• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3 Model Teoritik

4.2 Nilai–Nilai PT Angkasa Pura II 39

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 KarakteristikCustomer ServiceBandara Kualanamu 56 4.2 Klasifikasi Strategi KomunikasiCustomer Service 90

LAMPIRAN

-Pedoman Wawancara -Hasil Wawancara -Flight Schedule

-Roster DinasCustomer ServiceBandara Internasional Kualanamu -Struktur Organisasi Bandara Internasional Kualanamu

-Struktur Organisasi PT Angkasa Pura II (Persero) -Surat Keterangan Penelitian

-Nota Dinas -Biodata Peneliti

ABSTRAK

Judul Penelitian ini adalah Strategi Komunikasi Customer Service dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara. Penelitian ini berfokus pada strategi komunikasi yang dilakukan oleh customer service Bandara Internasional Kualanamu dalam Melayani Wisatawan Asing dan Wisatawan Domestik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana strategi yang dilakukan oleh customer service officer di Bandara Kualanamu yang harus menghadapi banyak wisatawan setiap harinya. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui perbedaan apa yang terdapat antara wisatawan asing dan wisatawan domestik ketika menggunakan jasa customer service. Teori yang digunakan peneliti yaitu teori komunikasi antarpribadi, teori komunikasi antarbudaya, teori pengurangan ketidakpastian, teori mengelola ketidakpastian dan kecemasan serta culture shock relevan dengan proses customer service saat malayani para wisatawan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang bersifat menggambarkan situasi, proses-proses dan gejala yang diamati. Teknik pengumpulan data dimulai dengan observasi, wawancara mendalam dengan ketujuh informan yang setidak-tidaknya telah bekerja sebagai Customer Service Officer (CSO) di Bandara Kualanamu selama minimal 6 bulan dan studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif dimana dalam proses berpikir peneliti didasarkan dan dikembangkan berdasarkan pengalaman yang terjadi pada masing-masing informan yang terpilih berdasarkan purposive sampling. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah dibutuhkan skill komunikasi yang baik pada setiap customer service Bandara Internasional Kualanamu, kesabaran dan cekatan merupakan modal utama yang harus dimiliki. Perbedaan budaya antara wisatawan asing dan wisatawan domestik mempengaruhi cara mereka dalam berinteraksi dengan paracustomer service.

Kata kunci: Strategi Komunikasi, Customer Service, Wisatawan Asing dan Wisatwan Domestik

ABSTRACT

The title of this research is the Communication Strategy Of Customer Service In Serving User Services Airport. This study focuses on the communication strategy undertaken by customer service Kualanamu International Airport in Serving Foreign Tourists and Domestic Tourists. The purpose of this study is to see how the strategy undertaken by the customer service officer at Kualanamu which must face a lot of tourists every day. In addition, researchers also want to know what are the differences between foreign tourists and domestic tourists when using the services of customer service. The theories of this research are interpersonal communication theory, intercultural communication theory, uncertainty reduction theory, the theory of managing the uncertainty and anxiety and culture shock that relevant to customer service processes currently serves the tourists. This research use qualitative descriptive method which describing the situation, processes, and symptons were observed. Techniques of data collection begins with observation, in-depth interviews with seven informants who at least has worked as a Customer Service Officer (CSO) in Kualanamu for at least 6 months and the study of literature. This research uses an interpretive paradigm in which the researchers thought process is based and developed based on the experience that occurs in each informant chosen by purposive sampling. The conclusion that can be drawn from the research is that a good communication skills required at each customer service Kualanamu International Airport, patience and deft is the main asset that must be possessed. Cultural differences between foreign tourists and domestic tourists affect the way they interact with the customer service.

Keywords: Communication Strategy, Customer Service, Foreign Tourists and Travelers Domestic

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

Kemajuan peradaban manusia telah memberikan kesempatan bagi semua manusia untuk mewujudkan segala sesuatu yang ada dalam khayalannya, dari sesuatu yang tadinya tidak mungkin terjadi bisa menjadi mungkin. Dulu manusia memiliki pemikiran bahwa terbang itu menjadi suatu impian belaka. Namun akibat pemikiran manusia yang cerdas sehingga mampu menciptakan teknologi canggih dan memberikan peluang bagi semua manusia untuk bisa terbang. Pesawat merupakan alat yang mampu mewujudkan impian manusia itu untuk terbang. Pesawat merupakan hasil dari buah pemikiran manusia yang dalam proses penciptaannya pasti tidak terlepas dari bantuan manusia lainnya yang saling berinteraksi dan menjalin komunikasi. Karena sejatinya manusia merupakan makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan manusia lainnya.

