• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Teori Perubahan Perilaku

Mengubah perilaku seseorang agar dapat mengikuti keinginan yang disampaikan tidaklah mudah. Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia

itu sendiri. Untuk kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Sarwono (1993) dan Notoatmodjo (2003), perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsang yang masih bersifat terselubung, dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakanovert behavior.

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.

Berdasarkan batasan ini, Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan, yaitu : a. Perilaku pemeliharaan kesehatan(health maintenance), yaitu perilaku atau usaha–

usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

b. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Perilaku ini mulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan tradisional maupun modern.

c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat.

d. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu(internal)berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses pengaruh – pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meliputi objek, orang kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.

Perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat (overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk–bentuk perilaku kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilahknowledge, attitude, practice(Sarwono, 2004).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Pada dasarnya

pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu .tahu. merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan; 2) memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari; 3) aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada; 6) evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungannya ada bermacam-macam hal yang dialami individu itu melalui penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan atau reseptor. Hal-hal yang dialaminya tersebut masuk ke dalam sel-sel otaknya sehingga terjadi bermacam-macam proses seperti proses fisik, fisiologi dan psikolog, kemudian dipancarkan dan diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang

dikutip oleh Notoatmojo (1997), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma -norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berbeda.

Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilakku tertentu, yaitu : (a). Faktor pemungkin ( predisposing factor), adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalamnya keterampilan petugas kesehatan, ketersediaan sumber daya dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap masyarakat, (b). Faktor – faktor pemudah (reinforcing factor), adalah faktor pemicu yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang, dan (c). Faktor penguat (enabling factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat. Ketiga faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan (regulation) serta organisasi (organization). Semua faktor – faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi kesehatan (Green, 1980).

Anggota masyarakat yang memiliki potensi besar untuk mengubah system nilai dan norma adalah mereka yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat ini terdiri atas dua kategori, yaitu tokoh masyarakat

yang formal dan tokoh masyarakat yang informal. Tokoh masyarakat formal adalah orang yang memiliki posisi menentukan dalam sistem pemerintahan (disebut juga penentu kebijakan), seperti gubernur, bupati/walikota, anggota dewan perwakilan rakyat, dan lain – lain. Adapun tokoh masyarakat informal ada berbagai jenis, misalnya tokoh atau pemuka adat, tokoh atau pemuka agama, tokoh politik, tokoh pertanian, dan lain – lain. Pemuka atau tokoh adalah seseorang yang memiliki kelebihan di antara kelompoknya. Ia akan menjadi panutan bagi kelompoknya atau bagi masyarakat karena ia merupakan figur yang menonjol. Di samping itu, ia dapat mengubah sistem nilai dan norma masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu mengubah sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya (Depkes RI, 2006).

Kemampuan penting yang harus dikuasai dalam upaya mengatasi persoalan kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat, adalah : ketrampilan untuk mengatur suatu masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah program promosi kesehatan (McKenzie, 2007).

Dokumen terkait