LANDASAN TEORI A.Kajian Pustaka
1. Teori-teori yang mendukung a.Pengertian Konsep
Menurut Hulse (dalam Suharnan, 2005: 115),
pengertian konsep adalah sekumpulan atau seperangkat sifat
yang dihubungkan oleh aturan-atuan tertentu. Setiap aspek dari
suatu objek kejadian yang memiliki sifat-sifat yang sama
dengan objek atau kejadian yang lain. Konsep menunjuk pada
sifat-sifat umum yang menonjol dari satu kelas objek atau ide.
Pembentukan konsep adalah suatu proses pengelompokan atau
mengklasifikasikan sejumlah objek, peristiwa, atau ide yang
serupa menurut sifat-sifat atau atribut nilai tertentu yang
dimilikinya ke dalam satu kategori.
Menurut Berg (1991: 8), menjelaskan bahwa konsep
merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah
komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia
untuk berpikir. Berg (1991: 11) menjelaskan seorang siswa
dapat dikatakan memahami suatu konsep apabila :
(1) siswa tersebut mampu menjelaskan konsep yang
bersangkutan, (2) mampu menjelaskan konsep yang
bersangkutan dengan objek-objek lain, (3) menjelaskan
hubungan dengan objek-objek lain, (4) dapat menjelaskan
konsep dalam kehidupan sehari-hari. Konsep yang dibuat setiap
orang satu dengan yang lainya berbeda, hal ini dikarenakan
konsep yang dibentuk oleh setiap orang berdasarkan apa yang
dilihat atau berdasarkan pengalaman mereka hal ini yang
menjadikan konsep yang dibentuk setiap orang tidak pernah
sama.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat dikatakan konsep
adalah sekumpulan atau seperangkat sifat yang dihubungkan
oleh aturan-aturan tertentu yang mempermudah komunikasi
antar manusia.
b. Macam-Macam Konsep
Menurut Saliraswati (2010: 13), konsep dapat
dikelompokan berdasarkan bentuk dan tingkatanya, bentuk
konsep dibedakan menjadi tiga jenis :
1) Konsep Klasifikasional, mencakup bentuk konsep
yang didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta ke
dalam bagan-bagan yang terorganisir. Contohnya
2) Konsep Korelasional, mencakup
kejadian-kejadian khusus yang saling berhubungan atau
observasi-observasi yang terjadi atas
dugaan-dugaan terutama berbentuk formulasi
prinsip-prinsip umum. Misal konsep luas persegi panjang
sebagai kali panjang dan lebar.
3) Konsep Teoritik, mencakup bentuk konsep yang
mempermudah kita dalam mempelajari
fakta-fakta atau kejadian-kejadian dalam sistem yang
terorganisir. Misalnya konsep titik, bilangan, dan
himpunan.
c. Pengertian Konsepsi
Menurut Berg (1991: 8), konsepsi merupakan tafsiran
perorangan atau individu terhadap suatu konsep. Sebelum
memasuki dunia sekolah ternyata sudah mempunyai konsepsi
atau teori mengenai konsep-konsep suatu pembelajaran yang
mereka dapat melalui pengalaman atau pengetahuan konsepsi.
Apabila konsepsi siswa sama dengan konsepsi para ahli, maka
konsepsi siswa tersebut dapat dikatakan benar.
Menurut Feldsine (dalam Salirawati, 2012: 120),
pemahaman setiap peserta didik mengenai suatu konsep disebut
berbeda-beda terhadap suatu konsep. Daya pikir dan daya
tangkap setiap peserta didik terhadap stimulus yang ada di
lingkungan. Apabila terjadi kesalahan konsepsi terhadap
pemahaman peserta didik dalam suatu pembelajaran, maka
peserta didik tersebut mengalami miskonsepsi. Ketidaklogisan
jawaban peserta didik disebabkan penguasaan suatu konsep
yang salah yang berakibat pada kesalahan keseluruhan konsep
yang ada, padahal ada keterkaitan yang erat antar konsep dalam
suatu materi ajar.
Berdasarkan teori-teori yang mendukung di atas dapat
dikatakan konsepsi adalah tafsiran atau pemahaman peserta
didik terhadap suatu konsep pembelajaran yang mereka dapat
melalui pengalaman atau pengetahuan.
d. Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Suyono (2011: 207), pembelajaran adalah
suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru
untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
Matematika. Pembelajaran dikondisikan agar mampu
mendorong kreatifitas siswa secara keseluruhan, membuat
berlangsung dalam kondisi menyenangkan dalam
pembelajaran Matematika.
e. Pengertian Matematika
Menurut Soedaji (2000: 11), Matematika merupakan
disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas dibandingkan dengan
disiplin ilmu-ilmu yang lain, karena itu kegiatan belajar dan
mengajar Matematika tidak disamakan begitu saja dengan ilmu
yang lain. Peserta didik yang belajar Matematika berbeda-beda
kemampuannya, maka kegiatan belajar dan mengajar haruslah
diatur sekaligus memperhatikan kemampuan siswa.
