• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu

2. Teori Nilai

Konsep ini terjadi pada tingkatan ketika hasil pekerjaan diterima individu sama seperti apa yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, maka akan semakin puas, dan sebaliknya. Fokusnya pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Teori nilai ini memfokuskan diri pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan kerja dalam pendekatan ini ialah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Dalam hal ini, semakin besar perbedaan, maka semakin rendah kepuasan orang. Implikasi teori ini pada aspek pekerjaan yang perlu diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Teori ini lebih menekankan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor, yaitu dengan cara efektif dalam memuaskan pekerja dnegan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya. Kelemahan teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan orang juga ditentukan oleh individual differences. Selain itu, tidak linearnya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan (Sinambela, 2016).

3. Teori Frederick-Herzberg

Ahli psikologi dan konsultan manajemen ini mengembangkan Teori Dua Faktor yang menempatkan faktor pekerjaan dalam dua kelompok, yaitu faktor pemuas/motivator yang terdiri dari faktor intrinsik pekerjaan yang meliputi aspek dari pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, penghargaan, pencapaian prestasi, kemanjuan, kemungkinan berkembang, dan konformitas. Bila faktor

pemuas terpenuhi maka dapat menimbulkan kepuasan kerja yang akan membentuk motivasi yang kuat untuk menghasilkan kinerja yang baik dan faktor pemelihara/hygienis yaitu kondisi ekstrinsik dari pekerjaan seperti upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur, perusahaan, mutu pelayanan, dan mutu hubungan interpersonal. Terpenuhinya kebutuhan akan kondisi ekstrinsik tidak menjamin timbulnya kepuasan kerja karyawan, namun menjadi faktor pemelihara kondisi kerja agar tidak terjadi ketidakpuasan kerja.

Ketidakberadaan faktor pemelihara ini dapat mengakibatkan timbulnya ketidakpuasan terhadap pekerjaan (Wibowo, 2011).

Dimensi kepuasan kerja

Alam dan Mohammad (2010), mengemukakan bahwa setidaknya ada enam dimensi utama kepuasan kerja yaitu:

1. Kepuasan terhadap supervisor

Kepuasan kerja ditentukan oleh persepsi karyawan tentang seberapa banyak informasi dan bimbingan yang diberikan oleh atasan untuk melaksanakan pekerjaan. Hasil riset yang dilakukan oleh Sigit (2009) didapatkan bahwa supervisi yang dilakukan secara konsisten sekitar 67,40% berpeluang meningkatkan kepuasan.

2. Kepuasan terhadap keragaman tugas

Kepuasan yang dirasakan dengan memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak melakukan rutinitas. Hal ini akan membantu karyawan untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi.

3. Kepuasan terhadap otonomi dalam pekerjaan

Kepuasan yang didapatkan dari rasa bebas ketika hendak menyelesaikan sebuah tugas/tanggung jawab sampai tugas tersebut tuntas.

4. Kepuasan terhadap kompensasi

Kepuasan yang dirasakan berdasarkan imbalan yang diterima oleh karyawan.

Temuan riset yang dilakukan oleh Curtis (2007), menunjukkan kecilnya korelasi antara gaji dan kepuasan kerja. Ia mengatakan bahwa motivasi untuk bekerja bukanlah semata-mata karena uang, namun yang paling penting adalah bagaimana rumah sakit memenuhi kebutuhan karyawan, memperlakukan karyawan dengan baik, menerapkan manajemen yang fleksibel dan komunikator, serta melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan.