Dalam perjalanannya, manusia memiliki budaya yang lahir dari proses komunikasi itu sendiri, yakni budaya (culture) yang merupakan salah atu hasil dari proses komunikasi yang terjadi antar manusia. Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang – orang lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisoslasi. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku manusia, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau

mewariskan budaya . Benar kata Edward T. Hall (1959) bhawa “culture is communication” dan “communication is culture” (dalam Mulyana dan Rakhmat,

Secara formal, budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan, hubungan, ruang, konsep alam semesta, objek – objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu atau kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk – bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model –

model bagi tindakan – tindakan peneysuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam satu masyarakat di lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dan objek – objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Objek-objek seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian jenis-jenis transportasi dan alat perang menyediakan suatu landasan utama bagai kehidupan sosial. Budaya berkesinambungan dan hadir dimana – mana, budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama suatu periode kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita (dalam Mulyana dan Rakhmat: 2005: 18-29). Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-konsdisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh pembendaharaan perilaku sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya di dunia. Bukan kaya dari segi materil, melainkan anugerah pulau dan lautan yang luar biasa indah. Kebudayaan Indonesia juga menjadi suatu karunia Tuhan yang patut kita syukuri. Jadi, keadaan alam yang indah didukung dengan kreativitas manusia yang mampu menciptakan berbagai ragam suku budaya (adat-istiadat) merupakan daya tarik terbesar yang membuat wisatawan asing datang ke Indonesia. Bukan hanya wisatawan asing yang ingin melihat secara langsung, namun wisatawan domestik

yang merupakan penduduk asli Indonesia juga tidak mau ketinggalan menikmati semua keindahan tersebut yang tersebar di seluruh nusantara.

Untuk itulah, orang-orang melakukan perjalanan menuju daerah wisata yang diinginkan. Batasan yang diterima oleh Badan PBB pasal 5 Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB No. 870 tentang pengujung (visitor) yang dibagi atas dua macam, yakni wisatawan dan pelancong Exursionist (dalam Gromang, 2003: 1). Sesungguhnya wisatawan adalah pengujung sementara yang tinggal paling sedikit selama 24 jam di negara yang mereka kunjungi dalam bentuk pesiar (leisure) dan hubungan dagang (bisnis).

Begitu banyak alternatif kendaraan yang dapat membawa kita menuju tempat yang diinginkan. Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin maju telah menghadapkan kita pada sejumlah alat transportasi yang tercipta dan mampu menjangkau belahan dunia ini. Dan salah satu alat transportasi tersohor yang telah disebutkan di atas sebelumnya, yakni pesawat udara, merupakan alat transportasi yang paling memungkinkan untuk membawa kita menjangkau tempat yang jauh yang ingin dituju dengan waktu tempuh yang relatif paling cepat daripada alat transportasi lainnya.

Bandara (airport) sebagai terminal pesawat sejatinya merupakan sarana bagi seluruh orang dari berbagai negara bertemu. Bandara merupakan tempat yang paling memungkinkan bagi manusia di muka bumi untuk saling melihat, berdialog atau bahkan berkenalan, terlebih lagi bandara sekelas Kualanamu Internasional Airport yang kini terus memperbaiki diri untuk menjadi menjadi salah satu bandara interasional bergengsi di Indonesia. PT Angkasa Pura II (Persero) selaku perusahaan yang mengelola Bandara Kualanamu hendak menjadikan Kualanamu sebagai bandara kebanggaan masyarakat Sumatera, khususnya masyarakat Kota Medan, Sumatera Utara. Kehadiran Bandara Kualanamu merupakan tonggak kemajuan kota Medan sebagai kota metropolitan dan menjadikan Sumatera Utara sebagai destinasi wisata bagi wisawatan asing dan wisatawan domestik.

Maka dari itu, keberadaan Customer Service Officer. Bandara Kualanamu sebagai pintu gerbang informasi utama bagi para wisatawan untuk mencari

informasi seputar bandara atau bahkan informasi seputar Sumatera Utara bagi para pendatang atau wisatawan cukup penting. Ruang lingkup pekerjaan Customer Service Bandara Kualanamu memiliki perbedaan yang significant dengan Bandara Polonia. Mengingat, dari segi luas bandara dan designbangunan serta tata cara penerbangan yang berlaku dan yang harus dihadapi pelanggan cukup canggih dan terbilang modern, sehingga kehadiran seorang customer service sangat dibutuhkan sebagai pemandu sementara para wisatawan saat baru mendarat. Seorang customer servicebandara mungkin memiliki peran dan fungsi yang sedikit berbeda dengan Customer Service perusahaan yang bergerak di bidang jasa lainnya. Customer service bandara akan dihadapkan pada sejumlah pelanggan yang berasal dari suku, bangsa, agama, dan latar belakang ekonomi yang berbeda pula. Begitu beragamnya latar belakang pelanggan yang harus dilayani, membuat seorang customer service bandara harus memilki skill komunikasi yang baik. Karena mereka merupakan gerbang informasi utama bagi kebandarudaraan dan gerbang informasi utama bagi kota dimana mereka bertugas. Jadi, seorang customer service bandara diharapkan mampu meminimalisir kesalahan informasi atau pesan yang akan disampaikan kepada pelanggan karena akan berkesinambungan dengan pemahaman pelanggan selanjutnya.

