• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. Konsep Integrasi

2.1.10. Teori Leontief (Model I-O)

Upaya untuk memahami berbagai permasalahan atau kompleksitas suatu aktivitas ekonomi suatu wilayah dan kondisi untuk mempertahankan keseimbangan antara permintaan dan penawaran oleh Leontief dikenal dengan istilah analisis antarindustri. Analisis antarindustri merupakan salah satu teknik

baru yang diperkenalkan dengan istilah teknik input-output (I-O). Dasar utama model (I-O) sebenarnya pertama kali dikembangkan oleh Francois Quesnay dalam teori distribusinya yang dikenal dengan Tableu Eqonomique.

Budiharsono (2001), mengemukakan konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief dalam model (I-O) sebagai berikut:

1. Struktur perekonomian terdiri dari berbagai sektor dan ada transaksi.

2. Output suatu sektor diperlukan sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir.

3. Input suatu sektor dibeli oleh sektor lainnya, rumah tangga, pemerintah, surplus usaha dan impor.

4. Adanya hubungan secara linear antara input dengan output.

5. Dalam kurun waktu analisis biasanya 1 tahun total input sama dengan total output.

6. Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi (Richardson, 1978 dan Isard, 1975).

Keuntungan dari penggunaan teknik (I-O) merupakan salah satu teknik yang dipergunakan untuk menganalisis perekonomian suatu wilayah. Perekonomian wilayah dimaksud adalah keterkaitan antarsektoral dimana input suatu sektor (industri) merupakan ouput sektor (industri) lainnya atau sebaliknya. Teknik ini sering diartikan bahwa dalam keadaan keseimbangan jumlah nilai output agregat dari suatu aktivitas atau kegiatan ekonomi harus sama dengan jumlah nilai input antarindustri dan jumlah nilai output antarindustri.

Menurut Arsyad (1999), model (I-O) dapat memberikan informasi yang diperlukan mengenai koefisien struktural berbagai sektor perekonomian selama suatu jangka waktu tertentu dan dapat dipergunakan seoptimal mungkin dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi wilayah. Analisis perekonomian wilayah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi wilayah yang menjadi tujuan utama pembangunan. Oleh sebab itu pengembangan seluruh sektor perekonomian secara komprehensif dan terkait perlu dianalisis bagaimana keterkaitan antarsektor di wilayah tersebut karena tidak semua sektor dalam suatu wilayah memiliki nilai keterkaitan yang sama.

Selain analisis keterkaitan antarsektor menurut Kadariah (1978), menyatakan peningkatan aktivitas sektor utama (leading sector) ekonomi suatu wilayah sangat berpengaruh pada peningkatan arus pendapatan ke wilayah tersebut pada masa depan. Dimana dengan meningkatnya pendapatan masyarakat maka akan meningkatkan tingkat konsumsi, barang dan jasa yang pada akhirnya akan meningkatkan aktivitas atau kegiatan ekonomi lainnya di wilayah tersebut.

Analisis (I-O) yang dilakukan didasarkan pada teori keseimbangan umum (general equilibrium) karena mengintegrasikan permintaan dan penawaran (demand and supply). Analisis ini mampu memberikan gambaran rinci mengenai perekonomian suatu wilayah dengan mengkuantifikasikan ketergantungan (interdependency) antarsektor. Selain itu analisis (I-O) dapat digunakan untuk memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya terhadap keluaran berbagai sektor produksi, nilai tambah (added value) dan sebagainya. Dalam analisis (I-O) teknik ini mampu menjawab bagian di atas dengan memproyeksi peubah-peubah ekonomi dan dapat memberi petunjuk mengenai sektor-sektor

yang memiliki pengaruh kuat terhadap pertumbuhan ekonomi serta sektor-sektor peka terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah baik secara regional, nasional maupun internasional.

Model (I-O) masih memiliki keterbatasan dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan tabel (I-O). Sehingga tabel (I-O) harus dapat memenuhi unsur-unsur asumsi dasar analisis (I-O) tersebut. Asumsi-asumsi dasar dalam analisis (I-O) menurut Bulmer-Thomas (1982), Budiharsono (2001), dan Tarigan (2004), yaitu:

1. Homogenitas (homogenity) atau keseragaman. Asumsi ini digunakan untuk menyatakan bahwa setiap sektor hanya memproduksi satu jenis barang atau jasa yang sama dengan struktur input tunggal. Dengan demikian suatu sektor hanya menghasilkan barang atau jasa melalui satu cara dengan satu susunan input.