5. Kepuasan terhadap rekan kerja

Kepuasan yang dirasakan karena adanya kehadiran dan dukungan dari rekan kerja. Penelitian terbaru mengidentifikasi bahwa rekan kerja yang menjadi tim kuat atau efektif akan membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan 6. Kepuasan terhadap manajemen serta kebijakan SDM

Kepuasan ini berhubungan baik terhadap kebijakan organisasi. berdasarkan riset, sumber utama ketidakpuasan perawat atas pekerjaannya disebabkan oleh ketidakefektifan manajemen dan tingkat keterlibatan perawat yang rendah ketika mengambil sebuah keputusan, buruknya keterikatan dengan pihak manajemen, pengakuan yang kurang, dan sistem penjdwalan yang terkesan tidak fleksibel (Alam & Mohammad, 2010).

Dalam studi Alasmari dan Douglas (2012), tercatat bahwa komponen kepuasan kerja ada lima yang diantaranya adalah (1) kepuasan pribadi yang

diukur dengan 10 item pernyataan, (2) kepuasan terhadap beban kerja diukur dengan 7 item pernyataan, (3) kepuasan terhadap dukungan professional diukur dengan 9 item pernyataan, (4) kepuasan terhadap upah dan harapan diukur dengan 8 item pernyataan dan (5) kepuasan terhadap pelatihan diukur dengan 4 item pernyataan.

Sedangkan menurut penelitian Mosadeghrad, Ferlie, dan Rosenberg (2008) dijelaskan terdapat sebanyak sembilan dimensi kepuasan kerja yakni:

1. Kepuasan terhadap gaji dan balas jasa adalah tentang remunerasi, upah serta balas jasa untuk pekerjaan yang telah dilakukan.

2. Kepuasan terhadap pengakuan dan promosi adalah tentang kesempatan untuk maju, berkembang, dan berprestasi dalam pekerjaan.

3. Kepuasan terhadap manajemen dan supervisi adalah tentang kompetensi yang dimiliki supervisor serta cara pimpinan dalam mengontrol karyawan.

4. Kepuasan terhadap teman kerja adalah mengenai hubungan dengan teman sekerja dan kualitas dari interaksi tersebut.

5. Kepuasan terhadap kebutuhan tugas adalah mengenai apa saja kebutuhan karyawan agar pekerjaan mereka menjadi lebih baik, seperti pendidikan dan pengembangan.

6. Kepuasan terhadapkebijakan yang dibuat oleh organisasi adalah mengenai kepuasan akan kebijakan serta aturan yang dibuat oleh organisasi.

7. Kepuasan terhadap kondisi pekerjaan adalah mengenai segi lingkungan serta keselamatan karyawan saat melakukan pekerjaan.

8. Kepuasan terhadap sifat dari pekerjaan adalah mengenai identitas pekerjaan, pekerjaan yang berarti, tanggung jawab, dan otoritas

9. Kepuasan terhadap keamanan kerja adalah terkait rasa aman dan terlindungi yang dirasakan karyawan saaat bertugas.

Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja

Luthans (2008) berpendapat bahwa ada beberapahal yang berpengaruh pada kepuasan kerja diantaranya:

1. Pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan yang mampu memberikan kepuasan kepada karyawan adalah pekerjaan yang menyediakan tugas yang menarik, pekerjaan yang menantang, tersedianya kesempatan untuk belajar, kesempatan menerima tanggung jawab, dan kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan.

2. Gaji

Gaji merupakan hal yang paling signifikan namunmerupakan faktor yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja. Hal inilah yang menjadikan gaji menjadifaktor yang paling dominan pada kepuasan kerja. Gaji tidak hanya membantu karyawan memperoleh kepuasan dasar, tetapi juga merupakan alat pemuas atas kebutuhan yang setinggi-tingginya.

3. Peluang untuk berkembang

Peluang untuk berkembang erat kaitannya dengan kebutuhan karir karyawan.

Karyawan yang dipromosikan berdasarkan unsur kesenioran memang dinilai mendapat kepuasan kerja. Namun, karyawan yang dipromosi melalui kinerja tidak banyak mendapatkan kepuasan.

