• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Lingkungan dan Masyarakat

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Lingkungan dan Masyarakat

1) Pengertian Sosiologi

Definisi sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarakat dan gejala- gejala mengenai masyarakat. Sosiologi seperti itu disebut macro sosiology

yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial, institusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Secara sempit sosiologi didefinisikan sebagai ilmu tentang perilaku sosial ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu lain dengan memperhatikan simbol-simbol interaksi.

27

Pada dasarnya terdapat dua jenis metode menurut Syamsuddin Abdullah (1997 : 13-14), yaitu metode empiris yang menyadarkan diri pada keadaan-keadaan nyata didapat di dalam masyarakat, dan jenis metode

rasionalitas yang mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran sehat

untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan.

Sosiologi agama menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001 : 26) dirumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang inter-relasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan sains dan teknologi serta perkembangan kebudayaan pada umumnya, perintah agama bukan satu- satunya pilihan moral bagi manusia. Sikap manusia terhadap perintah agamapun bermacam-macam. Ada yang menganggapnya sudah kuno, ada yang menerima bila sesuai dengan zaman, ada yang pilih-pilih sebagian diterima sebagian ditolak, ada yang kompromi, ada yang memutlakkan dan sebagainya.

Secara umum, kajian tentang etika dan moralitas agama mencakup bagaimana perintah agama dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam berbagai dimensi kebudayaan. Setiap agama pasti memiliki doktrin yang mengharuskan umatnya untuk mendakwahkan, menjunjung tinggi, mengembangkan, mensosialisasikan, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian agama yang mengkaji organisasi keagamaan dapat berupa doktrin yang dikembangkan, metode pemahaman agama, proses sosialisasi

28

doktrin, pengalaman, hubungan pemimpin dengan yang dipimpin dan antar warga dalam organisasi, basis sosialnya, perilaku politik, ekonomi, dan sebagainya. Persoalan-persoalan kontemporer lainnya seperti hubungan agama dan negara, paham pluralisme agama, konflik antar penganut agama, sinkretisme, pertemuan antar agama (adaptasi, akulturasi, inkulturasi), sikap terhadap agama lain (indiferentisme / menyamakan, relativisme, menghargai, tidak aman, fanatisme), pergaulan antar penganut agama yang berbeda (apologetis / membela agamanya, polemis / perang, competition / persaingan, toleransi, dialog). (Suprayogo, Tobroni. 2001 : 43)

2) Teori Sosiologi

a) Teori-teori Struktural-Fungsional

Para sosiolog abad ke-19 seperti Auguste Comte dan Herben Spencer sangat terpengaruh oleh persamaan-persamaan yang terdapat antara organisasi biologis dengan kehidupan sosial. Spencer pernah mengatakan bahwa masyarakat manusia adalah seperti suatu organisasi, kesatuan dari unsur-unsur yang saling berhubungan selama jangka waktu tertentu, atas dasar pola tertentu.

Lembaga sosial sebagai unsur struktur dianggap dapat memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup dan pemeliharaan masyarakat. Lembaga ekonomi misalnya berfungsi untuk mengadakan produksi dan distribusi barang-barang serta jasa-jasa. Lembaga sosial keluarga mempunyai fungsi reproduksi, sosialisasi, pemeliharaan anak-anak dan seterusnya.

29

Kadang di dalam masyarakat dapat dijumpai hal-hal yang dianggap baik, akan tetapi hal itu tidak banyak terdapat sehingga ada golongan- golongan tertentu yang merasa dirugikan. Konflik mencakup suatu proses dimana terjadi pertentangan hak atas kekayaan, kekuasaan, kedudukan dan seterusnya, dimana salah satu pihak berusaha menghancurkan pihak lain. Salah satu pengungkapan dari teori konflik yaitu teori yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels dalam “Comunist Manifesto” (1848),

mereka menganggap bahwa proses terpenting dalam masyarakat adalah terjadinya pertentangan klas (class strunggle).

c) Teori-teori Interaksi-Simbolis

Dasar kehidupan bersama dari manusia adalah komunikasi, terutama lambang-lambang sebagai kunci untuk memahami kehidupan sosial manusia. Suatu lambang merupakan tanda, benda atau gerakan yang secara sosial dianggap mempunyai arti tertentu.

