T E S I S
Oleh TIAMRI 117032159/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THESIS
By TIAMRI 117032159/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
TAHUN 2013
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
TIAMRI 117032159/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PUSKESMAS SUKA MAKMUR
KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Tiamri
Nomor Induk Mahasiswa : 117032159
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Drs. Tukiman, M.K.M)
Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M
SIKAP IBU DALAM PERSALINAN DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN BILAH BARAT PUSKESMAS SUKA MAKMUR
KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2013
bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan. Upaya promosi kesehatan diharapkan dapat mewujudkan peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif.
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan Non Equivalent Control Group. Populasi adalah seluruh ibu bersalin di Kecamatan Panai Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 186 ibu. Sampel berjumlah 62 orang terdiri dari 31 orang kelompok perlakuan dan 31 orang kelompok kontrol. Data dianalisis dengan tahapan univariat dan bivariat menggunakan ujipair t-test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan ibu pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan simulasi dan terdapat perbedaan sikap ibu pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah simulasi. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu agar meningkatkan kesehatan ibu dengan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengaktifkan dan menghadiri program yang dibuat oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan Posyandu. Peran aktif petugas kesehatan puskesmas khususnya pemegang program promosi kesehatan dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif semakin ditingkatkan antara lain melalui penyuluhan-penyuluhan maupun kunjungan-kunjungan langsung ke tengah-tengah masyarakat untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan jelas.
local socio-cultural environment so that they can rely on themselves in health. Health promotion is expected to improve childbirth aid by health workers and the giving of exclusive ASI (breast milk).
The type of the research was quasi experiment with non equivalent control group design. The population was 186 mothers who gave birth to babies in the working area of Suka Makmur Puskesmas, Panai Bilah Barat Subdistrict, Labuhan Batu District. The samples comprised 62 respondents; 31 respondents were in the treatment group, and the other 31 respondents were in the control group. The data were analyzed by using univatriate and bivatriate analysis with pair t-test.
The result of the research showed that there was the disparity of mothers’
knowledge in the treatment group before and after the simulation was conducted, and
there was the disparity of mothers’ attitude in the treatment group before and after
the simulation was conducted. On the other hand, there was no disparity of mothers’
knowledge and attitude in childbirth and in giving exclusive ASI in the control group. It is recommended that the Health Office in Labuhan Batu District utilize KIA (Mother and Child Health) program as one of promotional activities in community because it is evidence that simulation method is effective in improving knowledge and attitude in childbirth and giving exclusive ASI. It is also recommended that health workers at Suka Makmur Puskesmas use simulation method in giving health message to mothers because simulation method is more dynamic and makes the learners focused so that mothers will easily understand.
rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Persalinan dan Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Tukiman, M.K.M selaku
telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan
tesis ini.
5. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda H.Tajuddin
Pasaribu dan Ibunda Hj.Tiaman Ritonga serta keluarga besar yang telah
memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani
pendidikan.
7. Teristimewa buat suami tercinta H.Zainal Hasibuan dan anak saya Septika
Ajelina HSB,Desy Anzel Pratiwi HSB,Nahda P.HSB,Habib S.Syukur HSB
berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhabbatu dan seketaris yang
memberikan izin penelitian pada penulis.
9. Kepala Puskesmas Suka Makmur dan jajarannya yang membantu
melaksanakan pelatihan dengan metode simulasi.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Minat Studi Promosi Kesehatan 2011 Universitas Sumatera Utara khususnya
dan penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini
dengan harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2013 Penulis
1971, anak ke-2 dari 9 bersaudara dan beragama islam . Pada saat ini bertempat
tinggal di Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu.
Memulai pendidikan di SD Inpres No.114376 Sigambal lulus tahun 1984
,melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Sigambal tamat tahun 1987. Kemudian
melanjutkan pendidikan sekolah di SMA Prima Rantauprapat lulus tahun 1990 Dan
melanjutkan pendidikan DIII Keperawatan di Glugur Medan tamat tahun 1994 dan
telah menyelesaikan pendidikan D IV Perawat Pendidik pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan Tamat Tahun 2001 ,penulis menikah pada tahun
1995, dan dikaruniai 4 orang anak dan penulis bekerja sebagai PNS pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu hingga saat ini.
