

14

)

1

(

6

1

2 2

=

n

n

i

d

r

s ... (3)

Dimana : Σdi 2 = Σ [ R(Xi) – R (Yi) ]2 Keterangan :

rs : koefisien korelasi Rank Spearman 1 dan 6 : bilangan konstan

n : jumlah pasangan pengamatan antara variabel

d : perbedaan peringkat dari tiap pasangan variabel pengamatan. Besarnya nilai terletak antara –1 < rs < 1 , artinya :

rs = 1, hubungan X dan Y sempurna positif ; mendekati 1 : hubungan sangat kuat dan positif.

rs = -1, hubungan X dan Y sempurna negatif.

rs = 0, hubungan X dan Y lemah sekali dan tidak ada hubungan. Menurut Champion dalam Novita (2003), koefisien korelasi Rank Spearman (rs) menunjukkan kuat tidaknya hubungan antara peubah X dan Y. Batasan yang digunakan untuk mengkategorikan nilai rs adalah :

1. 0,00 - 0,25 atau 0,00 - (-0,25) disebut no association, yaitu kondisi yang menunjukkan tidak adanya hubungan antar peubah X dan Y. 2. 0,26 - 0,50 atau (-0,26) - (-0.50) disebut moderately low

association, yaitu kondisi yang menunjukkan hubungan yang lemah antar peubah X dan Y.

3. 0,51 - 0,75 atau (-0,51) - (-0,75) disebut moderately high association, yaitu kondisi yang menunjukkan adanya hubungan agak kuat antara peubah X dan Y.

4. 0,76 - 1,00 atau (-0,76) - (-1,00) disebut high association, yaitu kondisi yang menunjukkan hubungan kuat antar peubah X dan Y.

15

2. 2 Hasil Penelitian Terdahulu

Sari (1999) melakukan penelitian mengenai strategi peningkatan produktivitas karyawan melalui peningkatan motivasi kerja (studi kasus di PT. Arnotts Indonesia, Bekasi). Hasil penelitiannya terhadap tingkat manajemen atas menyatakan bahwa prestasi, kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja sosial tidak memiliki hubungan yang nyata dengan produktivitas. Sedangkan pengakuan pekerja itu sendiri, tanggung jawab, status dan balas jasa memiliki hubungan yang nyata dengan produktivitas. Namun, hasil penelitiannya terhadap tingkat manajemen bawah menyatakan bahwa semua faktor tersebut di atas memiliki hubungan yang nyata dengan produktivitas karyawan.

Rosalina (1998) di dalam penelitiannya mengenai hubungan faktor-faktor motivasi kerja dengan produktivitas karyawan (studi kasus di PT. Asia Inti Selera, Bogor) menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi kerja yaitu status, prestasi, pengakuan, pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, administrasi dan kebijakan perusahaan, supervisi teknis, gaji/imbalan, serta hubungan antar karyawan memiliki hubungan yang positif dengan produktivitas karyawan. Sedangkan faktor kondisi kerja tidak memiliki hubungan yang positif dengan produktivitas karyawan.

Hasil penelitian Nuabaiti (1994) mengenai pengaruh sistem balas jasa terhadap motivasi kerja karyawan PT. Kimia Farma melalui analisa pengembangan sumber daya manusia, juga menunjukkan selain balas jasa, motivasi kerja karyawan juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang tercakup dalam faktor ekstrinsik dan intrinsik dalam teori Herzberg.

Berdasarkan penelitian tedahulu dapat terlihat jelas bahwa secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan banyak ragamnya. Kesimpulan yang diperoleh, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Penelitian ini merupakan penelitian lebih lanjut dari penelitian sebelumnya yang hasilnya dapat mendukung penelitian sebelumnya. Praktek di lapangan dan pembahasannya tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya, yang

16

membedakan adalah metode penelitian yang dipakai, seperti : lokasi dan waktu penelitian, penentuan responden dan informasi, serta pengolahan dan analisis data.

Dokumen terkait