Titik tolak dari pendapat para sosiolog kalangan interaksionis- simbolis mengikuti ajaran dari George Herbert Mead mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain dengan perantaraan lambang-lambang tertentu yang dipunyai bersama mereka dapat menafsirkan keadaan dan perilaku dengan menggunakan lambang-lambang tersebut terutama bahasa tidak hanya merupakan sarana untuk mengadakan komunikasi antarpribadi tetapi juga untuk berfikir. d) Teori-teori Social-Exchange

30

Di dalam pergaulan hidup manusia terdapat kecenderungan yang kuat bahwa kepuasan dan kekecewaan bersumber pada perilaku pihak lain terhadap dirinya sendiri.

Para sosiolog yang menganut teori ini mengatakan bahwa seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain, oleh karena itu dianggapnya menguntungkan sehingga dia mendapatkan suatu imbalan.

e) Etnometodologi

Dalam kehidupan sehari-hari akan tampak bahwa manusia senantiasa cenderung untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Yang menjadi pusat perhatian etnometodologi adalah bagaimana suatu perilaku yang merupakan kebiasaan terjadi atau berlangsung. Seorang etnometodologi mempelajari bagaimana masyarakat membentuk dan berpegang pada presumsi bahwa kehidupan sosial merupakan suatu ciri yang nyata, dengan kata lain meneliti tingkah laku warga masyarakat yang merupakan suatu realitas dan tertib sosial tertentu. (Yulius, Bonet. 1982 : 6-10)

3) Paradigma Penelitian Sosial Agama

Paradigma penelitian Sosial Agama dibagi menjadi empat macam paradigma antara lain yang pertama adalah paradigma definisi sosial.

Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001 : 86-91) paradigma ini dipelopori oleh Weber yang mengartikan sosiologi sebagai studi tentang

tindakan sosial “penuh arti” antar hubungan sosial. Yang dimaksud tindakan

sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan bagi tindakan orang lain. Teori

31

yang termasuk dalam paradigma ini antara lain teori aksi, interaksionisme simbolik, dan fenomenologi. Dalam penelitian kualitatif yang bersifat naturalistik, fungsi paradigma dan teori bukan dalam rangka membentuk fakta, melakukan prediksi dan menunjukkan hubungan dua variabel sebagaimana dalam penelitian kuantitatif, melainkan lebih banyak untuk mengembangkan konsep dan pemahaman serta kepekaan peneliti.

Kedua, paradigma positivistik (paradigma fakta sosial). Dalam paradigma ini fenomena sosial dipahami sebagaimana fenomena alam, cara kerja ilmu sosial menggunakan metode ilmu alam yang disebut fisika sosial. Penelitian dengan menggunakan paradigma positivistik ini biasanya bertujuan untuk menjelaskan (explanation) mengapa suatu peristiwa terjadi, bagaiman frekuensinya (intensitasnya) proses kejadiannya, hubungannya antarvariabel, rekaman perkembangan, deskripsi, bentuk dan polanya.

Ketiga adalah paradigma naturalistik (paradigma definisi sosial). Penelitian dengan menggunakan paradigma naturalistik bertujuan untuk memahami (understanding) makna perilaku, simbol-simbol dan fenomena- fenomena.

Keempat, paradigma rasionalistik (paradigma verstehen). Imam Suprayogo dan Tobroni (2001 : 93) Ia memandang realitas sosial sebagaimana dipahami oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan didialogkan dengan pemahaman subjek yang diteliti / data empirik. Paradigma ini banyak digunakan antara lain dalam penelitian filsafat, bahasa, agama (ajaran) dan komunikasi.