Tahun 2011 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Efektifitas ... 10
2.1.1 Definisi Efektifitas ... 10
2.1.2 Cara Pengukuran Efektifitas ... 10
2.1.3 Pendekatan Efektifitas... 11
2.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektifitas... 12
2.2. Metode Simulasi ... 14
2.3. Teori Perubahan Perilaku ... 20
2.4. Penolong Persalinan ... 26
2.4.1 Persalinan yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan... 27
2.4.2 Faktor yang Memengaruhi Pertolongan Persalinan pada pada Ibu Hamil... 30
2.5. ASI ... 33
2.5.1 ASI Eksklusif ... 33
2.5.2 Manfaat ASI ... 35
2.5.3 Nilai Nutrisi ASI ... 38
2.6. Landasan Teori... 40
2.7. Kerangka Konsep ... 41
BAB 3. METODE PENELITIAN... 42
3.1. Jenis Penelitian... 42
3.2. Lokasi dan WaktuPenelitian ... 43
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 43
3.2.2 Waktu Penelitian ... 43
3.4.3. Prosedur Pengumpulan data ... 48
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49
3.5.1. Variabel Penelitian ... 49
3.5.2. Defenisi Operasional... 50
3.6. Metode Pengukuran ... 50
3.7. Metode Analisis Data... 51
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… 52
4.2. Analisis Univariat... 52
4.2.1 Karakteristik responden ... 52
4.2.2 Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Persalinan dan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Metode Simulasi (pre)... 54
4.2.3 Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Metode Simulasi (pre) ... 56
4.2.4 Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Persalinan dan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi (post) ... 59
4.2.5 Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi (post) ... 61
4.2.6 Gambaran Sikap Ibu dalam Persalinan Pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol sebelum Metode Simulasi(pre)………. 64
4.2.7 Gambaran Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol sebelum Metode Simulasi(pre)……… 68
4.2.8 Gambaran Sikap Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi(post)……… 72
4.2.9 Gambaran Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi(post)……….. 76
4.3. Uji Perbedaan ... 80
dan Sesudah Pemberian ASI Eksklusif……….. 83
BAB 5. PEMBAHASAN... 84
5.1. Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dalam Persalinan Sebelum dan Sesudah dilakukan Metode Simulasi pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol ... 84
5.2. Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif Sebelum dan Sesudah dilakukan Metode Simulasi... 87
5.3. Efektifitas Metode Simulasi terhadap Sikap Ibu dalam Persalinan Sebelum dan Sesudah dilakukan Metode Simulasi ... 93
5.4. Efektifitas Metode Simulasi terhadap Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif Sebelum dan Sesudah dilakukan Metode Simulasi ... 88
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 97
6.1. Kesimpulan ... 97
6.2. Saran... 98
3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan... 46
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap ... 47
4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 53
4.2 Distribusi Pengetahuan Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol Sebelum Metode Simulasi (Pre) ... 54 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu dalam Persalinan pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol Sebelum Metode Simulasi (Pre) ... 56 4.4 Distribusi Pengetahuan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol Sebelum Metode Simulasi (Pre) ... 56 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada
Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Metode Simulasi (Pre) ... 58 4.6 Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol Setelah Metode Simulasi (Post)... 59 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu dalam Persalinan pada Kelompok
Perlakuan Setelah Metode Simulasi (Post) ... 60 4.8 Gambaran Pengtahuan Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi (Post) ... 61 4.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Pemberian ASI Eksklusif pada
Kelompok Perlakuan Setelah Metode Simulasi (Post) ... 63 4.10 Gambaran Sikap Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol Sebelum Metode Simulasi(Pre)... 64 4.11 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan dan
4.14 Gambaran Sikap Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Setelah Metode Simulasi(Post)... 72 4.15 Distribusi Frkuensi Ibu dalam Persalinan pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol Setelah Metode Simulasi (Post) ... 75 4.16 Gambaran Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi (Post) ... 76 4.17 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada
Kelompok Perlakuan dan Kontrol Setelah Metode Simulasi (Post) ... 79 4.18 Perbedaan Pengetahuan Ibu Sebelum dan Sesudah Metode Simulasi dalam
Persalinan di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhanbatu ... 80
4.19 Perbedaan Pengetahuan Ibu Sebelum dan Sesudah Metode Simulasi dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka
Makmur Kabupaten Labuhanbatu ... 81
4.20 Perbedaan Sikap Ibu Sebelum dan Sesudah Metode Simulasi dalam
Persalinan di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten
Labuhanbatu………. 82
2.1 Teori S-O-R... 40
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 41
1 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 102
2 Surat Izin Penelitian ... 103
3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden... 104
4 Quesioner Penelitian ... 105
5 Jadwal Penelitian... 110
6 Master Data ... 111
7 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 113
bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan. Upaya promosi kesehatan diharapkan dapat mewujudkan peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif.