Sedangkan menurut Sinambela (2016) terdapat enam faktor yang menyebabkan variabelkepuasan kerja diantaranya:

1. Faktor secara psikologis. Faktor iniberhubungan dengan psikologiskaryawan yang terdiri dari motivasi, sikap, dan tindakan, keinginan, skill, dan ketentraman dalam pekerjaan.

2. Faktor sosial.Faktor ini memiliki hubungan dengan hubungan baik sesamakaryawan, atasan,dan jugasejawat dengan profesi yang berbeda.

3. Faktor fisik. Faktor ini memiliki hubungan dengan keadaanberdasarkan fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai yang meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan pegawai, serta usia karyawan.

4. Faktor secara finansial. Faktor ini memiliki hubungan dengan kesejahteraan karyawan yang terdiri atas besaran dan sistem upah , sistem jaminan, tunjangan, fasilitas yang diterima, dan promosi yang didapatkan.

5. Mutu pengontrolan. Kepuasan karyawan bisa mengalami peningkatan jika manajemen mampu memperhatikan karyawan.Selain itu, manajemen juga harus bisa menciptakan hubungan baik dengan setiap karyawan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri karyawan betapa penting kehadirannya dalam wadah organisasi.

6. Faktor hubungan antara karyawan terdiri dari: (1) hubungan manajer-karyawan, (2) kondisi pekerjaan dan fisiologi, (3) hubungan sosial sesame karyawan, (4) sugesti yang berasal dari teman dan, (5) keadaan emosional.

Faktor-faktor yang dipengaruhi kepuasan kerja

Robbins dan Judge (2008), mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang dipengaruhi kepuasan kerja yakni:

1. Keluar. Hal ini berarti keluar dari pekerjaanadalah dampak dari ketidakpuasan pada pekerjaan. Ketidakpuasan tersebut memberikan peluang bagi karyawan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

2. Aspirasi. Karyawan yang tidak mendapat kepuasan kerja secara konstruktif akan melakukan beberapa upaya. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan sebagian bentuk kegiatan perserikatan.

3. Kesetiaan. Kesetiaan yang dimaksudkan dapat diperhatikan melalui sikap danloyalitas serta totalitas karyawan ketika bekerja.

4. Pengabdian.Karyawan yang tidak merasakan kepuasan akan cenderung bersikap acuh tak acuh. Sikap tersebut dapat dilakukan dengan secara pasif membiarkan keadaan memburuk, seperti keabsenan dan keterlambatan, penurunan usaha, dan peningkatan tingkat kesalahan.

Dampak kepuasan kerja

Menurut Sinambela (2016), terdapat beberapa dampak kepuasan kerja yang diantaranya:

1. Kepuasan kerja dan kinerja

Kepuasan kerja yang berhubungan signifikan dengan kinerja pegawai tidak perlu diragukan lagi. Sinambela (2016) juga mengemukakan bahwa sebagian manajer berasumsi kepuasan kerja yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi yang tinggi. Tetapi asumsi ini tidak benar, karena bukti yang memberi kesan bahwa produktivitas menimbulkan kepuasan tidak banyak ditemukan.

2. Kepuasan kerja serta kemangkiran

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan bahwa dijumpai suatu hubungan

yang secara konsisten positif antara kepuasan dan kemangkiran tetapi korelasi sedang. Biasanya koefiesien korelasinya kurang dari 0,40. Sementara pegawai yang tidak puas lebih besar kemungkinan tidak bekerja.

3. Kepuasan kerja dan keluar masuknya pegawai

Kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai. Pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan di dalam lingkaran organisasi. Sebaliknya, pegawai yang kurang puas biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi. Pegawai tersebut cenderung mencari tempat yang lebih “hijau” dan meninggalkan organisasi sekalipun rekan kerja mereka yang lebih puas tetap tinggal dan setia pada organisasi. Dalam berbagai penelitian dijelaskan bahwa korelasi keluar masuknya (turnover) pegawai dari suatu organisasi berkorelasi lebih kuat karena ketidakpuasan dibandingkan dengan kemangkiran.