32

Aliran teori yang dapat dikelompokkan dalam paradigma ini meliputi, pertama teori fungsionalisme struktural yaitu agama dan kitab suci merupakan pranata sosial yang melingkupi kehidupan manusia, dan agama menjadi fungsional ketika agama menjadi norma dan kultur bersama dalam masyarakat. Kedua teori konflik, yaitu konflik dalam masyarakat akan muncul dengan sendirinya apabila pranata dan struktur sosial yang ada dianggap tidak memadai lagi dan norma-norma lama, struktur sosial yang lama juga perlu diganti atau direformasi, dalam rangka menciptakan tatanan yang baru dan keseimbangan yang baru. Ketiga teori sistem mengatakan bahwa kehidupan ini adalah sebuah sistem, baik dalam konteks mikro

(mikrokosmos / manusia) maupun makro (makrokosmos / alam jagad raya).

4) Aliran-aliran dalam Sosiologi Agama a) Aliran Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun memahami masyarakat dalam segala totalitasnya, dia menunjukkan segala fenomena untuk bahan studinya. Dia mencoba untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan kausalitas (sebab akibat) di bawah sorotan sinar sejarah.

Keunggulan aliran sosiologi karya Ibnu Khaldun yang pertama adalah falsafah sejarah yaitu peristiwa-peristiwa sejarah terkait dengan

determinisme kealaman dan bahwa fenomena sejarah adalah kejadian-

kejadian dalam negara. Adapun internal sejarah adalah refleksi, verifikasi

dan kausalitas bagi peristiwa-peristiwa dan prinsip-prinsinya. Kedua

33

benda-benda empirik, karena epistemologinya adalah observasi, sehingga merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada eksperimen-eksperimen dan tidak menganggap cukup eksperimen yang sifatnya individual, tetapi mereka hendaknya mengambil sejumlah eksperimen. Ketiga adalah pengasas ilmu peradaban atau falsafat sosial, dimana adalah kaidah-kaidah untuk memisahkan yang benar dari yang salah dalam penyajian fakta, menunjukkan yang mungkin dan yang mustahil.

Agama menurut paham Ibnu Khaldun bukan pikiran manusia. Metode berpikir manusia adalah akal, sedangkan metode agama adalah wahyu. Bahwa wahyu itu bukan akal, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa maujud itu terbatas sejalan dengan persepsi setiap makhluk rasional. b) Aliran Max Weber

Pusat perhatian Max Weber adalah dalam dua segi, ialah agama mempengaruhi pandangan hidup manusia terhadap masyarakat. Perubahan ekonomi dan sosial dapat mempengaruhi agama.

Metode tipe ideal aliran Max Weber menunjukkan penelitian tentang berbagai gejala agama dan kebudayaan erat hubungannya dengan metode komparatif. Sedangkan konsep rasionalisasi Weber bercirikan

rasionalisasi yang progressif khas masyarakat barat, yaitu sistematis yang

mungkin tumbuh dari ide-ide dan konsep-konsep keagamaan, pertumbuhan rasionalitas etis dan kemunduran yang progressif dari unsur- unsur magis, evolusionis karena memberikan perhatian kepada hancurnya

34

kebudayaan Eropa tradisional hingga tumbuhnya birokrasi politik, agama merupakan kepercayaan universal karena terdapat disetiap masyarakat. c) Aliran Joachim Wach

Definisi menurut Syamsudin Abdullah (1997 : 94-95) “sociology of

religion” dengan penelitian tentang hubungan antara agama dengan

masyarakat yang dipengaruhi agama. Metode yang paling cocok untuk mengadakan penelitian sosiologi agama adalah metode empiris deskriptif dan fenomenologis. Wach menyatakan masalah-masalah normatif merupakan masalah etika dan filsafat agama. Pengaruh agama terhadap masyarakat sama kuatnya dengan pengaruh masyarakat terhadap agama.