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan Non Equivalent Control Group. Populasi adalah seluruh ibu bersalin di Kecamatan Panai Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 186 ibu. Sampel berjumlah 62 orang terdiri dari 31 orang kelompok perlakuan dan 31 orang kelompok kontrol. Data dianalisis dengan tahapan univariat dan bivariat menggunakan ujipair t-test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan ibu pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan simulasi dan terdapat perbedaan sikap ibu pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah simulasi. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu agar meningkatkan kesehatan ibu dengan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengaktifkan dan menghadiri program yang dibuat oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan Posyandu. Peran aktif petugas kesehatan puskesmas khususnya pemegang program promosi kesehatan dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif semakin ditingkatkan antara lain melalui penyuluhan-penyuluhan maupun kunjungan-kunjungan langsung ke tengah-tengah masyarakat untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan jelas.
local socio-cultural environment so that they can rely on themselves in health. Health promotion is expected to improve childbirth aid by health workers and the giving of exclusive ASI (breast milk).
The type of the research was quasi experiment with non equivalent control group design. The population was 186 mothers who gave birth to babies in the working area of Suka Makmur Puskesmas, Panai Bilah Barat Subdistrict, Labuhan Batu District. The samples comprised 62 respondents; 31 respondents were in the treatment group, and the other 31 respondents were in the control group. The data were analyzed by using univatriate and bivatriate analysis with pair t-test.
The result of the research showed that there was the disparity of mothers’
knowledge in the treatment group before and after the simulation was conducted, and
there was the disparity of mothers’ attitude in the treatment group before and after
the simulation was conducted. On the other hand, there was no disparity of mothers’
knowledge and attitude in childbirth and in giving exclusive ASI in the control group. It is recommended that the Health Office in Labuhan Batu District utilize KIA (Mother and Child Health) program as one of promotional activities in community because it is evidence that simulation method is effective in improving knowledge and attitude in childbirth and giving exclusive ASI. It is also recommended that health workers at Suka Makmur Puskesmas use simulation method in giving health message to mothers because simulation method is more dynamic and makes the learners focused so that mothers will easily understand.
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI di
Indonesia antara lain meningkatkan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan
kesehatan dengan mutu yang baik serta menjangkau semua kelompok sasaran,
meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga profesional secara berangsur,
meningkatkan deteksi dini risiko tinggi ibu hamil dan melaksanankan sistem rujukan
serta meningkatkan pelayanan neonatal dengan mutu yang baik. Tujuan akhir dari
program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)
Berdasarkan Rencana strategi (Renstra) Depkes RI 2005-2009 disebutkan
bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia belum memuaskan, salah satu
diantaranya ditinjau dari masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian
bayi. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara
ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia 39
per 100.000 kelahiran hidup, dan Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup (BPS,
2003). Berdasarkan SDKI 2007 Indonesia telah berhasil menurunkan Angka
Kematian Ibu dari 390/100.000 kelahiran hidup menjadi 334/100.000 kelahiran
hidup). Selanjutnya turun menjadi 228/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,
2008). Meskipun telah terjadi penurunan dalam beberapa tahun tarakhir akan tetapi
Di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 AKI 330 per 100.000 kelahiran
hidup, tahun 2005 AKI 315 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Sumut, 2004).
Sedangkan tahun 2009 AKI 280 per 100.000 kelahiran hidup (Saragih, 2010). Angka
tersebut menunjukkan AKI cenderung menurun tetapi bila dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per
100.000 kelahiran hidup diperkirakan tidak tercapai (Depkes RI, 2007).
Salah satu faktor yang memengaruhi AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB
(Angka Kematian Bayi) adalah tenaga penolong Persalinan, setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan
persalinannya. Dengan kata lain, 1400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih
dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan
(WHO, 2005). Semakin tinggi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan semakin
rendah risiko terjadinya kematian. Survei Sosial Ekonomi (SUSENAS) dari tahun
2000-2005, penolong Persalinan yang dilakukan oleh dukun mencapai 26,28% (BPS,
2006). Penolong Persalinan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Bidan (58%)
dan dukun bersalin (25,31%), sedangkan menurut tipe daerah di perkotaan maupun di
pedesaan penolong Persalinan yang terbanyak dilakukan oleh bidan, masing-masing
65,81% dan 52,22% (BPS, 2008).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2008), penolong kelahiran
terakhir di pedesaan antara lain : ditolong bidan 46,34%, ditolong dukun bayi 42,75%,
lainnya sebesar 0,33%. Di pedesaan, bidan dan dukun sama-sama diminati oleh ibu
bersalin sebagai penolong persalinannya.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka penurunan AKI, seperti program
Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat serta
setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran (Depkes RI, 2005). Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu cara paling efektif dalam
upaya menurunkan kematian ibu, oleh karena itu sasaran dari pembangunan kesehatan
salah satunya adalah meningkatnya secara bermakna jumlah ibu hamil yang
memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan (Bappenas, 2007).