2. Proposionalitas (proportionality/linearity) atau kesebandingan. Asumsi ini menyatakan setiap kenaikan penggunaan input selalu berbanding lurus (proposional) dengan kenaikan outputnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap ada perubahan suatu output pada suatu tingkat akan selalu didahului oleh adanya perubahan penggunaan input yang seimbang. Jadi asumsi ini menggambarkan bahwa fungsi produksi Leontief mencerminkan tidak adanya subtitusi antar faktor produksi (elastisitas subtitusi σ adalah nol sehingga koefisien input aij2 selalu tetap).

3. Additivitas (additivity) atau penjumlahan. Asumsi ini menyatakan bahwa efek total dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari

efek masing-masing kegiatan atau akibat dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah.

Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, tabel input-output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan seperti koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis. Keterbatasan lain dalam analisis (I-O) adalah banyaknya agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada di wilayah tersebut. Hal ini membuat semakin besarnya pelanggaran terhadap asumsi keseragaman atau homogenitas sehingga dapat menyebabkan informasi-informasi ekonomi lainnya tidak terungkap dalam analisis yang dilakukan.

Model umum Input-Output menurut Miler and Blair (1985), menyatakan bahwa model Input-Output yang dikembangkan Leontief saat ini memiliki tiga struktur dasar yaitu:

1. Tabel transaksi antarsektor (kuadran I).

2. Sejumlah kolom tambahan permintaan akhir (kuadran II). 3. Sejumlah baris tambahan untuk nilai tambah (kuadran III).

Dengan demikian tabel transaksi antarsektor menggambarkan distribusi output yang diproduksi pada sisi baris dan menggambarkan distribusi input bagi tiap sektor produksi pada sisi kolom. Oleh karena itu tabel transaksi antar industri hanya menggambarkan sektor-sektor yang saling berhubungan dalam masalah produksi untuk kurun waktu tertentu. Sedangkan barang-barang yang dikelompokkan kedalam permintaan akhir bersifat eksogen bagi sektor industri. Barang-barang tersebut diminta oleh konsumen akhir yang dikenal dengan, rumah tangga (H), pemerintah (G) dan pihak luar negeri (X-M).

Permintaan atas barang tidak ditentukan oleh jumlah barang yang diproduksi dan bukan merupakan input dalam proses industri. Bagian baris tambahan dalam model Input-Output dikenal sebagai nilai tambah (added value) merupakan input yang tidak diproduksi oleh sektor-sektor ekonomi dan yang termasuk dalam nilai tambah adalah jasa faktor produksi yaitu, upah, sewa, bunga dan keuntungan pemilik modal.

Bulmer-Thomas (1982), seluruh data Input-Output harus dicatat berdasarkan satuan moneter dan merupakan nilai tambah dari masing-masing sektor. Selanjutnya dikatakan bahwa formulasi Leontief pada mulanya lebih menggambarkan tentang keseluruhan keterkaitan produksi dalam model Input-Output dalam besaran fisik. Untuk itu digunakan ukuran satuan moneter sebagai perbandingan antar sektor dibandingkan dengan ukuran fisik yang pertama kali diformulasikan oleh Leontief.

Kerangka tabel Input-Output sederhana Leontief seperti yang disajikan pada Tabel 3. menerangkan X12 sebagai output sektor 1 dan digunakan oleh sektor 2 sebagai input antara dan F1 adalah output sektor 1 merupakan bagian dari permintaan akhir untuk sektor rumah tangga (H), pemerintah (G) serta ekspor (X). Dengan demikian baris 1 menggambarkan distribusi total output sektor 1 sebesar X1 ke sektor-sektor produksi dan permintaan akhir sebesar F1.

