• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.7 Nilai ekonomi lahan (land rent)

2.7.3 Teori nilai lahan pertanian (agricultural rent)

Teori lain yang menjelaskan tentang land rent dikembangkan oleh Dunn dan Isard (Alonso, 1964). Menurut teori ini land rent di setiap lokasi adalah sama dengan nilai dari produk dikurangi biaya produksi dan biaya transportasi. Dalam teori ini diasumsikan hanya ada satu pasar dimana produk-produk pertanian dapat dijual, dan hanya ada satu jenis produk pertanian.

Rentang nilai antara penerimaan dan biaya dalam kegiatan pertanian merupakan sewa ekonomi dan juga dapat menjadi sewa yang dibayarkan oleh penggarap kepada pemilik lahan. Land rent pada setiap lokasi dapat diformulasikan sebagai berikut :

pc(t) = N [ Pc – C – kc(t) ] dimana :

pc(t) : land rent per satuan unit lahan pada jarak t dari pasar N : jumlah produk yang diproduksi per satuan unit lahan Pc : harga produk per unit di pasar

C : biaya produksi

Kc(t) : biaya transportasi satu unit produk pada jarak t ke pasar 2.7.4 Konversi lahan berdasarkan Teori Land Rent

Menurut Barlowe (1978), proses konversi lahan dapat dijelaskan berdasarkan teori atau konsep land rent. Dalam pemilihan penggunaan lahan diantara berbagai alternatif biasanya mencerminkan faktor-faktor seperti keahlian, selera, serta modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh berbagai alternatif tersebut. Para pemilik lahan selalu konsentrasi pada penggunaan yang

Universitas Sumatera Utara

30

memberikan keuntungan terbesar pada lokasi tertentu dan dengan kombinasi-kombinasi tertentu dari faktor-faktor produksi.

Pemilik lahan selalu membandingkan pendapatan yang dapat dihasilkan pada berbagai alternatif penggunaan lahan. Perbandingan ini berdasarkan pada pengamatan secara umum dan juga berdasarkan perhitungan dari kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperkirakan dapat dihasilkan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut. Perbandingan ini, terutama sekali melibatkan faktor penggunaan dan lokasi, serta dapat dilihat dari segitiga land rent masing-masing penggunaan lahan.

Pada Gambar 2.3 segitiga land rent dapat dilihat mulai dari segitiga EOP’, yang menggambarkan land rent dari penggunaan A, sampai segitiga HOT, yang menggambarkan penggunaan D.Keempat segitiga land rent pada Gambar 2.3 (EOP’, FOR’, GOS’, dan HOT) dapat digunakan untuk menjelaskan persaingan antara empat jenis penggunaan lahan. Empat penggunaan tersebut dapat mewakili penggunaan untuk industri, permukiman, pertanian, dan kehutanan. Dengan masing-masing contoh tersebut, penggunaan yang menghasilkan land rent tertinggi biasanya menjadi kapasitas penggunaan lahan yang tertinggi di suatu area tertentu.

Universitas Sumatera Utara

31 Gaambar 2.3 penurunan kapasitas penggunaan lahan sumber : Pambudi, (2008).

Pada Gambar 2.3, sisi miring dari masing-masing keempat segitiga land rent menggambarkan batas intensif untuk penggunaan lahan tertentu. Batas

intensif untuk penggunaan A digambarkan oleh garis EP’ dan batas intensif untuk penggunaan B, C, dan D digambarkan oleh garis FR’, GS’, dan HT. Titik perpotongan antara batas intensif disebut batas konversi. Perpotongan antara batas intensif untuk penggunaan A dan B berada pada titik ab (titik P). Pada titik ini lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan B dibandingkan melanjutkan penggunaan A. Batas konversi lain berada di titik bc atau R dimana di titik ini lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan C dibandingkan melanjutkan penggunaan B, dan di titik cd

Batas konversi antara A dan B Zona konversi dari A ke B Tidak ada rent dari A Batas konversi antara B dan C Zona konversi dari B ke C Tidak ada rent dari B Batas konversi antara C dan D Zona konversi dari C ke D Tidak ada rent dari C Tidak ada rent dari D

Universitas Sumatera Utara

32

atau S lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan D dibandingkan melanjutkan penggunaan C.