4. Kepuasan kerja dengan pencurian

Dampak ketidakpuasan kerja yang tidak kalah penting untuk memperoleh perhatian dari pimpinan adalah “pencurian”. Beberapa pegawai mencuri karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil.

Menurut pegawai tindakan itu dapat dibenarkan sebagai cara membalas perlakuan yang tidak adil yang mereka terima dari pimpinan organisasi.

5. Kepuasan kerja dan hubungannya dengan variabel lain: (a) motivasi merupakan peningkatan motivasi memiliki potensi dalam peningkatan kepuasan kerja. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja. oleh sebab itu apabila ingin meningkatkan kepuasan kerja maka harus membangun motivasi motivasi yang tinggi, (b) pelibatan

kerja seperti keterlibatan peran pekerja secara pribadi dalam peran kerjanya, memposisikan pegawai sebagaimana seharusnya, (c) perilaku anggota organisasi merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya lebih ditentukan oleh kepemimpinan dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh kepribadian pekerja, (d) komitmen organisasi merupakan komitmen pegawai pada organisasi sangat menentukan keberhasilan kinerja organisasi. Komitmen antara individu dengan organisasi harus dikondisikan setidaknya dalam gradasi yang kuat dan dapat diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi, (e) perasaan stress, yakni stres sangat berpengaruh negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehatan individu. Stres berhubungan dengan kemangkiran, perputaran, dan berbagai penyakit. Penelitian menunjukkan semakin tinggi tingkat stres seorang pegawai maka pagawai tersebut akan semakin tidak puas mereka dengan pekerjaannya, dan (f) prestasi kerja, adalah hubungan kepuasan dan prestasi kerja masih menjadi kontroversi. Ada yang menyatakan kepuasan mempengaruhi kinerja yang tinggi sedangkan lainnya berpendapat bahwa kinerjalah yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Pengukuran kepuasan kerja

Dalam studi ini, variabel kepuasan kerja diukur melalui sebuah pendekatan yang komprehensif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui seberapa baik pekerjaan memberikan kepuasan kepada seorang karyawan. Menurut Spector (1997), kepuasan kerja memiliki sembilan elemenyang harus diukur. Sembilan elemen tersebut adalah kepuasan atas gaji dan balas jasa, kepuasan atas pengakuan dan promosi, kepuasan atas manajemen dan supervisi, kepuasan atas

rekan kerja, kepuasan atas kebutuhan tugas, kepuasan atas kondisi pekerjaan, kepuasan atas kebijakan organisasi, kepuasan atas sifat dari pekerjaan, kepuasan atas keamanan kerja.

Dalam studi ini penulis memanfaatkan kuesioner kepuasan kerja yang dikembangkan Sprector (1997). Kuesioner ini juga dikembangkan oleh Mosadeghrad, Ferlie dan Rosenberg (2008) dan dimodifikasi oleh penulis.

Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengukur kepuasan kerja karyawan rumah sakit serta sejalan dengan penelitian ini. Kuesioner tersebut mencakup 9 dimensi kepuasan kerja yakni: kepuasan atas gaji dan balas jasa, kepuasan atas dan promosi, kepuasan atas manajemen dan supervisi, kepuasan atas rekan kerja, kepuasan atas kebutuhan tugas, kepuasan atas kondisi pekerjaan, kepuasan ataskebijakan organisasi, kepuasan atas sifat dari pekerjaan, dan kepuasan atas keamanan kerja.

Kuesioner kepuasan kerja terdiri dari 36 pernyataan dan setiap dimensi diwakili oleh 4 pernyataan dalam bentuk Skala Likert yang mempunyai 5 alternatif pilihan yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), KS (Kurang Setuju), TS (Tidak Setuju) dan SS(Sangat Tidak Setuju). Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan hasil analisis internal konsistensi untuk setiap dimensi kepuasan kerja secara berturut-turut dengan hasil alpha cronbach’syakni:.81, .80, .73, .78, .70, .72, .74, .72 dan .70.

