• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Konsep dan Teori

1.4.2 Teori

Sebagai landasan berfikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan dua teori utama untuk membedah dua permasalahan utama. Untuk mengkaji masalah struktur melodi digunakan teori weighted scale (bobot tangga nada), dan untuk mengkaji struktur teks (lirik) lagu digunakan teori semiotik.

Namun demikian, dalam kerangka kerja multidisiplin dan interdisiplin ilmu, penulis juga menggunakan berbagai teori yang relevan untuk dapat mengungkap dua permasalahan utama tersebut. Misalnya untuk mengkaji biografi ringkas Zul Alinur

sebagai orang Melayu yang berdarah Melayu dan Minangkabau, penulis menggunakan teori biografi. Kemudian untuk melihat persebaran zapin dari asalnya di Yaman Tanah Arab sampai ke Asia Tenggara (Nusantara) penulis menggunakan teori difusi, yang mengkaji persebaran kebudayaan dari pusat asalnya ke kawasan lain. Demikian pula untuk mengkaji terjadinya proses pemelayuan zapin, penulis menggunakan teori etnosains Melayu, yaitu bagaimana orang Melayu menyerap dan mengolah zapin Arab menjadi zapin Melayu, dan tentu saja teori-teori lain yang tidak penulis uraikan satu per satu.

Menyangkut kajian terhadap struktur melodi maka penulis menggunakan teori

weighted scale. Teori ini pada prinsipnya menawarkan delapan karakteristik yang

harus diperhartikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: scale (tangga nada), pitch

center (nada dasar), range (wilayah nada), frequency of note (jumlah nada), prevalent interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic formulas (formula-formula melodis), dan contour (kontur) (Malm 1997:8)

Untuk mendukung teori tersebut, penulis menggunakan metode mentranskripsikan musik. Menurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Untuk menganilisis struktur teks, penulis menggunakan teori semiotika. Sebab bahasa memiliki mempunyai lambang bunyi tersendiri. Semiotik atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang di gunakan dalam

prilaku manusia. Dua tukoh perintis semiotika adalah Ferdinand De Sausurre seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders filosof dari Amerika Serikat. Menurut pakar linguistik, Ferdinand De Sausurre, semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.“ Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahsasa itu sendiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifer yang berhubungan dengan konsep (signifed). Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dati dari 3 bagian yang saling berkaitan : (1) respresentatum, (2) pengamat (interpretant) dan (3) objek. Dalam kajian kesenian kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Sedangkan secara saintifik, istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani semion.

Dalam kaitannya teori semiotika untuk mengkaji teks lagu zapin, maka penulis menutip pendapat van Zoest (1996:11). Menurutnya di dalam sebuah teks terdapat ikon, apaila adanya persamaan suatu tanda tekstual dengan acuannya. Segalanya mempunyai kemungkinan untuk dianggap sebagai suatu tanda. Penyusunan kalimat- kalimat dalam sajak (keteraturan suku kata, pengulangan fonetik, ataupun hanya wujud satu susunan tipografi tertentu) adalah tanda: penanda “ini adalah sebuah sajak.” Adanya kalimat yang panjang-panjang adalah tanda. Banyaknya kata sifat, pergantian vokalisasi dalam sebuah cerita, panjang pendeknya sebuah teks, semua itu bisa dianggap sebagai tanda. Semua yang dapat diamati dan diidentifikasikan dapat menjadi tanda, baik hal yang sangat kecil seperti atom, maupun yang bersifat

kompleks karena terdiri atas sejumlah besar tanda lainnyayang lebih kecil. Pada kekhasan teks hanya tampak setelah dilakukan analisis struktural yang sangat mendalam.

Selanjutnya dalam rangka kerja dengan teori semiotika peneliti hendaklah menginterpretasi (menafsir) tanda dalam teks. Suatu gejala struktural, baik yang muncul dalam teks pada tingkatan mikrostruktural (dalam kalimat atau sekuen) maupun pada tingkatan makrostruktural (teks yang lebih luas), selalu dapat dianggap sebagai tanda. Terpulang kepada pembuat analisis teks, untuk memutuskan apa atau apa-apa saja yang ingin dipilihnya. Selain dari itu, jika ia memutuskan menganggap tanda yang dipilihnya sebagai ikon, konsep ikonositas dapat dipakainya sebagai alat heuristis. Maksudnya alat itu memungkinkannya mengenali suatu makna yang mungkin akan tetap tersembunyi kalau alat itu tidak dipergunakan. Demikian sekilas uraian teori semiotik untuk kerja mengkaji teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur.