Pemilik lahan pada masing-masing kasus tersebut dapat melanjutkan penggunaan lahan yang sebelumnya melebihi batas konversinya sampai pada titik batas tidak ada rent (no-rent). Jarak antara batas konversi dan batas no-rent (antara P dan P’ pada penggunaan A; R dan R’ pada penggunaan B; serta S dan S’

pada penggunaan C) disebut zona konversi. Penggunaan lahan yang berada pada zona tersebut tidaklah menguntungkan. Dengan contoh yang diberikan ini, konsep dari land rent dan highest and best use dapat digunakan untuk menjelaskan persaingan antara penggunaan lahan.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang relevan dilakukan sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan nilai ekonomi lahan (land rent) adalah dalam penelitiannya Pambudi (2008), dengan penelitian analisis nilai ekonomi lahan (land rent) pada lahan pertanian dan permukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi perubahan fungsi lahan dari kegiatan pertanian ke kegiatan nonpertanian, mengidentifikasi dan menghitung perbedaan antara nilai ekonomi lahan antara lahan pertanian dan lahan nonpertanian atau permukiman, dan menganalisis dan menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan pada sektor pertanian dan permukiman. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis pertumbuhan perubahan penggunaan lahan pertanian dalam kurun waktu tujuh tahun mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan sebesar -2,70 persen tiap tahunnya. Sedangkan pada lahan permukiman mengalami penambahan dengan laju pertumbuhan sebesar 3,96

Universitas Sumatera Utara

33

persen tiap tahunnya. Pada hasil perhitungan land rent, land rent lahan permukiman lebih besar 79 kali dibandingkan land rent lahan pertanian.

Sedangkan, keuntungan yang tidak diperoleh oleh pihak petani atas hilangnya kesempatan akibat konsekuensi mereka dalam mempertahankan lahanpertanian (opportunity cost) sebesar Rp 100.911,00/m

2

/tahun apabila berdasarkan nilai riil.

Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan pertanian yaitu status lahan, total penerimaan, dan total biaya operasional pada taraf nyata lima persen, sedangkan variabel luas lahan, pajak, dan jarak ke pasar tidak berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada lahan permukiman adalah luas lahan, kondisi rumah, total

penerimaan, jarak ke jalan utama pada taraf lima persen, sedangkan variabel biaya operasional,pajak, dan jarak ke fasilitas-fasilitas publik lainnya tidak berpengaruh nyata.

Putra (2014), dengan penelitiannya analisis nilai ekonomi pada rumah sewaan Di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.Tujuan penelitian untuk mengetahui rata-rata nilai ekonomi pada rumah sewaan di Kecamatan Gading Cempaka pada saat ini dan juga untuk mengetahui pola penyebaran rumah sewaan di Kecamatan Gading Cempaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai riil, dari rata-rata nilai ekonomi pada rumah sewaan di Kecamatan Gading Cempaka yaitu sebesar Rp 199.808,-/m2/tahun. Artinya nilai ini merupakan harga per m2 dari rata-rata rumah sewaan yang ada di Kecamatan Gading Cempaka. Sedangkan untuk pola penyebaran rumah sewaan di Kecamatan Gading Cempaka ditemukan bahwa pola penyebarannya cenderung berpola mengelompok yaitu tersusun dari bangunan-bangunan rumah yang lebih kompak dengan jarak tertentu dan memiliki

Universitas Sumatera Utara

34

relief yang sama yaitu dataran rendah. Untuk persentase penyebaran rumah sewaan terbanyak yaitu ada di Kelurahan Sidomulyo yaitu sebesar 40 %.

