• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI PERUBAHAN SOSIAL ALIRAN KLASIK Tujuan Pembelajaran:

1. Menjelaskan teori perubahan sosial dari tokoh Karl Marx, baik yang terkait dengan obyek, faktor penyebab, dan arah dinamikanya.

2. Menjelaskan teori perubahan sosial dari tokoh Max Weber, baik yang terkait dengan obyek, faktor penyebab, dan arah dinamikanya.

3. Menjelaskan teori perubahan sosial dari tokoh Emile Durheim, baik yang terkait dengan obyek, faktor penyebab, dan arah dinamikanya.

Materi A. Pengantar

Teori sosiologi klasik menjadi peletak dasar teori-teori sosiologi modern. Tiga tokoh sosiologi klasik adalah Karl Marx, Max Weber dan Emile Durheim. Pemikiran dan bangun teori dari ketiga tokoh ini pada awalnya memfokuskan kondisi masyarakat Eropa abad 19 yang merupakan peralihan dari masa feodal ke masa industri. Dalam perkembangannya ketiga tokoh teori klasik ini mencari relevansi dengan benua lain, sehingga sangat mewarnai sejarah perkembangan sosiologi terutama pada negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Ketika tokoh teori klasik ini melahirkan pemikiran hampir secara bersamaan, ketika terjadi proses industrialisasi pertama di Inggris, yakni ketika mesin-mesin industri mulai dimanfaatkan untuk menggantikan tenaga kerja manusia. Pada masa ini mulai terjadi perubahan peradaban manusia. Masyarakat mulai mengenal bagaimana manajemen untuk mengatur lembaga-lembaga bisnis di masyarakat. B. Teori Perubahan Sosial dari Tokoh Karl Marx (1818-1883)

Perjalanan pemikiran teori Marx dibedakan atas Marx muda dan Marx tua. Marx muda pada awalnya mengungkapkan manusia itu hidup berawal dari sebuah kesempurnaan (the holy spirit of god), tetapi kemudian masuk ke dunia yang penuh keterbatasan, kotor dan tidak suci. Pemikiran Marx muda berikutnya memfokuskan pada perjuangan kelas untuk merebutkan posisi dan merebutkan

dua kelas fundamental yakni perjuangan kelas kaum borjuis dan proletar. Pemikiran Marx muda untuk membela kaum buruh dengan memberikan status (posisi) penting sebagai agen pembebas yang akan terjadi penggantian kepemilikan modal. Kaum borjuis dasar adalah kaum proletar yang telah memberikan sumbangan ekonomis terhadap kekayaan pelaku ekonomi kelas atas, namun mereka tidak diberikan tempat yang layak dalam politik maupun masyarakat.

Marx tua memfokuskan konsepnya kepada struktur, pembagian kerja dan modal serta mempridiksikan perubahan masyarakat. Masyarakat terus bergerak menuju kesempurnaan, yaitu dari primitif, perbudakan, feodal, kapital / borjuis menuju komunis atau masyarakat tak berkelas. Pemikiran Marx selanjutnya memaparkan tentang peradaban kapitalis yang menghalalkan segala cara dengan menyingkirkan tanpa peduli rasa kemanusiaan kepada kaum proletar.Pemikiran Marx tua ini bersumber pada asumsi tentang materialisme menguasai hajat hidup manusia.

Marx tua berpikiran kontradiksi dengan Marx muda. Pemikiran Marx muda disebut “Historis Idealisme”, dikatakan Marx tua bagaikan orang yang berjalan dengan kepalanya, sehingga kaki-kakinya tidak menyentuh bumi. Sebaliknya, Marx tua menampilkan pemikiran baru dengan sebutan “Historis Materialisme”, yaitu manusia yang sempurna karena hidup dalam realitas. Idea jauh dari bumi sedangkan materi menjejakkan kakinya di bumi. Faktor penentu perubahan masyarakat dari waktu ke waktu adalah materi (materialist perception of history) bukan idea. Idea merupakan bagian dari materi.

Model teori perjuangan kelas dari Karl Marx dikontruksi dalam 3 bangunan teori:

(a). Teori tindakan individu dengan asumsi individu dengan sesama individu lain dan individu dengan lingkungan;

(b). Teori perjuangan kelas dengan asumsi kelompok dengan bentuknya produk dengan tenaga kerja;

(c). Teori formasi sosial ekonomi dengan asumsi nilai surplus, hubungan sosial produksi, basis ekonomi, superstruktur dan kesadaran kelas

Kematangan masyarakat yang diramalkan Karl Marx melalui proses perubahan dimulai dari pergerakan masyarakat komunis primitif, ancient (masa perbudakan), feodalisme, kapitalisme (borgeois capital), sampai scientific communism (masyarakat tak berkelas). Pergerakan itu terus menerus ditandai oleh konflik yang disebabkan materi.

