TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indeks Glikemik
2.3 Tepung Talas Belitung
Salah satu produk talas belitung yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri pangan adalah tepung talas belitung. Tepung merupakan bentuk hasil pengolahan bahan yang dilakukan dengan memperkecil ukuran bahan dengan cara penggilingan. Tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah sehingga daya awetnya tinggi. Proses penggilingan bahan disebabkan oleh bahan yang ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling. Tepung mekanis pada proses penggilingan diikuti dengan permukaan bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan untuk dihancurkan.
Tepung kimpul merupakan produk olahan dari umbi kimpul yang mengalami proses pengeringan, penghalusan, dan pengayakan. Tepung kimpul mengandung karbohidrat, protein, lemak yang baik. Menurut Prihatiningrum (2012) dalam Rafika, dkk. (2012), tepung kimpul mengandung senyawa saponin dan apabila mengalami pemanasan akan menyebabkan warna coklat, proses ini terjadi pada bahan pangan
yang mengandung karbohidrat di mana senyawa karsinogen yang terbentuk di dalam bahan pangan selama proses pemasakan pada suhu di atas 120˚C.
Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan tepung talas. Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pengupasan dan pencucian umbi segar selama 5 menit. Kemudian dilakukan pengirisan yang ditujukan untuk memperbesar luas permukaan dari talas pada saat dikeringkan. Kemudian talas direndam dalam larutan garam dapur 30% selama 30 menit kemudian cuci kembali. Tujuannya untuk mengurangi kadar kalsium oksalat pada talas yang dapat menyebabkan rasa gatal pada saat mengonsumsinya (Revitriani, dkk., 2013).
Pengeringan talas dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya pengeringan dengan penjemuran di bawah sinar matahari, pengeringan menggunakan oven, spay drier, drum drier, dan lain-lain. Metode pengeringan yang dipakai mempengaruhi mutu tepung yang dihasilkan (Indrasti, 2004). Pengeringan kimpul dengan alat pengering dapat dilakukan selama 8 jam dengan suhu 40ºC sampai mudah dipatahkan/dihancurkan.
Secara umum, pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih baik daripada menggunakan sinar matahari. Kelebihannya antara lain suhu pengeringan dan laju alir udara panas yang dapat dikontrol, kebersihan yang lebih terjaga, dan pemanasan terjadi secara merata. Setelah umbi talas belitung kering, kemudian dilakukan penggilingan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil, kemudaian
Sifat kimia tepung talas belitung sangat dipengaruhi oleh umbi talas belitung segar dan kondisi selama proses pembuatan tepung. Komposisi kimia tepung talas belitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tepung Talas Belitung dalam 100 gram Bahan
Koposisi Kimia Jumlah
%bb %bk Air 9,2 10,16 Abu 1,94 2,13 Protein 4,43 4,88 Lemak 0,84 0,92 Karbohidrat 83,57 92,06 Energi (kkal) 359,56 - Sumber : Indrasty (2004) 2.4 Cookies Tepung Talas Belitung
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan apabila dipatahkan penampang bertekstur kurang padat (BSN, 1992). Syarat mutu Cookies tercantum pada tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Syarat Mutu Cookies menurut SNI No. 01-2973-1992
Kriteria Uji Klasifikasi
Kalori (Kak/100 gram) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9,5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1,5
Serat kasar (%) Maksimum 0,5
Logam berbahaya Negative
Bau dan rasa Normal tidak tengik
Warna Normal
Cookies talas belitung adalah cookies yang dibuat dengan memanfatkan tepung talas belitung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indrasti (2004), kandungan gizi cookies tepung talas belitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.5 Komposisi Gizi Cookies dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Talas Belitung
Komposisi Gizi Jumlah Cookies Penambahan Tepung Talas Belitung 20% Cookies Penambahan Tepung Talas Belitung 40% Cookies Penambahan Tepung Talas Belitung 60% Cookies Penambahan Tepung Talas Belitung 80% Air 2,07 2,20 2,99 3,09 Abu 2,87 3,26 3,25 3,39 Protein 7,42 6,99 5,98 5,22 Lemak 23,42 24,14 24,99 23,84 Karbohidrat 66,41 65,51 65,81 67,46 Energi 495,03 496,88 497,02 490,66 Sumber : Indrasti (2004)
Secara umum, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut tekstur. Bahan pengikat atau pembentuk adonan yang kompak adalah tepung, susu, putih telur dan air. Sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, kuning telur, shortening dan bahan pengembang. Dalam adonan tepung berfungsi membentuk tekstur, mengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata, serta berperan membentuk cita rasa (Matz, 1978 dalam Saputra, 2008).
Bermacam macam tepung dapat digunakan dalam pembuatan cookies ini. Tepung terigu lunak (8-10% protein) sangat tepat untuk menghasilkan kue kering yang bermutu tinggi. Tepung ini relatif lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya serap air yang terlalu tinggi, sehingga dalam pembuatan adonan membutuhkan lebih sedikit cairan (Shafer dan Zabik, 1978 dalam Saputra, 2008).
Penggunaan tepung terigu dalam pembuatan cookies dapat dicampur dengan tepung lain. Dalam hal ini, tepung yang digunakan yaitu tepung terigu 60%, tepung talas belitung 40%. Cookies dengan kandungan 40% tepung talas belitung tidak berbeda nyata dengan cookies yang beredaran dipasaran, yang berarti masih dapat diterima dengan baik oleh konsumen (indrasti, 2004).
Lemak biasa digunakan untuk memberi efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, serta memberi flavor (Matz, 1978 dalam saputra 2008). Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan pengikat, serta untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyabar rata pada adonan (Indrasti,2004).
Untuk membangkitkan rasa lezat dan efek manis bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat biskuit yaitu gula dan garam. bila terlalu banyak gula adonan menjadi lengket dan menempel pada cetakan, biskuit menjadi keras dan akan terlalu manis. Sedangkan penambahan garam pada sebagian besar formula biskuit menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk Kristal-kristal kecil (halus) untuk mempermudah kelarutannya (Matz, 1978 dalam Saputra, 2008).
Pembuatan biskuit, membutuhkan air dan baking powder. Baking powder digunakan sebagai pengembang adonan sedangkan air berfungsi memungkinkan terjadinya gluten, mengontrol kepadatan adonan, mengontrol suhu adonan, melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung, membasahi dan mengembangkan pati, dan dapat mempertahankan rasa lezat kue lebih lama (Matz, 1978 dalam Saputra 2008).
Menurut Whiteley (1971) dalam saputra (2008), ada dua metode dasar pencampuran adonan cookies, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. Pada metode krim semua bahan tidak dicampur secara langsung, melainkan dicampur terlebih dahulu, berturut-turut lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essens, kemudian ditambahkan susu, diikuti penambahan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Sedangkan metode pembuatan cookies dengan metode all-in yaitu semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang. Pemanggangan cookies dapat dilakukan pada suhu 220°C selama 12-15 menit (Sultan, 1983 dalam Saputra, 2008).