• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Teori dan Konsep .1 Partisipasi Politik

1.7.2 Teori Perilaku Politik

Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan memberikan suaranya kepada kontestan bersangkutan. Dinyatakan sebagai pemilih dalam pilkada yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendata peserta pemilih. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen maupun masyarakat pada

17

umumnya. Konstiuen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanfestasikan dalam institusi politik sebagai partai politik dan seorang pemimpin.

Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilukada. Pemberian suara atau “voting” secara umum dapat diartikan sebagai: “sebuah proses dimana seseorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan plihannya diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun keptusan yang diambil”. Pemeberian suara dalam pemilukada diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon kandidat17.

Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih di dalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”. Adapun bentuk-bentuk perilaku pemilih yang dimaksud disini adalah antara lain keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara (vote), Sebagai komunikasi politik:

Kampanye merupakan kegiatan penting yang dilakukan dalam ajang kontestasi politik. Tujuan kampanye politik itu adalah untuk memobilisasi dukungan terhadap suatu hal atau seorang kandidat. Kampanye merupakan cara

17 Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia

18

mempengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan pemberi informasi18 . Salah satu variabel penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang, adalah kesadaran politik.

Dalam hal ini kampanye diarahkan pada penciptaan kondisi yang memungkinkan terbangunnya kepercayaan dan pertanggungjawaban terhadap program-program yang ditawarkan calon. Sebagai pendidikan politik, kampanye merupakan salah satu bentuk dari peilaku pemilih. Sehingga adapun peran dan fungsi partai politik mengandung penguatan rasionalitas dan kritisisme pemilih.

Melalui kampanye kita dapat melihat, apakah memang masyarakat ikut andil dalam pelaksanaan kampanye tersebut karena dengan ikut di dalam pelaksanaan.

Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan.

Perilaku pemilih juga sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik atau konsestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokkan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan

18 Diakses dalam https://www.theindonesianinstitute.com/kampanye-pilpres-2019-dan-partisipasi-masyarakat/ pada tanggal 12/09/21 pukul 12:45 WIB

19

yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka.19

Di dalam mengambil keputusannya, maka masyarakat diperkirakan mempunyai tolok ukur yang tradisional yang meliputi 3 aspek penting, yakni:

(1) Identitas partai, dimana semakin solid dan mapan suatu partai maka akan memperoleh dukungan yang mantap dari pendukungnya. Sebaliknya kondisi partai politik yang buruk akan mengakibatkan berkurangnya dukungan terhadap partai politik yang bersangkutan. Begitu pula dalam pemilukada, dimana pasangan kepala daerah dan wakil kepala daeah yang di dukung oleh partai politik yang solid dan mapan akan mendapatkan dukungan dari pendukung dan simpatisan partai tersebut, Kemampuan partai dalam menjual isu kampanye, partai yang Hegemoni biasanya menjual isu-isu kemapanan dan keberhasilan yang telah mereka raih. Partai-partai politik baru bisanya menjual isu-isu “menarik” dan partai politik tersebut, biasanya dianggap

“bersih” terutama dari nuansa money politics;

(2) Penampilan kandidat, Dimana performa kandidat sangat menentukan keberhasilan kandidat. Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yakni :

1. Pendekatan Sosiologis;

2. Pendekatan Psikologis dan;

3. Pendekatan Rasional.

Namun dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan sosiologis, yang dimana pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan-peranan faktor-faktor

19 Ibid

20

sosiologis dalam membentuk sebuah perilaku politik seseorang ataupun kelompok masyarakat, pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama, status-sosial, ekonomi, aspek geografis dan lain sebagainya.

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis (terutama konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku memilih seseorang. Aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis voting behavior ini menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferesi pemberian suara di kotak pemilihan seeorang merupakan produk dari karaktersitik sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama.

Dalam analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan. Gerald Pomper memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian voting behavior ke dalam dua variabel yaitu predisposisi (kecenderungan) sosial ekonomi pemilih dan keluarga pemilih Sosialisasi politik yang diterima seseorang pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferensi politik ayah atau ibu berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi berupa agama dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan sebagainya.

Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama merupakan faktor sosiologis paling kuat dalam mempengaruhi sikap pilihan terhadap partai-partai politik. . Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih

21

sangat mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih, hal ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang.

Affan Gaffar menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di Indonesia tidak begitu dominan. Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam mempengaruhi sikap pemilih terjadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.