Konsep Intensi Turnover Pengertian intensi turnover

Intensi merupakan sebuahelemen sikap yang memandu sebuah tindakan ataupun tingkah laku (Moorhead & Griffin, 2013).Menurut Sinambela (2016), intensi turnovermerupakan keinginan pegawai untuk berhenti mengikuti organisasi dengan berbagai alasan variatif. Pada umumnya, pegawai akan pindah ke organisasi yang lain sehingga akan memberikan tantangan baru bagi pengembangan SDM. Sedangkan Rachmah (2017) mengemukakan bahwa keinginan untuk keluar dari organisasi merupakan niat seseorang untuk keluar dari pekerjaannya dengan sukarela.

Pendapat tentang defenisi intensi turnoverjuga dikemukakan oleh Olawale, Folusollesanmi, dan Olarewaju (2016). Dalam penjelasannya disebutkan bahwa intensi turnover adalah niat seorang karyawan untuk meninggalkan organisasi disamping terus mencari pekerjaan baru. Selanjutnya menurut Youcef dan Ahmed (2016),turnover tenaga kerja merupakan kerelaan karyawan atau tanpa disadari meninggalkan sebuah organisasi secara permanen. Pendapat yang lain yang dikemukakan oleh Shah dan Jumani (2015), yang mana niat untuk meninggalkan organisasi mencerminkan kemungkinan bahwa seorang karyawan baik laki-laki maupun perempuan akan mengganti pekerjaannya tanpa memperhatikan periode tertentu dengan sukarela.

Pendapat selanjutnya mengenai pengertian intensiturnoveradalah menurut Long, Perumal, dan Ajagbe (2011) yang menyatakan bahwa intensi turnoveradalah sikap personal seorang karyawan yang merupakan sebuah

kesengajaan berniat untuk meninggalkan organisasi secara hampir permanen di masa depan.

Pengertian selanjutnya dikemukakan oleh Jewell dan Seagall (2008) mengatakan bahwa turnover adalah makna terakhir bila tekanan yang dirasakan oleh karyawan sudah terlalu besar. Dalam studi tersebutJewell dan Seagall (2008) juga menerangkan bahwaturnovermengarah kepada berubahnya susunan anggota sebuah organisasi. Perubahan tersebut mencakup posisi yang kosong dalam sebuah jabatanuntuk selanjutnya digantidengan karyawan baru.

Sementaraitu, Handaru dan Nailul (2012) menyatakan bahwa intensi turnovermerupakan sebuahperjalanan dimana karyawanakan keluar dari organisasi. Ketika karyawan tersebut benar-benar pergi maka harus ada yang menggantikannya.

Lebih lanjut Mathis dan Jacson (2006) mengemukakan bahwa keluar masuknya karyawan merupakan rangkaian proses ketika seorang karyawan berhenti bekerjamaka harus segera diganti oleh karyawan lain karena posisi yang kosong tersebut dapat mengganggu stabilitas manajemen. Mathis dan Jackson (2006) mengemukakan bahwa keluar masuknya karyawan merupakan keadaan ketika karyawan keluar dari organisasi untuk selamanya. Pemberhentian pegawai bersifat permanen dari perusahaan baik dilakukan oleh pegawai sendiri dengan sukarela maupun diberhentikan perusahaan.

Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian intensi turnover tersebut maka dapat diambil sebuah pemahaman bahwa intensi turnover merupakan niat karyawan untuk meninggalkan tempat bekerja yang dilakukan secara sengaja dan tanpa paksaan. Karyawan merasa ada pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaannya

saat ini sehingga rencanademi rencana disusun dalam niat. Nait tersebut akhirnya berujung pada dua hal yaitu tetap tinggal di dalam organisasi atau benar-benar meninggalkan organisasi tersebut.