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi
(AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka kematian bayi ini tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, terutama gizi. Di negara
berkembang, lebih dari 10 juta bayi meninggal dunia per tahun, 2/3 dari kematian
tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di
42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama 6
bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif
terbesar untuk menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%
(Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Pemberian ASI secara ekslusif adalah pemberian ASI tanpa makanan ataupun
minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.
Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini (Kodrat,2010).
Menurut Sentra Laktasi Indonesia (2007), pemberian makanan pendamping ASI
yang benar dapat menurunkan angka kematian balita sebesar 6%. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, perilaku memberikan ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir
hingga usia 6 bulan dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap
tahunnya (Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Di Amerika, 400 bayi meninggal per tahun akibat muntah mencret. Sebanyak
300 bayi diantaranya adalah bayi yang tidak disusui. Kematian meningkat 23,5 kali
pada bayi susu formula. Menurut Vic yang dikutip Roesli (2008), kemungkinan bayi
akan mengalami mencret 17 kali lebih banyak pada bayi yang menggunakan susu
formula. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anakmeninggal karena pemberian
makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI
Eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai
dan tidak aman bagi bayi (Depkes 2005).
Survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and Health Surveillance System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes dan Hellen Keller international di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan
(Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Banten, Jawa Timur, NTB,
Sulawesi Selatan), menunjukan bahwa cakupan ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan
perkotaan antara 1-13%, sedangkan di pedesaan 2-13% . Hanya 14% ibu di Tanah Air
yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan.
Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan
(Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003,
hanya 3, 7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan pemberian
ASI pada usia 2 bulan pertama 64%, yang kemudian menurun pada periode
berikutnya umur 3 bulan 45,5%, pada usia 4-5 bulan 13,9% dan umur 6-7 bulan
7,8%. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air susu ibu (PASI) yang
biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat dalam kurun waktu 1997 dari
10,8% menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hali ini mungkin diakibatkan kurangnya
pemahaman, dukungan keluarga dan lingkungan akan pemberian ASI secara
eksklusif (Tjipta, 2009).
Di Propinsi Sumatera Utara angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2007
sebesar 33% dan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka cakupan
tahun 2006 sebesar 36% (Dinkes Prop.Sumut, 2007). Menyikapi permasalahan
pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menggalakkan
program pemberian ASI Esklusif sejak tahun 1990 yang dikenal dengan Gerakan
Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu telah
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang
Berdasarkan data profil Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu tahun 2011,
cakupan persalinan tenaga kesehatan berjumlah 82,67% (jumlah ibu bersalin 9195
dan ibu bersalin yang ditolong Nakes 7601) target 87,42%. Jumlah bayi 8757 yang
meninggal 117 Bayi yang meninggal laki –laki 47 dan perempuan 70 AKB sebesar
16,22 per 1.000 KH, ASI eksklusif 3419 (39,04 % target 65%), jumlah kasus
kematian ibu pada tahun 2011 terdapat 16 kasus (kematian ibu maternal) dengan
estimasi AKI sebesar 221/100.000 KH atau 2,21/1000 KH. Profil Puskesmas Suka
Makmur ibu bersalin 186 ditolong tenaga kesehatan 130 (70,90%). Jumlah bayi 183
orang yang terdiri dari laki-laki 87 perempuan 96, ASI eksklusif laki-laki 33
perempuan 36 jumlah 69 (37,77%), bayi meninggal laki-laki 2 dan perempuan 1
jumlah 3.
Untuk mengatasi masalah tersebut Departemen Kesehatan RI membuat suatu
program promosi kesehatan dan telah ditetapkan sebagai salah satu program
unggulan. Depkes RI (2006) mengemukakan bahwa promosi kesehatan bertujuan
untuk (1) peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk hidup sehat, dan
(2) pengembangan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dan untuk itu diperlukan
peningkatan upaya promosi kesehatan.
Upaya promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam
proses pemberdayaan masyarakat yaitu melalui proses pembelajaran dari, oleh dan
bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar
kesehatan diharapkan dapat mewujudkan peningkatan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dan pemberian asi eksklusif.
Salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan
strategi pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud adalah
sesuai dengan visi MDGs dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan 2004 bahwa
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah pendekatan melalui individu,
keluarga dan kelompok-kelompok dalam masyarakat melalui pengorganisasian dan
penggerakan masyarakat.
Oleh karena itu dalam kegiatan peningkatan target pertolongan persalinan yag
ditolong tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif ini perlu dikembangkan
konsep pemberdayaan mkasyarakat, dimana dalam pengimplemantasinya harus
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan
misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum
memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi guru dan cenderung
membosankan, apalagi bagi remaja dan orang tua. Maka perlu dilakukan metode lain
seperti simulasi, hal ini cenderung dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak
monoton dan langsung berdasarkan analisis kasus, dan melibatkan objek secara
menyeluruh dan aktif.