Tugas metode tipologis menurut Wach, pertama, menganalisis dengan cara perbandingan kelompok-kelompok keagamaan yang secara alami menjadi masyarakat. Kedua, menganalisis kelompok-kelompok keagamaan yang secara alami menjadi bagian dari masyarakat ; terdiri dari kecenderungan-kecenderungan yang lebih spesifik berhubung akibat diferensiasi dari masyarakat yang lebih maju. Ketiga, diferensiasi sosial dalam masyarakat berpengaruh atas sikap keagamaan dengan cara yang spesial. Keempat, mempelajari hubungan antara agama dan negara. Menurut Wach, hubungan antara agama dan negara mempunyai pengaruh terhadap agama. Kelima, menganalisis secara perbandingan jenis-jenis wibawa otoritas, pendiri, pembaharu, nabi, ahli peramal, orang suci, dan lain-lain.

35 d) Aliran Gabriel Le Bras

Sociologie religieuse adalah ilmu pengetahuan sosiologi dengan

suatu perhatian khusus kepada perilaku keagamaan dan tentang kelompok- kelompok keagamaan. (Abdullah, Syamsuddin. 1997 : 96)

Kemajuan yang pesat dari sociologie religieuse saat ini disebabkan oleh perbaikan-perbaikan di dalam teknik-teknik penelitian ilmu-ilmu sosial dan penelitian sejarah.

Langkah-langkah yang ditempuh adalah pertama, menghimpun informasi yang tepat (accurate). Kedua, memerlukan kepekaan dan kesungguhan adalah interpretasi informasi ini sebelum langkah-langkah lainnya direncanakan dan dilaksanakan.

5) Sosialisasi

Sosialisasi merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menjadi anggota masyarakat dan melalui sosialisasi manusia dapat menjadi makhluk sosial.

Sosialisasi menurut John Scott (2013 : 259) dapat dibedakan antara sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi primer ialah pembentukan dasar atau awal kepribadian dan dalam diri anak dimulai dengan mengakumulasi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi anggota dalam masyarakat tertentu. Sedangkan sosialisasi sekunder terdiri atas pengalaman- pengalaman yang kompleks dan terjadi sepanjang masa untuk menjadi anggota masyarakat atau kelompok budaya tertentu.

36

Altman dan Taylor (1973) membahas tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang sejauh kita mampu melalui beberapa proses.

Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada hakikat manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya, begitu pula kepribadian manusia. Lapisan kulit terluar kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, tidak ditutup- tutupi. Lapisan sedikit lebih dalam adalah lapisan kepribadian bersifat

semiprivate, tidak terbuka bagi semua orang. Lapisan terdalam adalah wilayah

private didalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam dan semacamnya, tidak terlihat oleh dunia luar oleh siapapun bahkan orang terdekat sekalipun, akan tetapi lapisan inilah yang berperan dalam kehidupan seseorang.

Teori perspektif teori penetrasi sosial Altman dan Taylor menjelaskan empat penjabaran. Pertama, lebih sering dan lebih akrab dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri seseorang, semakin dalam berupaya melakukan penetrasi, maka lapisan kepribadian yang dihadapi akan semakin tebal dan semakin sulit untuk ditembus. Kedua, keterbukaan diri (self disclosure) bersifat resiprokal

(timbal balik) terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori ini pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri dan keterbukaan bersifat timbal balik. Ketiga, penetrasi akan cepat

37

diawal, akan tetapi akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada istilah “langsung akrab” karena membutuhkan suatu proses yang panjang. Keempat, depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin memudar, maksudnya ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar maka keduanya akan berusaha semakin menjauh.

Merujuk kepada pemikiran John Thibaut dan Harold Kelley (1952) tentang konsep pertukaran sosial (sosial exchange), menurut mereka dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang penting antara lain adalah soal relational

outcomes, relational satisfaction, relational stability. Cenderung memperkirakan

keuntungan apa yang akan kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan orang lain sebelum kita melakukan interaksi.

