• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel 1.Konsep Pembangunan Ekonomi 1.Konsep Pembangunan Ekonomi

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

100 ) ( 1 1 t t t t PDBR PDBR PDBR G (2.2)

Dimana: Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan).

PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga konstan).

PDBRt-1 = Produk Domestik Bruto Riil satu periode sebelumnya.

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Menurut Tarigan (2005,80) Pertumbuhan ekonomi wilayah/daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Penjelasan lain menurut Sjahrizal (2008,90), teori pertumbuhan ekonomi daerah ini merupakan bagian penting dalam analisa ekonomi regional karena pertumbuhan merupakan unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Adapun teori-teori pertumbuhan ekonomi daerah yang dikembangkan antara lain :

a. Model Basis Ekspor (Ekspor Base Model)

Model ini mula-mula diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan (Sjafrizal : 2008,87). Hal ini akan terjadi karena peningkatan ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) kepada perekonomian daerah.

Sebagaimana dikemukakan oleh John P. Blair dalam Sjafrizal (2007:87) model basis ekspor ini dapat diformulasikan dengan menggunakan apa yang disebut sebagai Formal Income Model. Dalam model ini, Pendapatan Regional (PDRB) suatu daerah dapat diungkapkan sebagai berikut :

Y = C + MI – MO (2.3)

Di mana Y adalah pendapatan regional, C adalah konsumsi, MI menunjukkan arus uang masuk karena adanya ekspor dan MO adalh arus uang keluar karena adanya impor. Model basis ekspor dapat pula diformulasikan dengan model basis ekonomi (Economic Base Model) dengan hasil yang sangat bersamaan. Dalam hal ini, perekonomian suatu daerah (Y) dibagi atas 2 kelompok sektor utama yaitu sektor

basis (B) dan sektor non basis (S). Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebgai penunjang sektor basis atau dapat dikatakan service industries (Sjafrizal: 2005,89).

b. Model Neo-Klasik

Model Neo Klasik dalam Sjafrizal (2008:95) dipelopori oleh George H. Bort (1960) dengan mendasarkan analisanya pada Teori Ekonomi Neo-Klasik. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah.

Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah peningkatan kegiatan produksi, maka mengikuti Richardson (1978) dalam Sjafrizal (2008:95) model Neo-Klasik ini dapat diformulasikan mulai dari fungsi produksi. Dengan menganggap bahwa fungsi produksi adalah adalam bentuk Cobb-Douglas, maka dapat ditulis :

Y = A Kα Lβ, α + β = 1 (2.4)

Di mana Y melambangkan PDRB, K dan L masing-masingnya adalah modal dan tenaga kerja. Karena analisa menyangkut

pertumbuhan maka semua variabel dianggap adalah fungsi waktu (t). Selanjutnya Model Neo-Klasik yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu kemajuan teknologi (a), penambahan modal atau investasi (k), dan peningkatan jumlah dan kualitas tenaga kerja (l).

c. Teori Harrod Domar dalam sistem daerah

Teori Harrod Domar sangat diperhatikan bagi wilayah yang masih terbelakang dan terpencil atau hubungan keluarnya sangat sulit. Atas dasar asumsi tersebut Harrod Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = k = n (2.5)

di mana: g : Growth (tingkat pertumbuhan output) k : Capital (tingkat pertumbuhan modal) n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar dapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output).

d. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) dalam Tarigan (2005,28) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah/daerah.

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja yaitu dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis. Dan apabila kedua angka itu dapat dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (ratio base) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis. Nilai pengganda basis lapangan kerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pengganda basis = total lapangan kerja (2.6)

lapangan kerja basis

Hal yang sama dapat juga dilakukan dengan menggunakan ukuran lain, misalnya pendapatan. Dalam menggunakan ukuran pendapatan, nilai pengganda basis adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Dalam hal pendapatan, nilai pengganda basis yang diperoleh dinamakan pengganda basis pendapatan (income base multiplier).

Peningkatan pendapatan di sektor basis akan mendorong kenaikan pendapatan di sektor non basis dalam bentuk korelasi yang lebih ketat dibandingkan dengan menggunakan variabel lapangan

kerja. Berikut beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan kegiatan non basis adalah sebagai berikut :

a. Metode Langsung

Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung kepada usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.

b. Metode Tidak Langsung

Mengingat rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari sudut waktu dan biaya, banyak juga dipakai metode tidak langsung dalam mengukur kegiatan basis dan non basis. Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau disebut metode asumsi. Dalam metode asumsi, berdasarkan kondisi wilayah/daerah tersebut (berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan non basis.

c. Metode Campuran

Suatu wilayah/daerah yang sudah berkembang, cukup banyak usaha yang tercampur antara kegiatan basis dan non basis. Penggunaan metode asumsi murni akan memberikan kesalahan yang besar. Akan tetapi, penggunaan metode langsung yang murni juga cukup berat. Yang sering dilakukan orang adalah gabungan antara metode asumsi dengan metode langsung yang disebut

metode campuran. Dalam metode campuran diadakan survei pendahuluan, yaitu pengumpulan data seperti BPS. Dari data sekunder berdasarkan analisis kegiatan mana yang dianggap basis dan non basis.

d. Metode Location Quotient

Metode lain yang tidak langsung adalah dengan menggunakan location quotient (metode LQ). Metode LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah/daerah kita, dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.