Matematika berkenan dengan ide-ide, struktur-struktur dan
hubungan-hubunganya yang diatur menurut urutan yang logis
dan berkenan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika
seringkali dilukiskan sebagai suatu ilmu yang terdiri dari suatu
kumpulan sistem Matematika yang masing-masing sistem itu
mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya bersistem deduktif.
Menurut Soedaji (2000: 13), karakteristik Matematika sebagai
berikut.
1) Memiliki objek kajian abstrak,
2) Bertumpu pada kesepakatan,
3) Berpola pikir deduktif,
5) Memperhatikan semata pembicaraan,
6) Konsisten dalam sistemnya.
Menurut Adams dan Hamm (dalam Ariyadi wijaya,
2012: 5), menyebutkan empat macam pandangan tentang posisi
dan peran Matematika, yaitu :
a) Matematika sebagai suatu cara untuk berpikir
Pandangan ini berawal dari bagaimana karakter
logis dan sistematis dari Matematika berperan dalam
proses mengorganisasikan gagasan, menganalisis
informasi, dan menarik kesimpulan antar data.
b) Matematika sebagai suatu pemahaman tentang pola dan
hubungan (pattern and realitionship)
Dalam mempelajari Matematika, siswa perlu
menghubungkan suatu konsep Matematika dengan
pengetahuan yang sudah mereka miliki. Penekanan
pada hubungan ini sangat diperlukan untuk kesatuan
konsep dalam Matematika, sehingga siswa dapat segera
menyadari bahwa suatu konsep yang mereka pelajari
memilki persamaan atau perbedaan dengan konsep yang
sudah pernah mereka pelajari.
Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh aspek
aplikasi dan aspek sejarah dari konsep Matematika.
Banyak konsep Matematika yang bisa kita temukan dan
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara
sadar maupun tidak, selain aspek aplikasi Matematika
pada masa sekarang, perkembangan Matematika juga
sebenarnya disebabkan adanya kebutuhan manusia.
d) Matematika sebagai bahasa atau alat untuk
berkomunukasi
Matematika merupakan bahasa yang universial
karena simbol Matematika memiliki makna yang sama
untuk berbagai istilah dari bahasa yang berbeda.
Dari teori-teori di atas dapat dikatakan
Matematika adalah disiplin ilmu yang mempunyai sifat
khas dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain,
karena peran Matematika sebagai bahasa atau alat
berkomunikasi.
f. Pengolahan Data
Menurut Zaini dan Sani (2006: 85), pengolahan data
dalam pembelajaran Matematika meliputi kompetensi 1)
pengumpulan data, membuat tabel frekuensi, membaca tabel, 2)
dan lingkaran, 3) menentukan modus, median, dan mean.
Materi pengolahan data dipelajari siswa kelas V1 pada
semester 1 dan 2 sesuai dengam KTSP. Konsep pengolahan
data sangat perlu diperhatikan dalam proses pengerjaan siswa
terutama kelas V1, karena konsep-konsep dalam materi
pengolahan data meliputi mencari modus, median, mean,
menyajikan diagram batang, garis, dan lingkaran. Di bawah ini
adalah pengrtian dari : modus, median, mean, dan penyajian
data ( Zaini dan Sani 2006: 85)
1. Modus adalah data yang paling sering muncul di antara
sekelompok data.
2. Median adalah data nilai yang ada di tengah. Nilai
diperoleh dengan cara menyusun nilai-nilai mulai dari
yang terendah sampai dengan yang tertinggi, sehingga
dari urutan nilai tersebut akan membatasi 50%
frekuensi bagian bawah dan 50% frekuensi bagian atas.
3. Mean adalah jumlah nilai dibagi banyak data.
4. Penyajian data adalah mengolah data dalam bentuk
tabel sesuai dengan nilai frekuensi.
g. Pengertian Miskonsepsi
Menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi adalah suatu
konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para
alternatif, karena dengan istilah itu menunjukkan keaktifan
peran siswa mengkontruksi pengetahuan mereka. Konsep yang
diangap “salah” tersebut dalam hal dapat membantu orang dalam memecahkan persoalan hidup mereka. Dari jenis
miskonsepsi yang paling banyak terjadi, bukan pengertian yang
salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal
(prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Secara garis
besar langkah-langkah yang digunakan untuk membantu siswa
mengatasi miskonsepsi :
1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang
dilakukkan siswa,
2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi
tersebut,
3) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.