Akib (2002), dalam penelitiannya mengenai keterkaitan antara nilai manfaat lahan (land rent) dan konversi lahan pertanian di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok, dengan menggunakan alat analisis komponen utama dan regresi berganda menunjukkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai suatu land rent, antara lain biaya pengeluaran untuk benih, biaya pengeluaran untuk insektisida dan herbisida, biaya pengeluaran untuk tenaga kerja non keluarga, biaya sewa lahan, kesesuaian lahan tanaman tahunan, luas lahan pertanian unit, serta jarak antara lahan usaha dengan letak pasar terdekat. Berdasarkan analisis finansial Net Present Value (NPV), Antara lahan pertanian dan non pertanian terdapat ratio land rent yang sangat besar yaitu 1: 1.261.99. nilai opportunity cost yang diperoleh dari selisih antara land rent pertanian dengan non pertanian yaitu sebesar Rp 21.840.867.00/m2/tahun. Perbandingan land rent berdasarkan suku bunga yang berlaku juga menunjukkan nilai perbandingan yang sangat besar yaitu 1: 860,49 dengan nilai opportunity cost sebesar Rp 5.937.392,00/m2/ tahun.

Wahyudin (2005) mengenai analisis fiskal lahan di Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Palabuhan Ratu. Berdasarkan hasil perhitungan nilai penggunaan lahan diperoleh bahwa nilai fisik rata-rata lahan di wilayah Kecamatan Ciampea adalah sebesar Rp 95.000,00-/m2. Nilai ini diperoleh berdasarkan informasi yang diperoleh dari seluruh responden yang diperoleh dilapangan. Adapun beberapa nilai penggunaan lahan yang diperoleh dan dapat dianalisis di Kecamatan ini adalah nilai penggunaan lahan pertanian sawah, perikanan budaya dan lahan

Universitas Sumatera Utara

35

pemukiman, yaitu berturut-turut sebesar Rp 28.201,00-/ m2, Rp 219.136,00-/ m2 dan Rp 148.664,94,00-/ m2.

Ongkowijono (2006) dalam penelitiannya mengenai perbandingan land rent antara lahan komoditas hortikultura dengan padi serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya di Kecamatan Pacet dan Warung kondang, Kabupaten Cianjur, berdasarkan hasil analisis land rent, untuk komoditi hortikultura diperoleh nilai dari kisaran Rp – 2.993,00 – Rp 17.304,00 sedangkan untuk land rent komoditas padi sebesar Rp 517,00. Dengan menggunakan analisis regresi berganda dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap land rent yaitu luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat produksi, dan nilai sisa alat.

Mujahid (2019) penelitiannya mengenai Perbandingan nilai ekonomi lahan dalam kasus konversi lahan sawah di Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah.berdasarkanhasil analisis data serta pembahasan dalam penelitian ini, perbandingan nilai ekonomi lahan untuk kajian konversi sawah dapat ditunjukkan oleh besar rasio rata-rata nilai land rent sawah terhadap land rent hasil konversi yang menunjukkan potensi peningkatan land rent akibat konversi lahan sawah menjadi penggunaan lahan non sawah. Secara keseluruhan, nilai rasio yang dihasilkan adalah 1 : 32,7. Artinya, potensi nilai lahan secara ekonomis akan meningkat 32,7 kali lipat dengan perubahan sawah menjadi lahan untuk peruntukan lainnya.Kajian nilai lahan ini dapat memberikan penjelasan yang rasional dalam memahami konversi lahan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 13 bentuk konversi sawah dengan rasio nilai lahan sawah terhadap non sawah sebesar 1 :32,7 menunjukkan besarnya nilai opportunity cost yang dapat diduga menjadi alasan pemilik lahantidak mempertahankan lahan sawahnya.

