• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi pada umumnya adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk dalam suatu negara dalam jangka panjang yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad : 2000).

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak swasta guna penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan. Dengan tujuan utama untuk menciptakan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah, maka keberhasilan pembangunan ekonomi daerah tergantung dari kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, sumberdaya fisik secara lokal untuk inisiatif pembangunan di wilayah yang bersangkutan (Binar Rudatin : 2003).

Secara umum, pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut amat tergantung dari masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah itu. Bagaimana daerah mengatasi masalah fundamental yang dihadapi ditentukan oleh strategi pembangunan yang dipilih. Dalam konteks inilah pentingnya merumuskan visi dan misi, dan kemudian memilih strategi yang tepat

(Kuncoro, 2004 dalam Safi’i , 2007). Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan adalah koordinasi dan keterpaduan, baik itu keterpaduan antarsektor, antarsektor dan daerah, antarkabupaten/ kota dalam provinsi, serta antarprovinsi dan kabupaten/ kota.

Pengembangan metode yang menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaannya untuk mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya, yang kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

Kalau analisis pembangunan nasional dibandingkan dengan analisis pembangunan daerah, maka akan tampak bahwa analisis pembangunan ekonomi daerah sangat ketinggalan, baik ditinjau dari cakupan analisis maupun kedalamannya. Di samping itu, analisis regional yang ada bertitik-tolak dari analisis permasalahan dan kebijaksanaan pembangunan daerah di negara maju, padahal struktur perekonomian negara maju sangat berbeda dengan struktur perekonomia negara sedang berkembang, demikian juga dengan struktur perekonomian daerahnya. Perbedaan struktur ini mengakibatkan perlunya analisis dan cara pendekatan yang berbeda pula. Teori-teori tersebut dapat disajikan sebagai berikut :

Pembangunan daerah = f (sumberdaya alam,tenaga kerja, investasi, entrepreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas

pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan-bantuan pembangunan)

Salah satu pokok yang harus diperhatikan dalam rangka menerapkan paradigma pembangunan ekonomi daerah yang lebih komprehensif ini adalah bagaimana proses identifikasi fundamental ekonomi secara lebih realistis. Dalam Renstra, ataupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) perlu digariskan hal-hal pokok untuk mencapai sasaran, dimana hal itu harus dicapai secara simultan dan menyeluruh, serta bukan dimensi yang terpisah. Di antaranya adalah peningkatan potensi daerah yang dapat diaktualkan, peningkatan nilai kegiatan produktif di daerah, peningkatan sumberdaya manusia (SDM) di daerah. Sedangkan pokok-pokok yang harus diperhatikan untuk menyusun identifikasi fundamental ekonomi pembangunan daerah tersebut adalah : (a) Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah; (b) Peningkatan pendapatan perkapita; (c) Pengurangan angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan secara signifikan (Kuncoro,2004 dalam Safi’I 2007).

Ketiga hal tersebut proses pencapaiannya tidak berdiri sendiri melainkan terkait satu sama lain. Sebab apabila proses pencapaiannya hanya menguntungkan yang satu dan mengabaikan yang lain dikhawatirkan hal tersebut justru akan menghasilkan permasalahan pembangunan yang lebih kompleks. Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi nasional di masa orde baru tidaklah signifikan dengan pengentasan kemiskinan. Demikian pula yang terjadi di masa otonomi daerah ini, pertumbuhan ekonomi daerah yang baik belum tentu mencerminkan

berkurangnya kemiskinan dan pengangguran yang signifikan. (Safi’I , 2007). Berikut beberapa teori ekonomi daerah :

2.1.1 Teori Ekonomi Klasik

Teori ekonomi klasik dikembangkan oleh Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776). Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukkan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan. Hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang; tidak membuat tariff pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut; menjaga keamanan dan ketertiban sehingga relative aman untuk berusaha; menyediakan berbagai fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi dengan efisien serta tidak membuat prosedur penanaman modal yang modal yang rumit; berusaha menciptakan iklim yang kondusif sehingga investor tertarik menanamkan modal di wilayahnya. ( Robinson Tarigan : 2005)

2.1.2. Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi neo klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 konsep pokok

dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor-faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju daerah yang berupah rendah.

2.1.3. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan : 2006).

Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut (Arsyad : 2002).

Lincoln Arsyad menyatakan kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan

menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.

2.1.4 Teori Lokasi

Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu : lokasi, lokasi, dan lokasi!. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar (Arsyad, 2002:116).

Arsyad menyatakan bahwa keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang.

2.1.4. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori

tempat sentral ini bisa diterpakan pada pembangunn ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman (Arsyad : 2002).

Dokumen terkait