Tabel 2.1 Penyebab miskonsepsi siswa (Suparno, 2005: 29)
Sebab Utama Sebab Khusus Siswa 1. Prakonsepsi
2. Pemikiran asosiatif 3. Pemikiran humanistik
4. Reasoning yang tidak lengkap / salah
5. Intuisi yang salah
6. Tahap perkembangam kognitif siswa
7. Kemampuan siswa 8. Minat belajar siswa
Guru / pengajar 1. Tidak mengusai bahan, tidak kompeten
2. Bukan lulusan dari bidang Matematika / fisika
3. Tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan / ide 4. Realisasi guru-siswa tidak baik Buku teks 1. Penjelasan keliru
2. Salah tulis, terutama dalam rumus
3. Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa 4. Siswa tidak tahu membaca
buku teks
Konteks 1. Pengalaman siswa
2. Bahasa sehari-hari berbeda 3. Teman diskusi yang salah 4. Keyakinan dan agama
5. Penjelasan orang tua / orang lain yang keliru
6. Konteks hidup siswa (TV, radio, filem yang keliru) 7. Perasaan senang / tidak
senang; bebas atau tertekan Cara Mengajar 1. Hanya berisi ceramah dan
menulis
2. Langsung ke dalam bentuk Matematika
3. Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa
4. Tidak mengkoreksi PR yang salah
5. Model analogi 6. Model praktikum 7. Model diskusi
8. Model demontrasi yang sempit
9. Non-multiple intelligences
Tabel 2.2 Kiat mengatasi miskonsepsi (Suparno, 2005: 55)
Sebab Utama
Sebab Khusus Kiat Mengatasi
Siswa 1. Prakonsepsi 1. Dihadapkan pada kenyataan
2. Pemikiran asosiatif 3. Pemikiran humanistik 4. Reasoning tidak lengkap 5. Intuisi yang salah 6. Perkembanga n kognitif siswa 7. Kemampuan siswa 8. Minat belajar siswa 2. Dihadapkan pada kenyataan dan peristiwa anomali 3. Dihadapkan pada kenyataan dan anomali 4. Dilengkapi: dihadapkan pada kenyataan 5. Dihadapkan pada kenyataan:anomali :rasionalitas 6. Diajar sesuai level
perkembangan mulai dengan yang konkret, baru kemudian yang abstrak 7. Dibantu secara pelan-pelan, proses 8. Motivasi, kegunaan fisika / Matematika, variasi pembelajaran Guru/Pe ngajar 1. Tidak menguasai bahan, tidak memberi waktu siswa untuk mengungkap kan gagasan 2. Realisasi guru-siswa jelek 1. Belajar lagi, lulusan bidang fisika / Matematika, memberi waktu siswa untuk mengungkapkan gagasan secara lisan atau tertulis 2. Relasi yang enak,
akrab, humor Buku Teks 1. Penjelasan keliru 2. Salah tulis 3. Level kesulitan 1. Dikoreksi dan dibenarkan 2. Dikoreksi secara teliti 3. Disesuaikan dengan level siswa
tulisan 4. Siswa tidak
tahu
menggunaka n buku teks
4. Dilatih oleh guru cara menggunakan teks, dibenarkan dan dikoreksi Konteks 1. Pengalaman siswa keliru 2. Bahasa sehari-hari berbeda 3. Teman diskusi keliru 1. Dihadapkan pada pengalaman baru sesuai konsep fisika / Matematika 2. Dijelaskan perbedanya dengan contoh-contoh 3. Mengungkapkan
hasil dan dikeritisi guru Cara mengajar 1. Hanya ceramah dan menulis 2. Langsung ke bentuk Matematika 3. Tidak mengungkap kan miskonsepsi siswa 4. PR tidak dikoreksi 5. Model analogi 6. Model praktikum 7. Model diskusi 8. Non multiple inteligen-ces 1. Variasi, dirangsang dengan pertanyaan 2. Mulai dengan gejala nyata baru rumus 3. Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan gagasan 4. Dikoreksi cepat dan ditunjukan salahnya 5. Ditunjukkan kemungkinan yang salah konsep 6. Diungkapkan hasilnya dan dikomentari 7. Diungkapkan hasilnya dan dikomentari 8. Multiple intelligences
Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan miskonsepsi
adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang
diakui oleh para ahli. Penyebab miskonsepsi bisa terjadi oleh
siswa itu sendiri, guru atau pengajar, buku teks, konteks, dan
cara mengajar. Miskonsepsi dapat diatasi dengan cara
menunjukkan kemungkinan yang salah konsep dari hasil
pengerjaan siswa.
Menurut Berg (1991: 10), miskonsepsi adalah
kesalahan dalam hubungan antar konsep. Disamping istilah
misconceptions peneliti juga dapat menggunakan alternative frameworks, altenative, conceptions, atau chlidren theories.
Ketiga istilah ini digunakan untuk menghindari label salah dan
untuk menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa seringkali
merupakan bagian dari suatu teori siswa yang dengan
sendirinya cukup logis dan lumayan konsisten, walaupun tidak
cocok dengan pendapat ilmuwan dan peristiwa-peristiwa fisika.