Universitas Sumatera Utara

36

Zamhari (2019) dalam penelitiannya mengenai ekonomi konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawitDi Kecamatan Kedurang Kabupaten Bengkulu SelatanProvinsi Bengkulu. Hasil penelitian yaitu beberapa poin, yaitu: 1) Laju konversi lahan sawah terluas di Kabupaten Bengkulu Selatan berlangsung pada tahun 2010 sampai 2015 mencapai 4.022 hektar, 2) Hasil analisis diperoleh nilai land rent dari usahatani padi sawah dengan pola tanam Padi-Padi sebesar Rp 9.826.601/hektar/tahun dan untuk pola Padi-Padi-Palawija sebesar Rp 13.658.440/hektar/tahun. Nilai land rent rata-rata lahan sawah dari kedua pola tanam sebesar Rp 11.571.319/hektar/tahun. Berdasarkan nilai land rent dari dari aktivitas usahatani kedua komoditas diperoleh indeks tingkat kesejahteraan petani sebesar 0,58 untuk usahatani padi dan 0,78 untuk kelapa sawit, artinya pengelolaan masing-masing komoditas pada luasan 1 hektar belum mampu mensejahterakan petani. 3) Faktor pendorong (push factor) konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit adalah kendala irigasi (X1), Resiko usahatani padi sawah (X3), jumlah tenaga kerja keluarga (X5).

Kulsum (2015) dalam penelitiannya mengenai determinan keputusan petani terhadap konversi lahan sawah menjadi permukiman. Hasil penelitian yaitu, berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa keputusan petani dalam mempertahankan dan tidak mempertahankan lahan sawah di Kabupaten Serang dan Kabupaten Lampung Selatan dipengaruhi oleh pajak lahan, harga lahan, pendapatan rumah tangga, luas lahan, dan statuslahan, sedangkan variabel lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan petani. Proyeksi luas lahan dan produksi padi sawah untuk tahun 2022 di Kabupaten Serang sebesar 38.702 hektar dan 299.238 ton, sedangkan di Kabupaten Lampung Selatan 32.066,50

Universitas Sumatera Utara

37

hektar dan 351.975,27 ton. Perbandingan nilai land rent antara lahan sawah di Desa Linduk sebesar 1:1,47 dan di Desa Tajimalela sebesar 1:5,59. Land rent permukiman lebih tinggi dibandingkan land rent lahan sawah. Untuk mencegah konversi lahan sawah di masa mendatang, maka konsistensi kebijakan rencana tata ruang wilayah perlu mendapat kepastian dan penegakan hukum yang adil dan

Sepriana (2014) dalam penelitiannya mengenai dampak pengembangan bandara sultan iskandar muda terahadap alih fungsi lahan sawah dan nilai lant rent. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui perubahan yaitu (1) luas lahan

sawah yang telah beralih fungsi; (2) perbedaan nilai ekonomi lahan sawah dan nilai pemukiman; juga (3) mengetahui keadaan ekonomi masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan survai lapangan. Pengumpulkan data mengunakan teknik wawancara, schedule questioner ataupun interview guide.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Terjadi penambahan laju alih fungsi lahan setiap tahunnya, khususnya luas sawah mengalami pengurangan sebesar 243,1 ha (5,6%) dari 816,1 ha (18,78%) pada tahun 1988 menjadi 573,009 ha (13,19%) di tahun 2010 dari keseluruhan luas lahan yang terkena pengembangan sebesar 4345,22 ha.

(2) Nilai Land rent pemukiman sebesar Rp 100.642,60,- (m2 per tahun) lebih menguntungkan dibandingkan nilai land rent sawah yaitu Rp 1.783,70,- (m2 per tahun). Rasio nilai land rent sawah danpemukiman adalah 1: 56,42. (3) Terdapat peningkatnya pendapatan yang diterima oleh masyarakat.