Dinamika perubahan sosial di lingkungan masyarakat berada dalam kondisi historis yang melekat pada perilaku manusia secara luas sbb:

(a). Perubahan sosial menekankan kepada kondisi materi, berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik-teknik berproduksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya. Teknologi tinggi tidak mendatangkan kesejahteraan manusia jika dimiliki oleh kelompok pekerja, teknologi malah mendatangkan malapetaka. Sebaliknya, teknologi mendatangkan kesejahteraan jika berada pada pemilik modal yang digunakan untuk mengeksploitasi tata kerja buruh.

(b). Perubahan sosial yang utama adalah kondisi-kondisi material dan cara-cara produksi di satu pihak, hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan di pihak yang lain, mulai dari komunitas primitif sampai dengan bentuk kapitalis modern.

(c). Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri untuk berjuang menghadapi lingkungan mateialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial terbatas. Kemampuan manusia membentuk sejarahnya sendiri dibatasi oleh kepemilikkan alat-alat produksi, hubungan konflik kelas yang telah diciptakan sendiri.

C. Teori Perubahan Sosial dari Tokoh Emile Durheim (1858-1917)

Pemikiran Emile Durheim dikenal dengan pendekatan sistem yang bertolak dari masyarakat dianalogikan dengan living organism (organisasi makhluk hidup) yang hanya dapat dianalisis dengan menggunakan structure of function (struktur dari fungsi setiap organisme masyarakat). Semua makhluk hidup memiliki organisme yang hidup dalam satu tatanan sistem, setiap organ akan memiliki fungsinya sendiri-sendiri dan tidak bisa dipisahkan satu sama

lain. Ketika salah satu organ tidak berfungsi, maka akan menganggu organ yang lain.

Teori sistem banyak dipakai untuk menganalisis masalah pembangunan di pedesaan (modernisasi di pedesaan) dengan kerangka bangunan teori sbb: (a). The whole strukture: suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagiannya

secara totalitas yang menggambarkan suatu sistem yang utuh. (b). Consists of part: terdiri dari bagian-bagian memiliki fungsi sendiri.

(c). Interelation: saling berhubungan antara sub-sistem sehingga merupakan mekanisme kerja.

(d). Highly interdependent: saling bergantung antara hubungan berbagai sub- sistem atau organisasi sosial.

(e). As whole producing certain unieque product: setiap sub-sistem memiliki kontribusi tugas tersendiri sehingga membentuk jalinan fungsi tersendiri.

Perkembangan kematangan masyarakat akan tumbuh dari bentuk solidaritas mekanis ke arah masyarakat dengan solidaritas organis. Solidaritas menunjuk keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas mekanis yang terjadi pada masyarakat tradisional ditandai ciri-ciri sebagai berikut:

(a). Mempunyai bentuk tatanan sosial yang berdasarkan keyakinan dan perangkat kepercayaan serta sentimen bersama.

(b). Kontrol komunal (bersama-sama) yang ketat. (c). Solidaritas tergantung pada keseragaman bersama.

(d). Kesadaran individualistik tidak berarti, sebab gerak bergantung pada tipe kolektif.

Pada masyarakat modern kehidupannya sangat kompleks, ditandai dengan solidaritas organik, yang memiliki ciri-ciri antara lain:

(a). Adanya pembagian kerja sesuai dengan spesialisasi pekerjaan, terjadi perbedaan peran.

(b). Kehidupan individualistis diakui bebas beremansipasi dan tidak tunduk pada kontrol kolektif.

(3). Meningkatnya ketergantungan yang fungsional karena akibat dari spesialisasi bidang kerja menurut pertukaran pelayanan.

(4). Lembaga institusional lebih jelas perbedaannya seperti keluarga, pendidikan, politik dan ekonomi.

Masyarakat dengan solidaritas organik berkembang melalui beberapa tingkatan yang disebut fase sebagai berikut:

Masyarakat Solidaritas Organic

Kelompok profesi (urban accupational group), tidak mengenal kelas Munculnya spesialisasi

Pembagian pekerjaan Penciptaan lapangan kerja baru

Persaingan (consensus) Lapangan kerja Angkatan kerja

Population denzity (frekuensi interaksi sosial)

Population growth

Masyarakat Solidaritas Mechanic

Berdasarkan urutan fase di atas dapat dijelaskan bahwa perubahan pertama kali adalah struktur penduduk. Perubahan populasi penduduk menjadikan tingkat kepadatan penduduk (population size) tinggi, sehingga kondisinya tidak seimbang dan interaksi dan interelasi antar penduduk menjadi kecil, tidak berarti. Perubahan sosial tingkat berikutnya adalah adanya pembagian kerja karena banyaknya individu yang berinteraksi satu sama lain dan terdapat kepadatan demografis yang disertai kepadatan dinamis atau moral dan kepadatan yang bersifat teknis. Kepadatan yang kompleks ini menghasilkan diferiansiasi sosial atau pertumbuhan pembagian kerja. Bersamaan dengan pembagian kerja terjadi perjuangan yang ketat untuk bersaing. Semakin tinggi jumlah pencari kerja, kompetisi semakin meningkat dan persaingan semakin ketat. Pada kondisi ini dibutuhkan spesialisasi pembagian kerja dan pada

perkembangan berikutnya terjadi urbanization of accupation group (kelompok urbanisasi berdasarkan kelompok pekerjaan) yang memiliki kode etika profesional, sehingga kehilangan kolektivitasnya.