Istilah-istilah tersebut juga digunakan untuk menunjukkan
bahwa “kebenaran” dalam ilmu tidak mutlak menurut filsafat ilmu sekarang, maka peneliti tidak mau menggunakan label
Menurut Osborne dan Freybeg (dalam Suharnan,
2005: 34) ciri-ciri miskonsepsi dapat diringkaskan sebagai
berikut.
a) Miskonsepsi sulit sekali diperbaiki,
b) Seringkali „sisa‟ miskonsepsi terus menerus menganggu. Soal-soal yang sederhana dapat dikejakan, tetapi soal
yang sedikit sulit, miskonsepsi muncul lagi,
c) Seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah
pernah mengatasi miskonsepsi, beberapa bulan
kemudian salah lagi,
d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tak dapat
dihilangkan atau dihindari,
e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti dapat
kena miskonsepsi,
f) Guru dan dosen pada umumnya tidak mengetahui
miskonsepsi yang lazim antara siswanya dan tidak
menyesuaikan poses belajar mengajar dengan
miskonsepsi siswanya,
g) Kebanyakan cara remidial yang dicoba, belum berhasil.
Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan
miskonsepsi adalah kesalahan hubungan antar konsep.
yang bagus miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau
h. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Ika Lailatul
Rohma pada tahun 2013, yang berjudul “Miskonsepsi Siswa dalam menyelesaikan soal materi bangun datar segi empat
kelas V11 SMP Negeri 34 Semarang tahun ajaran 2013/2014”. Miskonsepsi yang dialami siswa kelas V11-H SMP Negeri 34
Semarang pada materi bangun datar segi empat. Miskonsepsi
yang terjadi pada masing-masing subjek penelitian ini
beranekaragam. Diantaranya adalah kesalahan konsep
klasifikasional, korelasional, dan teoritik.
Penelitian tersebut relavan yang dilakukan oleh
peneliti yaitu membahas tentang miskonsepsi pada materi
bangun datar segi empat. Penelitian tersebut membahas
pembelajaran Matematika SMP, sedangkan penelitian ini
membahas pembelajaran Matematika SD materi pengolahan
data (modus, median, mean, diagram garis, batang dan
lingkaran) dan mencari jenis-jenis miskonsepi yaitu kesalahan
klasifikasional, korelasional, dan teoritik. Persamaanya
penelitian tersebut membahas tentang miskonsepsi dalam
pembelajaran Matematika, untuk perbedaanya pada materi dan
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Petra
Daimana Febrine Setyaning Tyas pada tahun 2013, yang
berjudul “Tingkat Miskonsepsi pada aspek Bilangan di Kalangan Siswa Baru SMP N 2 Wonosobo tahun ajaran
2013/2014”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tingkat miskonsepsi pada aspek bilangan cacah, bilangan bulat,
pecahan sebenarnya, bilangan bulat, penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat serta bilangan bulat negatif, FPB
dan KPK, pecahan, pengoprasian sifat distribusif pada aspek
penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan, operasi
campuran bilangan pecahan dalam pemecahan masalah.
Penelitian tersebut relavan yang dilakukan oleh peneliti
yaitu membahas tentang miskonsepsi pada materi bilangan.
Penelitian tersebut membahas pembelajaran Matematika SMP,
sedangkan penelitian ini membahas miskonsepsi pembelajaran
Matematika SD materi pengolahan data (modus, median, mean,
diagram garis, batang dan lingkaran). Persamaanya penelitian
tersebut membahas tentang miskonsepsi dalam pembelajaran
Matematika, untuk perbedaanya pada materi dan pembelajaran
untuk tingkatan SMP.
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Diana Budi
miskonsepsi tentang kemagnetan pada siswa kelas X SMA
Gama Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi pada konsep (1) pengertian magnet, (2)
interaksi benda yang didekatkan dengan magnet, (3) jenis-jenis
benda magnetik, (4) magnet buatan, (5) sifat-sifat magnet, (6)
magnet bumi, (7) medan magnet, (8) garis gaya magnet, (9)
elektromagnektik, (10) gaya Lorenz.
Penelitian tersebut relavan yang dilakukan oleh peneliti
yaitu membahas tentang miskonsepsi. Penelitian tersebut
membahas miskonsepsi tentang pembelajaran Matematika
materi kemagnetan pada kelas X SMA, sedangkan penelitian
ini membahas miskonsepsi pembelajaran Matematika SD
materi pengolahan data (modus, median, mean, diagram garis,
batang dan lingkaran). Persamaanya penelitian tersebut
membahas tentang miskonsepsi dalam pembelajaran
Matematika, untuk perbedaanya pada materi dan pembelajaran
untuk tingkatan SMA.