Menurut Syaefuddin (2002), metode simulasi dapat digunakan untuk
menyampaikan materi pendidikan kesehatan reproduksi dalam bentuk sosiodrama,
konsep atau prinsip dari pendidikan yang disampaikan sehingga dapat memecahkan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Dengan metode simulasi,
hasil yang diharapkan ialah agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain,
menumbuhkan ide yang ditemukannya dan dianggap benar.
Hasil penelitian Veronica (2009) telah membuktikan dengan metode simulasi
memberi perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang
pendidikan kesehatan reproduksi remaja di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah
Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan. Sejalan dengan penelitian Afniwati
(2012) bahwa metode simulasi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap
dan tindakan tentang kesehatan jiwa di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara. Sejalan dengan penelitian Burhanuddin (2011) bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap tokoh masyarakat
tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di Wilayah
Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu
Selatan.
Untuk mengetahui implementasi pemberdayaan masyarakat dalam suatu
promosi kesehatan untuk peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
dan pemberian asi eksklusif tersebut sesuai dengan kondisi serta karakteristik desa
pantai, maka penting dilakukan penelitian tentang “efektifitas metode simulasi
terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif di
Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu Tahun
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas metode
simulasi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan oleh tenaga kesehatan
dan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur
Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan
sikap ibu dalam persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif di
Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu Tahun
2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, sebagai berikut:
1. Sebagai masukan untuk Dinas Kesehatan dalam membuat program kebijakan
kesehatan untuk persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
2. Masukan untuk Puskesmas dalam memilih metode yang baik dan efektif dalam
persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan
pengembangan pengetahuan tentang persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
2.1 Efektifitas
2.1.1 Definisi Efektifitas
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektifitas berasal dari kata efektif yang
berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan
yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektifitas
merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan
derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi
pengertian efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya
suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang
dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektifitas adalah keberhasilan suatu
aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah
ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan
yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan
dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka
aktifitas itu dikatakan tidak efektif.
2.1.2 Cara Pengukuran Efektifitas
Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel dalam Starawaji, 2009)
2.1.3 Pendekatan Efektifitas
Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu
efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektifitas yaitu:
1. Pendekatan sasaran
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran
efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan
keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan,
efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu
dalam efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan
waktu yang tepat maka program tersebut efektif.
2. Pendekatan sumber
Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga
dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga
harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan
sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan
yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh
sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan out put yang dihasilkan juga
dilemparkannya pada lingkungannya.
3. Pendekatan proses
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari
suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan
lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi.
Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian
terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga,
yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.
2.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektifitas
Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi dengan hasil produktivitas dan
laba dilapangan. Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang
sebenarnya dan memberikan hasil dari pada pengukuran efektifitas berdasarkan
sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal
berikut :
1. Adanya macam-macam output
Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran
efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran
juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya.
Efektifitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau
yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran
efektifitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektifitas
pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering
dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektifitas
seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan
hal-hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah :
a. Adaptabilitas dan fleksibilitas
b. Produktivitas
c. Keberhasilan memperoleh sumber
d. Keterbukaan dalam komunikasi
e. Keberhasilan pencapaian program
f. Pengembangan program (Steers dalam Starawaji, 2009)
2. Subjektivitas dalam adanya penilaian
Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaranseringkali
mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaranyang sebenarnya dan
juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal
ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya
bila meninjau perlumasuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang
sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatulembaga untuk
melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi
oleh subjektifitas .Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur
secarakuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung padasubjektifitas
dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukungoleh pendapat R.M
Steers yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual
berpengaruh terhadap informasi lembaga danmenentukan tercapai tidaknya sasaran
yang hendak dicapai. Karena ituperbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini
perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifitas program yang
terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan
dikatakan efektifitas apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai
dengan kebutuhan (Steers dalam Starawaji, 2009).
2.2 Metode Simulasi
Metode simulasi adalah pembelajaran yang memerikan kesempatan kepada
pembelajar untuk meniru suatu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari
atau berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau berkaitan dengan tanggung
jawabnya.
Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan akselerasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik
pembelajar, kemampuan pembelajar ditingkatkan dalam keterampilan
berkomunikasi sederhana dan kepekaan terhadap aksi orang lain agar terbentuk
2. Menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan.
3. Menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
4. Memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami perasaan kejiwaan dan batin
tertentu.
5. Menanamkan disiplin dan sikap berhati-hati
6. Memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi
buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya.
Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai
berikut :
A. Kelebihan:
1) Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan
tanpa menanggung kerugian;
2) Melibatkan pembelajar secara aktif; dan memberikan kesempatan kepada
pembelajar secara langsung terlibat dalam kegiatan belajar dan melakukan
eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam
lingkungan yang sesungguhnya;
3) Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara ktif
dalam proses pembelajaran;
4) Belajar mengalami suatu kegiatan tertentu;
6) Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek
tidak memadai;
7) Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat
dilakukan dalam situasi nyata;
8) Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan
berdasarkan kemungkinan yang muncul;
9) Dapat meningkatkan disiplin dan meningkatkan sikap kehati-hatian.
B. Kekurangan:
1) Kurang efektif menyampaikan informasi umum;
2) Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya akan lebih efektif
bila dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil;
3) Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat
latihan, karena diperlukan banyak alat bantu;
4) Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajar harus melakukannya;
5) Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan
situasi sebelumnya, baik dalam hal kecanggihan alat, lingkungan dan
sebagainya;
6) Memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002).
Dalam pelatihan metode simulasi dapat diterapkan dalam beberapa teknik
sebagai berikut: (Smeru,2006)
pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, disko, pleno,
penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah
ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya
tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta.
Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi
yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD,
tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dll.
2. Diskusi Umum (Diskusi Kelas) bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan
pnkok-pokok pikiran (gagasaî, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakata. tersebut,
para peserta dapet saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya.
Kesepakatan pikiran inilah yang kemu$ian ditulis sebaGai hasil diskusi. Diskusi
biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan `asi penerapan berbagai
teknik la)nnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskush kelompok,
permainan, dan lamn-lain.
3. Curah Pendapat (Brainstorming) adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua
peserta. Berbeda dengan Diskusi, dimana gagasan dari seseorang fapau ditanggapi
(didukung, dilengkapi, dikurangi, ataõ tidak disepakati) oleh peserta lain, pada
penggunaan teknio curah pendapat pe~dapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan curah pendaðat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat,
dijadikan peta$informasi, peta pengalaman, atau$peta gagasan (mindmap) untuk
menjadi pembelajaran bersama.
4. Diskusi Kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan
untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik ini dapat membangun suasana saling
menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang
masih belum banyak berbicara dalam diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan
teknik ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau
mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi
kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang
digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang merupakan lanjutan dari
diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil diskusi kelompok.
5. Bermain Peran (Role-Play)merupakan teknik untuk ‘menghadirkan’ peran-peran
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam
kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian terhadap peran tersebut. Misalnya: menilai keunggulan
maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan
saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Teknik ini
lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan
bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
6. Sandiwara, teknik ini seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai
ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus). Tujuannya
adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu
tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah.
Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis
dikombinasikan secara seimbang.
7. Demonstrasi adalah teknik yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta. Karena itu,
demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk
memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan
atau memperagakan hasil dari sebuah proses. Biasanya, setelah demonstrasi
dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan
memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan
merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktek
adalah membuat perubahan pada ranah keterampilan.
8. Praktek Lapangan, teknik ini bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat
kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari teknik ini adalah pengalaman nyata
yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat memicu
kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat teknik praktek
9. Permainan (Games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah
‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi
kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk
membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
(fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan
suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh
menjadi riang (segar). Teknik ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai
secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal
yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses
belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan.
Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami
sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah
yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang
dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.
2.3 Teori Perubahan Perilaku
Mengubah perilaku seseorang agar dapat mengikuti keinginan yang
disampaikan tidaklah mudah. Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dari
pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
itu sendiri. Untuk kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan
oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Sarwono (1993) dan Notoatmodjo (2003), perilaku manusia
merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsang
yang masih bersifat terselubung, dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakanovert behavior.
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.
Berdasarkan batasan ini, Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan, yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan(health maintenance), yaitu perilaku atau usaha–
usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan bila sakit.
b. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Perilaku ini mulai
dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan
c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan,
baik fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat.
d. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari dalam diri individu(internal)berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses pengaruh – pengaruh dari luar.
Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meliputi objek, orang kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk
perilakunya.
Perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa
tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).
Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala
bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang
menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat
(overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk–bentuk perilaku kedalam
tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan
istilahknowledge, attitude, practice(Sarwono, 2004).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang
dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan
kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat
kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk
menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat
diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan
yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6
(enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu .tahu. merupakan tingkat
pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari
kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan; 2)
memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari; 3)
aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau
situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada; 6) evaluasi,
yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara
nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungannya ada bermacam-macam hal
yang dialami individu itu melalui penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan
atau reseptor. Hal-hal yang dialaminya tersebut masuk ke dalam sel-sel otaknya
sehingga terjadi bermacam-macam proses seperti proses fisik, fisiologi dan psikolog,
kemudian dipancarkan dan diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu
penggambaran tentang lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku
yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
dikutip oleh Notoatmojo (1997), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu:
sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma
-norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan
penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana
individu itu berbeda.
Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilakku tertentu,
yaitu : (a). Faktor pemungkin ( predisposing factor), adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di
dalamnya keterampilan petugas kesehatan, ketersediaan sumber daya dan komitmen
pemerintah dan masyarakat terhadap masyarakat, (b). Faktor – faktor pemudah
(reinforcing factor), adalah faktor pemicu yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang,
dan (c). Faktor penguat (enabling factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat. Ketiga
faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan (regulation) serta organisasi (organization). Semua faktor – faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi kesehatan (Green, 1980).
Anggota masyarakat yang memiliki potensi besar untuk mengubah system
nilai dan norma adalah mereka yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh
yang formal dan tokoh masyarakat yang informal. Tokoh masyarakat formal adalah
orang yang memiliki posisi menentukan dalam sistem pemerintahan (disebut juga
penentu kebijakan), seperti gubernur, bupati/walikota, anggota dewan perwakilan
rakyat, dan lain – lain. Adapun tokoh masyarakat informal ada berbagai jenis,
misalnya tokoh atau pemuka adat, tokoh atau pemuka agama, tokoh politik, tokoh
pertanian, dan lain – lain. Pemuka atau tokoh adalah seseorang yang memiliki
kelebihan di antara kelompoknya. Ia akan menjadi panutan bagi kelompoknya atau
bagi masyarakat karena ia merupakan figur yang menonjol. Di samping itu, ia dapat
mengubah sistem nilai dan norma masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu
mengubah sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya (Depkes RI,
2006).
Kemampuan penting yang harus dikuasai dalam upaya mengatasi persoalan
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat, adalah : ketrampilan untuk mengatur suatu
masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah program promosi kesehatan
(McKenzie, 2007).
2.4 Penolong Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan (setelah 37 minggu) atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau jalan lain, dengan bantuan atu tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba,
darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer. Persalinan yang aman
memastikan bahwa semua penolong Persalinan mempunyai ketrampilan dan alat
untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih (Syafrudin, 2009).
2.4.1 Persalinan yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan persalinan kepada
masyarakat yaitu:
1. Dokter Spesialis Kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil spesialis
kandungan. Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk mendeteksi dan
menangani penyakit yang terkait dengan kehamilan, terkadang yang terkait dengan
proses melahirkan. Seperti halnya dokter ahli bedah (Gaskin, 2003) Dokter spesialis
kandungan dilatih untuk mendeteksi patologi. Ketika mereka mendeteksinya, seperti
mereka yang sudah pelajari, mereka akan memfokuskan tugasnya untuk melakukan
intervensi medis. Dokter spesialis kandungan menangani wanita hamil yang sehat,
demikian juga wanita hamil yang sakit dan beresiko tinggi. Ketika mereka menangani
wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis yang seharusnya
hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis. Disebagian
besar Negara di dunia, tugas dokter kandungan adalah untuk menangani wanita hamil
yang sakit atau dalam keadaan kritis (Gaskin, 2003). Baik dokter spesialis kandungan
maupun bidan bekerja lebih higienis dengan ruang lingkup hampir mencakup seluruh
golongan masyarakat. Umumnya, mereka hanya dapat menanggulangi kasus-kasus
menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk selama
pasien masih dalam keadaan cukup baik (Syafrudin, 2009).
Walaupun mereka dapat menanggulangi semua kasus, tetapi hanya sebagian
kecil saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini disebabkan karena biaya
yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit dan penyebaran yang tidak merata.
Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli ini sangat terbatas kegunaannya. Namun,
sebetulnya mereka dapat memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai konseptor
program obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau
bidan (Syafrudin, 2009).
2. Dokter Umum
Dokter umum adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang
pendidikan terakhir dokter umum.
3. Bidan
Pengertian bidan menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan, menyebutkan bahwa bidan adalah seorang wanita yang
telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang
berlaku. Pengertian bidan menurut Kepmenkes No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi, menyebutkan bahwa bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang
memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan AKI dan AKB.
Pengertian bidan ini mengisyaratkan bahwa bidan tenaga yang baru, relatif sangat
sedangkan dukun bayi tenaga yang cukup berpengalaman dalam menolong persalinan
masih diterima oleh masyarakat.
Fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah:
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
menangani persalinan, pelayanan KB dan pengayoman medis kontrasepsi,
b. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader kesehatan serta
dukun bayi.
d. Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan,
e. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya
masyarakat.
f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada puskesmas
kecuali dalam keadaan daruratharus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya
g. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit dan berusaha mengatasi sesuai
dengan kemampuan.