Pada umumnya seorang customer service diwajibkan memiliki beberapa keterampilan seperti: 1) menguasai langkah-langkah percakapan yang efektif, 2) pendengar yang baik bagi keluhan dan pertanyaan yang diutarakan oleh pelanggan, 3) memahami konsep komunikasi dasar, 4) menetapkan kepuasan pelanggan, 5) menemukan fakta, 6) mengajukan pertanyaan, 7) pengetahuan tentang produk, 8) Bekerja menuju hubungan yang lebih erat, 9) mengembangkan dan menerapkan rencana tindakan yang lebih sederhana, dan 10) penilaian diri (Sunarto, 2006: 61). Namun agaknya tidak demikian dengan customer service bandara. Mereka dihadapkan para keterampilan yang menuntut kreativitas dan skill komunikasi yang fleksibel dan tidak struktural seperti customer servicepada umumnya. Hal inilah merupakan hasil pengamatan sementara peneliti.

Selain itu bentuk pelayanan yang berbeda, masalah karakteristik wisatawan asing dan wisatawan domestik yang harus dihadapi oleh seorang

customer service bandara merupakan tantangan tersendiri. Setiap wisawatan domestik yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia memiliki pola perilaku dan sikap yang berbeda di setiap daerahnya, apalagi wisatawan asing yang memang pasti memiliki perbedaan kebudayaan yang mencolok dengan kita dan tentu saja akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka pula. Menghadapi pola perilaku bangsa sendiri yang berbeda adat istiadat karena berbeda daerah asal saja seorang customer service harusnya sudah kewalahan, ditambah lagi dengan budaya asing yang umumnya budaya westernisasi yang dibawa oleh wisatawan asing, menjadi beban tersendiri bagi seorangcustomer servicebandara.

Salah satu kejadian menarik yang pernah secara tidak sengaja teramati oleh peniliti saat berada di Bandara Kualanamu adalah ketika seorang customer service yang sedang standby di counter kedatangan lantai 1 harus melayani tiga orang pemuda yang merupakan wisawatan asing dengan ciri-ciri fisik seperti orang dari benua Eropa. Sesaat setelah landing, ketiga pemuda asing ini tampak kebingungan dan sibuk mengotak-atik gadget dan handphone mereka tidak jauh dari counter informasi kedatangan lantai 1. Peneliti berasumsi mungkin mereka sedang menghubungi kenalan yang akan menjemput mereka atau kolega yang akan mereka datangi.

Menyadari bahwa ketiga pemuda asing itu tengah bingung, salah satu dari customer service yang sedang bertugas menghampiri mereka dan membuka sedikit percakapan dengan mereka. Dan alangkah terkejutnya petugas customer service ketika mendengar pengakuan dari ketiga pemuda asing tersebut baru saja mendarat dari Inggris dan tiba di Medan. Mereka hanya tahu Indonesia negara yang indah dan eksotis dari internet dan mereka berniat melakukan perjalanan backpacker. Namun saat ditanya tempat wisata apa yang mereka tuju atau adakah teman mereka yang bisa mereka hubungi untuk menemani mereka, mereka menjawab bahwa mereka tidak kenal siapapun dan sebenarnya mereka juga sedang bingung untuk pergi kemana karena mereka tidak punya tujuan sama sekali. Beberapa saat kemudian, profesionalisme seorang customer service pun dituntut dalam fenomena ini. Petugas costumer service mencoba memberikan penjelasan seputar Indonesia, dan karakteristik masyarakatnya. Kemudian petugas

memberitahu mereka kalau mereka sekarang sedang berada di propinsi Sumatera Utara, dan berada di kota Medan. Di Sumatera Utara banyak daerah tujuan wisata yang biasanya menjadi incaran para wisatawan asing, seperti Bukit Lawang, Berastagi (Tanah Karo), Tangkahan, Danau Toba dan tempat – tempat wisata lainnya. Kemudian sang customer service, memberikan instruksi yang harus dilalui oleh wisatawan asing tersebut agar bisa mencapai destinasi wiswata yang diingingkan. Kemudian ketiga wisayawan asing tersebut mengucapkan terima kasih dan sangat bersyukur akan bantuan sang customer service, kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Berdasarkan pengalaman yang pernah diamati peneliti, peneliti memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan fenomena lainnya yang pernah dialami oleh customer service bandara. Peneliti ingin melakukan penelitian ini karena peneliti yakin bahwa masih banyak kejadian atau peristiwa unik dan menarik lainnya yang terjadi dan menuntut seorang customer service untuk membantu dan memberikannya solusi atas masalah yang wisatawan alami. Bagaimana strategi komuniksi mereka dalam melayani dan menjawab setiap keluhan dan pertanyaan yang dilontarkan oleh para wisatawan serta sejauh apa para wisatawan membutuhkan pelayanan customer service. Komunikasi sangatlah luas sehingga tidak dapat diikat atau dibatasi dalam sebuah paradigma tunggal (Littlejohn dan Foss, 2011: 7-8) Komunikasi yang mendasari bagaimana seorang customer service dapat menjalankan peran dan fungsinya yang tidak terbatas karena objek yang harus mereka hadapi adalah manusia yang memiliki ukuran relatif, bukan sebuah data yang memiliki ukuran pasti.

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana

Strategi Komunikasi Customer Service dalam Melayani Wisatawan Asing dan

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui strategi komunikasi customer service Bandara Internasional Kualanamu dalam melayani wisatawan asing dan wisatawan domestik

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara wisatawan asing dan wisatawan domestik dalam menggunakan jasacustomer service

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dibidang ilmu komunikasi, khususnya dalam kajian komunikasi antarbudaya.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian komunikasi dan sumber bacaan, khususnya dalam bidang strategi komunikasi.

3. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan bagi pihak terkait agar terus dapat memperbaiki diri dalam memberikan pelayanan kepada para pengguna jasa bandara termasuk wisatawan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Paradigma ibarat sebuah jendela tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari sistem berpikir; basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam pandangan filosof, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan.

Perspektif dalam bidang keilmuan sering disebut paradigma (paradigm), kadang-kadang disebut pula sebagai mazhab pemikiran (school of thought) atau teori. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata (Mulyana, 2011: 8-9).

Pendekatan Kualitatif mencakup berbagai metodologi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan naturalistic terhadap pokok kajiannya (subject of matter). Oleh karena itu dalam penggunaan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiah dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh objek penelitian (Bungin, 2008: 303). Studi yang menggunakan pendekatan kualitatif menggunakan khazanah dari fenomena empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, life history, wawancara, observasi, sejarah, interaksi dan teks visual maupun konten pesan yang menggambarkan rutinitas dan problematika serta makna kehidupan individu.

Jadi, perspektif dalam penelitian ini menggunakan perspektif interpretif. Interpretif teori mencari sebuah pemahaman tentang bagaimana membangun memahami fenomena-fenomena melalui interaksi dan bagaimana kita bertindak dalam menghadapi fenomena-fenomena yang telah kita ciptakan. Teori-teori interpretif ini membantu dalam pemahaman kita mengenai sebuah fenomena sosial yang dibangun melalui hubungan komunikasi dan membantu untuk merefleksikan kerumitan antara fenomena sosial dan proses kontruksi sosial (Miller, 2005: 57-61). Sehingga sesuai tujuan penelitian, peneliti memilih

menggunakan paradigma interpretatif yang mencoba memahami, menggali pandangan dan pengalaman orang lain untuk mendapatkan informasi atau data yang diperlukan.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

Tidak sulit mengidentifikasi aktivitas komunikasi dalam tataran praktis, tetapi apa sesungguhnya komunikasi secara konseptual? Sejak para cendikiawan menjadikan komunikasi sebagai sebuah kajian khusus, berbagai defenisi tentang komunikasi terus bermunculan. Bahkan mendefenisikan komunikasi merupakan sebuah aktivitas populer para cendikiawan pada pertengahan abad XX.

Secara etimologi, komunikasi atau communication dalam Bahasa Inggris berakar dari perkataan latin “communts”, yang artinya sama, communico, communicationataucommunicareyang berarti membuat sama (to make common), yang dimaksud dengan sama adalah sama makna atau sama arti (Mulyana, 2007: 41) Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Defenisi Hovland menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting (Effendy,2006: 10) Sementara Harold Lasswell mengatakan bahwa cara baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : who says what in which channel to whom with effect?.

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliput lima unsure sebagai jawaban dari pertanyaan itu, yakni : komunikator (communicator, source, sender), pesan (massage), media (channel, media), komunikan , dan efek. Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy,2006:10)

2.2.1.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi tidak hanya dipandang sekadar mengelola suatu informasi tertentu, karena fungsinya bukan hanya menyampaikan informasi berita untuk informasi saja, tetapi juga mendidik, mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur khalayak. Oleh sebab itulah maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar terarah pada keempat fungsi komunikasi tersebut.

Menyampaikan informasi(to inform)mengandung pengertian memberikan informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman sebagai sebuah kebutuhan informasi dalam kehidupan ini

Mendidik (to educate) merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dalam tataan komunikasi massa sedangkan kegiatan

Dokumen terkait