Fahri ( 2016) dalam penelitianya mengenai aplikasi pendekatan land rent dalam menganalisis alih fungsi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap aplikasi pendekatan land rent dalam menganalisis alih fungsi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit. Penelitian

Universitas Sumatera Utara

38

dilaksanakan di Kabupaten Kampar, Riau dari bulan April hingga Desember 2013.

Pengumpulan data melalui survei lapang terhadap 30 petani padi dan 30 petani yang melakukan konversi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit. Nilai land rent usahatani padi sawah selanjutnya dibandingkan dengan land rent usahatani kelapa sawit. Penyelarasan perhitungan nilai land rent kedua komoditas dengan pendekatan nilai PVNR dengan waktu analisis selama 25 tahun dan discount rate sebesar 10 %. Hasil analisis ekonomi menunjukkan land rent usahatani padi sawah sebesar Rp. 9.834.727/ha/th dan usahatani kelapa sawit Rp. 16.255.090/ha/th.

PVNR- land rent usahatani padi sawah Rp. 89.200.977/ha, sedangkan kelapa sawit Rp. 111.388.769/ha. PVNR- land rent usahatani kelapa sawit lebih tinggi 25%

dari usahatani padi sawah. Kesejahteraan rumah tangga petani padi sawah lebih rendah dengan nilai NTPRP 0,57 dibanding kesejahteraan rumah tangga petani kelapa sawit dengan nilai NTPRP 0,70.

2.9 Kerangka Penelitian

Kerangka pemikiran studi analisis nilai ekonomi lahan (land rent) pada lahan pertanian di Kabupaten Deli Serdang dalam penelitian ini. dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

39

Gambar 2.4 Skema Kerangka Penelitian

Potensi dan Masalah

Luas lahan pertanian tinggi

Mata pencaharian sebagian besar petani

Land rent pertanian rendah

RTRW Kabupaten Deli Serdang

Perubahan penggunaan lahan pertanian analisis SIG

Penggunaan lahan pertanian

Analisi nilai ekonomi lahan

Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent analisis regresi berganda

Universitas Sumatera Utara

40 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini direncanakan di Kabupaten Deli Serdang dengan luas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan. Adapun mengenai batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang, dapat diuraikan sebagai berikut : Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten karo dan KabupatenSimalungun Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Langkat, Kota Binjai, dan

Kabupaten karo

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

Mengelilingi Kota Medan.

Waktu penelitian selama 2 bulan yakni dilakukan pada bulan April 2021 sampai dengan bulan Juni 2021.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang sifatnya menjelaskan hasil dari penelitian dengan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang memberikan gambaran mengenai suatu daerah penelitian dengan jalan mendeskripsikan sejumlah masalah yang diteliti berdasarkan data-data yang ada dengan teori dari perhitungan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan- hubungannya (Sugiono, 2016).

Universitas Sumatera Utara

41 3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Sumber data primer diperoleh dari narasumber penelitian langsung dilapangan Penelitian dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner kepada para pemilik lahan atau petani. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam memperkirakan nilai ekonomi lahan pertanian dengan karakteristik yang dimiliki di Kabupaten Deli Serdang.

2. data sekunder

Data sekunder diperlukan untuk melengkapi hasil wawancara, meliputi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2009, Peta Penggunaan Lahan Tahun 2019 dan Peta yang mendukung pada penelitian ini, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), data statistik kabupaten dan kecamatan, dan data relevan lain untuk penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang dan instansi-instansi yang terkait, serta studi literatur.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2016) mendefinisikan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

Universitas Sumatera Utara

42

ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhlahan pertanian di Kabupaten Deli Serdang.

3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2016) mendefinisikan Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek. Untuk menentukan besarnya sampel bisa dilakukan dengan statistik atau berdasarkan estimasi penelitian. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benardapat berfungsi atau dapat menggambarkan keadaaan populasi yang sebenarnya, dengan istilah lain harus representatif (mewakili).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan Non Probability Sampling yaitu dengan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono

(2016) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.Alasan menggunakan teknik Purposive Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih teknik Purposive Sampling yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam penelitian ini.Pengambilan sampel dalam penelitian ini di berdasarkan lahan pertanian yang luas tersebar di 22 Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini diambil 30 responden yang berasal dari produsen pertanian atau petani.

