• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang mendukung

Teori belajar yang mendukung pendekatan saintifik yang sangat relevan ada tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget dan teori Vygotsky.

2.1.1.1Teori Belajar Bruner

Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Brune (Carin, 1975). Pertama, individu hanya belajar dengan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan instrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik- teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik (Hosnan, 2014: 35).

2.1.1.2Teori Belajar Piaget

Anak mengalami perkembangan kognitif yang bertahap. Tingkat perkembangan kognitif anak menurut Piaget (Susanto, 2013: 77) yaitu periode berpikir motorik sensorik yang mulai sejak lahir sampai kira-kira umur 2 tahun. Periode berpikir praoperasional konkret dimulai kira-kira umur 2 tahun sampai 7 tahun. Periode berpikir operasional konkret dimulai kira-kira umur 7 tahun sampai umur 11 tahun, periode berpikir operasional formal dimulai sejak umur 11 tahun sampai dewasa.

Anak SD (7-11 tahun) berada pada tahap operasional konkret di mana anak belajar melalui pengalaman nyata untuk memahmai hal-hal yang abstrak seperti konsep-konsep matematika. Pada tahap operasional konkret, siswa sudah mulai

memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah. Siswa juga sudah memiliki kemampuan memahami cara mengombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya (Susanto, 2013: 77). Selain itu, siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret.

Pada tahap operasional konkret, siswa mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan (konservasi), kemampuan mengelompokkan secara memadai, melakukan pengurutan ( mengurutkan dari yang terkecil sampai paling besar dan sebaliknya), dan mengenai konsep angka. Selama tahap ini, proses pemikiran diarahkan pada kejadian riil yang diamati oleh siswa (Hergenhahn & Matthew, 2008: 320). Dengan demikian, siswa dapat melakukan operasi pemecahan masalah yang agak kompleks selama masalah itu konkret dan tidak abstrak.

2.1.1.3Teori Belajar Vygotsky

Seperti teori Piaget, Vygotsky juga merupakan teori konstruktivis. Vigotsky menempatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan social sebgai fasilitator perkembangan dan pembelajaran (Tudge & Scrimsher dalam Schunk, 2012: 337). Vigotsky menganggap bahwa lingkungan social sangat penting bagi pembelajaran. Interaksi-interaksi sosial mengubah atau mentrasformasi pengalaman-pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah sebuah fenomena yang membantu menjelaskan perubahan-perubahan dalam pikiran sadar dan membentuk teori psikologis yang manyatukan perilaku dan pikiran.

Konsep pokok dalam teori Vigotsky adalah Zone of Proximal Development (ZPD) atau zona pengembangan proksimal. ZPD adalah perbedaan antara apa yang dapat dilakukan sendiri oleh siswa dana pa yang dapat mereka lakukan dengan bantuan orang lain (Schunk, 2012: 341). Interaksi orang dewasa (guru) dan teman sebaya dalam ZPD mendorong perkembangan kognitif. Tugas utama guru adalah mengatur lingkungan pembelajaran sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya. Peran guru disini adalah menyajikan sebuah lingkungan yang mendukung, bukan menyajikan penjelasan materi dan menyediakan jawabn- jawaban dari pertnayaan-pertnyaan.

Inti teori Vigotsky yaitu bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi memiliki asal-usul dalam kehidupan sosial sejak anak berinteraksi dengan orang dewasa yang memiliki pengalaman dalam masyarkat seperti orang tua, guru, orang

yang memiliki keahlian, teman sebaya dan sebagainya. Dalam padangan Vigotsky, budaya dieksternalisasikan dalam kognisi individual dalam perlengkapan diri mereka, yang tidak hanya hal-hal fisik dalam kebudayaan (Mohamad Surya, 2015: 153). Perubahan kognitif terjadi dalam kawasan perkembangan terdekat melalui interaksi anak dengan orang dewasa melalui berbagai perlengkapan nilai-nilai, keyakinan, dan budaya.

2.1.1.4 Belajar dan Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat proses internal setiap individu sebagai hasil mentransformasi stimulus eksternal dalam lingkungan individu. Kondisi eksternal yang diperlukan dapat berupa rangsangan yang dapat diterima indera. Kondisi eksternal tersebut disebut dengan media dan sumber belajar (Gagne dalam Yao, 2015: 55).

Belajar adalah perubahan kemampuan manusia yang terjadi melalui proses pembelajaran terus-menerus, yang bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila dengan stimulus pembelajaran dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perilakunya berubah dari sebelum pembelajaran dengan sesudah mengalami pembelajaran. Belajar dipengaruhi oleh faktor internal (dalam diri siswa) dan faktor eksternal (lingkungan pembelajaran) yang keduanya saling berinteraksi (Gagne dalam Yao, 2015: 55). Kemampuan belajar dari Gagne dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Keterampilan intelektual. Ini adalah kemampuan murid untuk berinteraksi dengan lingkungannya masing-masing melalui penggunaan tingkat kompleksitas abstraksi konsep. Terapkanlah konsep dan peraturan untuk mengatasi masalah dan ide-ide untuk menghasilkan produk atau memecahkan masalah. Kemampuan tingkat ini meliputi: asosiasi mata rantai (menghubungkan lambang tertentu dengan fakta tertentu), diskriminasi (membedakan lambang tertentu dengan lambang lain), aturan dan konsep terdefinisi (mendefinisikan pengertian atau prosedur tetentu), kaidah ( mengkombinasikan beberapa konsep dengan cara tertentu), kaidah lebih tinggi (menggunakan beberapa kaidah dalam memecahkan masalah tertentu), dan pemecahan masalah.

2. Strategi kognisi. Ini adalah strategi pembelajaran yang menyebabkan murid terampil mengatur proses internal seperti perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran. Strategi kognisi meliputi strategi menghafal, strategi elaborasi, strategi pengaturan, strategi metakognisi, dan strategi afeksi.

3. Informasi verbal. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama, istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan.

4. Sikap. Ini adalah keadaan dalam diri murid yang memengaruhinya (bertindak sebagai moderatoratas pilihan untuk bertindak). Sikap ini meliputi komponen afeksi, kognisi, dan psikomotorik.

Keterampilan motorik. Ini adalah keterampilan mengorganisasikan gerakan sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang lebih halus, mulus, teratur, dan tepat waktu.

2.1.1.5 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar tentang mata pelajaran tertentu (Supratiknya, 2012: 5). Hasil belajar merupakan terbangunnya pengetahuan- pengetahuan baru melalui interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar doperoleh siswa secara aktif dan mandiri.

Hasil belajar yang diperoleh melalui proses belajar dapat berupa kemampuan baru sama sekali maupun penyempurnaan atau pengembangandari suatu kemampuan yang telah dimilik (Winkel, 2004: 61). Misalnya, seorang anak belaajr berenang pada waktu ia duduk di bangku seklah dasar dnegan mengikuti pelajaran renang yang diselenggrakan oleh Sekolah. Pada waktu menjadi siswa Sekolah Menengah Pertama, anak itu dapat mempelajari beberapa gaya berenang yang lain seperti gaya kupu-kupu

Kingsley membedakan hasil belajar siswa (individu) menajdi tiga jenis yaitu: 1) keterampilan dan kebiasaaan, 2) pengetahuan dan pengertian, 3) sikap dan cita-cita. Setiap golongan bisa diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah (Sudjana, 1989: 45, dalam Deni Kurniawan, 2014: 9).