Pada prinsipnya penolong persalinan baik yang dilakukan di rumah klien
maupun di sarana kesehatan seperti bidan praktik swasta, klinik, puskesmas dan
sarana kesehatan lain harus tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a Sterilitas/pencegahan infeksi.
c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan lebih tinggi.
Penempatan bidan di desa memungkinkan penanganan dan rujukan hamil
berisiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil
sesuai dengan risiko kehamilan yang disandangnya. Bidan yang ditempatkan di desa
diharapkan secara bertahap mampu meningkatkan jangkauan persalinan. Diharapkan
pula supaya masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan
aman (Meilani, dkk, 2009).
2.4.2 Faktor yang Memengaruhi Pertolongan Persalinan oleh Ibu Hamil
Beberapa faktor yang memengaruhi permintaan pertolongan persalinan oleh
ibu hamil adalah:
1. Tingkat pendidikan
Penelitian Umami dan Puspitasari (2007) membuktikan adanya hubungan
bermakna antara pendidikan suami dengan peran suami selama proses kehamilan
samapai saat nifas istri. Peran suami tersebut salah satunya mengambil keputusan
yang tepat terhadap pemilihan penolong persalinan dengan melibat kondisi istrinya.
Semakin tinggi pendidikan maka semakin baik pengetahuan tentang kesehatan
sehingga akan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan.
2. Sosial ekonomi
Aspek sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan kondisi
sosial dan perekonomian keluarga. Beberapa indikator indikator sosial ekonomi
antara lain pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah tanggunann dalam keluarga,
terhadap keputusan seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan dalam hal ini
keputusan memilih pertolongan persalinan, faktor tersebut antara lain rendahnya
pendapatan keluarga, dimana masyarakat tidak punya uang yang cukup untuk
mendapatkan pelayanan yang aman dan berkualitas.
Menurut Sunaryo (2003) kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
menyebabkan perempuan tidak tahu hak-hak reproduksinya serta tidak mempunyai
hak untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil penelitian Suprapto (2002)
tentang determinasi sosial ekonomi pertolongan persalinan di Indonesia dijumpai
bahwa target persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan utamanya di daerah
pedesaan lebih rendah dari target nasional yang berkisar antara 40-80%
3. Kebiasaan keluarga
Berdasarkan pendapat Yultera yang dikutip Harnani (2004), lebih dari
60-80% peristiwa persalinan ditangani oleh dukun di Provinsi Sumatera selatan dan Jawa
Timur. Hal ini disebabkan adanya fektor budaya yang berhubungan dengan kebiasaan
dan masyarakat, faktor sosial meliputi jarak rumah yang jauh dari tempat pelayanan
kesehatan dan keterbatasan sarana transportasi sehingga lebih mudah menghubungi
dukun serta faktor ekonomi yang menyatakan bahwa biaya jasa dukun lebih murah
dibanding dengan tenaga kesehatan kainnya.
4. Pengetahuan ibu tentang kehamilan dan persalinan
Mengetahui perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan ibu sendiri. Berbagai kalangan
sebagai hal yang biasa, alamiah, kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan
dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
5. Keterjangkuan pelayanan kesehatan
Depkes RI dan UNFP (2002) menyatakan akses yang rendah ke fasilitas
kesehatan reproduksi yang meliputi jarak yang jauh, biaya yang tidak terjangkau,
tidak tahu adanya atau kemampuan fasilitas (akses informasi) dan tradisi yang
menghambat pemanfaatan fasilitas (akses informasi) dan tradisi yang menghambat
pemanfaatan fasilitas (akses budaya).
6. Pengambil keputusan dalam keluarga
Kehamilan termasuk salah satu periode krisis dalam kehidupan seorang
wanita. Tak dapat dielakan kehamilan menimbulkan perubahan drastis, bukan hanya
fisik tetapi juga psiologis, dalam aspek psiologis, timbul pengharapan yang disertai
kecemasan menyambut persiapan kelahiran si bayi. Semua itu akan mewarnai
interaksi antara anggota dalam keluarga. Sikap dan reaksi seorang ayah pada fase
kehamilan berbeda pada setiap suku, bangsa dan lebih tergantung pada adat dan
kebudayaan setempat, (Dkk Demak, 2007).
Pembuat keputusan menurut Terry (1999) yang dikutip Juliwanto (2009)
selalu dihubungkan dengan suatu masalah atau suatu kesulitan, dalam arti keputusan
dan penerapannya diharapkan akan menjawab persoalan atau menyelesaikan konflik
Keluarga memberikan kontribusi dalam menentukan penggunaan pelayanan
kesehatan, seperti memberikan informasi mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan