• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

3. Teori Penegakan Hukum

Hukum tumbuh, hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Hukum merupakan sarana menciptakan ketertiban bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat. Hukum tumbuh dan berkembang bila warga masyarakat itu sendiri menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupannya. Sedangkan tujuan arti hukum itu sendiri adalah untuk mencapai suatu kedamaian dalam masyarakat.30 Oleh karena itu hukum melindungi kepentingan manusia, misalnya kemerdekaan, transaksi manusia satu dengan yang lain dalam masyarakat pasar dan sebagainya. Disamping itu juga untuk mencegah selanjutnya menyelesaikan pertentangan yang dapat menumbuhkan perpecahan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lembaga.

Berdasarkan fungsi hukum, baik sebagai sarana rekayasa sosial maupun sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan yang diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Warga masyarakat (individu) sebagai pihak yang dituju oleh suatu peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertian patuh kepada hukum tersebut. Adanya peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu anggota masyarakat, maka kemungkinan hukum itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya, karena perilaku individu bermacam-macam.

Dalam suatu masyarakat yang pluralistik, penyimpangan yang dilakukan seseorang menjadi kebiasaan bagi lainnya. Dalam keadaan demikian diperlukan kontrol sosial, dalam arti mengendalikan tingkah laku pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma, hampir selalu dijalankan dengan berdasarkan kekuatan sanksi.31 Seringkali

      

  30 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian hukum, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta,

hlm 13. 

  31 Soetandyo Wignjosoebroto, 1986, Mengembangkan Ketaatan di Sanubari Warga Masyarakat

kontrol sosial tidak terlaksana secara penuh dan konsekuen, bukan karena kondisi-kondisi obyektif yang tidak memungkinkan, tetapi karena sikap toleran (manggung) agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Mengambil sikap toleran yaitu sementar pelanggar norma lepas dari sanksi yang seharusnya dijatuhkan.32 Disamping itu kadar ketaatannya juga dipengaruhi oleh sanksi dari peraturannya atau dari hukumnya. Sehingga tidak jarang pula terlihat kesenjangan antara perilaku yang diharapkan dengan maksud dan tujuan peraturan dengan perilaku yang diwujudkan.

Keefektifan hukum bila dikaitkan dengan badan-badan penegak hukumnya, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah Undang-undang yang mengaturnya harus dirancang dengan baik ( perancangan undang-undang ) dan mereka yang bekerja sebagai pelaksana hukum harus memusatkan tugasnya dengan baik pula.

Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami dulu bidang pekerjaan hukum.

Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum adalah pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan 5 faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan;

      

5. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.33

Purnadi Purbacaraka yang dikutip oleh Soerjono Soekanto menyebutkan terdapat ada 9 ( sembilan ) pengertian yang diberikan oleh masyarakat mengenai arti hukum yaitu34 :

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan. b. Hukum sebagai disiplin.

c. Hukum sebagai kaedah. d. Hukum sebagai tata hukum. e. Hukum sebagai petugas (hukum). f. Hukum sebagai keputusan penguasa. g. Hukum sebagai proses pemerintahan.

h. Hukum sebagai perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai.

Dalam pandangan lain hukum merupakan salah satu proses (produksi) manusia (sebagai aktor) dalam membangun dunianya yang dapat dicermati dan ditelaah melalui interaksi yang berlangsung dimasyarakat. Fenomena ini mampu menampilkan hukum lebih mengedepankan persoalan-persoalan yang berkembang dimasyarakat. Aktivitas masyarakat terus menerus dalam kehidupan sehari-hari memberikan makna penting bagi pembentukan hukum35. Dalam pada itu I.S. Susanto mengungkapkan bahwa untuk memahami makna hukum akan sangat ditentukan oleh persepsi orang tentang apa yang disebut hukum36. Disisi lain Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa untuk memahami apa yang merupakan hukum perlu dipahami adanya relasi hukum, sains, fiksi dan mistisme. Adanya pergeseran dari logika analitis menjadi logika sintesis,

      

33

Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm, 5 

34 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1993, Perihal Kaedah Hukum. PT Citra Aditya Bakti.

Bandung, hlm. 4. 

35 Anthon f. Susanto, 2004. Wajah Peradilan Kita, konstruksi Sosial Tentang Penyimpangan Mekanisme

Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana. PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 26  36

Anthon F susanto, 2007. Hukum dari Concilience Menuju Paradigma Hukum Konstruktif-Transgresif.

dengan tawaran keilmuwan bagi hukum yang asalnya berada pada domain terkotak menuju wilayah hukum integrasi dan rumit37.

Sementara Van Hoecke atau Meuwismen menyebutkan beberapa ciri objektif dari hukum adalah sebagai berikut38 :

1). Hukum itu untuk bagian terbanyak ditetapkan oleh kekuasaan atau kewibawaan yang berwenang;

2). Hukum memiliki satu sifat lugas dan obyektif;

3). Hukum itu berkaitan dengan tindakan-tindakan dan perilaku manusia yang dapat diamati;

4). Hukum itu memiliki suatu cara keberadaan tertentu yang dinamakan keberlakuan ( berlaku, gelding ) yaitu aspek moral, aspek sosial dan aspek yuridis;

5). Hukum itu memiliki suatu bentuk tertentu, suatu struktur formal; 6). Hukum itu menyangkut obyek dan isi dari hukum.

Syarat pertama untuk pelaksanaan Undang-undang yang efektif adalah bahwa mereka yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu keputusan hukum mengetahui betul apa yang harus mereka lakukan seperti halnya yang diharapkan oleh pembentuk undang-undang untuk kepentingan masyarakat. Berhubungan dengan itu, maka bekerjanya hukum oleh penegak hukum haruslah menunjukkan rumusan yang jelas dan mudah dipahami serta dapat dikerjakan. Oleh karena itu dengan meminjam model dari Seidman, suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan-harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai pemegang peran. Faktor-faktor yang turut menentukan bagaimanan respon yang akan diberikan oleh pemegang peran antara lain39 :

1). Sanksi-sanksi yang terdapat didalamnya

      

37

Anton F Susanto, Loc cit, hal, 28. 

38 Meuwismen terjemahan B. Arief Sidharta, 2007, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori

Hukum dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, hal 35-37.  39

Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT, Suryandaru Utama, Semarang,

2). Aktivitas dari lembaga pembuat hukum

3). Seluruh kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lainnya yang bekerja atas diri pemegang peran.

Hukum sebagai idealisme memiliki hubungan yang erat dengan konseptualisasi keadilan secara abstrak. Apa yang dilakukan oleh hukum adalah untuk mewujudkan ide dan konsep keadilan yang diterima oleh masyarakatnya kedalam bentuk yang konkret, berupa pembagian atau pengolahan sumber daya kepada masyarakat. Hal demikian itu berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat atau negara yang berorientasi kesejahteraan dan kemakmuran. Hakikat dari pengertian hukum sebagai suatu sistem norma, maka sistem hukum itu merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok meraka. Berkenaan dengan hal tersebut maka guna memaknai hukum sebagai cita hukum haruslah dipahami sebagai dasar sekaligus pengikat dalam pembentukan perundang-undangan. Aspek nilai yang terkandung dalam cita hukum semakin penting artinya dan secara instrumental berfungsi, tertutama bagi para pembuat kebijakan ( tecnical policy ). Dimensi nilai ini bukan saja pada saat pembentukan peraturan hukum melainkan juga pada saat peraturan itu hendak di implementasikan.

Secara konseptual, maka inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantab dan mengejawantahkan dan sikap sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.40 Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkrit.

      

40

Soerjono soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum, PT. Radja Grafindo, Jakarta, 1983, hal 5. 

Manusia didalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang huruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud didalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya, ada pasangan-pasangan nilai ketertiban dan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dan nilai pribadi, dan seterusnya.

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun didalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikiian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.41

Ada 2 ( dua ) fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum didalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial ( social control ) dan kedua, sebagai sarana untuk melakukan sosial engineering. Proses sosial engineering dengan hukum ini oleh Chambliss dan Seidman dibayangkan bahwa efektivitas menanamkan kekuatan yang menentang unsur-unsur baru dari masyarakat dalam proses perkembangan kecepatan menanamkan unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat.

Hukum mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung didalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan

      

“socila engineering” atau “social planning”.42 Oleh karena itu agar hukum benar-benar dapt mempengaruhi perlakuan warga masyarakat maka hukum harus disebarluaskan, sehingga melembaga dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu merupakan salah satu syarat bagi penyebaran dan pelembagaan hukum. Komunikasi hukum tersebut dapat dilakukan secara formal yaitu, melalui suatu tata cara yang terorganisasi dan resmi.

Dokumen terkait