Angka yang tinggi dalam kasus keluar masuknya perawat tentu dapat menimbulkan peningkatan biaya dalam berbagai aspek pelayanan. Tepat pada waktunya, perawat yang berniat keluar akan berhenti dari pekerjaannya. Jika angka turnoverterus meningkat maka akan menimbulkanberbagai masalah.

Diantaranya timbul kerugian akibat dana investasi pelatihan pada karyawan yang keluar akan hangus, kualitas kinerja menjadi dipertaruhkan, biaya penerimaan karyawan baru meningkat, dan keharusan untuk menyediakan biaya pelatihan kembali.

Dimensi intensiturnover

Menurut Huang dan Zhao (2010), dimensi intensi turnover terdiri atas beberapa elemen yakni:

1. Berfikir untuk keluar (thingking of quinting) merupakan cerminan bahwa individu telah berpikir untuk keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan pekerjaan. Diawali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, kemudian karyawan mulai berfikir untuk keluar dari tempatnya bekerja saat ini.

2. Niat untuk mencari alternatif pekerjaan (intention to search for alternatives) menggambarkan bahwa seseorang mempunyai kemauan untuk mencari pekerjaan baru. Ketika seorang pekerja telah sering berfikir untuk meninggalkan pekerjaanya dari pekerjaannya maka pekerja tersebut akan terus berupaya mencari pekerjaan yang lebih baik.

3. Niat untuk keluar (intention to quit) adalah gambaran seseorang yang berniat meninggalkan pekerjaan. Pekerja memiliki niat untuk meninggalkan pekerjaan ketika sudah menemukan pekerjaan yang jauh dan akan segera mengakhirinya dengan mengambil sebuah keputusan yakni antara benar-benar pindah atau tetap bertahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kanwal dan Tariq (2016), menjelaskan dimensi intensi turnover dijabarkan dalam bentuk pernyataan sebanyak 4 yang mewakili 3 indikator intensi turnover yaitu: “saya sering berpikir untuk keluar”

(thingking of quinting), barangkali saya akan mencari pekerjaan baru tahun depan”(intention to search for alternatives), “kemungkinan hal ini akan membuat saya lebih aktif untuk mencari pekerjaan baru” (intention search alternatives), dan

“akhir-akhir ini saya memiliki minat terhadap pekerjaan yang ada di Koran”(intention to quit).

Berdasarkan penelitian Zhang dan Feng (2011) dinyatakan bahwa indikator intensi turnover mulai dari, berfikir untuk keluar, niat untuk mencari alternatif pekerjaan, dan berniat untuk keluardengan 3 pernyataan yaitu: “berfikir untuk meninggalkan”, mencari pekerjaan baru di tahun ini” dan “bersedia menerima pekerjaan lain yang lebih baik jika ada kemungkinan”. Pendapat lain yaitu menurut Widjaja, Margarita, dan Fenny (2008), menyatakan bahwa intensi turnover dapat diidentifikasi melalui tigaaspek yakni sebagai berikut:

1. Kemauan atau hasrat untuk mencari pekerjaan yang baru dalam lingkup serupa di tempat lain. Ketika karyawan memiliki keyakinan bahwa ada perusahaan lain yang bisa memberikan keuntungan lebih besar maka hal ini tentu dijadikan sebagai alasan utama untuk meninggalkan pekerjaan lamanya.

Namun hal itu akan terbatas di saat karyawan hanya akan menerima jika sesuai dengan keahliannya saat ini.

2. Sebuah hasrat untuk berupaya mencari pekerjaan baru dalam lingkup yang berbeda di tempat lain. Karyawan yang merasa tidak mendapatkan perkembangan dalam pekerjaannya akan berupaya untuk terus mencari pekerjaan dalam lingkup yang lain. Namun saat karyawan tersebut tidak ingin mempelajari keterampilan baru, maka ia cukup berupaya mencari pekerjaan dalam lingkup yang sama dengan kemampuan yang telah dimilikinya.