Teori pertukaran sosial mengajukan dua standar umum tentang apa yang dijadikan perbandingan atau tolak ukur dalam mengevaluasi suatu hubungan, yaitu relative satisfaction (kepuasan relatif) adalah seberapa jauh hubungan interpersonal tersebut dapat membuat kita bahagia atau justru tidak bahagia, dan

the comparison level of alternatives, pada tahap ini muncul pertanyaan dalam

hubungan interpersonal sejauh mana suatu hubungan memberikan keuntungan. Ciri perubahan sosial masyarakat menurut Said Agil Husin Al Munawar ( 2004 : 202-203) ditandai dengan beberapa trend dominan dan objektif yaitu pertama, terjadi teknologisasi kehidupan sebagai akibat adanya revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat teknologis ditandai dengan adanya pembakuan kerja dan perubahan nilai, yaitu dominannya pertimbangan efisiensi dan produktivitas. Kedua, kecenderungan perilaku masyarakat yang semakin

38

fungsional, ditandai dengan pola hubungan sosial hanya terlihat dari sudut kegunaan dan kepentingan. Kemampuan individual dibutuhkan untuk menentukan seberapa jauh ia bermanfaat untuk orang lain. Ketiga, masyarakat padat informasi. Masyarakat yang padat informasi akan semakin bergerak ke depan, terbuka menerima berbagai jenis dan sumber informasi apabila diatur secara baik oleh sebuah sistem yang terbuka (open system) dan dijalankan secara efektif oleh

masyarakat. Budaya cenderung bergeser pada “budaya tertutup” ke “budaya terbuka”, karena budaya yang tidak menghargai pluralitas sosial sembari bersikap

otoriter, absolut dan tiranik adalah budaya eksklusif. Sedangkan budaya yang gemar menghargai pluralitas sosial seraya bersikap demokratis, kosmopolit dan egaliter adalah budaya inklusif.

Akhir-akhir ini menguat pola tuntunan masyarakat terhadap hasil kerja budaya, yaitu kesadaran budaya yang kian menghargai perbedaan ras, golongan, etnik, warna kulit, maupun agama. Perbedaan itu sebagai akibat logis dari pengakuan Allah di dalam Al-Qur‟an bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berbeda, tetapi perbedaan itu akan dipertemukan dengan sebuah garis lurus yang membentang dari segenap perbedaan-perbedaan diantara manusia yang oleh Al-

Qur‟an disebut takwa (kualitas). Kualitas (ketakwaan) inilah yang membuat

mereka menjadi sama dan sederajat dimata Tuhan. Manusia harus berjuang mempertemukan perbedaan tersebut melalui peran kreatif pertemuan budaya secara kualitatif di kalangan manusia sendiri.

Karena itu, penetrasi budaya haruslah dimulai dari penguatan budaya lokal, penguatan etika dan penguatan agama, serta penguatan profesi atau keahlian

39

masyarakat agar mereka tidak mudah tergoda oleh arus budaya asing yang menawarkan profesi dan keahlian yang lebih menggiurkan secara material. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah etika (akhlak-agama), kultural (ilmu iptek) dan profesi (amal shaleh-keahlian). Al-Qur‟an mengingatkan kaum muslimin agar waspada untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah, yang akan menimbulkan kekhawatiran dibelakang hari. Kesadaran berbudaya, beretika dan profesi adalah bagian dari upaya mempersiapkan generasi yang berakhlak tinggi (etika atau agama), tangguh dibidang kultural (iptek) dan memiliki (profesi) tertentu yang bisa diandalkan. (Q.S. An-Nisa : 9)

c. Asimilasi Budaya

Asimilasi adalah suatu proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari luar yang bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan lokal sehingga menjadi unsur- unsur kebudayaan baru yang berbeda.

Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam proses asimilasi, yang pertama masyarakat harus dapat menghargai unsur-unsur asing dan kebudayaan yang dibawanya karena tidak semua unsur-unsur asing berdampak negatif. Kedua adanya toleransi antarkebudayaan yang berbeda. Toleransi adalah sikap menghargai kebudayaan atau pendapat yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Masyarakat yang memiliki rasa toleransi tinggi cenderung mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada. Ketiga

40

adanya sifat terbuka. Masyarakat yang senantiasa menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dengan sifat terbuka, akan dapat hidup sejahtera.

Hal-hal yang dapat menghambat asimilasi, antara lain rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan lain, ketakutan terhadap kebudayaan atau unsur-unsur yang baru, sikap superior yang menilai tinggi kebudayaannya sendiri, perbedaan kepentingan, dan letak geografis yang terisolasi.

d. Pertukaran Budaya

1) Perubahan Sosial Masyarakat

Perubahan sosial menurut R.L Warren dan J.S Roucek (1984 : 215-217) adalah perubahan proses sosial atau struktur masyarakat, sedangkan perubahan kebudayaan mempunyai istilah yang lebih luas termasuk segala perubahan dalam kebudayaan seperti kepercayaan, pengetahuan, bahasa, teknologi dan lain-lain.

Masalah yang menyebabkan terjadi perubahan sosial, yang pertama adalah sumber-sumber yang berbeda terhadap perubahan. Kebanyakan perubahan dalam masyarakat tertentu terjadi bukan hasil ciptaan, tetapi melalui difusi atau melalui penyebaran sifat masyarakat lain. Penerimaan sifat baru yang muncul tergantung kepada sejauh mana masyarakat dapat menggunakan sifat baru itu. Kedua, peranan faktor penduduk. Perubahan penduduk akan membawa perubahan dalam masyarakat dengan meningkatnya jumlah penduduk yang biasanya memerlukan organisasi sosial yang lebih kompleks dan cara yang lebih tepat untuk memperoleh nafkah dan memantapkan pengawasan sosial. Ketiga, peranan teknologis. Dalam

41

masyarakat kita, revolusi industri berhubungan dengan berbagai perkembangan dan kemajuan dalam teknologi termasuk ilmu sains dan mempunyai pengaruh penting atas aspek yang berbeda dalam kehidupan institusi seperti: keluarga, agama, organisasi ekonomi, pemerintahan dan pendidikan. Keempat, peranan nilai-nilai perubahan. Sejarah merupakan pernyataan pentaklukan yang mutlak, dan perubahan sosial yaitu hasil jalinan pendapat yang unggul.

2) Akulturasi

Akulturasi adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Bisa diartikan juga bahwa akulturasi adalah proses masuknya pengaruh kebudayaan asing di suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu.

Keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat merupakan keadaan yang diidam-idamkan. Dengan keseimbangan, seluruh unsur-unsur kemasyarakatan akan benar-benar berfungsi dan saling mengisi.

e. Interaksi Sosial 1) Masyarakat

Masyarakat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang, dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya. Masyarakat menurut David Berry (2003 : 5-6) ialah suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dan individu-individu yang merupakan

42

anggota-anggotanya, bukan sekedar suatu penjumlahan individu semata, melainkan sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka.

2) Sistem Sosial

Wawasan sistem sosial dari para ahli sosiologi telah dikembangkan secara luas dengan meninjau wawasan dari ilmu pengetahuan alam, didalamnya terkandung persamaan dengan beberapa sifat dan konsep sehari- hari. Sistem menunjuk pada cara bagaimana kehidupan sosial diatur dan diorganisasi, dapat menunjuk pada masyarakat dalam skala yang besar pada sektor tertentu dalam masyarakat.

Perubahan dan perkembangan didalam suatu aspek kegiatan sosial tertentu dapat menghasilkan perubahan dan perkembangan atau menimbulkan reaksi pada kehidupan lainnya.

2. Teori Pendidikan

Dokumen terkait