D. Teori Perubahan Sosial dari Tokoh Max Weber (1864-1920)

Pemikiran Weber bertolak dari bentuk model rasionalisme Barat yang mewarnai semua aspek kehidupan sosialnya. Rasionalisme menurut Weber meliputi “mean” (alat) yang menjadi sasaran utam setiap melakukan kegiatan dan “end”, yang meliputi kehidupan budaya. Orang Barat pada dasarnya hidup dengan pola pikiran yang rasional pada tingkat perangkat alat-alat yang dimiliki dan kebudayaan yang mendukung kehidupannya. Pola berpikir rasional dilakukan selangkah demi selangkah mulai dari menetapkan tujuan berdasarkan hasil penilaian terhadap potensi yang dimiliki, kemudian menetapkan strateginya dengan pendekatan teknologis. “End” menunjukkan ciri-ciri individu dapat bekerja secara efektif dan efisien. “Means” berarti mencari langkah-langkah yang dapat diandalkan untuk bekerja.

Seiring dengan perkembangan masyarakat modern, rasionalitas dapat menjelaskan problem subyektif inidividu beserta motivasinya. Pemikiran rasionalitas ini menjadi dasar pembentukan teori tentang tindakan sosial yang menempatkan diri dalam lingkup opersional teknis, akibatnya perilaku individu dapat diperbaiki secara terus menerus.

Kehidupan masyarakat dibagi berdasarkan tindakan rasionalitas dan non rasionalitas, sebagai berikut:

(a). Traditional Rationality

Rasional tradisional merupakan tindakan rasional yang paling rendah, bahkan ada yang menamakan sebagai tindakan non-rasional. Penerapan nilai-nilai kehidupan pada setiap masyarakat yang berkaitan dengan adat- istiadat. Misal: (a). upacara sedekah bumi dengan mengadakan pertunjukkan wayang kulit pada masyarakat Jawa, (b). upacara perkawinan yang menjadi tradisi pada semua lapisan masyarakat di Indonesia, (c). memberikan salam dengan berjabat tangan.

(b). Value Oriented Rationality

Rasional yang berorientasi pada nilai ini menempatkan kondisi masyarakat yang melihat nilai sebagai potensi hidup, sekalipun tidak aktual dalam kehidupan keseharian. Kebiasaan ini didukung oleh perilaku kehidupan agama (nilai agama) serta budaya masyarakat yang berurat dan berakar dalam kehidupan tradisi. Misal: (a). orang bekerja keras dengan membanting tulang dan hidup hemat selama setahun di tempat perantauan, kemudian pulang mudik lebaran ke daerah, menghabiskan tabungan bersama keluarga (sanak saudara). (b). Orang mengumpulkan materi (modal) bukan untuk pengembangan usaha, tetapi untuk upacara pembakaran mayat orang tua.

(c). Affective Rationality

Rasional dalam bersikap ini bermuara dalam hubungan emosi yang sangat mendalam, sebab ada relasi hubungan khusus yang tidak dapat diterangkan di luar lingkaran sistem tersebut. Contohnya: (a). hubungan suami-istri, (b). ibu-anak, (c). ketua-anggota kelompok

(d). Purposive Rationality atau instrumental rationality

Rasional yang bertujuan atau rasionalitas instrumental (alat) merupakan bentuk rasional yang paling tinggi dengan unsur pertimbangan rasional berdasarkan tujuan dan alat yang dipilihannya. Dalam kehidupan masyarakat banyak unsur rasionaltitas yang dimiliki, namun unsur rasionalitas yang paling populer banyak diikuti adalah rasionalitas ekonomi. Sepanjang sejarah kehidupan, unsur rasionaltitas ekonomi ini banyak menimbulkan perubahan sosial, mengubah perilaku individu secara kontekstual. Misal: masyarakat desa melakukan urbanisasi, peran ganda perempuan karena alasan ekonomi. Unsur material (ekonomi) yang tinggi penyebab perubahan pola hidup masyarakat yang mengarah pada konsumtif. Berdasarkan kategori rasionalitas tersebut dapat terjadi perilaku individu atau kelompok pada masyarakat memiliki jenis rasionaltas yang rangkap. Misalnya, individu naik haji bagi kelompok PNS. Pertama, bentuk rasionalitas yang

berorientasi pada nilai (value oriented rationality). Kedua, sebagai seorang muslim yang beriman individu juga memiliki relasi hubungan emosi yang kuat dirasakan dalam hubungannya dengan Tuhan (affective rationality). Ketiga, ibadah haji bagi seorangmuslim merupakan bentuk rasionalitas yang tradisional, yang harus dilakukan turun-temurun (traditional rationality).

C. Evaluasi

1. Bagaimanakah perbedaan konsep perubahan sosial menurut pemikiran Karl Marx, Emile Durheim dan Max Weber.

2. Bagaimanakah perkembangan masyarakat menurut Karl Marx, Emile Durheim dan Max Weber.

BAB VII

Dokumen terkait