Untuk membahas biografi Zul Alinur secara ringkas, maka penulis akan menggunakan teori biografi. Dalam studi biografi penulis akan menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat atau masa tertentu.

Dalam bidang sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang

Sastra Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang

dipergunakan untuk mendeskripsikan hidup pegarang atau sastrawan. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat latar belakang yaitu:

1. (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tartinggi jika ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepengarangannya, dan (d) kesastraannya yang menjelaskan apa yang mempengaruhi pengarang itu sehingga ia menjadi pengarang.

2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang menanggapi.

Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang

mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi pemusik dan sekali gus pencipta lagu.

1.5 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku dan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi yang cukup relevan tentang masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang berhubungan dengan kajian-kajian budaya, sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi. Penulis juga mengumpulkan tulisan-tulisan yang bersasal dari seminar-seminar zapin. Kemudian penulis juga mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan. Selain itu penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari literatur tersebut diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.

(a) Sejauh ini buku yang mengkaji zapin di Dunia Melayu, yang dianggap oleh orang Melayu paling meluas adalah buku yang bertajuk Zapin Nusantara yang diedit oleh Mohd Anis Md Nor, dan diterbitkan oleh Yayasan Warisan Johor. Dalam buku ini, para penulis di kawasan budaya Melayu mendeskripsikan zapin di wilayahnya masing-masing. Mereka itu ada yang dari Johor, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Untuk tahapan awal buku ini tampaknya perlu dibaca dan dipelajari. Umumnya para penulis menulis zapin secara umum saja, tidak rinci, karena memang demikian diatur.

(b) Karya ilmiah lainnya yang dipandang menjadi sumber mengenai zapin adalah tulisan dalam be ntuk disertasi yang ditulis oleh Mohd Anis Md Nor. Disertasi tersebut bertajuk The Zapin Melayu Dance of Johor: From Village to A National

Performance Tradition, yang ditulis Anis pada tahun 1990, dalam rangka

menyelesaikan program doktoralnya di The University of Michigan, Amerika Serikat. Disertasi ini dibentuk oleh delapan bab kajian, yaitu dimulai dari bab satu berupa pendahuluan, bab dua zapin di Johor, kemudian bab tiga Zapin di Alam Melayu, bab empat Zapin di Era Pra Perang Dunia Kedua; bab lima Zapin di Dasawarsa 1950an; bab enam Tradisi Zapin Lama dan Baru; bab tujuh Zapin Kontemporer, dan bab delapan Kesimpulan. Walaupun disertasi ini mengkaji asal-usul zapin di alam Melayu secara umum, dan penelitian dilakukan Anis di berbagai tempat, namun akhirnya fokus perhatian adalah proses kesejarahan perkembangan zapin di daerah Melayu Johor saja. Bagaimana pun disertasi ini amatlah menarik untuk penulis baca dan menjadi salah satu sumber dalam penelitian zapin ciptaan Zul Alinur.

(c) Pada bulan Desember 2009 di Bengkalis Riau, Dewan kesenian Bengkalis mengadakan pargelaran acara yang beretajuk Semarak Zapin Serantau yang diadakan dua tahun sekali. Sembang Zapin sebuah panel diskusi atau seminar yang membahas perkembangan upaya pelestarian Zapin, makna dan filosopi, serta berbagai persoalan yang mencakup Zapin. Tema ikon diskusi ini adalah: zapin sebagai ikon budaya Melayu. Juga diselengarakannya seminar yang terdiri dari beberapa narasumber, antara lain: seminar yang berjudul Dinamika Kehidupan Konteporer Zapin Sebagai Puncak Peradaban Seni Islam Nusantara, yang disampaikan oleh Prof. Dr. Mahdi

Bahar, S.Kar., M.Hum. (Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang), dia membahas tentang eksitensi zapin yang telah mencapai puncak peradaban seni Islam Nusantara. Zapin sebagiai manifestasi estesis, tumbuh dan hidup khususnya dalam masyarakat Islami, oleh karena itu Zapin dapat diposisikan sekarang sebagai salah satu bentuk puncak peradaban seni Islam Nusantara yang memiliki struktur dasar, bentuk komposisi tersendiri., sehingga ia dapat digolongkan pada suatu genre seni tertentu, di antara genre seni yang ada. Sementara itu, secara normatif dipahami bahwa eksitensi seni bagi kaum muslimin semata-mata tidak mempunyai keterkaitan dengan sistem peribatan ajaran Islam. Oleh karena itu dapat di pahami bahwa ajaran Islam memberi ruang kebebasan bagi pemeluknya berseni. Maka timbullah suatu ungkapan “tak Melayu kalau tak Islam; adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah :syarak berkata, adat memakai.”

(d) Sedangkan Riza Pahlefi, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin: Dari Handramaut Berkampung di Bengkalis.” Beliau membahas zapin secara historis yang telah berkembang di rantau ini sejak lama sejalan dengan berkembangnya pusat- pusat pertumbuhan peradaban yang berinteraksi langsung dengan berbagai peradaban dunia pada masa itu. Kemudian zapin telah memecahkan dirinya pada maqam yang sangat istimewa dalam khanazah Melayu Setelah melawati proses akulturasi. Zapin kini lahir menjadi salah satu ikon budaya Melayu khususnya di Bengkalis. Menurut Yusmar Yusuf, budayawan Riau, zapin mewakili seni yang penuh kehalusan, kelembutan, dengan lirik terpilih. Gerakan yang mengulang harmonis bisa

membangun kontemplasi. Kunci untuk menikmati dan menari zapin itu adalah hati. Jadi, zapin itu semacam taman hati nurani.

(e) Pada bulan Juli 2010 dalam event yang bertajuk Temu Zapin Indonesia di Pekan Baru Riau, dilaksanakan serangakaian acara baik seminar serta persembahan tari zapin yang didiikuti berbagai kelompok seni dari kota besar di Indonesia. Dalam

event ini terdapat juga seminar zapin yang diadakan di Taman Budaya Pekan Baru,

yang berjudul “Cakap Rampai-Rampai Zapin: Melempar Masa Kini ke Masa Depan, Zapin Baru untuk Tradisi Masa Depan.” Salah satu pembicaranya adalah: O.K. Nizami Jamil (budayawan Riau). Beliau membahas tentang zapin tradisional di Kerajaan Siak, dan bagaimana perkembangan masuknya zapin di kerajaan Siak yang di perkirakan sejak raja-raja Siak sudah menganut agama Islam yang dibawa oleh ulama serta pedagang Arab. Masuknya zapin di Siak melalui dua jalur. Jalur pertama lewat pembinaan dan kalangan istana yang dibina oleh datuk-datuk dan penghulu sebagai penguasa negri. Jalur kedua, tarian zapin yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di kampung dan kalalangan orang biasa.

(f) Selanjutnya makalah yang bertajuk “Pengawalan Perkembangan Zapin” oleh Edi Sedyawati (Komunitas Budaya Indonesia), beliau membahas keanekaan teknik dan gaya menarikan zapin baik secara tradisional ataupun kontemporer. Tari zapin yang kita jumpai pada saat ini tidak hidup dalam kungkungan tradisi, melainkan sudah banyak digunakan untuk menjadi suatu bahan dasar atau bahan tambahan dalam karya-karya cipta tari dalam berancangan kontemporer.

(g) Yusmar Yusuf (budayawan sekaligus Guru Besar di Universiatas Riau) beliau membuat catatan kecil yang bertajuk “Zapin….??? Beredaplah Menuju “Bid’ah Baru.” Melalui makala ini beliau menyatakan bahwa zapin hari ini mestinya mampu mengikis rasa istana sentris itu dan menyesuaikan dengan kadar lingkungan dunia sekitar, kita yang calar, dan kemabukan manusia-manusia yang mempadukan secara sosiografis, dengan menjinjit masa lalu seolah miliknya sendiri dan harus dirawat menurut patrom dan pakemnya pula.

(h) Riza Pahlefi (Ketua Dewan Kesian Bengkalis) dengan makalah yang berjudul “Mewariskan Zapin: Berbagai Pengembangan Zapin di Bengkalis.” Beliau mencabarkan sejarah perkembangan zapin di Bengkalis serta upaya-upaya yang dilakukan oleh Dewan Kesenian Bengkalis, untuk menunjang pelestarian zapin. Ketika zapin belum menyatu pada diri kita, apa yang hendak diwariskan ke masa depan.

(i) H.Jose Rizal Firdaus dalam makalah “Tari Zapin Sumber Rujukan Kreatifitas, Kini Era Tari Zapin.” Beliau membahas tentang zapin yang berada di Pesisir Sumatera Timur, dan membagi zapin ke dalam dua versi yaitu zapin Arab dan zapin Melayu. Zapin Arab yang masih sangat kental Timur Tengahnya dan yang telah berakulturasi dengan gerak Nusantara, dari sisi tarian gerakannya cepat dan kasar dan lebih dominan ke kaki. Sedangkan pada zapin Melayu lebih lembut dan lambat disertai dengan gerakan tangan yang mengalir dan keseluruhan dan geraknya lebih kaya. Beliau juga membahas perkembangan zapin dewasa ini yang terdapat 3 (tiga) bentuk perkembangan tari zapin di Sumatera Utara, dan zapin sebagai sumber kreativitas.

(j) Pada bulan Desember 2010, di Hotel Tiara Medan dilaksanakan Seminar Zapin. Pembicara pada saat itu adalah Tengku Luckman Sinar, Muhammad Takari, Jose Rizal Firdaus, dan Muslim. Empat makalah ini khusus membicarakan zapin yang ada di Sumatera Utara dan Riau. Tengku Luckman Sinar membahas aspek kesejarahan seni zapin atau yang lazim disebut gambus di kawasan Kesultanan Serdang melalui makalahnya yang bertajuk “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli-Serdang (Sumatera Utara).” Menurut Tengku Luckman Sinar zapin di Kesultanan Serdang langsung datang dari Hadramaut, yang dapat dikaji melalui datangnya para saudagar Arab dan kemudian menetap di wilayah Kesultanan Serdang. Para penduduk Arab dari Hadramaut Yaman ini, sampai sekarang menggunakan panggilan Al-Sagaf, Aqil, Jamalulail, Shihab, Muthahar, dan Aidid. Zapin ini bagi Tengku Luckman Sinar mengekspresikan kebudayaan Islam dan disesuaikan dengan cita rasa estetika musik dan tarian Melayu.

(k) Muhammad Takari mengupas zapin di Sumatera Utara dengan tajuk “Zapin Melayu dalam Peradaban Islam: Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik.” Makalah yang terdiri dari 21 halaman ini amat menarik untuk menjadi bahan kajian awal tentang eksistensi zapin di dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Sumatera Utara. Muhammad Takari mengupas tentang zapin dalam konteks Dunia Islam, zapin sebagai ekspresi peradaban Islam, zapin di Alam Melayu, struktur musiknya yang khas, begitu juga liriknya yang khas. Salah satu kekhasan zapin Melayu adalah dalam liriknya menggunakan unsur pantun, seperti rima, baris, sampiran, dan isi. Lirik lagu-lagu zapin Melayu ada juga yang tidak berbentuk pantun, sebagai puisi biasa saja. Namun

terjadi pemelayuan pada teks zapin Melayu. Kadang dicampur pula dengan teks Arab. Ini menurut pandangan Takari.

(l) H. Jose Rizal Firdaus, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin di Sumatera Utara.” Karena latar belakang beliau adalah sebagai penari dan pencipta tari, maka fokus kajian Jose Rizal Firdaus adalah pada tari zapin. Mengulangi aspek sejarah Jose Rizal Firdaus mengatakan bahwa zapin berasal dari Hadramaut, dan ada yang langsung dan ada pula yang melalui Gujarat. Gerak tari zapin Melayu yang umum adalah angkat, tekuk, patah, dan seret. Penampilan zapin biasanya dimulai dengan tahsim, kemudian gerak alif, gerak pecah, dan di ujung penari minta tahtum atau minta tahto. Itulah norma pertunjukan zapin yang umum di Sumatera Utara. Makalah ini bagi penulis memberikan gambaran dasar bagaimana tari zapin di Sumatera Utara, yang juga memiliki kaitan dengan lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur dalam rangka mengiringi tarian zapin.

(m) Muslim dari Riau sebagai sarjana dan magister seni tari juga menyoroti zapin di Riau dari aspek etnokoreologi. Ia membawakan makalah yang bertajuk “Zapin.” Menurutnya zapin adalah salah satu jenis tari tradisional yang terdapat dan berkembang dalam masyarakat Melayu, seperti di Riau, Deli, Jambi, Malaysia, dan Brunei. Di Riau tari ini hidup dan berkembang hampir di sebahagian besar daerah Riau terutama di kawasan pesisirnya. Bagaimanapun tulisan Muslim ini dapat penulis gunakan untuk menjadi rujukan bagaimana gambaran umum zapin di Riau.

Inilah beberapa karya ilmiah mengenai zapin di Alam Melayu (Nusantara) termasuk di Sumatera Utara, yang menjadi rujukan utama penulis dalam rangka

meneliti bagaimana struktur teks dan melodi zapin yang diciptakan oleh seorang pencipta berusia relatif muda yaitu Zul Alinur. Bagi penulis lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur masih berdasar dan berpaksikan kepada aturan-aturan dan norma atau pakem lagu zapin untuk mengiringi tarian zapin dalam konteks kebudayaan Melayu.

Dokumen terkait