Angka- angka sepanjang kolom menggambarkan susunan input dari masing-masing sektor produksi. Susunan input J terdiri dari X1i (i = 1, 2, 3...) dan yang merupakan input primer adalah V1. Secara umum persamaan yang menyatakan distribusi output adalah:

3

Xi =

Xij

+ Fi

Persamaan susunan input untuk sektor sebagai berikut:

3

Xi =

Xij

+ Vi j = 1 Secara umum kerangka tabel Input-Output sederhana dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kerangka/Model Baku Tabel Input-Output Input Antara Permintaan Akhir Total Output Sektor Produksi Kon. RT Kon. Pemerintah Pembtk Modal Tetap Sto k E k sp o r i j N I N P U T A N T A R A S E K T O R P R O D U K S I i Xii … Xij … Xin Rhi Kpi Ii Si Ei Xi . … … … … … … . … … … … … … . … … … … … … . … … … … … … j Xji … Xjj … Xjn Rhj Kpj Ij Sj Ej Xj . … … … … … … . … … … … … … n Xni … Xnj … Xnn Rhn Kpn In Sn En Xn Upah & gaji RT Li … Lj … Ln Nilai Tambah Lain Vi … Vj … Vn Impor Mi … Mj … Mn Total Input Xi … Xj … Xn

Sumber: Budiharsono (2001) dan Kuncoro (2004)

2.1.10.1. Analisis Model Input-Output (I-O)

Analisis perekonomian suatu wilayah dapat dilakukan melalui model analisis Input-Output (Model I-O). Melalui analisis ini dapat diketahui mekanisme perhitungan sesuai dengan aspek kepentingan penelitian yang dilakukan. Biasanya tabel Input-output digunakan untuk mengetahui berbagai aktivitas perekonomian suatu wilayah (Kuncoro, 2004).

Mekanisme perhitungan yang dilakukan melalui model (I-O) memiliki berbagai aspek pendekatan. Aspek-aspek tersebut memiliki fungsi dan keeratan analisis perekonomian wilayah tersebut. Fungsi dan keeratan analisis perekonomian suatu wilayah meliputi: struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral linkages.

1. Struktur Output

Output adalah nilai produksi dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas kegiatan perekonomian suatu wilayah/daerah. Dengan mengetahui besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor maka akan diketahui sektor-sektor mana yang mampu memberikan penerimaan terbesar dalam pembentukan output secara keseluruhan di wilayah atau daerah itu.

2. Struktur Nilai Tambah Bruto

Nilai tambah bruto merupakan balas jasa dari faktor produksi yang tercipta karena adanya aktivitas atau kegiatan produksi. Besarnya nilai tambah bruto dari tiap-tiap sektor biasanya ditentukan dari besarnya nilai produksi (output) yang dihasilkan serta jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dilakukan.

Setiap sektor yang memiliki output yang besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar pula. Nilai tambah yang besar dari suatu sektor biasanya bergantung pada besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh sektor tersebut.

3. Analisis Angka Pengganda (MultiplierEffect)

Analisis pengganda (multiplier) dipergunakan untuk menilai dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja. Analisis pengganda (multiplier) meliputi: A. Pengganda Output (Output Multiplier).

Analisis pengganda output (output multiplier) bertujuan untuk melihat dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap semua sektor yang ada pada setiap satuan perubahan jenis pengganda. Peningkatan output sektor lain tercipta sebagai akibat dari adanya efek tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir sektor (Miller and Blair, 1985).

B. Pengganda Pendapatan (Income Multiplier)

Analisis pengganda pendapatan (income multiplier) merupakan suatu alat analisis untuk melihat pengaruh dari perubahan-perubahan permintaan akhir oleh suatu sektor terhadap pendapatan disektor tersebut dalam suatu aktivitas atau kegiatan perekonomian yang dilakukan.

C. Pengganda Tenaga Kerja (Employment Multiplier)

Analisis pengganda tenaga kerja (employment multiplier) memperlihatkan efek total dari perubahan lapangan pekerjaan sebagai akibat adanya satu unit uang mempengaruhi perubahan permintaan akhir dari suatu sektor tertentu. Biasanya analisis pengganda tenaga kerja digunakan untuk melihat peran dari suatu sektor perekonomian wilayah atau daerah dalam meningkatkan besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap dalam aktivitas perekonomian yang sedang dilakukan.

4. Analisis Keterkaitan Antarsektor (Intersectoral Linkages)

Analisis keterkaitan antarsektor (intersectoral linkages) digunakan dalam suatu analisis input-output untuk melihat keterkaitan antarsektor terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan. Analisis keterkaitan antarsektor dikenal dengan dua jenis keterkaitan yaitu:

A. Keterkaitan ke Depan (forward linkages) B. Keterkaitan ke Belakang (backward linkages)

Keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan dari penjualan barang jadi dan dihitung menurut baris. Sedangkan keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan dengan bahan mentah dan dihitung menurut kolom (Kuncoro, 2004, dan Rasmussen, 1956).

Dokumen terkait