3. Hasrat untuk mendapatkan pekerjaan baru. Ketika seorang karyawan mempunyai keterampilan yang banyak tentu hal ini menjadi sebuah kemudahan untuk menimbulkan niat untuk mencari pekerjaan yang diminati meskipun sebelumnya ia belum pernah melakoninya.

Tanda-tanda intensi turnover

Haryanti dan Sianipar (2014) menjelaskan bahwa intensiturnovermempunyai tanda-tanda yakni:

1. Tingkat kealpaan karyawan semakin tinggi. Hal ini menggambarkan kondisi karyawan yang memiliki absensi yang cukup tinggi. Perasaan bertanggung jawab atas pekerjaaan dalam diri karyawan mulai terkikis perlahan-lahan.

2. Rasa malas untuk bekerja mulai muncul dalam diri karayawan. Rasa malas yang muncul diakibatkan oleh adanya keyakinan bahwa di tempat lain ia akan lebih merasa lebih dihargai.

3. Meningkatnya angka pelanggaran pada aturan-aturan dalam pekerjaan. Bentuk pelanggaran yang dilakukan karyawan seperti meninggalkan pekerjaannya ketika jam kerja sedang berjalan.

4. Aksi protes kepada atasan semakin tinggi. Aksi-aksi protes kepada atasan beserta aturannya akan terus berdatangan dari kalangan karyawan. Aksi protes yang diajukan terutama dalam lingkup kebijakan perusahaan baik atasbalasan jasayang diterima maupuntentang semua aturan yang dinilai tidak sesuai dengan keinginan serta kemampuan.

5. Sikap dan perilaku positif yang memiliki makna berbeda. Sikap serta tindakan positifyang timbul pada karyawan biasanya karena rasa tanggung jawab yang lebih tinggi daripada tugas yang diberikan. Ketika karyawan mengerjakan pekerjaannya melebihi tanggung jawabnya. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan akan segera melakukan turnover.

Aspek-aspek pendukung intensi turnover

Dalam model turnover, Robbins (2014) mengemukakan bahwa terdapat 5 aspekutama yang menyebabkan munculnya intensi turnoveryaitu:

1. Upah (pay) merupakan aspek penting untuk menentukan keragaman industri dalam voluntary separation adalah tingkat upah yang relatif. Namun sejumlah hubungan antara upah dan tingkat turnover menyatakan bahwa bukan hanya upah yang menyebabkan seseorang meninggalkan organisasi dan pindah ke tempat lain. Sehingga faktor upah ini harus didukung oleh faktor lainnya dalam mendukung terjadinya turnover.

2. Integration (integrasi) merupakan tingkat keikutsertaan atau keterlibatan karyawan dalam hubungan pokok dengan organisasi. Hal ini dapat dilihat dari penting atau tidaknya keterlibatan karyawan dalam berjalannya roda organisasi

3. Komunikasi instrumen berhubungan langsung dengan peran performanceyangmana jika performance karyawan bagus maka akan sedikit saja yang melakukan turnover.

4. Komunikasi formalmemiliki kaitan dengan sistem penyebaran info di kalangan para karyawan secara sosial. Komunikasi yang bersifat formal di dalam organisasi adalah faktor yang menentukan terjadinyaturnover yang dilakukan ketika memberikan feedback atastugas yang diberikan kepada karyawan. Pihak manajerial yang terus berupaya meningkatkan silus komunikasi antara pekerja akan memebrikan dampak positif pada konseskuensi organisasi sehingga kejadianturnover semakin rendah.

5. Sentralisasi merupakan tingkatan ketika kekuasaan tertinggi berada di tangan

5. Sentralisasi merupakan tingkatan ketika kekuasaan tertinggi berada di tangan

Dokumen terkait