Universitas Sumatera Utara

43 3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara langsung kepada responden yang didasarkan pada daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. wawancara dilakukan terhadap para petani yang selama setahun menanam tanaman baik secara monokultur atau menanam barbagai komoditi di lahan pertanian yang digarapnya.

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Menganalisis perubahan penggunaan lahan pertanian

Metode dan pendekatan yang digunakan untuk menjawab perumusan masalah pertama pada penelitian yaitu dengan analisis perubahan penggunaan lahan. Analisis yang dilakukan merupakan analisis berbasis Geographic Information System (GIS) sesuai dengan kebutuhan penelitian dalam segi spasial.Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan antar peta penggunaan lahan tahun 2009 dan 2019. Analisis overlay (tumpang tindih) adalah salah satu teknik analisis yang dapat dilakukan dengan bantuan software pengolahan data spasial ArcGIS.Hasil dari proses analisis overlay ini adalah peta perubahan penggunaan lahan pertanian.

3.6.2 Analisis ekonomi lahan (land rent)

Metode dan pendekatan yang digunakan untuk menjawab perumusan masalah kedua pada penelitian menganalisis ekonomi lahan (land rent). Langkah awal dalam analisa ini adalah mengumpulkan data terkait analisis ekonomi lahan.

Teori yang menjelaskan tentang land rent dikembangkan oleh Dunn dan Isard (Alonso, 1964). Menurut teori ini land rent di setiap lokasi adalah sama dengan nilai dari produk dikurangi biaya produksi dan biaya transportasi. Dalam teori ini

Universitas Sumatera Utara

44

diasumsikan hanya ada satu pasar dimana produk-produk pertanian dapat dijual, dan hanya ada satu jenis produk pertanian. Rentang nilai antara penerimaan dan biaya dalam kegiatan pertanian merupakan sewa ekonomi dan juga dapat menjadi sewa yang dibayarkan oleh penggarap kepada pemilik lahan. Land rent pada setiap lokasi dapat diformulasikan sebagai berikut :

pc(t) = N [ Pc – C – kc(t) ] dimana :

pc(t) : land rent per satuan unit lahan pada jarak t dari pasar N : jumlah produk yang diproduksi per satuan unit lahan Pc : harga produk per unit di pasar

C : biaya produksi

Kc(t) : biaya transportasi satu unit produk pada jarak t ke pasar

3.6.3 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan (land rent)

Metode dan pendekatan untuk menjawab perumusan masalah ketiga pada penelitian ini adalah dengan analisis kolerasi berganda, analisis regresis berganda menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan land rent lahan pertanian.

a. Analisis Korelasi Berganda

Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan analisis korelasi berganda terhadap variabel-variabel penjelas. Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua atau lebih variabel sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar variabel tersebut. Dalam

Universitas Sumatera Utara

45

analisis korelasi berganda, keeratan sifat antara dua variabel akan ditunjukkan dari koefisien korelasi apakah berkorelasi positif, negatif, atau tidak berkorelasi.

Apabila dua variabel memiliki kecenderungan yang searah maka dinyatakan sebagai berkorelasi positif, sebaliknya bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah maka dinyatakan sebagai berkorelasi negatif. Dua variabel tersebut tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien korelasi mendekati nol atau perubahan nilai pada salah satu variabel tidak diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya. Koefisien korelasi berganda dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

dimana :

n = ukuran populasi

xi= nilai variabel x untuk anggota populasi ke-i yi = nilai variabel y untuk anggota populasi ke-i

Hasil analisis korelasi berganda digunakan untuk menentukan kombinasi

Hasil analisis korelasi berganda digunakan untuk menentukan kombinasi